Pilgrims of Christ’s Mission

Pelayanan Gereja

Menggali Makna Keburukan: Sabtu Suci Gereja HSPMTB Paroki Tangerang

Setiap kejadian memiliki arti yang berbeda-beda dan ini berlaku juga untuk memaknai suatu keburukan. Itu sebabnya dosa dapat membawa berkah, dan pandemi dapat memberi hidayah. Romo Walterus Teguh Santosa SJ, sebagai Romo kepala Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB) mengajak umatnya untuk dapat memaknai arti dari suatu peristiwa kurang mengenakan. Pastor Teguh menyampaikan itu dalam pesan paskah 2021,  pada misa Sabtu Vigili, Sabtu (03/04/21) di Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB), Paroki Tangerang. “Paskah tahun ini kita diajak untuk dapat memaknai hidup,” tegas Rm Teguh. Menurut Rm Teguh, berbagai peristiwa dapat memberi pelajaran dan menjadi pendalaman spiritualitas bagi seseorang.  Dosa Bawa Berkah Mungkin hal ini akan mengejutkan banyak orang. Kenyataannya, dosa yang selama ini digaungkan membawa kesengsaraan ternyata memiliki sisi positif. Tanpa kita sadari, dosa dapat menyumbang kontribusi besar dalam karya penyelamatan Tuhan atas manusia. “Dosa Adam dapat disyukuri karena melalui dosa itu, kita memperoleh Kristus. Sungguh mujur kesalahan itu sebab memberi kita seorang Penebus. Kita diajak untuk melihat pengalaman buruk tak selalu berakhir dengan hukuman,” ungkap Romo Teguh. Beliau juga menambahkan bahwa pengalaman buruk pun terkadang menjadi pintu bagi Rahmat Tuhan. “Melalui dosa Adam, manusia sebetulnya telah tereliminasi dari firdaus, tetapi karena karya penebusan Tuhan yang kreatif, maka dapat mengatasi segala kelemahan sehingga manusia dipulihkan. Kita tidak bisa mendikte Tuhan harus begini atau begitu. Tuhan itu out of the box melakukan hal yang kita tidak pikirkan,” tandasnya.  Pandemi Memberi Hidayah Pandemi Covid-19 telah menimbulkan krisis di pelbagai lini kehidupan, mulai dari kesehatan, ekonomi, hingga masalah di tingkat keluarga. Namun, pernahkah terpikir kondisi ini memiliki sisi “guna”? Menurut Rm. Teguh ada beberapa hal dapat dipetik dari pandemi Covid-19. “Pandemi mendidik manusia menjadi pribadi yang tangguh dan tegar. Kita juga diundang untuk selalu mencari hal-hal kreatif seperti Allah kita yang maha kreatif. Kita juga diundang untuk melihat kebaruan-kebaruan yang tidak melulu apa yang dipikirkan secara logis manusia,” jelasnya. Rm. Teguh pun menambahkan, pandemi dapat memperlihatkan ketidakberdayaan manusia. “Sebelum pandemi, persiapan misa harian cukup dilakukan sedikit orang. Namun, saat pandemi berlangsung, misa harus melibatkan banyak orang agar dapat terselenggara dengan baik. Hal ini mengajarkan bahwa kita tidak bisa mengatasi masalah yang besar ini seorang diri. Karenanya kita sebagai komunitas memiliki tanggung jawab dan peran yang sama,” tegasnya.* (Ario)

Pelayanan Gereja

Beda Pola Pikir: Minggu Palma Gereja Stasi St. Maria Assumpta Glodogan

“Apa perbedaan antara perayaan Minggu Palma di masa pandemi dengan masa normal?” Jelas sangat berbeda! Saya dapat menyaksikannya yang terjadi di gereja Stasi Maria Assumpta, Glodogan tahun ini.  Pertama, selama pekan suci pelaksanaan Misa dilaksanakan dengan 2 gelombang. Ini dilakukan agar jumlah umat yang hadir tetap menaati prokes. Hanya setengah dari kapasitas biasanya. Tidak ada lagi penambahan tenda di luar gereja. Kedua, tidak ada lagi perarakan Minggu Palma dari luar gereja. Tentu saja, tidak ada lagi Pastur menunggang kuda dari titik awal perarakan menuju gereja.  Namun, bagi saya itu tidak jadi soal yang krusial. “Toh, itu hanya sebatas ritual. Sebab kadangkala bila ritual tidak dipahami secara mendalam, tidak mampu menyentuh sisi spiritual diriku,” begitu kilahku dalam hati. “Bukan berarti saya mengabaikan soal ritual, tetapi ritual perlu diimbangi adanya upaya menemukan sisi spiritualnya,” tambahku menyikapi perayaan Minggu Palma di gereja stasiku tahun ini. “Apa makna Minggu Palma tahun ini? Apa penemuan terbaruku dibandingkan perayaan Minggu Palma tahun-tahun sebelumnya?” Itulah dua pertanyaan yang saya coba jawab. Dan inilah jawabannya.  Beda pola pikir. Ya, Bangsa Israel –termasuk dalam hal ini, para Murid Yesus kala itu- terjadi perbedaan pola pikir dalam memaknai ajakan Yesus memasuki pusat kota Bangsa Israel, Yerusalem. Mereka berpikir, “Yes… Penantian panjang kita, akhirnya jadi kenyataan segera. Sang pembebas Bangsa Israel yang sudah dinubuatkan oleh para nabi ratusan tahun sebelumnya akan segera terlaksana. Bangsa pilihan Allah memiliki raja yang sangat hebat. Bisa menyembuhkan berbagai penyakit, penuh kuasa mengusir kuasa jahat, bahkan membangkitkan orang yang sudah meninggal. Kita akan kembali menjadi bangsa yang disegani oleh para musuh. Tidak lagi jadi bangsa inferior yang dijajah oleh bangsa lain. Mesias bagi bangsa kita sudah datang. Kita akan segera terbebas dari belenggu penjajah dari Bangsa Romawi”. Mereka mengelu-elukan kedatangan raja “versi” pola pikir mereka. Mereka memuja-Nya, dengan harapan versi mereka. Dan kita tahu ending cerita sejarah yang terjadi. Cuma hitungan hari raja mereka ternyata wafat di kayu salib.  Ternyata, pola pikir mereka berbeda. Bahkan bertolak belakang dengan pola pikir Tuhan.  Bukankah itu juga gambaran diri kita? Seringkali kita memahami Tuhan dan kehendak-Nya dengan sudut pandang versi diri kita. Bukannya menyelaraskan dan mencari tahu bagaimana pola pikir Tuhan. Semoga Minggu Palma tahun ini dapat membawa kesadaran kita agar menyelaraskan pola pikir kita kepada Tuhan. Bukan sebaliknya, atau bahkan memaksakan pola pikir kita kepada Tuhan. (Master Lilikz, seorang umat di Glodogan).

Karya Pendidikan

“Thinking Differently, Serve Lovely”Live In Ekskursi SMA Kolese Loyola

Seorang pejuang pembaharu dunia hendaknya memiliki kematangan dan keluasan pandangan sosial. Secara emosional para pejuang harus mampu melihat suatu masalah secara utuh dan memiliki kontrol yang baik dalam mengendalikan kondisi yang kritis. Akan tetapi dalam pembelajaran online, bagaimana implementasi formasi pendidikan karakter di Kolese Jesuit bagi para siswi-siswa? Dari latar belakang inilah, SMA Kolese Loyola membuat inovasi, agar formasi pendidikan karakter tetap dapat dilakukan dan tetap memperhatikan protokol kesehatan demi kesejahteraan bersama. Maka diselenggarakanlah dua kegiatan dalam format daring, yaitu: (1) Live in daring bagi kelas X dengan tema “Think Different”; dan (2) Ekskursi daring bagi kelas XI dengan tema “Melayani dengan kasih”. Dalam konteks live in daring, tema “Think Different”  merupakan salah satu terjemahan dari semangat Ignasian  untuk senantiasa memiliki keluasan pengetahuan dan menjadi berkat bagi sesama. Think different dimaknai sebagai usaha mencari kedalaman pengetahuan, sehingga menjadi sumber kebahagiaan bagi sesama. Kebahagiaan dalam arti memberi semangat baru, melalui kehadiran kita di tengah-tengah keluarga. Live in daring  ini mengajak para siswa menyelami potensi keluarga mereka, di mana keluarga menjadi tempat tumbuhnya kebiasaan-kebiasan, nilai-nilai agama, penalaran berpikir dan intuisi dari seorang anak. Siswa akan menemukan banyak informasi dari keluarga yang sifatnya tidak tertulis namun diyakini kebenarannya. Selain itu, siswa diharapkan juga bisa menemukan banyak pengalaman penggunaan panca indera sebagai penumbuh potensi anggota keluarga. Live in daring diselenggarakan selama lima hari. Alur hari pertama mengambil tema Healthy Family. Para siswa diajak untuk mencari data tentang kesehatan keluarga, pola hidup, pola makan, dan kebiasaan hidup sehat keluarga. Upaya mencari data hidup sehat dan merancang proyek hidup sehat yang kontekstual bersama keluarga, misalnya: makan bersama empat sehat lima sempurna, rekreasi bersama, cerita bersama, atau olahraga. Hari kedua Best Family Vocation menjadi fokus bersama dan diimplementasikan dalam ragam bentuk kegiatan seperti: para siswa mengikuti pekerjaan orang tua, mencari data terkait pekerjaan orang tua dan latar belakang keluarga, pendidikan, hingga rintisan karir.  Hari ketiga, tema Fire God diarahkan agar para siswa  mencari data agama, kepercayaan, atau spiritualitas keluarga yang menjadi kekhasan dari keluarga. Mengapa keluarga memilih agama atau kepercayaan tertentu, dan bagaimana keluarga membangun toleransi dengan keluarga yang berbeda. Sebagai aksi nyata, para siswa merancang sebuah proyek kegiatan rohani bersama keluarga. Hari keempat mengangkat tema Paradise Family. Para siswa didampingi untuk melihat apa yang sedang diharapkan atau dibutuhkan ada dalam keluarga. Lalu mereka membuat sebuah rancangan perwujudan dalam sebuah desain kegiatan tertulis dengan dua tujuan, yaitu: mempererat relasi antar anggota keluarga dan membuat salah satu sudut ruangan menjadi lebih nyaman bagi keluarga. Umumnya membuat candle light dinner, cooking challenge, tik tok family, mendesain ulang ruang tamu, mendesain ulang ruang makan, mendesain ulang ruang garasi. Puncak live in daring ditutup dengan “Niatan Konstruktif” dengan tujuan mencari bentuk kebiasaan positif yang bisa dilatihkan dalam kegiatan harian di keluarga, lalu disatukan dengan perayaan Ekaristi bersama. Kegiatan kedua ialah Ekskursi daring bagi para siswi-siswa kelas XI. Ekskursi tahun 2021 kali ini dilakukan di rumah masing-masing, dan kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan Rekoleksi Kelas XI yang dilakukan pada bulan Maret 2021. Fokus dari kegiatan Rekoleksi Kelas XIrekoleksi kelas XI adalah pengembangan diri bersama anggota komunitas kelas, sedangkan fokus kegiatan ekskursi ialah melakukan aksi nyata kepada orang lain yang membutuhkan di luar komunitas kelas dan di luar SMA Kolese Loyola. Kegiatan ekskursi sangat penting untuk pengembangan nilai compassion siswi-siswa kepada sesama. Mereka dihadapkan pada realita kehidupan yang mungkin belum pernah dijumpai dalam rutinitas harian. Mereka diharapkan akan menjadi semakin peka dengan penderitaan orang lain, dan akhirnya mereka diharapkan melakukan aksi nyata sesuai dengan karakter kelasnya masing-masing. Aksi yang dilakukan adalah hasil diskusi dan diskresi dari komunitas kelas bersama wali kelasnya, sehingga setiap kelas memiliki dinamika yang berbeda-beda.  Dari kegiatan Live in daring kelas X dan Ekskursi kelas XI, para siswa dan orang tua yang terlibat sungguh merasakan kehadiran dan karya Allah yang menyertai dan melindungi mereka di tengah segala keraguan dan ketakutan di masa pandemi. Bagaimana mengenali jejak-jejak karya Allah, bekerja dengan mengikuti cara Allah, dan bersama dengan banyak orang yang berkehendak baik. St. Ignatius Loyola menyebutkan dalam Latihan Rohani bahwa cinta harus lebih diwujudkan dalam tindakan nyata daripada dalam ungkapan kata-kata. Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium mengatakan bahwa kita perlu memperdalam dan memperluas cara pandang kita, menempatkan iman, keadilan dan solidaritas dengan yang miskin, serta tersingkir sebagai unsur sentral dari perutusan kita mengenai rekonsiliasi. Semoga kegiatan Live in daring dan Ekskursi ini mampu mengobarkan semangat mereka untuk menjadi saluran berkat untuk sesama, to be “Men and Women for and with others”. AMDG Kontributor: Pak Kriswan dan Pak Anton – SMA Kolese Loyola

Pelayanan Masyarakat

Lokakarya Daring: Pengembangan Pelayanan Pastoral Integral Berdasarkan Inspirasi Ensiklik “Fratelli Tutti”

“Ecclesia semper reformanda est” mencanangkan bahwa “Gereja selalu memperbarui diri”. Semboyan ini pantas kita hayati dengan mengikuti perkembangan zaman seperti diserukan oleh Bapa Suci Fransiskus melalui Ensiklik “Fratelli Tutti” tentang persaudaraan dan persahabatan sosial, yang diumumkan pada 4 Oktober 2020. Ensiklik bertujuan untuk mendorong keinginan akan persaudaraan dan persahabatan sosial. Ensiklik yang dilatarbelakangi wabah Covid-19 menyadarkan kita bahwa “tak seorang pun bisa menghadapi hidup sendirian.” Dengan Lokakarya ini, Pusat Pastoral Yogyakarta ingin mengembangkan pelayan pastoral integral berdasarkan inspirasi ensiklik “Fratelli Tutti.” Pertama-tama, kita sebagai pelayan pastoral mendalami makna ensiklik ini. Kemudian kita mencari hal-hal praktis yang dapat kita laksanakan dalam pelayanan pastoral di tengah umat dan masyarakat. Dengan berlokakarya, kita (pastor, dewan pastoral/paroki/wilayah/lingkungan, katekis, prodiakon, aktivis paroki/jemaat serta tokoh awam dan para pelayan pastoral yang lain) belajar bersama untuk memperoleh semangat baru yang bersumber dari ensiklik “Fratelli Tutti” dan mewujudkan secara integral dalam mengembangkan tugas-tugas pewartaan, pengudusan, persekutuan, pelayanan dan kesaksian Gereja di tengah masyarakat dan bangsa. Lokakarya Pastoral Integral ini diikuti oleh 61 peserta, dengan asal peserta dari kota Padang, Bandung, Jakarta, Bogor, Surabaya, Malang, Solo, Bali, Banjarmasin, Manado, Maumere dan Sentani. 59 orang diantaranya berasal dari Gereja Katolik, dan 2 orang dari Gereja Kristen. Komposisi peserta adalah 19 Laki-laki dan 42 Perempuan. Keterlibatan awam dan tarekat dalam acara ini dapat terlihat dengan komposisi 28 awam peserta, 7 Imam (Diosesan Keuskupan Bandung, Diosesan Keuskupan Surabaya, Diosesan Keuskupan Agung Semarang, Serikat Jesus, dan Serikat Xaverian), 20 Biarawati (OSF dan OSU), 5 Frater dari Bunda Hati Kudus Maumere dan 1 Pendeta. Lokakarya ini dilaksanakan dalam 3x pertemuan selama bulan Februari 2021 secara virtual melalui Zoom Meeting dengan durasi 120 menit. Pada pertemuan pertama (2 Februari 2021) peserta diajak untuk memahami pesan-pesan pokok ensiklik Fratelli Tutti bersama Rm. Nikolas Kristiyanto,SJ, kemudian model pengembangan pastoral integral yang disampaikan oleh Rm. J.B. Mardikartono,SJ dan peserta diajak membaca secara Sapiential Reading bersama Rm. A. Priyono Marwan,SJ. Selama 2 pekan, peserta dibagi 2 kelompok dengan masing-masing pendamping (Rm. J.B. Mardikartono, SJ dan Rm. A. Priyono Marwan,SJ). Di samping tiga pertemuan terjadwal, para peserta diberi kesempatan untuk bimbingan secara pribadi dan kelompok dengan jadwal yang disediakan. Peserta diajak untuk membuat catatan mengenai Spirit (gagasan, pandangan, dan inspirasi yang mencerahkan pikiran dan menggerakkan akal budi), Corde (gerak-gerak hati yang muncul dan dialami secara pribadi: kegembiraan, harapan, semangat, kesedihan, ketakutan, kecemasan dan sebagainya) dan Practice (perbuatan-perbuatan apa yang muncul di hati dan budi dari Spirit dan Corde yang dialami dari bacaan tersebut). Pertemuan kedua dan ketiga diisi dengan sharing dari peserta mengenai Spirit, Corde dan Practice dan tentunya kegiatan bersama yang telah direncanakan. Dari Lokakarya Pastoral Integral ini, para peserta diharapkan mendapat pemahaman mengenai pendekatan pastoral integral, membaca secara bijaksana dan cerdas (Sapiential Reading), pemahaman baru mengenai bagaimana membangun relasi dengan sesama, membuat perencanaan pelayanan di masa pandemi, serta mampu menggugah peserta untuk turut melihat kembali situasi yang dihadapi dan diajak untuk mencari solusi yang tepat Kontributor: Theresa Sadhati – Pusat Pastoral Yogyakarta

Kuria Roma

Serikat Jesus & Hari Perempuan Internasional

Surat Jenderal akhirnya keluar. Pater Jenderal telah membentuk komisi khusus untuk membahas “Peran dan Tanggung Jawab Perempuan dalam Serikat Jesus.” Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional, 8 Maret, Pater Jenderal mengeluarkan surat ini bagi seluruh Serikat. Langkah ini merupakan sebuah langkah simbolik yang kuat. Saat dekret dari Kongregasi Jenderal 34 diumumkan tahun 1995, dekret 14 yang berjudul “Jesuit dan Situasi Perempuan di dalam Gereja dan Masyarakat Sipil” merupakan dokumen yang paling banyak menarik perhatian para jurnalis. Otoritas tertinggi dalam Serikat Jesus telah mengakui nilai penting pokok ini. Demi kemajuan perutusan Serikat dalam mengintegrasikan iman dan keadilan, maka pertanyaan tentang peran perempuan menjadi sentral dewasa ini. Setelah beberapa tahun dan di mana-mana, ada kemajuan yang memastikan, terutama dalam karya-karya Serikat, bahwa perempuan memainkan peran penting dan sejajar dengan laki-laki.  Baru-baru ini, dalam sidang untuk menandai 50 tahun berdirinya Sekretariat Keadilan Sosial dan Ekologi pada November 2019 di Curia Generalat di Roma, Pater Jenderal Serikat Jesus, Arturo Sosa meminta agar Sidang mempertimbangkan kedudukan perempuan di lembaga dan karya Serikat dan menjadi prioritas karya kerasulan Serikat. Beberapa perempuan peserta sidang menanggapi secara serius apa yang disampaikan Pater Jenderal. Mereka kemudian bersama-sama mengadakan pertemuan panjang bersama beliau. Mereka mengusulkan agar dibentuk komisi resmi untuk mempromosikan topik ini. Setelah berkonsultasi, Pater Jenderal memutuskan memilih anggota komisi yang diumumkan pada hari ini.  Komisi ini memiliki sepuluh anggota, yaitu enam perempuan, satu awam laki-laki, dan tiga Jesuit (lih. daftar di bawah). Melalui suratnya kepada semua Jesuit, Pater Jenderal meminta dengan tegas agar Komisi ini, diberi kesempatan bekerjasama dalam semangat keterbukaan yang ditandai oleh “rasa hormat, kebersamaan dan kesamaan” sambil mengutip kata-kata dari Dekret 14, KJ 34.  Komisi ini diberi mandat selama tiga tahun, dan pada akhir masa kerjanya akan menyerahkan laporan yang sejalan dengan tujuan komisi ini. Tujuan dari Komisi dapat diringkas sebagai berikut:  (1) mengevaluasi sejauh mana  Dekret 14 Kongregasi Jenderal ke-34 menjadi bagian dari dunia yang telah berubah sejak 1995, dan melakukan verifikasi sejauh mana tanggung jawab bersama, kolaborasi, dan inklusi peran perempuan dalam perencanaan apostolik telah dipromosikan;  (2) mengevaluasi tingkat partisipasi perempuan di semua jenjang lembaga dan karya Serikat;  (3) membuat rekomendasi untuk memperkuat misi Serikat dengan menciptakan ruang bagi keterlibatan perempuan dan dialog antara laki-laki dan perempuan dalam karya-karya Serikat Jesus;  (4) membuat rekomendasi untuk mendorong praktik integrasi, solidaritas, termasuk bagi mereke yang dalam formasi, dan bagi perubahan struktural dalam masyarakat. Pater Jenderal sungguh mendorong agar Komisi ini memberi indikasi, selamat mandat mereka, praktek-praktek ketidakadilan dan praktik tidak tepat yang mencederai tujuan untuk mencapai saling hormat, dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.  Pater Jenderal menutup suratnya dengan mengajak kita untuk menghayati panggilan pada kebersamaan dan solidaritas dalam doa: “Sambil mengkontemplasikan Jesus di salib selama Masa Prapaskah, marilah kita mohon dengan pengantaraan Ibu Maria Marga Siswa (Maria della Strada), rahmat pertobatan sejati dalam setiap jenjang tubuh universal Serikat – personal, komuniter dan institusional. Marilah mengenangkan dengan penuh rasa terima kasih semua perempuan yang telah ambil bagian dalam perjalanan ini, khusus dalam institusi dan karya apostolik kita.”  Anggota Komisi ini adalah Andrade, Donna (Fairfield, AS), Assouad, Victor SJ (Penasihat Umum, Roma), Duffy, Michael (Universitas San Francisco, AS), Jayme Lao, Maria Elissa ( Melissa) – Ateneo de Manila, Filipina, Joseph, Victor Edwin SJ (Vidyajyoti – Delhi, India), Muñoz, Maria del Carmen (CINEP, Kolombia), Sujita, Mary SND (Bihar, India), Vanneste, Cecilia (Jaringan Kerasulan Ignasian, Flanders, Belgia), Waiyaki, Catherine (CLC / CVX, Kenya), dan Yi, Simon Kuen-Sang SJ (Jesuit Center for Migrant Workers, Gimpo, Korea Selatan).  Artikel diambil dari: https://www.jesuits.global/2021/03/08/8-march-2021-its-womens-day-for-the-jesuits-too/

Karya Pendidikan

Ignite: Menyalakan Hidup! Ngurupke Urip!

Situasi pandemi memaksa kita untuk menyesuaikan diri, berpikir kreatif untuk menemukan peluang-peluang ruang formatif proses pembelajaran bagi para siswa dan guru serta karyawan di institusi pendidikan termasuk SMA Kolese Loyola. Dengan keyakinan bahwa kita dapat menemukan Allah dan berjumpa dengan-Nya secara personal melalui dunia virtual, maka kami memberanikan diri untuk mengadakan retret online bagi para siswa kelas XII. Retret daring kali ini dirancang sedemikian rupa agar menyentuh dinamika kehidupan siswa siswi, yang dibagi dalam tiga bagian, yaitu: (1) bagaimana mereka merasa dicintai oleh keluarga; (2) bagaimana mereka merasa dicintai oleh teman dan komunitas kelas; dan (3) mengkonfirmasi diri untuk siap menjadi pribadi yang mandiri dan siap diutus. Banyak strategi yang kami buat supaya nuansa retret benar-benar bisa dihadirkan dalam suasana online dalam rumah masing-masing. Kehadiran orang tua dalam retret ini sangat dibutuhkan, karena siswa-siswi semua ada dirumah masing-masing, maka kami mengajak keterlibatan orang tua siswa dalam retret ini. Kehadiran orang tua siswa dalam retret yang dilakukan SMA Kolese Loyola agar para peserta melihat “histeriogenesis” masing-masing dalam keluarga melalui colloquium / percakapan rohani. Salah satu siswa mengungkapkan bahwa colloquium menjadi pengalaman yang meneguhkan dirinya. Hasil refleksi dari anak tentang keluarga sungguh sangat menjadikan mereka pribadi yang sungguh dicintai dalam keluarga dan akan selalu mengingat kebaikan orang tua.   Dari pengalaman yang sudah terjadi, retret daring ternyata membawa rahmatnya tersendiri. Relasi antar siswa di dalam kelas justru terasa lebih dekat, sehingga mendukung untuk saling terbuka, bercanda, dan merefleksikan pengalaman hidup di dalam keterbatasan. Seorang guru pendamping mengatakan, “Dalam retret ini saya belajar bagaimana melihat sungguh karya Allah dalam refleksi para siswa perwalian yang berusaha keras mengamati gerak batinnya di tengah keramaian rumah, dan bergulat mengatasi godaan digital dan gempuran media sosial”. Retret daring SMA Kolese Loyola diakhiri dengan pemberian kembali bekal 4C (Competence, Conscience, Compassion, dan Commitment) dari sekolah yang telah tertanam pada diri siswa. Harapannya, ketika para siswa sudah lulus dan berada di masyarakat, nilai tersebut selalu diingat dan sadar akan kasih Tuhan. Rasa syukur atas retret daring ini ditutup dengan perayaan ekaristi. Selain itu, kehadiran orang tua dalam Ekaristi penutupan, serta sharing pengalaman mereka dalam mendampingi putra-putri sungguh menjadi pengalaman yang mendalam bagi anak-anak semua. Benang merah retret pun dapat dirasakan oleh anak-anak secara mendalam, sehingga mereka memiliki semangat baru dalam hidup sebagai individu dan masyarakat. Di sanalah Allah yang secara personal sungguh dirasakan kehadiran-Nya dalam perjumpaan, dan tetap berkarya di dalam proses retret daring.  Semoga komitmen yang dibangun untuk menjadi pribadi yang mandiri serta memiliki hidup yang lebih bermakna bagi diri sendiri & orang lain (ngurupke urip) terus tertanam di hati setiap peserta. Kontributor: Tim Retret SMA Kolese Loyola – Riki, Dewi, Ningsih, Yoas

Kuria Roma

Petisi Penangguhan Hak Paten

Tulisan ini Diterjemahkan oleh Herman Wahyaka dari surat elektronik yang dikirimkan oleh Pater George Alt, SJ – Jesuitenmission Jesuitenmission mengharapkan dukungan kita bersama para donatur Jerman dan Austria untuk mendukung advokasi global terhadap pemerintah Jerman. Ketika program vaksinasi terhadap Covid-19 diluncurkan di negara maju, semakin jelas terlihat bahwa mereka menyimpan sebagian besar vaksin untuk keperluan mereka sendiri dan hanya sedikit yang tersisa bagi negara-negara miskin. Pada Sidang Umum PBB 26 September 2020 yang lalu, Paus Fransiskus berseru, “Andaikan ada pilihan, maka mereka yang termiskin, paling rentan, dan yang begitu sering mengalami diskriminasi karena tidak memiliki kekuatan dan sumber daya kekayaan mendapat prioritas pertama.” Senada dengan itu, pada 16 Februari 2021 Sekjen WTO yang baru, Ngozi Okonjo-Iweala, juga mengingatkan tentang kecenderungan terhadap “nasionalisasi vaksin” dan menegaskan kembali bahwa “tidak akan ada yang selamat sampai semua orang selamat.” WTO bisa menjadi tempat di mana solusi sederhana dan cepat dapat ditemukan. India dan Afrika Selatan telah mengajukan prakarsa yang mengacu pada pasal IX Perjanjian WTO yang mengatur penangguhan sementara hak paten atas informasi yang relevan dengan produksi vaksin dalam “keadaan luar biasa” dan, jika di antara negara-negara anggota WTO tidak ditemukan kesepakatan, maka sesuai pasal yang sama, tindakan tersebut tetap dapat dilakukan di bawah persetujuan tiga perempat negara anggota. Penangguhan sementara hak paten dan dukungan teknis serta finansial yang memadai untuk menyesuaikan jalur produksi vaksin di seluruh dunia ini nantinya mampu menekan biaya produksi dan meningkatkan ketersediaan vaksin bagi semua orang. Saat ini beberapa badan PBB, ratusan organisasi kemasyarakatan, dan lebih dari separuh negara anggota WTO mendukung opsi ini.  Namun demikian, negara-negara yang menyimpan vaksin untuk keperluan mereka sendiri justru menghalangi usaha ini. Inilah yang perlu dibenahi karena pandemi Covid-19 akan berakhir hanya jika virusnya diberantas secara global. Kini bahkan varian virus telah bermutasi dan terbukti kebal terhadap beberapa vaksin yang dikembangkan. Oleh karena itu, dengan segala daya upaya, kita perlu memperkuat dukungan terhadap prakarsa India dan Afrika Selatan serta melemahkan perlawanan terhadap perjuangan mereka ini. Jesuitenmission Jerman dan Austria, bersama dengan Medical Mission Institute di Würzburg, mencoba menghimpun dukungan untuk mengirim Surat Terbuka kepada Kanselir Jerman Merkel dan Kanselir Austria Kurz agar mereka mendukung advokasi penangguhan sementara hak paten. Bukankah situasi global saat ini termasuk sebagai “keadaan luar biasa?” Lagipula, ini bukan soal miskin dan kaya, tetapi lebih mengenai nasib dan kebaikan seluruh umat manusia. Oleh karena itu, Jesuitenmission mengajak Anda untuk segera menandatangani Surat Terbuka kepada Kanselir Merkel dan Kanselir Kurz ini. Anda dapat menandatangani kedua Surat Terbuka tersebut karena keduanya ditujukan kepada dua orang berbeda. Anda dapat menunjukkan dukungan melalui tautan di bawah ini.  Tautan untuk pemerintah Austria adalah https://tinyurl.com/WaivePatentRights  Tautan untuk pemerintah Jerman adalah https://www.change.org/WaivePatentRights  Sebarkan informasi ini kepada sebanyak mungkin orang. Ajak siswa-siswi di sekolah-sekolah untuk menandatangani petisi ini. Kita juga bisa menutup pertemuan atau rapat dengan meminta seluruh anggota rapat menandatangani petisi. Mari segera kita lakukan karena pertemuan Dewan WTO terkait prakarsa ini akan diadakan pada 10 Maret 2021 mendatang.   Terima kasih banyak atas bantuan Anda. Semoga kita semua tetap sehat dan selamat, George Alt SJ  ——————- P. Dr. Jörg Alt, S.J. Jesuitenmission Research, Networking, Advocacy Königstraße 64 D-90402 Nürnberg Tel. (+49) 911 2346-189 Fax (+49) 911 2346-161

Provindo

Solisitasi Serikat Jesus 2021

Akhir-akhir ini kita semua semakin akrab dengan berbagai macam pertemuan daring. Mulai dari misa online, kelas online, rapat online, Pendampingan Iman Anak online, dan berbagai macam pertemuan online lainnya. Semuanya itu harus dilakukan dan diakrabi dengan tujuan mempertemukan beberapa orang dalam satu kepentingan yang sama karena tidak bisa berjumpa secara luring. Kita sudah mengalami banyak acara Provinsi yang juga dilakukan secara daring. Satu lagi acara Provinsi yang dilakukan daring di bulan Februari ini adalah solisitasi. Proses solisitasi yang dari tahun ke tahun biasanya dilakukan di Girisonta, terpaksa diadakan secara daring.  Pada tahun 2021 ini ada 24 anak muda yang melamar bergabung ke Serikat. Para solisitan yang melamar datang dari berbagai macam latar belakang dengan rincian 15 solisitan dari Seminari Menengah Mertoyudan Magelang, 2 solisitan dari Seminari Menengah Wacana Bhakti Jakarta, 1 solisitan dari Seminari Menengah Bogor, 3 solisitan dari Seminari Menengah Pematang Siantar, 2 solisitan dari Prompang Jakarta, dan 1 solisitan dari Prompang Jogja. Pada Senin-Jumat, 8-12 Februari 2021 diadakan tes wawancara solisitasi secara daring. Ini adalah pengalaman pertama dari pelaksanaan tes wawancara secara daring. Keputusan untuk melaksanakan solisitasi secara daring menjadi hal yang tidak bisa dihindari lagi. Hal ini mengingat adanya Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Status Girisonta sebagai rumah aman Provindo, dan posisi baik itu para examinator maupun para solisitan yang terpencar-pencar mulai dari Pulau Sumatera, Pulau Jawa, hingga Pulau Bali. Menariknya adalah semua solisitan dari Seminari Menengah Mertoyudan Magelang saat ini sedang menjalani Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari rumah mereka masing-masing. Dinamika formasi di rumah mereka masing-masing justru memberi tantangan tersendiri dan memunculkan karakter mereka. Ada solisitan yang sedemikian rupa menjadi sibuk dan kesulitan untuk membagi waktu serta perhatian antara sekolah dan rumah karena harus membantu orang tua berjualan dan mempersiapkan dagangan. Ada pula yang justru menjadi semakin santai karena tidak ada yang mengawasi lagi. Syukurlah kemajuan teknologi sangat membantu pelaksanaan solisitasi ini tetapi hal ini juga menantang panitia solisitasi untuk memikirkan pernak-pernik pelaksanaan teknisnya. Mulai dari memikirkan pilihan sarana-sarana yang ramah untuk para examinator dan juga para solisitan hingga memberikan panduan detail kepada semua pihak. Setiap solisitan mempunyai kesempatan wawancara dengan 4 orang examinator masing-masing selama 1 jam. Sarana yang akhirnya dipilih untuk melaksanakan wawancara daring ini adalah video call WhatsApp. Aplikasi ini adalah aplikasi paling umum dan ramah terhadap semua solisitan. Setiap solisitan bisa mengusahakan aplikasi ini bahkan mereka yang berada di daerah-daerah pelosok. Syukurlah semua solisitan menjalani tes wawancara daring ini dengan penuh semangat meskipun ada yang harus mengungsi ke pastoran, rumah saudara, ataupun ruangan yang tenang di salah satu sudut seminari agar mendapatkan sambungan internet yang baik dan situasi yang kondusif. Bahkan ada pula yang beberapa kali harus berpindah tempat dan naik ke atap rumah karena sambungan internet yang tidak stabil. Selama lima hari para examinator juga berjuang untuk bersahabat dengan layar HP atau tabletnya masing-masing. Mulai dari jam 07.30 hingga 12.30 WIB non stop para examinator berkanjang asyik dan berdialog dengan gawai mereka. Kurang lebih ada 5 solisitan yang harus diwawancarai oleh para eksaminator setiap harinya. Dalam segala keterbatasan yang ada, para examinator berusaha untuk mengenali secara lebih mendalam masing-masing pribadi solisitan. Tentu masih ada banyak hal yang tidak tertangkap dalam pribadi solisitan, misalnya ekspresi tubuh, spontanitas, dll. Sebagian dari solisitan hanya terekspresi dan terwakili dalam layar berukuran 6,5 hingga 10,4 inch saja. Tentu saja para examinator menyadari ada banyak hal yang tidak bisa tertangkap dengan baik tetapi inilah cara terbaik yang dapat ditempuh di tengah situasi ini.  Para examinator juga bersyukur atas keterbukaan dari masing-masing solisitan dan kelancaran pelaksanaan tes wawancara daring. Selain tes wawancara secara daring, setiap solisitan juga diminta untuk mengerjakan tes psikologi secara daring juga. Cara ini juga ditempuh untuk mendukung dan menambah pengenalan yang lebih dalam mengenai kepribadian para solisitan.  Pada akhirnya pandemi yang sedang melanda kita akan menuntut kesiapsediaan kita untuk berubah dan beradaptasi dengan cara hidup yang baru. Pandemi ini diyakini tidak hanya akan merubah bentuk solisitasi saja tetapi juga cara hidup men-Jesuit, khususnya proses formasi di novisiat. Tim novisiat tentu masih terus memohon doa dan dukungan dari saudara-saudari untuk melaksanakan proses formasi yang tetap relevan dan mendekati dengan cita-cita serta idealisme Serikat dan Ignatius Loyola. Kontributor: Hendricus Satya Wening, SJ – Panitia Solisitasi 2021