capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

ST. IGNATIUS DI ROMA

Kematangan Rohani – Menemukan Tuhan dalam Segala

Perjalanan rohani St. Ignatius Loyola dari pertobatannya hingga kematiannya saya sajikan secara singkat melalui spots tempat yang dimulai dengan peristiwa “Terluka di Pamplona” (20 Mei 1521) berakhir di Roma (31 Juli 1556). Ketika tinggal di Roma, St. Ignatius adalah seorang pribadi dengan kematangan hidup rohani yang ditandai oleh kemampuan menemukan Tuhan dalam segala. Roma menjadi titik akhir perjalanannya sebagai peziarah fisik (Pertengahan November 1537), dan sejak itu St. Ignatius tidak lagi berjalan dari tempat ke tempat seperti sebelumnya. Namun demikian untuk mengerti St. Ignatius di Roma sebagai saat kematangan rohaninya, menjadi jelas ketika kita mengerti spots penting perjalanan rohani beserta pembelajaran rohaninya dari Pamplona hingga Roma: Pamplona, Loyola, Aranzazu, Montserrat, Manresa, Cardoner, Yerusalem, Barcelona, Alcalà, Salamanca, Paris, Venesia dan Roma. Autobiografi menuturkan perjalanan rohani St. Ignatius tersebut juga dengan berakhir di Roma. Tentang hal ini, kita bisa memperhatikan yang tertulis di dalam nomor awal (Autobiografi 1) dan nomor akhir (Autobiografi 99) yang memperllihatkan awal campur tangan Tuhan dan campur tangan yang terus berlangsung hingga akhir hidup St Ignatius.

“Sampai pada usia 26 tahun, dia seorang yang hanya memikirkan permainan duniawi, dan kesenangan pokoknya adalah latihan memainkan senjata dengan keinginan besar mau memperoleh kehormatan” (Autobiografi 1).

“Malah ia selalu berkembang dalam devosi, maksudnya makin mudah menemukan Allah, dan sekarang lebih daripada kapan juga salam wakatu hidupnya. Setiap kali, setiap waktu, ia mau menemukan Allah, ia dapat menemukan-Nya” (Autobiografi 99).

Rentang waktu dari jatuh terluka di Pamplona (20 Mei 151) hingga sampai ke kematangan rohani, tepatnya saat dia menuturkan pengalaman rohaninya (22 September 1555) adalah 34 tahun. Itulah rentang waktu St. Ignatius membiarkan diri dididik dan diarahkan oleh Tuhan. Dengan kata lain, campur tangan Tuhan terhadap St. Ignatius terus berlangsung. Sekaligus, panjang waktu perjalanan tersebut sekaligus mengingatkan bahwa pertobatan yang dimulai dengan peziarahan pada St. Ignatius berkembang menjadi kebenaran bahwa pertobatan itu sendiri merupakan peziarahan. Bermanfaat tentunya memperhatikan pokok-pokok penting yang mewakili hidup St. Ignatius di Roma hingga kematiannya. Secara khusus kita perhatikan corak kerohanian rasulinya serta peranannya sebagai pemimpin ordo Serikat Jesus. St. Ignatius adalah pemimpin Serikat Jesus, dan sebagai pemimpin yang menetap di Roma, St. Ignatius adalah seorang peziarah sedenter (duduk). Artinya, peziarahannya tidak dilakukan dengan pergi dari tempat ke tempat tetapi dijalani melalui perutusan Serikat dan surat suratnya. Di Roma pula kita mengenal St. Ignatius yang telah sampai pada kematangan rohaninya hingga akhir hidupnya. Salin itu, kita perhatikan juga beberapa karya kerasulannya di tengah kesibukan memimpin, melayani dan menata Serikat. Akhirnya, tidak bisa kita melewatkan warisan rohaninya, baik corak dan cirinya yang mengintegrasikan hidup doa dan pelbagai aktivitas (contemplativus in actione) maupun keutamaan-keutamaan yang menyatu dengan unsur-unsur pembentuk identitasnya.

 

Pemimpin Serikat Jesus

Sejak semula, terutama mulai di Paris, St. Ignatius adalah guru dan pemimpin rohani bagi para sahabat pertama dan bersama dengan mereka Serikat Jesus didirikan. Bahwa dia berperan di antara para sahabat pertamanya, hal tersebut tidak serta merta membuat St. Ignatius pemimpin Serikat Jesus. Setelah Gereja menyetujui lahirnya Serikat Jesus dengan bula Regimini Militantis Ecclesia (27 September 1540), dilakukan pemilihan pemimpin. itu, ketika terpilih pun St. Ignatius berusaha menolak dan menghindar. Untuk yang ketiga kali Ignatius menerima keterpilihannya. Itu pun setelah seorang fransiskan, pembimbing rohaninya menegaskan bahwa keterpilihannya sebagai pemimpin adalah kehendak Tuhan. “Menolaknya berarti menolak kehendak Tuhan”, tegasnya. Demikian, St. Ignatius menerima keterpilihannya sebagai pemimpin dan selanjutnya, bersama para Jesuit pertama, St. Ignatius melakukan peziarahan ke tujuh Gereja di Roma dan berakhir di Basilika St. Paulus Luar Tembok (San Paulo Fuori delle Mura) di tempat ini mereka berkaul pada 22 April 1541.

Seperti diketahui, sejak pengalamannya di Manresa, semangat membantu keselamatan jiwa-jiwa (ayudar a las almas) menjadi motivasi dan menggerakkan pilihan-pilihan St. Ignatius. Secara pelan-pelan semangat ini membentuk dan mewarnai corak kerohaniannya, yaitu rasuli. Ketika St. Ignatius dari Salamanca pergi ke Paris dengan studi dan mencari teman pun, pertimbangan yang mendasarinya pun adalah semangat ayudar a las almas ini. Pada saat bersama para sahabatnya melahirkan Serikat Jesus pun, ordo ini ditandai oleh semangat rasulinya dan diterima serta disahkan oleh Paus Paulus III dalam Regimini Militantis Ecclesiae. Serikat Jesus menjadi tangan Gereja baik untuk menghadapi reformasi di Eropa (bdk. St. Petrus Faber) maupun untuk terus menyebarkan Injil ke wilayah-wilayah lain (bdk. St. Fransiskus Xaverius). Lalu kita bisa meringkat dengan mengatakan inti panggilann adalah perutusan dan inti spiritualitas nya adalahdiskresi. Cara merekrut dan membina para anggotanya dilakukan melalui Latihan Rohani. Program-program pembinaannya dan cara bertindak para anggotanya dituangkan di dalam Konstitusi dan dilengkapi dengan dekret-dekret Kongregasi Jenderal.

Dengan penegasan bahwa inti panggilan Serikat adalah perutusan dan corak kerohanian itu rasuli, mau ditunjukkan bahwa semangat merasul dalam Serikat Jesus demikian vital serta sentral dan oleh karenanya menentukan cara bertindak, cara berdoa, cara membina para anggotanya dan juga cara berelasi serta berkolaborasi.

St. Ignatius sebagai pemimpin, bisa kita kenali juga inspirasi cara reksa para anggotanya (cura personalis) dan reksa karya kerasulannya (cura apostolica) serta reksa sesama anggota (cura comunitaria). Semua inspirasinya diserap dari Latihan Rohani, sebagai pengalaman yang melahirkan Serikat. Sementara itu Konstitusi menjadi panduan dan referensi cara bertindak yang dalam satu arti juga menjadi panduan berdiskresi setiap anggota maupun Serikat Jesus sebagai tubuh rasuli. Dari Konstitusi ini, terutama Pars IX, St. Ignatius menjalankan kepemipinan dengan doa (gobierno orante) dan diskresi (gobierno discernido) serta dalam konsultasi dengan yang lain.

Mengingat Serikat Jesus adalah kelompok religius yang dibentuk untuk perutusan di pelbagai tempat dengan kesiapsediaan terhadap pemimpin tinggi Gereja, Paus, St. Ignatius menempatkan seorang pemimpin dalam Serikat sebagai sosok penting di dalam membangun kesatuan. Tubuh Serikat ini didukung kesatuannya oleh kesatuan para anggota dengan Tuhan, dengan pimpinan dan sesama anggota.

 

Peziarah sedenter (duduk)

Sebagai sebuah istilah, peziarah sedenter merupakan istilah yang kontradiktif karena ciri minimal dan hakekat seorang adalah bergerak. Sementara kata sedenter artinya duduk menetap, tidak bergerak. Tetapi dengan sebutan sedenter saya mau menggarisbawah karakter peziarah yang dibentuk oleh pengalaman peziarahan sebelumnya dan hal itu menandai identitas St. Ignatius serta sikap hatinya, yaitu selalu membuka diri terhadap kehendak Tuhan yang bisa terjadi kehendak Tuhan ini tidak selaras dengan yang disiapkan maupun yang diharapkan. Yang menjadi kunci adalah kehendak Tuhan. Karena itu, bisa kita pahami bahwa St. Ignatius di Roma adalah seorang peziarah kehendak Allah dengan duduknya. Sejak berada di Roma, St. Ignatius sudah tidak lagi bergerak dari tempat ke tempat tetapi selalu membiarkan diri dan membiarkan Serikat dibimbing oleh Roh Kudus. Inspirasi dan kebenaran ini terus diajarkan terus kepada Serikat. Semangat ini pulalah yang membuat Serikat sebagai ordo religius demikian aktif menjelajah dunia dan wilayah kehidupan di sana Tuhan memanggil dan menghendakki serita dimuliakan. Bahkan jejak semangat peziarah kehendak Allah dan peziarah keselamatan jiwa-jiwa ini diteruskan di dalam tubuh Serikat. Oleh karena itu Serikat yang didirikannya pun menjadi Serikat Jesus yang tersus berziarah.

Memperhatikan sisi Ignatius peziarah sedenter ini, kita yang belajar memetik inspirasi rohani dan rasuli dari St. Ignatius dibantu untuk memandang dan menjiwai langkah-langkah hidup kita sebagai langkah peziarahan untuk selalu mengerti dan mengikuti kehendak Allah.

 

Kematangan rohani: menemukan Tuhan dalam segala

Bahwa di Roma St. Ignatius mencapai kematangan rohaninya adalah jelas. Hal ini antara lain dijelaskan dari kesaksiannya sendiri ketika mengatakan “Setiap kali, setiap waktu, ia mau menemukan Allah, ia dapat menemukan-Nya” (Autobiografi 99). Kematangan rohani tersebut dari buah perjalanan dan latihan rohani di dalamnya membiarkan diri dituntun oleh rahmat Tuhan. Sebelum sampai di Roma St. Ignatius mengalami penampakan di kapel kecil la Storta dan ini merupakan pengalaman rohani merasakan ditempatkan bersama Yesus yang memanggul salib (Autobiografi 96). Penampakan ini menjadi peneguhan akan beberapa pengalaman dan penegasan rohani sebelumnya dan untuk selanjutnya. Pertama, peneguhan nama kelompok sebagai Serikat Jesus. Sebelum peristiwa ini, St. Ignatius sepakat untuk menyebut diri sebagai kelompok Serikat Jesus saat ditanya orang tentang nama kelompok mereka. Kedua, penampakan atau visiun ini dialami oleh St. Ignatius sebagai bagian kelompok atau St. Ignatius sudah bersama kelompoknya oleh karena itu makna visión mengena bagi siapa pun yang mengikuti perjalanan rohani St. Ignatius. Ketiga, isi dari penampakkan adalah pengabdian dan pemberian diri untuk mengabdi. Dalam hal ini ditempatkan di sisi Yesus yang memanggul salib dimaknai oleh St. Ignatius dan para sahabatnya sebagai kenyataan menjadi bagian dari Yesus yang terus melayani. Bagi St. Ignatius, Yesus yang diikuti adalah Yesus yang memanggul salib di dalam Gereja-Nya. Inilah dasar atau juga puncak inspirasi mistik pelayanan Ignatian. Doa Ignatian sempurna di dalam cinta dan cinta mewujud di dalam tindak pelayanan.

Dalam konteks perjalanan rohani, kematangan rohani St. Ignatius yang ditandai oleh kemampuan menemukan Tuhan dalam segala merupakan buah dari didikan rahmat Tuhan melalui latihan-latihan rohaninya. Dari jejak kematangan rohani demikian ini selanjutnya bisa dirumuskan secara padat spiritualitas Ignatian sebagai cara hidup DALAM BIMBINGAN ROH yang diwariskan oleh St. Ignatius dengan itu seseorang bisa menemukan Tuhan dalam segala. Demikian, orang dalam bertindak selalu berusaha mengerti dan mengikuti kehendak Tuhan dan hidupnya terarah bagi kemuliaan Tuhan serta keselamatan jiwa pribadi dan sesama.

Dalam hal ini, perlu diperhatikan catatan bahwa menemukan Tuhan dalam segala ini bukan sebuah cara doa atau cara latihan rohani melainkan sikap hati yang terbentuk oleh latihan rohani dan diskresi. Oleh karena itu status rohani dan dinamika menemukan Tuhan dalam segala ditentukan juga oleh sisi kesungguhan, ketekunan latihan rohani dan diskresi. Dan yang menarik berkenaan dengan hal ini adalah juga daya tularnya yang luar biasa. Pada St. Ignatius kematangan rohani dengan penandannya ini telah melahirkan Serikat. Kita pun boleh yakin, dari jejak-jejak rohani St. Ignatius ini bahwa rahasia daya tular ini ada pada kenyataan bahwa pada saat yang sama ketika St. Ignatius menularkannya, dia sendiri terus merawat dan mengembangkannya.

Memperhatikan tahun-tahun akhir hidup St. Ignatius dalam kegiatannya menulis Konstiutsi dan jurnal hariannya, kita tidak bisa melewatkan hal sangat berharga yang menjadi bagian dari kematangan rohaninya, yaitu Ekaristi. Memperhatikan bagaimana St. Ignatius menempatkan dan menghayati Ekaristi, adalah jelas bahwa ekaristi bukan sekedar kenangan akan Yesus Sang penyelamat tetapi aktualisasi nyata hidup Kristus sebagai Penyelamat yang dirindukan untuik dikenal, dicintai dan diikuti-Nya. Oleh karena itu, menemukan Tuhan dalam segalanya bersumber juga dari pengalaman mengalami Tuhan dalam Ekaristi dan sebaliknya.

 

Kerasulan di Roma – St. Ignatius rasul kota Roma

Bahwa semangat rasuli ini menandai perjalanan rohani St. Ignatius dan membentuk corak khas kerohaniannya adalah jelas. Bahkan, untuk itu Serikat di dirikan dan untuk itu juga inti panggilan Serikat dihayati. Di Roma selain sebagai pemimpin,St. Ignatius juga menjalankan karya-karya kerasulan membantu sesama. Karya-karya tersebut bisa dikelompokkan dengan baha sekarang sebagai karya pewartaan sabda, karya sekolah, karya amal kasih. Dalam hal ini, karya pewarta sabda tidak hanya terbatas pada kotbah tetapi juga pelayanan Latihan Rohani yang St. Ignatius sendiri lakukan, misalnya kepada Kardinal Gasparini dan Dr. Ortiz.

Secara khusus St. Ignatius juga memberi perhatian pada karya pelayanan katekumen; utamanya untuk kelompok-kelompok terpinggirkan pada waktu it; misalnya, kelompok orang Kristiani baru keturunan Yahudi. Bisa diingat juga karya sosial yang juga dikenal waktu itu, yaitu rumah St. Marta. Ini merupakan karya untuk menampung dan membina orang-orang yang jatuh ke dalam dunia pelacuran. dimaksudkan untuk menyelamatkan orang-orang dari dunia pelacuran. Dilakukan juga karya pelayanan dengan mendirikan rumah yatim piatu serta pelayanan rohani bagi orang sakit.

Lalu, di Roma juga, membayangkan ribuan surat (antara 6000 – 7000) dan instruksi yang ditulis dalam beberaaa coraknya untuk pelbagai kelompok, tidak terlalu salah membayangkan karya kerasulan St. Ignatius yang dilakukan melalui surat. Banyak surat-surat yang inspiratif sebagai bimbingan rohani yang bisa ditemukan di dalam surat surat St. Ignatius8. Ada juga surat yang menanggapi keluarga anggota Serikat dan relasi dengan keluarganya sendiri. Tentu banyak surat dan instruksi mengenai kehidupan Serikat.

 

Hic Obiit Pater Ignatius 31 VII 1556 (Di sini meninggal Pater Ignatius)

Sering diceritakan bahwa St. Ignatius sebelum meninggal memohon untuk dianugerahi tiga hal rahmat. Tiga hal tersebut adalah 1) pengesahan Serikat oleh Taktha Suci,2) pengesahan Latihan Rohani, dan 3) menulis Konstitusi. Ketika St. Ignatius meninggal pada 31 juli 1556 ketiga rahmat yang dirindukan tersebut telah dianugerahkan, meskipun akhirnya Konstitusi baru disahkan pada Konggregasi Jenderal pertama (1558) sesudah St. Ignatius meninggal. Diceritakan bahwa hari sebelum meninggal dunia, pada saat makan malam masih berbicara tentang pendirian Collegio Romano. Lalu melewatkan malam terakhir tanpa siapa-siapa; keculai dengan Tuhan-nya. Situasi ini seperti membawa kita kembali pada St. Ignatius yang menjalani peregrinasi jalan kaki seorang diri. Hanya ini perjalanan menuju keabadian, tanah surgawi. Kemungkinan ditangkap juga tanda-tanda wafatnya sebab hari tersebut Juan Polanco pergi juga memohonkan berkat dari Paus. Hanya saja sebelum Juan Polanco kembali membawakan berkatnya, St. Ignatius mendahului wafat.

Perjalanan rohani St. Ignatius dari Pamplona berakhir di Roma dengan kematiannya. Kalau perjalanan tersebut kita baca dan maknai sebagai perjalanan campur tangan rahmat Tuhan, di Roma Tuhan melakukan campur tangan-Nya yang terakhir dengan menariknya ke surga abadi. Sementara dengan begitu juga membiarkan warisan pengalaman dididik Tuhan dalam Latihan Rohani kepada Serikat Jesus dan banyak orang yang merasa terbantu oleh Latihan Rohani, yaitu terbantu di dalam mengolah diri dan menata hidup sehingga selalu mengikuti Tuhan dalam hidupnya.

 

Warisan rohani

St. Ignatius meninggalkan warisan rohani Latihan Rohani dengan inti semangatnya menemukan Tuhan dalam segala setelah seseorang dibiasakan menaklukkan dan mengatur hidup sehingga bisa mengerti dan mengikuti kehendak Allah serta mengambil keputusan untuk mengikuti kehendak Allah tersebut. Warisan ini dibentukkan dalam kelompok di Paris dan dalam perkembangannya melahirkan Serikat Jesus yang selanjutnya meneruskankan berbagi semangat St. Ignatius melalui hidup dan perutusannya. Dalam praktek, Latihan Rohani merupakan warisan untuk mengenal dan mengikuti Allah sehingga bisa menemukan Tuhan dalam segalanya. Intinya, mengelola dan menata hidup sehingga hidup ini selalu menjadi tanah subur tempat biji-biji kehendak dan keutamaan ilahi ditabur.

Seseorang yang mengikuti warisan rohani St. Ignatius akan sampai juga pada kematangan rohani serta kemampuan menemukan Tuhan dalam segalanya. Dalam bahasa hidup sehari hari orang demikian itu akan hidup dengan pelbagai keutamaan yang bisa dirangkai demikian: sederhana menghayati hidup, tulus dalam mencinta dan melayani, murah hati dan penuh syukur berbagi, rendah hati dan sabar belajar, penuh semangat dan sukacita bekerjasama, dan semua dalam semangat lebih (magis).

Sekedar mengingat beberapa pokok penting yang ditegaskan oleh St. Ignatius mengenai latihan rohani bisa dimengerti hakekat, cara dan sikap hati serta arah latihan rohani. Latihan rohani adalah usaha mempersiapkan dan menyediakan hati untuk mengerti dan mengikuti kehendak Tuhan (Latihan Rohani 1) dan secara khusus menaklukkan diri dan mengatur hidup (Latihan Rohani 21). Proses dan sikap yang diadaikan adalah mencecap perkara atau misteri secara dalam-dalam (Latihan Rohani 2) untuk terus mengenal, mencintai dan mengikuti secara lebih dekat Tuhan yang telah menjadi manusia (Latihan Rohani 104).

Di Roma juga warisan rohani ini teruji oleh kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh St. Ignatius, baik sebagai pribadi maupun sebagai Serikat. Kesulitan tersebut misalnya, kenyataan dimusuhi dan diberikannya hal-hal nengatif tentang St. Ignatius dan Serikat. Mikael Landivar berbicara buruk tentang Ignatius dan Serikat. Mudarra dan Barreda menyebarkan berita buruk tentang Ignatius. Disebutnya “melarikan diri dari Spanyol, Paris dan Venesia” (Autobiografi 98). Secara saleh, hal ini kita menyadarkan kita selama kita masih hidup di dunia kita tidak membebaskan kita dari pelbagai persoalan hidup dan pada saat yang saya dibekali oleh kekuatan rahmat Tuhan. Kekuatan rahmat demikian inimemembuat kita kuat dan sanggup menghadapi benar dan nyata; bahkan menghadapinya dalam pengalaman dan perasaan semakin disatukan dengan Tuhan dan kehendak-Nya.

Begitulah unsur berada di dunia (man in the world) menjadi bagian dari identitas dan kerohanian yang diwariskan St. Ignatius di samping unsur utama lainnya yang terbentuk selama peziarahannya: man of God, man for others, man with others, man of the Church dan learned.

 

Penutup

Mengikuti perjalanan rohani St. Ignatius dari Pamplona sampai Roma menempatkan kita untuk juga berjalan melalui latihan-latihan rohani dan peristiwa peristiwa hidup kita. Setiap spot, tempat di dalamnya Tuhan campur tangah membentuk identitas kita sebagai orang beriman dan memandu langkah hidup terutama di dalam membuat pilihan-pilihan dalam keterbukaan untuk memilih yang dikehendaki dan ditunjukkan Tuhan. Unsur-unsur campur tangan Tuhan dan pembelajaran juga menyadarkan betapa hidup yang dihayati dalam terang iman ini demikian memuat aspek-aspek yang demikian kaya. Kita dipanggil untuk mengutuhkannya sampai akhirnya kita bisa mengatakan kekudusan itu keutuhan. Latihan Rohani merupakan salah satu sarananya. Suci itu hidup terintegrasi. Selanjutnya, ketika kita menyadari dan menemukan diri ada yang masih kurang, kita digerakkan untuk tumbuh. Begitulah yang terjadi pada St. Ignatius. Pertobatan yang mulai di Loyola sebagai kelanjutan dari momen gagal di Pamplona disempurnakan di Manresa setelah dipertemukan dengan tradisi hidup rohani dan diyakinkan pentingnya perjumpaan dengan orang lain entah itu untuk percakapan rohani maupun menunjukkan horisan lebih luas jalan hidup rohani.

Semoga kita pun dengan keterbukaan hati dan jiwa besar membiarkan diri dan menyediakan ruang di dalamnya Tuhan berkenan bertindak mendidik kita sebagai orang beriman di tengah dunia serta terus berkembang di dalam unsur-unsur identitas dan kerohanian yang diwariskan St. Ignatius: man of God, man for others, man with others, man of the Church dan learned.

Keterangan: Teks ini semula saya siapkan untuk pendalaman pengalaman rohani St. Ignatius dari Pamplona hingga Roma bagi kelompok Mitra Ignatian Tangerang, Indonesia pada 13 Oktober 2022. Pada hari ini, saya merevisinya dan menambah gambar pintu masuk kamar St. Ignatius, salah satu kamar St. Ignatius, dan sepatu St. Ignatius. Saya maksudkan untuk menambah keterangan tentang pengalaman St. Ignatius di Roma (Roma Ignaciana).

 

Roma, pada Peringatan St. Petrus Kanisius

Sabtu, 27 April 2024

 

 L. A. Sardi, S. J.