Pilgrims of Christ’s Mission

Pelayanan Gereja

Tidak Tuli terhadap Panggilan Sang Raja Abadi dan Menanggapi Kehendak-Nya

Pandemi Covid 19 berdampak pada semua lapisan masyarakat. Banyak korban jiwa terenggut karena virus corona 19 ini. Umat Paroki Santa Theresia Bongsari Semarang pun tak luput dari dampak dan paparan virus corona 19 ini. Hingga saat ini lebih dari 289 orang terpapar dan 14 orang di antaranya meninggal dunia. Situasi berat ini tentunya juga berpengaruh pada keberadaan Paroki Santa Theresia Bongsari Semarang.  Paroki Santa Theresia Bongsari bukanlah Paroki dengan pemasukan dana yang besar. Secara finansial kami mengalami penurunan drastis pemasukan keuangan. Persediaan dana operasional gereja kami hanya cukup untuk 7 atau 8 bulan pembiayaan. Dalam keterbatasan itu, kami belajar untuk beriman dan berpengharapan dan terus melayani dengan kasih. Ada pertanyaan dan kekhawatiran bagaimana Paroki Bongsari harus menanggapi dan menyikapi situasi pandemi ini? Pertanyaan ini menghantar pada permenungan tentang Panggilan Raja dalam Latihan Rohani St. Ignatius. Panggilan Sang Raja Abadi menggema di hati kami masing-masing, komunitas Pastoran Bongsari. Kami mohon rahmat agar tidak tuli terhadap panggilan Sang Raja untuk bersedia berjerih payah bersama-Nya di tengah pandemi covid 19. Kami juga memohon rahmat agar bersedia berjalan bersama Kristus yang sedang memanggul salib di situasi pandemi ini. Kami sungguh merasakan Perjalanan Salib di tengah pandemi bukanlah sesuatu yang mudah. Di tengah pergulatan ini, ternyata kami pun masih dapat melihat kebangkitan Kristus. Melalui inspirasi Kontemplasi Mendapatkan Cinta kami melihat Allah masih terus hadir dengan daya ilahi-Nya yang menghidupkan dan menumbuhkembangkan. Kami merasakan daya Kristus yang bangkit sungguh nyata. Kebangkitan dan kasih Kristus  mengalir dari banyak pihak untuk memperhatikan sesamanya yang berkesusahan. Dengan dinamika Latihan Rohani St Ignatius Loyola ini, kami berupaya untuk selalu berdiskresi dan melakukan eleksi agar dapat melayani dan memperhatikan (cura personalis) umat secara maksimal. Langkah yang kami ambil ialah menyelaraskan gerak dengan Keuskupan Agung Semarang dan Pemerintah untuk dapat mengendalikan laju penularan virus corona ini. Diterapkanlah sejumlah pembatasan dalam pelaksanaan peribadatan dan pelayanan sakramen dan sejumlah adaptasi pelayanan pastoral. Selain itu, kami juga berupaya memperhatikan umat di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial ekonomi. Dengan segala kekuatan yang ada, kami berupaya untuk tetap hadir dan berjalan bersama dengan umat serta masyarakat dalam situasi yang berat ini. Kami menyadari bahwa  Injil Matius 14:19-21 menjadi inspirasi sekaligus motivasi bahwa kami tetap harus mengambil tanggung jawab memperhatikan umat dan masyarakat. (“Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang”). Kami bersyukur masih dapat terus memperhatikan umat yang terpapar dan terdampak virus corona.  Pertobatan Di tengah perjuangan mengatasi pandemic virus corona 19 ini, ensiklik Paus Fransiskus Fratelli Tutti menjadi sesuatu yang meneguhkan.. Ensiklik ini bertujuan untuk mendorong keinginan akan persaudaraan dan persahabatan sosial. Kedaruratan kesehatan global telah membantu menunjukkan bahwa “tak seorangpun bisa menjalani hidup sendirian.” Kami mengalami pertobatan untuk tidak terjebak pada egoisme pribadi dan sektoral serta sikap individual. Pandemi ini merupakan undangan pertobatan  untuk semakin memperjelas penghayatan hidup religius dan penghayatan hidup beriman. Kami diajak untuk menghayati kemiskinan secara lebih jelas. Tidak saja untuk menghemat dan tampil sederhana, namun kami ditantang untuk berani berbagi kepada sesama. Selain itu, sebagai bagian dari Keuskupan Agung Semarang, kami selalu berkoordinasi dan berjalan dengan kebijakan-kebijakan keuskupan.  Dengan menyadari banyak keterbatasan, kami diajak bertobat untuk berupaya menjalin kolaborasi dengan banyak pihak. Kerja sama tidak saja dengan internal pastoran dan rekan pelayanan paroki. Namun juga pihak eksternal paroki, baik pemerintah, rekan-rekan lintas agama, dan para pemerhati Paroki Santa Theresia lintas teritori. Kami berjalan bersama dengan yang lain, baik bersama orang muda maupun orang miskin. Kami juga diajak untuk bertobat memperhatikan lingkungan hidup dan mengupayakan agar lingkungan tetap segar dan banyak pasokan oksigen. Kami belajar bagaimana mengelola sampah organik (daun-daun) dan anorganik (sampah masker, bungkus bantuan-bantuan, dan lain-lain). Sisi lain dari Pandemi covid 19 adalah bahwa kami diajak untuk melakukan pertobatan banyak aspek kehidupan kami. Pelan-pelan kami dibawa pada situasi hidup yang lebih normal secara hakiki. Menghayati kenormalan, memperhatikan kesehatan, keberadaan orang lain, lingkungan hidup, dan hidup beriman yang lebih mendasar dan berdaya ubah. Kontributor : P. Eduardus Didik Chahyono W., S.J. – Paroki Bongsari

Pelayanan Gereja

Gereja di Tengah Pandemi

Sepanjang hari Senin, 21 Juni 2021, saya memantau situasi di Paroki Tangerang dengan hati cemas. Gelombang kedua Covid-19 cukup mengakibatkan 73 dari 114 (64%) lingkungan di paroki telah terpapar virus Covid-19.  ampung di seberang sungai tempat Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB), mencatat 300 warga yang terverifikasi positif Covid-19. Dengan hati pedih keputusan mesti diambil, bahwa gereja ditutup kembali.  Sebagai paroki yang dipercayakan penanganannya kepada Serikat Jesus, Paroki Tangerang menghadapi tantangan untuk hadir dan menjawab tantangan untuk transformasi di tengah situasi pandemi. Ada pertanyaan mendasar tentang mengisi peran mistik Gereja di tengah kecemasan akibat pandemi yang berkepanjangan.  Gereja yang Peduli Paroki merupakan bidang pelayanan Gereja yang langsung bersentuhan dengan denyut keprihatinan umat yang merasakan dampak pandemi. Oleh karena itu, Gereja harus responsif terhadap keprihatinan umat terlebih pada mereka yang menderita (option for the poor). Melalui struktur yang telah ada dalam Gereja, Paroki Tangerang berusaha sigap dalam menjawab keprihatinan umat melalui aneka aksi peduli. Gereja bergerak dengan membentuk tim-tim dari seksi-seksi yang ada seperti PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi), HAAK (Hubungan Antaragama dan Kemasyarakatan), dan banyak pihak lainnya.  Pada masa awal pandemi, Paroki Tangerang langsung menjawab kebutuhan sanitasi lingkungan dengan pelayanan semprot disinfektan 28.854rumah warga tanpa batas-batas agama. Ketika banyak umat yang mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), Gereja melanjutkan dengan pelayanan karitatif. P bagi mereka yang terdampak secara ekonomi. Sembako dibagikan baik bagi yang katolik maupun warga masyarakat di sekitar umat katolik tinggal. Tim “Crisis Centre Covid-19 HSPMTB” menjadi tulang punggung seluruh respons Paroki Tangerang di awal pandemi ini. Tim ini yang kemudian disebut “Tim Pusat Penanggulangan Covid-19 Paroki Tangerang” (TPPC) segera memberi tanggapan saat gelombang kedua pandemi. Per akhir Juni 2021 sebanyak 18.660, umat yang menjalani isolasi mandiri (isoman) ada 447 orang yang tinggal di rumah masing-masing karena Rumah Sakit penuh, 16 orang meninggal. Jumlah meninggal selama bulan Juli meningkat menjadi 38 orang.TPPC menunjukkan sikap tanggap dan sigap dengan memberikan aneka pelayanan, seperti menyediakan database pendonor plasma, pelayanan permintaan donor plasma, pinjaman tabung oksigen, konsultasi medis, konsultasi psikolog, dan poli online. Poli online merupakan salah satu bentuk inovasi layanan di tengah tuntutan situasi karena pembatasan perjumpaan tatap muka. Kenyataan bahwa banyak umat yang hanya disuruh pulang tanpa diberi obat-obatan setelah pemeriksaan di Puskemas dan dinyatakan positif Covid-19 melahirkan ide poli online.  Buah kolaborasi Tim Medis HSPMB dan TPPC bertujuan memberi pelayanan kesehatan sederhana bagi mereka yang menjalani isoman. Setelah melalui proses verifikasi dari TPPC, umat lantas diarahkan untuk mengambil layanan konsultasi dokter. Dokter kemudian menuliskan resep obat yang dibutuhkan. TPPC akan memeriksa resep-resep yang masuk, dan lantas diteruskan ke apotek yang telah menjalin kerjasama dengan Gereja HSPMTB berdasarkan rayon lokasi yang paling dekat dengan pasien. Selanjutnya pihak apotek menghubungi ojol HSPMB sehingga dipastikan obat sampai ke pasien. Sementara para perawat akan memantau perkembangan pasien.  Dalam perkembangan terkini, TPPC Paroki Tangerang juga melakukan pelayanan vaksinasi untuk usia 12 tahun ke atas. Pelayanan pertama telah dilaksanakan pada 3 Agustus 2021. Vaksinasi ini melayani 1010 peserta yang diikuti oleh siswa Sekolah Strada, umat katolik Dekenat Tangerang 1, dan masyarakat umum. Program ini terselenggara berkat kerja kolaborasi dari banyak pihak yang berkehendak baik, yakni Paroki Tangerang, Perkumpulan Strada, Walubi Banten, TNI dan para sponsor.  Menjadi Gereja Digital Salah satu hal yang membuat proses respons selama pandemi ini bisa berjalan cepat ialah perkembangan teknologi. KAJ (Keuskupan Agung Jakarta) sudah lama memiliki apa yang disebut BIDUK (Basis Integrasi Data Umat Keuskupan) yang tersimpan secara digital Revolusi teknologi informasi menuntut Gereja untuk beradaptasi dengan mengelola Big Data.  BIDUK telah berperan sebagai BIG DATA yang sungguh besar sumbangannya bagi kesigapan dalam pelayanan terutama di masa pandemi yang membutuhkan kecepatan respon akan situasi yang berkembang cepat. Melalui database yang tersedia, Gereja HSPMTB tidak kesulitan melakukan penelusuran (tracing) untuk mendapatkan data tentang nama-nama dokter yang ada di paroki Tangerang, para medis, data umat prasejahtera (Dupras) yang terdampak secara ekonomi, psikolog, pemilik apotek, bahkan umat yang berprofesi sebagai ojol (ojek online).  Data yang tersedia membantu untuk memproyeksikan, telah tergambar kebutuhan pelayanan pasca pandemi. Tidak sedikit anak yang kehilangan orangtuanya, dan keluarga yang kehilangan kepala keluarga yang bekerja. Pendampingan kepada mereka akan menjadi tantangan yang perlu dijawab melalui aneka inovasi layanan sosial.  Pandemi Covid-19 juga memaksa Gereja menjadi dinamis dari segi peribadatan untuk menyediakan layanan melalui media digital semisal misa streaming melalui Youtube. Upaya mencegah penularan virus dengan ketentuan 5M (Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas) menghasilkan pelayanan dan ibadat yang dilakukan secara online. Paroki Tangerang telah menyiapkan semua infrastruktur IT untuk ibadat streaming online dan untuk kemungkinan optimalisasi aneka pelayanan kreatif lain secara digital. Pelayanan gereja di masa kini menuntut umat dan seluruh elemen yang terlibat dalam pelayanan telah memiliki environment dan habit digital. Saatnya Kolaborasi Pandemi Covid-19 terlalu perkasa untuk dihadapi sendiri. Pekerjaan sekecil apa pun dalam kaitan dengan pandemi ini, tak sanggup untuk kita selesaikan sendiri. Oleh karena itu kesadaran bahwa kita perlu bekerjasama dengan semua pihak yang berkehendak baik perlu diusahakan. Di balik semua usaha pelayanan di atas, sesungguhnya ada pendekatan spiritual yang dilakukan untuk menggerakkan semua orang yang terlibat menjadi kolaborator agar memiliki keprihatinan yang sama. Cura personalis merupakan salah satu pendekatan yang khas agar tercipta perjumpaan dari hati ke hati untuk melakukan aksi bersama. Salah satu contohnya adalah “Sapa Tim Medis HSPMTB” melalui zoom meeting telah melahirkan aksi Poli Online.  Di tengah kesibukan para dokter di masa pandemi, ternyata di antara mereka banyak yang bersedia bekerja sukarela (pro bono) dalam pelayanan untuk komunitas gereja. . Ada belasan doker dari Tim Medis yang membagi tugas dengan berjaga melalui pengaturan piket untuk melayani konsultasi umat dari pk 09.00 sampai pk 21.00 dari hari Senin sampai Minggu. Ini sungguh luar biasa! Saya bersyukur, Gereja tidak kehilangan peran mistiknya di tengah pandemi.  Kontributor : P. Walterus Teguh Santosa, S.J. – Paroki Tangerang

Pelayanan Masyarakat

Bertualang Menembus Fakta

Tahun 2021, Majalah Basis telah mencapai usia 70 tahun sejak pertama kali terbit pada 1 Oktober 1951. Dalam rangka menyambut ulang tahunnya, majalah sosial budaya ini menyelenggarakan rangkaian kegiatan bertajuk “Sekolah Basis” secara daring melalui platform Zoom (zoominar) pada 1 – 10 Juli 2021 setiap pukul 19.00-21.00 WIB.  Untuk menyelenggarakan kegiatan ini, Majalah Basis tidak bergerak sendiri. Majalah Basis bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu (KUK), Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), TribunNews, Periplus, Bentara Budaya, dan Jesuit Insight. Kesepuluh zoominar Sekolah Basis dengan beragam tema digelar guna “menembus fakta”, menyentuh kedalaman etika, politik, seni, pandemi, ekonomi, filsafat dan teologi. “Selama sepuluh hari kami mengajak para hadirin sekalian untuk bertualang, belajar, mengarungi kedalaman tema-tema seni, ekonomi, politik, filsafat, dan teologi yang menjadi kajian di Majalah Basis,” ujar Dr. A. Setyo Wibowo, Pemimpin Redaksi Majalah Basis.  Sepuluh tema yang ditawarkan adalah 1) Profil Majalah Basis, 2) Estetika Seni Adorno, 3) Etika Komunikasi di Era Digital, 4) Komunisme Masih Hidup?, 5) Albert Camus dan Pandemi, 6) Agama, Rasionalitas, dan Teologi Publik di Zaman Post-Sekular: Berdialog dengan J. Habermas, 7) Retorika, Semiotika, dan Hermeneutika: Belajar dari Intelektual Muslim Fakhr al-Din al-Razi, 8) Estetika dan Rasa, 9) Prospek Demokrasi di Era Kapitalisme Digital, 10) Kilas Balik Majalah Basis. Sementara itu para pembicara dan penanggap zoominar yang diikuti 400-600 peserta ini antara lain Bandung Mawardi, Dr. Rémy Madinier, Goenawan Muhamad, Dr. G.P. Sindhunata, Dr. J. Haryatmoko, Dr. Agus Sudibyo, Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, Prof. Hermawan Sulistyo, Ph.D., Prof. Dr. A. Sudiarja, Dr. A. Setyo Wibowo, A. Bagus Laksana, Ph.D, Dr. Fitzerald Sitorus, Dr. J.B. Heru Prakosa, Ulil Abshar Abdalla, Ayu Utami, Dr. B. Hari Juliawan, dan Yustinus Prastowo. Pemimpin Umum Majalah Basis, Dr. G.P. Sindhunata, menceritakan bahwa ketika menggantikan tugas budayawan Dick Hartoko, ia ingin membuat Majalah Basis lebih terkomunikasikan. Format lama Majalah Basis menjelang era Reformasi cukup ketinggalan, maka diganti dengan bentuk seperti sekarang. “Supaya tidak terlalu ilmiah, harus diberi warna yang lebih jurnalistik,” tutur filsuf sekaligus sastrawan dan wartawan ini. Oleh karena itu, Majalah Basis sejak di bawah asuhan Dr. G.P. Sindhunata senantiasa menggandeng para perupa, terutama dari Yogyakarta, yang ikut ambil bagian dalam perwajahan Majalah Basis. Inilah mengapa Majalah Basis mengusung tagline “Jurnalisme Seribu Mata”. “Hal ini juga untuk menghindari kesan elitis. Majalah Basis bukan majalah jurnal, majalah kebudayaan yang kering, atau majalah intelektual yang elitis, tetapi majalah yang mampu mengomunikasikan apa yang sulit, dalam, dan berbobot sehingga bisa dimengerti,” imbuhnya.  Ia pun melanjutkan, “Jurnalis yang mau menggali kedalaman itu bagaikan mempunyai seribu mata. Kita mau betul-betul inklusif, tidak eksklusif. Dengan segala mata yang kita punya, kita tidak meninjau hanya dari satu sudut saja. Maka, semboyannya adalah menembus fakta.” Apa yang ada dibalik fakta dilihat lebih dalam dengan intuisi, pikiran, dan pengolahan. “Dengan seribu mata kita memandang dan dengan kedalaman kita ingin melihat sesuatu,” pungkas penulis novel Anak Bajang Menggiring Angin ini. Selamat ulang tahun ketujuh puluh, Majalah Basis! Kontributor : Willy Putranta

Feature

Kursus Social Media Marketing à la Kolese Hermanum

Di zaman digital ini, media sosial merupakan hal yang tak dapat dipisahkan lagi dengan hidup semua orang. Hampir seluruh penduduk dunia ini terlibat di dalam hiruk pikuk media sosial, entah sebagai “produser konten” ataupun hanya sebagai penikmat saja. Adanya perkembangan tampilan yang semakin menarik dari setiap media sosial juga membuat pengguna betah berlama-lama berada di dalamnya. Pandemi covid-19 ini juga semakin menjadikan media sosial sebagai dunia baru yang memungkinkan setiap orang berjumpa, berkumpul, dan berbagi informasi tanpa harus bertemu secara fisik. Keadaan ini kemudian mengundang para Jesuit muda untuk ambil bagian dalam dinamika media sosial dengan menghadirkan konten-konten yang positif. Bekerja sama dengan Samita Daniswara Mandiri, Sanggar Prathivi menyelenggarakan kegiatan kursus Social Media Marketing bagi para skolastik yang tinggal di Kolese Hermanum. Kursus ini berlangsung selama tiga hari, yaitu pada tanggal 19, 21, dan 22 Juli 2021. Tujuan dari kegiatan ini adalah menajamkan kembali kemampuan managemen para skolastik dalam bermedia sosial. Adapun pemberi materi dalam kursus ini adalah Bpk. Ivan Daniswara, Ibu Putri, dan Chloe.  Pada hari pertama (19/7), kursus diawali dengan penjelasan mengenai beberapa istilah yang sering digunakan dalam media sosial, misalnya algoritma, engagement, clickbait, bio, hashtag, dll. Kemudian pada sesi sore hari, peserta diajak untuk mendiskusikan langkah-langkah dalam menentukan target audiens, cara dalam menyampaikan pesan, dan sarana media sosial yang dipakai.  Pada hari kedua (21/7),  para peserta diberi penjelasan mengenai strategi untuk mendapatkan perhatian audiens dengan mengoptimasi bio pada akun sosial media yang dimiliki. Bio yang semakin jelas, detil, dan menarik akan mempermudah orang lain dalam mengenali siapa dan apa tujuan dari akun yang dilihat. Untuk mendapatkan perhatian banyak orang, peserta juga diajak untuk menentukan hashtag dan caption yang tepat dalam membuat sebuah postingan. Para peserta juga diminta untuk berdiskusi mengenai pembuatan kalender dalam membuat postingan.   Di hari ketiga (22/7), kreativitas peserta diuji dalam kegiatan membuat contoh postingan berupa video singkat. Proses pembuatan video dilakukan secara pribadi di unit masing-masing. Sore harinya, peserta mempresentasikan video yang telah diposting melalui sosial media tertentu dan melihat bagaimana tanggapan-tanggapan yang muncul dari para audiens.  Tentu apa yang telah didiskusikan bersama selama tiga hari itu bukanlah sesuatu yang sama sekali baru bagi para peserta. Kendati demikian, kegiatan ini bermanfaat sebagai ruang untuk mengevaluasi apa yang selama ini sudah dilakukan oleh para Jesuit muda dalam memperluas “Kabar Gembira” di dunia digital, khususnya sosial media. Harapannya melalui kursus ini konten-konten positif yang dibuat juga dapat lebih efektif tersebar kepada banyak orang.  Kontributor : Alexius Aji Pradana, S.J.

Pelayanan Masyarakat

Festival Paduan Suara “Mutiara Budaya”

Merayakan Pesta Emas Pusat Musik Liturgi (PML) tentu paling baik dengan Pentas Paduan Suara. Sejak awal tahun 2021 PML merencanakan suatu festival paduan suara dalam dua versi: Versi A secara live pada hari Sabtu, 10 Juli 2021 di Auditorium Puskat khusus untuk paduan suara di Yogyakarta dan sekitarnya; Versi B secara virtual dengan tayangan video dari sejumlah paduan suara di seluruh penjuru Nusantara. Sejak daftar lagu inkulturasi diedarkan melalui Google Form, banyak peserta yang mendaftarkan diri. Bahkan tidak sedikit kelompok paduan suara yang bertanya: “Untuk ikut harus bayar berapa?” Padahal pendaftaran untuk festival ini tidak dipungut biaya sama sekali. Ada pula yang menanyakan juri dalam festival ini, padahal festival ini diselenggarakan tanpa penjurian. Semua peserta yang terlibat akan mendapatkan sertifikat.  Segala rencana di atas tidak dapat berjalan dengan mulus karena situasi pademi Covid 19 yang tidak terkendali mendekati hari pelaksanaan festival. Pada Juni 2021 PML mengajukan izin kepada Satgas Covid 19 setempat untuk mengadakan Festival dengan 200 penonton saja dengan tetap mentaati protokol kesehatan. Proposal tidak disetujui hingga akhirnya pada 3 Juli justru diumumkan adanya PPKM darurat. Panitia dengan sigap terpaksa mengubah konsep festival. Akhirnya festival hanya akan diadakan secara virtual bahkan untuk kelompok paduan suara dari Yogyakarta sekalipun. Setiap peserta terlibat dalam festival ini melalui rekaman video mereka.  Setelah bergulat dengan proses yang panjang, akhirnya acara festival paduan suara “Mutiara Budaya” terlaksana melalui kanal Youtube PML pada 10 Juli 2021 pukul 17.00-19.30 WIB. PML menampilkan video-video paduan suara yang berpartisipasi dalam festival ini kemudian diberikan komentar dan tanggapan dari pihak PML.  Banyak orang terhibur dan bergembira dengan festival model ini meskipun masih ada kendala teknis berupa penggeseran antara gambar dan suara. Maklumlah ini “produksi perdana” dari PML. Banyakan paduan suara yang berpartisipasi dalam festival ini bekerja keras untuk menyiapkan rekaman video secara profesional. Terima kasih! PML pun banyak belajar dari festival virtual ini. Meski tidak sama dengan festival secara langsung, dan terlepas dari kekurangan sana sini yang masih ada, pantas dipuji usaha dan kreativitas terutama dalam mengolah segi visual dari masing-masing peserta pantas dipuji.  Misa Syukur Ulang Tahun Tidak hanya rencana festival paduan suara yang porak poranda, rencana misa syukur pun berantakan. Misa Syukur dengan Paduan Suara Vocalista Sonora, dengan lagu-lagu inkulturasi yang diiringi dengan alat musik tradisional, dilengkapi dengan sambutan Romo Provinsial SJ dan dihadiri oleh ratusan undangan alumni, relasi serta ditutup dengan santapan siang sebagai kesempatan untuk bertukar pengalaman dan bercerita, dibatalkan. Akhirnya pada 11 Juli 2021 jam 10.00 diadakan Misa Syukur secara daring yang “disiarkan” lewat Youtube dan HIDUP TV. Misa ini disemarakkan oleh paduan suara yang hanya terdiri dari 8 orang, staf PML, dan beberapa tamu. Proses streaming dibantu oleh pakar medsos, Bp. Aan, dari Atma Jaya yang didampingi oleh Mas Jati, karyawan PML. Moto PML “Nyanyikanlah lagu baru bagi Tuhan” dan moto khusus untuk tahun pesta emas PML “Melalui musik yang bermutu menggerakkan hati orang” turut terpampang lewat banner di bagian latar.  Misa syukur ini diakhiri dengan suatu kejutan yaitu penayangan salam khusus dari Bp. Kardinal Suharyo untuk pesta 50 tahun PML. Beliau masih ingat akan usaha PML dalam membangun inkulturasi sejak tahun 1980an semasa beliau masih kuliah di Fakultas Teologi Wedhabakti (FTW)Kentungan Yogyakarta. Bapak Kardinal juga menegaskan pentingnya karya Pusat Musik Liturgi di masa depan. Selamat Ulang Tahun PML!  Kontributor : Karl Edmund Prier,S.J. – PML Yogyakarta

Pelayanan Spiritualitas

Mengungkapkan Kerinduan terdalam lewat Kisah Hidup St. Ignatius Loyola

Christian Life Community (CLC) juga mengadakan Novena St. Ignatius Loyola melalui zoom meeting. Acara ini diselenggarakan dari Kamis,22 Juli sampai dengan 30 Juli 2021 setiap pukul 21.00 WIB melalui zoom meeting. Pada hari pertama banyak peserta tidak bisa masuk ke ruang zoom karena keterbatasan kapasitas peserta pertemuan. Karena membludaknya minat untuk mengikuti novena ini, panitia memutuskan untuk bekerja sama dengan Jesuit Insight dalam memperluas siaran melalui kanal YouTube Jesuit Insight.  Novena yang berjalan selama 9 hari ini tidak hanya diikuti oleh teman-teman CLC saja, melainkan juga dari kelompok Caminar con Inigo, peserta ziarah St. Ignatius Loyola online yang sempat diselenggarakan beberapa bulan yang lalu. Tema novena selama 9 hari ini disiapkan secara khusus per harinya oleh tim CLC. Dalam kegiatan novena ini, selain berdoa bersama, semua peserta diajak untuk melakukan latihan doa Ignatian dengan membangun compositio loci melalui video yang berisi musik dan gambar. Kemudian memohon rahmat yang disesuaikan dengan tema hari tersebut dan dilanjutkan dengan membaca kisah inspiratif yang dikutip dari autobigrafi St. Ignatius yang kemudian direfleksikan. Para peserta juga diajak untuk melakukan percakapan rohani dengan membayangkan kehadiran Yesus. Novena ditutup dengan mendoakan Doa Tahun Ignatian serta doa penutup yang secara khusus disusun dan memuat Universal Apostolic Preferences (UAP). Selain berdoa bersama, para peserta novena juga diberi kesempatan untuk menyampaikan intensi-intensi doa yang dibacakan di awal novena oleh Diakon Wawan, mbak Santi (CLC) dan Yeyen (Fasilitator LRP). Banyak peserta yang sangat terbantu dengan cara berdoa novena seperti ini. Beberapa mengatakan bahwa doa-doa mereka terkabul.  Dalam novena ini beberapa Jesuit juga dilibatkan untuk memberi berkat penutup dari hari kedua sampai kesembilan. Mereka adalah Rm. Suharyadi, Rm. Dodo, Rm. Alis, Rm. Bambang Sipayung, Rm. Wir, Rm. Paul Suparno, dan Rama Provinsial Benny. Salah satu romo pendamping CLC juga dilibatkan untuk memberikan berkat penutup yaitu Rm. Iwan Pr. Di hari terakhir novena, selain diberi kesempatan untuk memberi berkat penutup, Romo Provinsial Benny juga diberi kesempatan untuk menyapa teman-teman dari CLC dan peserta novena.  Adanya Novena ini dan keterlibatan Jesuit di dalamnya menjadi salah satu langkah nyata dalam mendampingi umat mengenal cara berdoa Ignatian terutama di Tahun Ignatian dan situasi pandemi. Kesempatan ini juga menjadi ruang doa untuk mengungkapkan kerinduan terdalam yang mereka rasakan saat ini. Sebagai Jesuit, kita pun ditantang untuk kreatif dan total untuk mau berjalan bersama umat menuju kepada Allah. Berjalan bersama umat tidak hanya diartikan sekadar mengajak berdoa saja tetapi melakukan latihan doa yang membantu mereka untuk menjadi pendoa yang aktif. Dalam latihan doa mereka diajak untuk masuk ke dalam relasi pribadi, perjumpaan pribadi dengan Yesus melalui kerinduan-kerinduan yang diekspresikan dalam intensi-intensi doa mereka. Kontributor : Evodius Sapto Jati Nugroho, S.J.

Karya Pendidikan

Apa Makna Bertobat?

Berawal dari pertanyaan sederhana di atas, Komunitas St. Ignatius Loyola, Semarang, mengadakan triduum Peringatan 500 Tahun Pertobatan St. Ignatius Loyola sekaligus sebagai rangkaian acara yang mengantarkan kami pada permenungan Hari Ignatius Loyola (31 Juli). Triduum yang disiarkan secara daring pada 28– 30 Juli 2021, diisi dengan tiga tema renungan yang berbeda-beda setiap harinya. Yang khas pada rangkaian acara ini adalah tradisi penyediaan air berkat yang dinamai sebagai “Air Ignatius” dan kegiatan Vaksinasi Anti-Virus Covid-19 untuk civitas academica SMA Kolese Loyola dan SMK PIKA Semarang. Renungan di hari pertama triduum adalah “Bertobat itu Berubah”. Hari kedua, “Bertobat itu Merencanakan Hidup”. Akhirnya hari ketiga, “Bertobat itu Berbuat.” Dalam homili di hari pertama triduum, Pater Bas Sudibyo, SJ, mengajak kita semua memaknai bahwa “Bertobat itu Berubah” berarti menanggalkan identitas lama, yang penuh dosa, dan mulai mengenakan identitas baru sebagai pengikut Kristus. Renungan hari pertama diwarnai dengan renungan mengenai perjalanan sejarah perubahan identitas dari Inigo de Loyola menjadi Ignatius Loyola. Perubahan identitas tersebut diawali dengan melihat Peristiwa Canonball Inigo sebagai “blessing in disguise”, yang menjadi titik awal dari perubahan hidup Inigo. Ketidakberdayaan Inigo diisinya dengan permenungan mengenai kehidupan Yesus (Imitatio Christi) dan Kisah Santo-Santa (Flos Sanctorum). Setelah itu, kami merenungkan terhadap pengalaman penyerahan pakaian perang Inigo di hadapan Bunda Maria & pengalaman latihan rohaninya di Manresa. Kematangan diskresi Ignatius untuk memutuskan mengabdi Allah membawanya pada perubahan baru di hidupnya. Renungan di atas menjadi pintu masuk lebih dalam pada permenungan di hari kedua, “Bertobat itu Merencanakan Hidup.” Dalam homili di triduum hari kedua, Pater Vico Cristiawan, SJ, mengajak untuk mencermati dan memaknai momen “perubahan” rancangan Ignatius Loyola. Kegagalan rancangannya untuk tinggal di Yerusalem oleh karena kehendak Allah melalui keputusan Gereja Katolik, justru semakin membuatnya sadar: Apa yang sebenarnya Tuhan kehendaki padaku? Perencanaan hidup sebagai bagian jalan pertobatan senantiasa memberikan momen atau waktu untuk lebih banyak dan semakin peka mendengarkan kehendak Allah melalui pengalaman-pengalaman yang membentur atau menyentuh diri kita. Perencanaan hidup yang didasarkan pada kehendak Allah ditandai dengan upaya melatihkan terus-menerus proses berdiksresi dan memutuskan langkah-langkah hidup baru dan lebih baik, yang akan dilakukan ke depannya. Beberapa langkah atau semacam tips yang dilakukan Ignatius Loyola bersama 9 temannya adalah melalui Ekaristi dan Latihan Rohani, mereka mencoba berdiskresi dengan hening keputusan hidup baru yang mereka lakukan. Renungan di atas membantu kami merenungkan bahwa pertobatan tidak cukup berhenti pada perencanaan semata, melainkan harus dilakukan dalam tindakan konkret. Dalam homilinya pada hari ketiga Triduum, Pater Yakobus Rudyanto, SJ, mengajak kami merenungkan bahwa “Bertobat itu Berbuat.” Menyatakan cinta dan kehendak untuk mengikuti Tuhan tidak cukup berhenti pada kata-kata atau perencanaan semata, melainkan harus diwujudkan dalam perbuatan konkret. Pater Rudy mengajak kami mencecap-cecap secara mendalam bahwa “cinta harus lebih diwujudkan dalam perbuatan, daripada kata-kata.” Kami diajak untuk melihat pengalaman Vaksinasi Anti-Virus Covid-19 bagi civitas academica SMA Kolese Loyola dan SMK PIKA, Semarang. Kerja keras para panitia penyelenggara dan kehendak para peserta vaksinasi untuk menjadi lebih sehat menjadi bukti nyata bahwa Tuhan mengajari kami bahwa cinta dan kepedulian akan upaya melawan pandemi harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Hal tersebut menjadi bukti nyata bahwa cinta dan kepedulian untuk melawan pandemi dapat menjadi sarana untuk mencintai dan memuliakan Tuhan.  Akhirnya rangkaian Triduum tersebut ditandai dengan pemberkatan air sebagai Air Ignatius. Harapannya, melalui sarana Air Ignatius, kami dibantu untuk berdevosi dan berupaya memekakan hati, budi, kehendak, dan tindakan kami untuk semakin mencintai Allah dalam hidup kami sehari-hari. Air Ignatius tersebut dibagikan kepada siapapun yang membutuhkan bantuan devosi akan St. Ignatius Loyola. Triduum permenungan 500 Tahun Pertobatan Ignatius Loyola kami simpulkan pada dalam Perayaan Ekaristi 31 Juli 2021 dalam Peringatan St. Ignatius Loyola secara daring. Bersama dengan para civitas academica SMA Kolese Loyola, Pater Rudy, SJ, mengajak umat untuk merenungkan bahwa mengikuti Tuhan adalah senantiasa berdiskresi, membuat keputusan, dan kemudian melaksanakan rancangan-rancangan hidup yang sudah didasari pada keyakinan bahwa Allah mengehendakinya demikian. Peringatan St. Ignatius Loyola tersebut ditutup dengan pemberian penghargaan terhadap para staff SMA Kolese Loyola yang telah 25 tahun bekerja dan melayani seluruh civitas academica SMA Kolese Loyola. Merekalah inspirasi konkret bahwa cinta pada Allah melalui pelayanan harus senantiasa diwujudkan dalam perbuatan daripada sekadar kata-kata. Ad Maiorem Dei Gloriam! Kontributor : Br. Nicolaus David, SJ – St. Ignatius Loyola Community, Semarang

Komunikator

Webinar J-Live: Dari Inigo Ke Ignatius

Pandemi sudah berlangsung hampir setahun lebih dan tanpa disadari, sudah dua kali ini Serikat Jesus Provinsi Indonesia merayakan Pesta Santo Ignatius Loyola tanpa bertemu secara fisik dalam kelompok besar sesuai dengan kebiasaan yang terjadi sebelum adanya pandemi Covid-19. Perayaan Santo Ignatius Loyola kemudian dilakukan di komunitas masing-masing dalam kelompok kecil, tetapi tentu saja tanpa mengurangi makna yang dapat dicecap dari teladan sang pendiri Serikat. Perjumpaan di dalam ruang virtual merupakan salah satu cara bertindak di tengah pandemi ini karena perjumpaan secara langsung membawa risiko yang besar bagi kesehatan masing-masing orang. Ada beberapa kegiatan yang diadakan dalam rangka memperingati Pesta Santo Ignatius Loyola secara virtual tahun ini. Salah satunya adalah Webinar yang diadakan oleh Majalah Rohani. Majalah Rohani bekerja sama dengan Jesuit Insight mengadakan J-Live dalam format webinar untuk merayakan Hari Raya Peringatan Santo Ignatius Loyola pada tanggal 31 Juli 2021. Selain itu, J-Live ini diadakan juga dalam rangka memperingati 70 tahun Majalah Rohani. Tema webinar J-Live kali ini adalah Dari Inigo ke Ignatius, mengenai perubahan, pertobatan dan transformasi yang dialami oleh Santo Ignatius dalam mengikuti Sang Raja Abadi. Ibu Mg. Sulistyorini, Direktur Eksekutif PT Kanisius yang juga seorang pembelajar spiritualitas Ignatian, menjadi pembawa acara pada kesempatan tersebut. Romo Nano SJ dan Romo Paul SJ menjadi pembicara. Romo Sindhu selaku pelindung Majalah Rohani memberikan rangkuman dan menggaris bawahi beberapa poin penting dari apa yang disampaikan oleh narasumber. Perjumpaan ini dilakukan dari beberapa tempat yang berbeda. Ibu Sulistyorini membawa acara dari kantor PT Kanisius, Romo Nano SJ di Girisonta, Romo Paul SJ di Seminari Mertoyudan, Romo Sindhu di Kolsani dan tim Jesuit Insight juga di Kolsani. Akan tetapi, semuanya bisa berjumpa secara daring-sinkronus. Teknologi menjadi sarana yang sungguh membantu kerasulan dan pelayanan di masa pandemi ini. Webinar berlangsung selama 90 menit, dari pukul 20.00 hingga 21.30 WIB, dengan jumlah penonton mencapai 285 viewers pada saat livestreaming tersebut. Terdapat beberapa pertanyaan yang muncul terhadap apa yang disampaikan oleh masing-masing pembicara. Sayangnya, tidak semua pertanyaan itu dapat dijawab satu per satu karena keterbatasan waktu dan juga karena banyaknya pertanyaan yang ada. Romo Nano SJ dan Romo Paul SJ memilih beberapa pertanyaan serta kemudian menjawabnya dengan sangat baik. Dari semua komentar yang bermunculan, semuanya memberikan kesan positif dan menyatakan rasa syukur mereka karena boleh mengenal spiritualitas Ignatian. Romo Nano sendiri menyebut mereka sebagai “Ignatian Lovers”. Romo Sindhu akhirnya memberi kata penutup pada penghujung sesi webinar ini, merangkum dari beberapa poin penting dari apa yang disampaikan oleh para pembicara. Tentu saja tujuan lain dari diadakannya webinar ini adalah untuk mengenalkan Majalah Rohani ke khalayak yang lebih luas, terlebih karena sudah 70 tahun Majalah Rohani ada dan semakin ingin menegaskan eksistensinya. Terwujudnya webinar ini tentu saja karena kerjasama dari beberapa pihak, dari pembawa acara, pembicara, frater Kolsani yang menjalani ad-extra di Majalah Rohani, yaitu Fr. Siwi dan Fr. Suroso serta Fr. Tiro yang bertugas di balik layar bersama dengan Jeje dari Komsos Kotabaru, hingga para pemirsa yang menyaksikan webinar dengan segala dukungan yang diberikan. Semoga Majalah Rohani tetap eksis dan mampu bekerja sama dengan banyak pihak untuk semakin mengenalkan spiritualitas, menunjukkan jalan kepada Allah di tengah dunia yang sedang tidak baik-baik saja ini.  Kontributor : Joseph Marendra Dananjaya, S.J. – Jesuit Insight