Pandemi Covid 19 berdampak pada semua lapisan masyarakat. Banyak korban jiwa terenggut karena virus corona 19 ini. Umat Paroki Santa Theresia Bongsari Semarang pun tak luput dari dampak dan paparan virus corona 19 ini. Hingga saat ini lebih dari 289 orang terpapar dan 14 orang di antaranya meninggal dunia. Situasi berat ini tentunya juga berpengaruh pada keberadaan Paroki Santa Theresia Bongsari Semarang.
Paroki Santa Theresia Bongsari bukanlah Paroki dengan pemasukan dana yang besar. Secara finansial kami mengalami penurunan drastis pemasukan keuangan. Persediaan dana operasional gereja kami hanya cukup untuk 7 atau 8 bulan pembiayaan. Dalam keterbatasan itu, kami belajar untuk beriman dan berpengharapan dan terus melayani dengan kasih.
Ada pertanyaan dan kekhawatiran bagaimana Paroki Bongsari harus menanggapi dan menyikapi situasi pandemi ini? Pertanyaan ini menghantar pada permenungan tentang Panggilan Raja dalam Latihan Rohani St. Ignatius. Panggilan Sang Raja Abadi menggema di hati kami masing-masing, komunitas Pastoran Bongsari. Kami mohon rahmat agar tidak tuli terhadap panggilan Sang Raja untuk bersedia berjerih payah bersama-Nya di tengah pandemi covid 19. Kami juga memohon rahmat agar bersedia berjalan bersama Kristus yang sedang memanggul salib di situasi pandemi ini. Kami sungguh merasakan Perjalanan Salib di tengah pandemi bukanlah sesuatu yang mudah. Di tengah pergulatan ini, ternyata kami pun masih dapat melihat kebangkitan Kristus. Melalui inspirasi Kontemplasi Mendapatkan Cinta kami melihat Allah masih terus hadir dengan daya ilahi-Nya yang menghidupkan dan menumbuhkembangkan. Kami merasakan daya Kristus yang bangkit sungguh nyata. Kebangkitan dan kasih Kristus mengalir dari banyak pihak untuk memperhatikan sesamanya yang berkesusahan. Dengan dinamika Latihan Rohani St Ignatius Loyola ini, kami berupaya untuk selalu berdiskresi dan melakukan eleksi agar dapat melayani dan memperhatikan (cura personalis) umat secara maksimal.
Langkah yang kami ambil ialah menyelaraskan gerak dengan Keuskupan Agung Semarang dan Pemerintah untuk dapat mengendalikan laju penularan virus corona ini. Diterapkanlah sejumlah pembatasan dalam pelaksanaan peribadatan dan pelayanan sakramen dan sejumlah adaptasi pelayanan pastoral. Selain itu, kami juga berupaya memperhatikan umat di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial ekonomi. Dengan segala kekuatan yang ada, kami berupaya untuk tetap hadir dan berjalan bersama dengan umat serta masyarakat dalam situasi yang berat ini.
Kami menyadari bahwa Injil Matius 14:19-21 menjadi inspirasi sekaligus motivasi bahwa kami tetap harus mengambil tanggung jawab memperhatikan umat dan masyarakat. (“Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang”). Kami bersyukur masih dapat terus memperhatikan umat yang terpapar dan terdampak virus corona.
Pertobatan
Di tengah perjuangan mengatasi pandemic virus corona 19 ini, ensiklik Paus Fransiskus Fratelli Tutti menjadi sesuatu yang meneguhkan.. Ensiklik ini bertujuan untuk mendorong keinginan akan persaudaraan dan persahabatan sosial. Kedaruratan kesehatan global telah membantu menunjukkan bahwa “tak seorangpun bisa menjalani hidup sendirian.” Kami mengalami pertobatan untuk tidak terjebak pada egoisme pribadi dan sektoral serta sikap individual.
Pandemi ini merupakan undangan pertobatan untuk semakin memperjelas penghayatan hidup religius dan penghayatan hidup beriman. Kami diajak untuk menghayati kemiskinan secara lebih jelas. Tidak saja untuk menghemat dan tampil sederhana, namun kami ditantang untuk berani berbagi kepada sesama. Selain itu, sebagai bagian dari Keuskupan Agung Semarang, kami selalu berkoordinasi dan berjalan dengan kebijakan-kebijakan keuskupan.
Dengan menyadari banyak keterbatasan, kami diajak bertobat untuk berupaya menjalin kolaborasi dengan banyak pihak. Kerja sama tidak saja dengan internal pastoran dan rekan pelayanan paroki. Namun juga pihak eksternal paroki, baik pemerintah, rekan-rekan lintas agama, dan para pemerhati Paroki Santa Theresia lintas teritori. Kami berjalan bersama dengan yang lain, baik bersama orang muda maupun orang miskin. Kami juga diajak untuk bertobat memperhatikan lingkungan hidup dan mengupayakan agar lingkungan tetap segar dan banyak pasokan oksigen. Kami belajar bagaimana mengelola sampah organik (daun-daun) dan anorganik (sampah masker, bungkus bantuan-bantuan, dan lain-lain).
Sisi lain dari Pandemi covid 19 adalah bahwa kami diajak untuk melakukan pertobatan banyak aspek kehidupan kami. Pelan-pelan kami dibawa pada situasi hidup yang lebih normal secara hakiki. Menghayati kenormalan, memperhatikan kesehatan, keberadaan orang lain, lingkungan hidup, dan hidup beriman yang lebih mendasar dan berdaya ubah.
Kontributor : P. Eduardus Didik Chahyono W., S.J. – Paroki Bongsari