Pilgrims of Christ’s Mission

Author name: Komunikator Serikat Jesus

Pelayanan Masyarakat

Cerita dari Shelter Kampoeng Media

Ketika pandemi Covid-19 mulai menjalar di Indonesia dalam bulan Maret 2020, kampung-kampung di Sinduharjo  mulai mengunci diri, termasuk kampung Jaban, tempat Kampoeng Media (SAV dan PT. Alam Media) berada. Aneka kegiatan yang sudah direncanakan sepanjang tahun dan melibatkan banyak orang, terpaksa dibatalkan. Kompleks penginapan yang baru saja selesai direnovasi urung digunakan. Staf pun mulai bergiliran masuk kerja.  Kami (Rm. Murti dan Rm. Iswara) gelisah. Apa yang bisa dilakukan untuk membantu masyarakat pada masa krisis ini? Salah satu kemungkinan adalah Penginapan Kampoeng Media yang kosong dijadikan Shelter bagi para tenaga kesehatan, tetapi RT/RW setempat tidak memberi izin karena mereka tidak ingin orang luar masuk kampung dan membawa virus. Pada saat Pandemi Covid-19 gelombang pertama, kami hanya bisa membantu sembako bagi orang-orang yang terdampak Covid-19 dan sumbangan untuk keperluan pencegahan Covid-19 di Kampung Jaban. Shelter Kampoeng Media Pada awal Mei 2021 program-program pelatihan yang menggunakan penginapan Kampoeng Media sudah bisa dibuka kembali, tetapi ternyata dalam bulan Juni 2021 kasus infeksi C-19 kembali meningkat tajam. Pandemi gelombang kedua mulai merebak. Banyak rumah sakit mulai kewalahan menangani pasien. Masa darurat ditetapkan oleh pemerintah.  Program-program dibatalkan dan Kampoeng Media kosong lagi. Kami gelisah lagi. Namun SAV masih bisa secara rutin memberi pencerahan terkait kesehatan dan bagaimana memaknai masa krisis ini melalui Bincang MoTV dan Program Katekese Bener 20 yang disiarkan lewat Youtube. Apalagi yang masih bisa kami buat? Kebetulan pada akhir Juni Romo Provinsial menanyakan kepada Rm. Murti apakah Kampoeng Media bisa digunakan sebagai tempat isolasi mandiri?  Kami berdua berdiskresi. Jawaban kami: bisa, tetapi kami harus minta  persetujuan  RT/RW lebih dulu.  Ide dasarnya adalah  Shelter Kampoeng Media diprioritaskan 50% untuk warga sekitar, dan 50% mitra kerja kami (guru-guru SD Kanisius, karyawan lingkungan Yayasan Pusat Kateketik, Yayasan Sanata Dharma, dan karyawan PT Kanisius). Tujuannya adalah mengurangi beban rumah sakit dan memisahkan orang sakit dari orang sehat, terutama mereka yang di rumahnya tidak ada tempat untuk isolasi. Saat itu kami hanya punya modal tempat, sedangkan relawan, tenaga kesehatan, dana, peralatan, dan pengalaman belum kami punyai.  Langkah pertama adalah berdialog dengan Ketua RT 03 Jaban dan RW 25. Saya mendatangi Ketua RT 03 dan berdialog dengan beliau. Ternyata pak Ketua RT 03 sepaham dengan gagasan di atas. Kalau pada awal 2020 virus masih jauh, sekarang virus sudah ada di tengah warga Jaban, maka perlu dicari solusi agar warga yang terpapar mendapat pertolongan. Pak Ketua RT 03 berjanji untuk berembug dengan pengurus RT yang lain. Setelah berembug hari itu juga, mereka semua mendukung. Termasuk pak Ketua RW 25 pun setuju.  Pak Ketua RT 03 meminta agar semua rencana dituangkan dalam surat proposal secara terperinci untuk disampaikan kepada Lurah Sinduharjo, Satgas Covid-19 Kelurahan Sinduharjo, dan Puskesmas Kecamatan Ngaglik.  Sementara itu, Rm. Murti sebagai PIC Shelter Kampoeng Media telah menjalin komunikasi dengan Sonjo (Solidaritas Yogya) yang sudah merintis shelter untuk warga. Rm. Murti juga menghubungi RS Panti Rapih untuk mendapatkan masukan tentang tata cara mengelola shelter dari segi kesehatan, sekaligus mencari bantuan dokter atau tenaga medis lainnya sebagai konsultan bagi para Isoman.  Dengan surat proposal atas nama PT Alam Media yang bekerja sama dengan SAV-USD  dan yang sudah ditandatangani Ketua RT 03 Jaban, kami bertemu pak Lurah Sinduharjo, Satgas Covid Kelurahan, dan Puskesmas Kecamatan Ngaglik. Mereka semua mendukung, terutama pak Lurah sangat bergembira. Pak Lurah telah menghubungi sekolah-sekolah yang ada di kelurahan Sinduharjo, tetapi tak satu pun dari sekolah-sekolah itu merelakan gedungnya untuk dipakai sebagai tempat isolasi mandiri. Ini sangat kebetulan, ada lembaga yang menawarkan diri. Pak Lurah sangat senang, bahkan Shelter Kampoeng Media diakui sebagai satu-satunya shelter di tingkat Kelurahan Sinduharjo.  Puskesmas Ngaglik juga mendukung, tetapi tidak bisa menyediakan tenaga kesehatan, namun berjanji untuk menyuplai vitamin. Setelah ada kepastian izin tersebut, Provinsialat memberi dana awal sehingga kami mulai bergerak untuk mengatur tempat dan juga menyiapkan alat-alat pokok yang diperlukan. Peralatan medis termasuk APD masih terbatas sekali, tetapi sambil jalan dapat dilengkapi. Kami menyiapkan 21 kamar. Sebetulnya setiap kamar bisa diisi dua orang, namun demi efektivitas isolasi para dokter mengusulkan agar setiap kamar hanya diisi satu orang saja. Ternyata ketika kabar bahwa kami mau membuka shelter mulai tersebar, banyak pihak  tertarik untuk membantu. Para relawan bermunculan: dua mahasiswa dari Kerabat Kerja Ibu Teresa, beberapa mahasiswa di Yogya, Suster-suster ADM, Suster-suster FCJ, Frater-frater SJ, dan Staf SAV. Kelompok Sego Mubeng dari Paroki Kotabaru ikut menyuplai makanan siap saji, terutama bila jumlah Isoman melebihi sepuluh orang. Suster CB Syantikara menyiapkan minuman sehat setiap hari. RS Panti Rapih menyediakan tenaga kesehatan termasuk dua dokter yang menjadi konsultan kami. Ada banyak donatur yang silih berganti mengirim sembako, alat-alat kesehatan, obat-obatan, dll. Juga banyak donatur yang mengirim uang entah jumlah besar atau kecil. Semua kami terima dengan senang hati. Berkat kemurahan hati banyak orang, shelter Kampoeng Media bisa membagi sembako dan makanan siap saji bagi warga Jaban RW 25 dan 26  yang sedang isoman di rumah masing-masing. Tanpa upacara macam-macam, Shelter Kampoeng Media  dibuka pada 12 Juli 2021 untuk warga sekitar dan mitra kerja kami (inklusif).  Syaratnya OTG tanpa komorbid dan dinyatakan positif melalui PCR/Antigen serta masih bisa mandiri. Tim Kesehatan RS Panti Rapih menjadi tim seleksi penerimaan Isoman dan sekaligus tim kosultan bagi para Isoman. Setiap hari jumlah Isoman bertambah, sehingga angkatan 1 berjumlah 22 orang.  Angkatan 2 berjumlah 17 orang. Tepat pada tanggal 16 Agustus 2021 sore, semua Isoman sudah sembuh dan Shelter Kampoeng Media ditutup karena tidak ada lagi warga yang hendak melakukan Isoman. Betul-betul para Isoman dan kami semua dapat merayakan Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke-76. Pelayanan berbasis WA Pelayanan Shelter Kampoeng Media berbasis WhatsApp baik pada saat pendaftaran, selama berada di shelter, maupun saat para Isoman meninggalkan shelter. Pengelola, tenaga kesehatan, dan para relawan sangat minim berkontak langsung dengan para Isoman. Satu dua relawan saja yang berkontak dengan mereka, yaitu saat kedatangan dan saat mengantar mereka ke Puskesmas untuk mendapatkan tanda lulus. Pelayanan berbasis WA ini dikoordinasi oleh sekretariat (Ibu Elis, relawan dari SAV). Ada tiga group WA di Shelter Kampoeng Media, yaitu Grup Pengelola dan Nakes, Grup Relawan Kampoeng Media dan Pengelola/Nakes, dan Grup Isoman bersama Pengelola dan Relawan.  Sesuai dengan syarat-syarat pendaftaran yang kami sebarkan lewat media

Feature

Bersama dalam Pandemi Covid 19

Beberapa lembaga ikut terlibat dalam upaya mempercepat proses vaksinasi bagi masyarakat. Beberapa sekolah dan paroki, seperti SMA Kanisius dan SMA Loyola,  yang dikelola oleh Serikat Jesus sudah mengambil inisiatif ini. SMA Kolese de Britto dan Paroki St. Hati St. Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB), Tangerang mengikuti upaya proses percepatan vaksinasi ini di lingkungan mereka masing-masing. SMA Kolese de Britto Yogyakarta menyelenggarakannya dalam menyambut tahun ajaran baru 2021/2022 dengan 1.000 dosis vaksin untuk siswa, keluarga siswa, alumni, dan keluarga pegawai. Kegiatan ini merupakan kerja sama sekolah, Tim Satgas Covid 19 JB, Satgas Covid Alumni JB, dan JB medis. Kegiatan yang didukung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Puskemas Depok III dan Polsek Depok Barat ini dilakukan Pelaksanaan vaksinasi dilaksanakan dua kali, yaitu pada hari Minggu, 11 Juli 2021 dan 18 Juli 2021 mulai pukul 08.00 WIB. Vaksinasi pada Minggu, 11 Juli 2021 diprioritaskan bagi para siswa dan keluarga inti siswa. Sedangkan vaksinasi pada Minggu, 18 Juli 2021 diprioritaskan bagi alumni dan keluarga pegawai. SMA Kolese de Britto merupakan sekolah pertama di Sleman yang menyelenggarakan vaksinasi untuk anak usia sekolah Paroki HSPMTB, Tangerang mengadakan program vaksinasi ini untuk sekolah SMA Strada St. Thomas Aquino, siswa SMK Strada Daan Mogot (Damos), umat Katolik Paroki Tangerang  dan Dekenat Tangerang I, dan masyarakat sekitar pada 3 Agustus 2021 mulai pagi. Acara yang berjalan dengan lancar ini terlaksana atas kerjasama banyak pihak, yakni Walubi, Institusi TNI, Sekolah Strada St. Thomas cabang Tangerang, dan Tim Pusat Penanggulangan Covid-19 (TPPC) Paroki Tangerang. Tercatat 1.010 orang memanfaatkan kesempatan ini.  Selain vaksinasi, dua lembaga yaitu Studi Audio Visual (SAV), Yogyakarta dan Pusat Tenaga Pendamping Masyarakat (PTPM), Yogyakarta berinisiatif mengadakan shelter isolasi mandiri bagi invidu yang bergejalan ringan atau tanpa gejala Covid 19. P. Effendy Sunur menjawab keresahan dan kesulitan masyarakat warga Kecamatan Gedongtengen, Yogyakarta yang membutuhkan shelter untuk isolasi mandiri (isoman). Proses untuk mewujudkan shelter isoman karena kendala kesibukan dan ketersediaan sumber-sumber daya. Tingginya angkat penularan di DI Yogyakarta praktis membuat fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan kewalahan. Syukurlah, kendala-kendala itu akhirnya berbuah dengan munculnya tenaga-tenaga relawan termasuk para dokter dari UGM. Ada tenaga dokter yang bersedia untuk mendampingi, relawan-relawan yang bersedia menemani mereka yang isolasi dan dukungan finansial dari beberapa donatur. Tanggal 12 Juli 2021, orang pertama yang menjalani isoman mulai tinggal di Wisma PTPM. Masyarakat sekitar yang awalnya resah, akhirnya bisa menerima perubahan fungsi Wisma PTPM sebagai shelter isoman.  Pandemi ini menjadi tantangan bersama yang membutuhkan kerjasama dan kesediaan untuk menghadapinya. Dari sini, kita belajar untuk mendalami hidup bersama sebagai sebuah perhatian terhadap mereka yang sedang mengalami kesusahan dan bukan untuk menarik dan mengunci diri. Kontributor : P. Ignatius Suryadi P., S.J. – Tangerang; P. Effendy Kusuma Sunur, S.J, – PTPM; H. J. Sriyanto – SMA De Britto

Tahbisan

Kisah Kecil tentang Sukacita

Sungguh terasa ada kegembiraan dan rasa syukur atas ditahbiskannya delapan diakon Serikat Jesus Provinsi Indonesia menjadi imam oleh Bapak Uskup Robertus Rubiyatmoko, Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, pada Kamis, 19 Agustus 2021 di Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Karena kasus Covid-19 tetap menjadi perhatian besar, penyelenggara membatasi jumlah umat yang hadir. Hanya sejumlah kecil anggota keluarga para diakon dengan hasil tes PCR negatif yang diizinkan untuk hadir. Semua orang yang hadir dalam perayaan ini juga diharuskan memiliki keterangan negatif Covid-19 berdasar tes PCR. Memang banyak orang yang tidak bisa mengalami kemeriahan perayaan tersebut, tetapi mereka justru dapat merasakan kekhidmatan dan kegembiraan melalui misa yang disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Jesuit Indonesia. Para imam yang baru ditahbiskan (neomis) itu berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pater Martinus Juprianto Bulu Toding adalah salah satu yang berasal dari Kalimantan. Kalimantan juga menjadi karya misi baru bagi Serikat Jesus Provinsi Indonesia. Empat imam baru lainnya, yaitu Pater Fransiskus Pieter Dolle, Pater Aluisius Dian Permana, Pater Philipus Bagus Widyawan,  dan Pater Alfonsus Ardi Jatmiko berasal dari Keuskupan Agung Semarang. Dua diantaranya berasal dari paroki-paroki yang digembalakan oleh imam Jesuit. Pater Hugo Bayu Hadibowo, berasal dari Keuskupan Agung Jakarta. Dua lainnya, Pater Martinus Dam Febrianto dan Pater Evodius Sapto Jati Nugroho, berasal dari dua keuskupan di Sumatera, yaitu Keuskupan Lampung dan Keuskupan Pangkalpinang. Misa tahbisan dipimpin oleh Bapak Uskup Robertus Rubiyatmoko, Uskup Agung Semarang, dengan didampingi dua konselebran, Pater Provinsial Benedictus Hari Juliawan, S.J. dan Rektor Kolese St. Ignatius Pater Ignasius Aria Dewanto, S.J. Dalam homilinya Bapak Uskup Rubiyatmoko menegaskan bahwa kita dipanggil untuk menjadi manusia pendoa, manusia injil, dan manusia gereja. Dengan membawa tema tahbisan Berbagi Kasih Karunia dan Kasih Tuhan dengan Sukacita para imam baru ini tampak bersemangat dan siap sedia memberikan kesaksian iman melalui tindakan nyata dalam pelayanan kepada Tuhan dan seluruh umat. Bagi Serikat Jesus Provinsi Indonesia, peristiwa tahbisan benar-benar merupakan suatu kebahagiaan. Karena pandemi, tahbisan imamat untuk mereka menjadi tertunda selama lebih dari satu tahun. Pada bulan Juni dan Juli 2021 ini, Indonesia mencatat rekor tertinggi infeksi dan kematian akibat Covid-19. Sebagian besar masyarakat harus berjuang melawan Covid-19 dan kegiatan sosial dan ekonomi juga sangat dibatasi oleh pemerintah. Bagi para imam baru tertahbis, konteks ini pastilah akan menjadi perhatian bagi pelayanan dan hidup doa mereka di masa depan. Kontributor : Pater Nikolas Kristiyanto, S.J.

Karya Pendidikan

Dari Pustaka Digital ke Sekolah Digital

Pandemi meluluhlantakkan dan menunggangbalikkan banyak sendi kehidupan. Namun, di sisi lain pandemi juga telah memacu dan memicu terciptanya banyak karya, inovasi, dan pemikiran baru. Siapa sangka dari Papua yang lama terbelakang dalam banyak sendi kehidupan bisa muncul karya yang mulai dilirik orang dalam dunia pendidikan? Maret 2020, Pater Sudriyanto, S.J. terjebak di Jakarta setelah menghadiri pertemuan. Dia tak bisa langsung kembali ke Nabire. Dalam keterkurungan, tak bisa ke mana-mana, dia mulai berpikir apa yang harus dilakukan untuk mengisi waktu. Sukhri, volunteer yang seharusnya mulai bergabung bulan Juli 2020, diajak bergabung di Jakarta. Sukhri mengenal Pater Sudri, S.J. ketika beliau bertugas di JRS Aceh.  Mereka berpikir untuk mengembangkan “sekolah rakyat.” Konsepnya, anak-anak harus tetap bisa belajar walaupun terhalang oleh pandemi dan akses internet. Mulailah pustaka digital digarap. Namanya Pustaka Neo-EduTech atau disingkat PNE 4.0.  Dukungan dan sumbangan, baik dana, fasilitas, maupun pemikiran, perlahan mengalir.  Para pentolan Asosiasi Alumni Sekolah Jesuit (AAJI) dan beberapa aktivis pendidikan lainnya terlibat sejak awal. Juga beberapa alumni Kolese Le Cocq dan sobat dari Papua yang berada di Jakarta. Mereka seringkali datang di markas kerja PNE di Jl. Canadyanti, Jakarta Selatan. Bersama mereka tim PNE banyak berdiskusi, merumuskan visi, dan mencari strategi agar PNE ini nantinya bisa terwujud dan terdistribusi di Papua dan wilayah-wilayah lain tanpa akses internet. Akhirnya, setelah 6 bulan kerja keras sepanjang hari, jadilah perangkat wifi pendidikan yang mampu menyebarkan materi digital tanpa sambungan internet. Sebanyak 50 ribu buku dan video, tentang pendidikan mulai dari PAUD sampai SMA/SMK, dan pengetahuan umum. Sesudah berhasil menciptakan platform wifi pendidikan ini, tim merasa perlu untuk melakukan uji coba. Ternyata Yayasan Strada sangat tertarik dan merasa platform ini dibutuhkan di sekolah-sekolah Strada di pinggiran Jakarta dan Tangerang. Jadilah Yayasan Strada memesan 10 unit. Misi SJ di Kalimantan Timur juga sudah memakai 3 unit dan Lembaga Daya Dharma 8 unit. Melihat visi PNE 4.0 untuk menyediakan layanan akses wifi pendidikan di wilayah-wilayah tanpa akses internet, para petinggi PT Primacom sangat terkesan. Mereka kemudian mendukung program PNE 4.0 dengan menyediakan VSat untuk update materi digital dan menyediakan layanan kompresi data. Dalam 6 bulan sejak PNE 4.0 didistribusikan di Papua, sudah 4 titik VSat terpasang, yaitu di Kabupaten Nabire, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, dan Kabupaten Paniai. Kerja sama tim PNE 4.0 dan PT Primacom telah menghasilkan kontribusi yang sangat berharga. Dalam periode Januari-Juli 2021, sebanyak 110 unit PNE 4.0 Versi 1 (versi mobile) sudah terdistribusi di sekitar 100 sekolah di 9 kabupaten di Papua (Serui, Nabire, Deiyai, Dogiyai, Paniai, Intan Jaya, Manokwari, Sorong, dan Fakfak). Keterlibatan Bupati, Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah mempermudah pengenalan pustaka digital ini. CARA KERJA Platform wifi pendidikan PNE 4.0 ini mudah dioperasikan. Tidak membutuhkan instalasi. Tinggal plug and play, colok ke listrik dan siap pakai. Tidak membutuhkan pulsa data atau sambungan ke internet. Bisa diakses di mana saja, entah di tengah hutan, di pulau terpencil, atau di pinggir pantai, yang penting ada alur listrik, entah listrik PLN, generator, atau tenaga surya (solar cell). PNE Versi 1 bisa diakses 10-15 pengguna sekaligus. Pengguna bisa streaming, downloading, uploading, dan chatting. Sistem intranet ini sangat berguna bagi sekolah-sekolah yang mengalami kesulitan mengakses internet. Anak-anak atau orang tua/wali bisa datang ke sekolah untuk mengunduh materi yang diperlukan secara gratis atau tanpa pulsa data. Sangat umum didapati bahwa anak-anak di Papua tidak memiliki buku pelajaran. Dengan adanya PNE 4.0 ini, mereka bisa memiliki buku pelajaran dan video pembelajaran dalam jumlah yang berlimpah. HAK CIPTA Buku-buku dan video yang tersedia dalam PNE 4.0 berasal dari sumber open source, sehingga tidak ada masalah hak cipta yang dilanggar. Sebagai contoh, buku paket dari Kementrian Pendidikan Nasional, tertulis dalam watermark, diunduh dari psmk.kemdikbud.go.id/psmk. MINAT BACA Pemunculan PNE 4.0 ini menimbulkan pertanyaan besar. Apa gunanya pustaka digital kalau anak-anak tidak mempunyai minat baca? Menunggu anak memiliki minat baca yang tinggi membutuhkan waktu panjang. Menurut Sugata Mitra, peneliti dan pendidik di India, pendidikan adalah sebuah proses yang berjalan dengan sendirinya asal anak punya motivasi atau punya dorongan ingin tahu dan ada teknologi yang tepat. Sugata melakukan eksperimen ini dengan menempatkan perangkat desktop usang dengan akses internet yang cukup, di sebuah tembok luar di beberapa wilayah pedalaman India. Tanpa bantuan guru atau orang dewasa, awalnya anak-anak saling mengajar bagaimana menggunakan desktop, kemudian mengakses materi-materi menarik. Perlahan kemampuan membaca dan berpikir mereka berkembang (lih. Sugata Mitra, Kids can teach themselves, Ted.com). Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa anak tidak harus bisa membaca terlebih dahulu untuk bisa menggunakan perangkat digital. Sebaliknya, teknologi digital justru dapat mempercepat literasi membaca.  ADI LUHUR DAN SEKITARNYA Saat ini dengan bantuan VSat Primacom, SMA Adi Luhur bisa menggunakan internet lebih lancar dan bisa mengakses pustaka digital PNE 4.0. Jaringan PNE 4.0 ini disebarkan dari Wisma SJ ke tujuh titik, yaitu Pastoran KSK, Asrama Putri, Asrama Putra, SMA YPPK Adi Luhur, SMP YPPK St. Antonius, dan SD YPPK St. Petrus. PENGEMBANGAN Pada Juli 2021 sudah selesai platform wifi pendidikan PNE 4.0 Versi 2. Platform Versi 2 ini dibuat untuk mendukung terciptanya sekolah digital. Fungsinya bukan hanya untuk menyebarkan materi digital tanpa internet, tetapi untuk memfasilitasi KBM berbasis digital.  Pada bulan Juli 2021 ini, dua sekolah tingkat SMA di Nabire sudah menggunakan PNE 4.0 Versi 2 ini untuk mendukung KBM berbasis digital. Sebanyak lebih dari 300 murid di masing-masing sekolah beserta gurunya mulai memanfaatkan platform wifi pendidikan dan materi pendidikan yang disediakan. Tanpa sadar semangat save paper (hemat kertas) mulai merasuk. Apabila pandemi Covid-19 berakhir, diharapkan sekolah digital ini tetap berlangsung. Karena dunia di masa depan tidak bisa dilepaskan dari penguasaan digital. Dengan demikian sekolah mulai saat ini harus membiasakan anak didik terampil dalam menggunakan teknologi digital. Tim PNE sudah merencanakan untuk memperluas distribusi PNE 4.0 ini ke seluruh tanah Papua, baik Versi 1 maupun Versi 2. Luasnya wilayah dan sulitnya medan tidak menyurutkan semangat tim PNE. Mengapa? Perangkat dan konten PNE 4.0 bukan hanya relevan di tanah Papua, tetapi juga mendesak di berbagai daerah. Tim bertemu dengan fakta ini, yaitu bahwa literasi membaca anak-anak Papua tergolong paling rendah, langkanya buku pelajaran sekolah bagi murid, susahnya akses internet di banyak wilayah pedalaman, tersendatnya KBM karena tingginya ketidakhadiran

Karya Pendidikan

Asa dalam Pendidikan Daring

Proses-proses Pendidikan Karakter yang lazim terjadi pada masa sekolah offline, secara substansial dapat diselenggarakan di tengah himpitan pandemi. Problem hilangnya tatap muka dapat disiasati dengan kemitraan dengan orang tua dan modul bersama. Namun bagaimana dengan hasil dan efektifitasnya? Menurut hemat saya, tuntutan untuk menunjukkan pengukuran yang objektif dan komprehensif sebenarnya tampak sebagai sesuatu yang tidak etis pada masa-masa sulit dan penuh ketidakpastian seperti ini. Selain waktu dan energi yang terbatas untuk melakukannya, hal ini seolah juga akan terasa kurang menghargai para guru yang dengan segala keterbatasannya telah berdarah-darah berjuang, mulai dari rapat-rapat yang berderet menyiapkan strategi, usaha besar dalam penguasaan sarana teknologi, hingga waktu kerja yang hampir tidak berjeda. Meskipun demikian, demi kemajuan tetaplah pertanyaan tersebut penting dan perlu ditemukan jawabannya. Oleh karena itu, bolehlah untuk sementara pertanyaan mengenai hasil dan efektifitas model ini kita lihat cukup dari produk yang dihasilkan dan umpan balik dari berbagai pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam program ini. Pertama, gambaran hasil ini dapat kita lihat dari ketercapaian tujuan pendampingan, yakni kedalaman emosional, intelektual, spiritual, dan sosial. Tujuan tersebut dikonkretkan di setiap jenjang kelas secara berbeda di awal penyusunan program. Untuk kelas X, target formasi yang diharapkan adalah kemampuan siswa mengenal dan mencintai diri. Sementara untuk kelas XI, target yang diharapkan adalah siswa mampu menemukan orientasi hidupnya. Dan siswa kelas XII diharapkan mampu mengambil keputusan secara matang untuk langkah studi selanjutnya. Apabila diukur dari target tersebut, secara umum dapat dikatakan program-program formasi online dapat membantu siswa mencapainya. Melalui menulis autobiografi diri, mendalami biografi Santo Ignatius dan percakapan rohani di keluarga, tampak sebagian siswa kelas X mampu mengidentifikasi unsur-unsur penting dalam hidupnya: Bahasa Kasih, Pola Relasi dengan Orangtua, Model Parenting yang Diterima, Peristiwa Penting. Hal ini dapat kita rasakan dalam refleksi atau laporan percakapan mereka dengan orang tua di keluarga. Saat saya melakukan refleksi bersama keluarga, saya bersama ibu saya dan bapak saya, kakak saya sedang pergi. Percakapan kami berjalan dengan lancar, kami membahas tentang karakter masa depan saya dan juga bahasa kasih. Ibu dan bapak saya memberitahu saya bahwa mereka melihat seberapa besar saya sudah berkembang. Mereka juga akan selalu support saya dalam membangun karakter pada masa remaja ini. Saya juga mengangkat topik Bahasa Kasih. Dalam topik ini saya membawa 2 bahasa kasih saya, yaitu Touch dan Quality Time. Dalam poin Touch, saya membahas bahwa sebuah pelukan dari orang tua itu sangat membantu saya untuk tenang dan juga membuat saya semangat untuk menjalani apapun yang saya hadapi. Dalam poin Quality Time, saya dan orang tua saya sangat setuju bahwa quality time bersama keluarga adalah salah satu hal terpenting dalam memperketat hubungan keluarga. Saya sangat mencintai orang tua saya. Hasil baik lain juga tergambar dalam sebuah refleksi siswa kelas XI. Setelah mengikuti seri webinar tentang berbagai macam prospek karier dan profesi, para siswa mampu menentukan orientasi hidup dan pilihan profesi melalui perspektif asas dan dasar Ignatian. Hidup yang aku dambakan adalah hidup sederhana dengan penuh makna dan membawa manfaat bagi lingkungan sekitar. Bidang yang aku merasa mampu adalah bidang sejarah terutama pada cabang arkeologi dan antropologi. Sementara, bidang sejarah adalah bidang 7 yang aku minati, karena setiap mempelajarinya ada ikatan emosional yang membuat aku jatuh cinta pada bidang ini. Profesi atau karier yang aku inginkan adalah menjadi arkeolog di bidang epigrafi sekaligus penulis majalah seperti: National Geographic. Untuk itu, komitmenku adalah menguasai bahasa inggris. Aku akan berusaha mempelajarinya hingga aku lulus standar TOEFL yang baik, dan aku benar-benar profesional dalam bidang ini. Nantinya bahasa Inggris akan menunjang studi lanjutan dan profesi yang aku pilih. Aku juga akan akan mencoba untuk mengikuti perlombaan-perlombaan untuk mengasah kemampuanku dan aku akan mencoba untuk pergi ke situs sejarah yang menunjang profesiku kelak. Setidaknya aku belajar mengenal lingkungan profesiku terlebih dahulu. Sementara dalam tulisan refleksi siswa kelas XII atas percakapannya bersama orang tua, terbaca kemampuan dan keberanian mengambil keputusan terkait jurusan dan pilihan perguruan tinggi melalui metode discernment Ignatian. Saya mempresentasikan hasil pemikiran saya mengenai keputusan pengambilan jurusan kepada kedua orang tua saya (ibu yang mengambil gambar). Saya menerangkan bagaimana cara agar masuk ke perguruan yang saya inginkan dan alasan saya mengambil jurusan itu. Saya sampaikan perimbangan pro-kontra setiap pilihannya. Ibu saya setuju dengan apa yang saya pilih, karena beliau yakin saya sudah bisa berpikir matang dan bisa mengambil keputusan dengan baik. Bapak saya memberi saya saran dan beberapa kritikan, seperti apa saja risiko yang bisa didapat jika mengambil jurusan kedokteran. Bapak juga menyarankan beberapa jurusan lain seperti STAN, PNS, dll. Dalam tulisan refleksi para siswa tersebut kita bisa melihat ‘hasil’ pendampingan. Siswa mampu mendeskripsikan siapa dirinya, mengkomunikasikan keinginan terdalamnya dan pada akhirnya juga berani mengambil keputusan penting untuk hidupnya. Kemampuan-kemampuan praktis tersebut dapatlah merupakan muara dari serangkaian proses yang telah didesain dan telah dijalani sebelumnya. Fakta lain yang menggembirakan adalah bahwa sebagian besar siswa dapat mencapai tuntutan tersebut. Di setiap kelas, hampir tidak ada siswa yang tidak mampu mengumpulkan worksheet pengembangan diri untuk setiap programnya yang diminta. Umpan balik lain yang perlu ditampilkan di sini adalah testimoni para orang tua. Selama 1,5 tahun menjalankan berbagai program formasi non-akademis online, rasanya kami lebih banyak menerima apresiasi daripada kritik terkait program formasi kesiswaan. Misalnya, salah satu orang tua memberikan testimoni tentang program ‘Ignatian Virtual Pilgrimage.’ Inti program ini adalah mengajak para siswa bersama orang tua mengenal biografi Santo Ignatius Loyola melalui kegiatan rutin 30-60 menit berjalan kaki sambil merenungkan kisah perjalanan Ignatius dari kota ke kota (walking meditation). Rupanya, di mata orangtua program ini menjawab keprihatinan mendalam yang muncul selama sekolah online, yakni siswa jarang bergerak/olah raga. Dengan adanya penugasan dan target mengumpulkan jarak jalan kaki melalui aplikasi Strava per kelas, para orang tua punya kesempatan untuk lebih mendorong anak aktif bergerak setiap harinya. “Menurut kami program ini sangat tepat dan perlu dilanjutkan. Selain mengajak anak bergerak dan membangun gaya hidup sehat, melalui program ini saya sebagai orangtua menjadi punya kesempatan bercakap-cakap dengan anak secara lebih mendalam.” Demikianlah gambaran hasil dan efektifitas berbagai program formasi online. Selain feedback yang bersifat kualitatif dan subjektif dalam refleksi siswa dan testimoni orang tua tersebut, sebenarnya ada pula umpan balik yang

Pelayanan Gereja

Tidak Tuli terhadap Panggilan Sang Raja Abadi dan Menanggapi Kehendak-Nya

Pandemi Covid 19 berdampak pada semua lapisan masyarakat. Banyak korban jiwa terenggut karena virus corona 19 ini. Umat Paroki Santa Theresia Bongsari Semarang pun tak luput dari dampak dan paparan virus corona 19 ini. Hingga saat ini lebih dari 289 orang terpapar dan 14 orang di antaranya meninggal dunia. Situasi berat ini tentunya juga berpengaruh pada keberadaan Paroki Santa Theresia Bongsari Semarang.  Paroki Santa Theresia Bongsari bukanlah Paroki dengan pemasukan dana yang besar. Secara finansial kami mengalami penurunan drastis pemasukan keuangan. Persediaan dana operasional gereja kami hanya cukup untuk 7 atau 8 bulan pembiayaan. Dalam keterbatasan itu, kami belajar untuk beriman dan berpengharapan dan terus melayani dengan kasih. Ada pertanyaan dan kekhawatiran bagaimana Paroki Bongsari harus menanggapi dan menyikapi situasi pandemi ini? Pertanyaan ini menghantar pada permenungan tentang Panggilan Raja dalam Latihan Rohani St. Ignatius. Panggilan Sang Raja Abadi menggema di hati kami masing-masing, komunitas Pastoran Bongsari. Kami mohon rahmat agar tidak tuli terhadap panggilan Sang Raja untuk bersedia berjerih payah bersama-Nya di tengah pandemi covid 19. Kami juga memohon rahmat agar bersedia berjalan bersama Kristus yang sedang memanggul salib di situasi pandemi ini. Kami sungguh merasakan Perjalanan Salib di tengah pandemi bukanlah sesuatu yang mudah. Di tengah pergulatan ini, ternyata kami pun masih dapat melihat kebangkitan Kristus. Melalui inspirasi Kontemplasi Mendapatkan Cinta kami melihat Allah masih terus hadir dengan daya ilahi-Nya yang menghidupkan dan menumbuhkembangkan. Kami merasakan daya Kristus yang bangkit sungguh nyata. Kebangkitan dan kasih Kristus  mengalir dari banyak pihak untuk memperhatikan sesamanya yang berkesusahan. Dengan dinamika Latihan Rohani St Ignatius Loyola ini, kami berupaya untuk selalu berdiskresi dan melakukan eleksi agar dapat melayani dan memperhatikan (cura personalis) umat secara maksimal. Langkah yang kami ambil ialah menyelaraskan gerak dengan Keuskupan Agung Semarang dan Pemerintah untuk dapat mengendalikan laju penularan virus corona ini. Diterapkanlah sejumlah pembatasan dalam pelaksanaan peribadatan dan pelayanan sakramen dan sejumlah adaptasi pelayanan pastoral. Selain itu, kami juga berupaya memperhatikan umat di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial ekonomi. Dengan segala kekuatan yang ada, kami berupaya untuk tetap hadir dan berjalan bersama dengan umat serta masyarakat dalam situasi yang berat ini. Kami menyadari bahwa  Injil Matius 14:19-21 menjadi inspirasi sekaligus motivasi bahwa kami tetap harus mengambil tanggung jawab memperhatikan umat dan masyarakat. (“Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang”). Kami bersyukur masih dapat terus memperhatikan umat yang terpapar dan terdampak virus corona.  Pertobatan Di tengah perjuangan mengatasi pandemic virus corona 19 ini, ensiklik Paus Fransiskus Fratelli Tutti menjadi sesuatu yang meneguhkan.. Ensiklik ini bertujuan untuk mendorong keinginan akan persaudaraan dan persahabatan sosial. Kedaruratan kesehatan global telah membantu menunjukkan bahwa “tak seorangpun bisa menjalani hidup sendirian.” Kami mengalami pertobatan untuk tidak terjebak pada egoisme pribadi dan sektoral serta sikap individual. Pandemi ini merupakan undangan pertobatan  untuk semakin memperjelas penghayatan hidup religius dan penghayatan hidup beriman. Kami diajak untuk menghayati kemiskinan secara lebih jelas. Tidak saja untuk menghemat dan tampil sederhana, namun kami ditantang untuk berani berbagi kepada sesama. Selain itu, sebagai bagian dari Keuskupan Agung Semarang, kami selalu berkoordinasi dan berjalan dengan kebijakan-kebijakan keuskupan.  Dengan menyadari banyak keterbatasan, kami diajak bertobat untuk berupaya menjalin kolaborasi dengan banyak pihak. Kerja sama tidak saja dengan internal pastoran dan rekan pelayanan paroki. Namun juga pihak eksternal paroki, baik pemerintah, rekan-rekan lintas agama, dan para pemerhati Paroki Santa Theresia lintas teritori. Kami berjalan bersama dengan yang lain, baik bersama orang muda maupun orang miskin. Kami juga diajak untuk bertobat memperhatikan lingkungan hidup dan mengupayakan agar lingkungan tetap segar dan banyak pasokan oksigen. Kami belajar bagaimana mengelola sampah organik (daun-daun) dan anorganik (sampah masker, bungkus bantuan-bantuan, dan lain-lain). Sisi lain dari Pandemi covid 19 adalah bahwa kami diajak untuk melakukan pertobatan banyak aspek kehidupan kami. Pelan-pelan kami dibawa pada situasi hidup yang lebih normal secara hakiki. Menghayati kenormalan, memperhatikan kesehatan, keberadaan orang lain, lingkungan hidup, dan hidup beriman yang lebih mendasar dan berdaya ubah. Kontributor : P. Eduardus Didik Chahyono W., S.J. – Paroki Bongsari

Pelayanan Gereja

Gereja di Tengah Pandemi

Sepanjang hari Senin, 21 Juni 2021, saya memantau situasi di Paroki Tangerang dengan hati cemas. Gelombang kedua Covid-19 cukup mengakibatkan 73 dari 114 (64%) lingkungan di paroki telah terpapar virus Covid-19.  ampung di seberang sungai tempat Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB), mencatat 300 warga yang terverifikasi positif Covid-19. Dengan hati pedih keputusan mesti diambil, bahwa gereja ditutup kembali.  Sebagai paroki yang dipercayakan penanganannya kepada Serikat Jesus, Paroki Tangerang menghadapi tantangan untuk hadir dan menjawab tantangan untuk transformasi di tengah situasi pandemi. Ada pertanyaan mendasar tentang mengisi peran mistik Gereja di tengah kecemasan akibat pandemi yang berkepanjangan.  Gereja yang Peduli Paroki merupakan bidang pelayanan Gereja yang langsung bersentuhan dengan denyut keprihatinan umat yang merasakan dampak pandemi. Oleh karena itu, Gereja harus responsif terhadap keprihatinan umat terlebih pada mereka yang menderita (option for the poor). Melalui struktur yang telah ada dalam Gereja, Paroki Tangerang berusaha sigap dalam menjawab keprihatinan umat melalui aneka aksi peduli. Gereja bergerak dengan membentuk tim-tim dari seksi-seksi yang ada seperti PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi), HAAK (Hubungan Antaragama dan Kemasyarakatan), dan banyak pihak lainnya.  Pada masa awal pandemi, Paroki Tangerang langsung menjawab kebutuhan sanitasi lingkungan dengan pelayanan semprot disinfektan 28.854rumah warga tanpa batas-batas agama. Ketika banyak umat yang mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), Gereja melanjutkan dengan pelayanan karitatif. P bagi mereka yang terdampak secara ekonomi. Sembako dibagikan baik bagi yang katolik maupun warga masyarakat di sekitar umat katolik tinggal. Tim “Crisis Centre Covid-19 HSPMTB” menjadi tulang punggung seluruh respons Paroki Tangerang di awal pandemi ini. Tim ini yang kemudian disebut “Tim Pusat Penanggulangan Covid-19 Paroki Tangerang” (TPPC) segera memberi tanggapan saat gelombang kedua pandemi. Per akhir Juni 2021 sebanyak 18.660, umat yang menjalani isolasi mandiri (isoman) ada 447 orang yang tinggal di rumah masing-masing karena Rumah Sakit penuh, 16 orang meninggal. Jumlah meninggal selama bulan Juli meningkat menjadi 38 orang.TPPC menunjukkan sikap tanggap dan sigap dengan memberikan aneka pelayanan, seperti menyediakan database pendonor plasma, pelayanan permintaan donor plasma, pinjaman tabung oksigen, konsultasi medis, konsultasi psikolog, dan poli online. Poli online merupakan salah satu bentuk inovasi layanan di tengah tuntutan situasi karena pembatasan perjumpaan tatap muka. Kenyataan bahwa banyak umat yang hanya disuruh pulang tanpa diberi obat-obatan setelah pemeriksaan di Puskemas dan dinyatakan positif Covid-19 melahirkan ide poli online.  Buah kolaborasi Tim Medis HSPMB dan TPPC bertujuan memberi pelayanan kesehatan sederhana bagi mereka yang menjalani isoman. Setelah melalui proses verifikasi dari TPPC, umat lantas diarahkan untuk mengambil layanan konsultasi dokter. Dokter kemudian menuliskan resep obat yang dibutuhkan. TPPC akan memeriksa resep-resep yang masuk, dan lantas diteruskan ke apotek yang telah menjalin kerjasama dengan Gereja HSPMTB berdasarkan rayon lokasi yang paling dekat dengan pasien. Selanjutnya pihak apotek menghubungi ojol HSPMB sehingga dipastikan obat sampai ke pasien. Sementara para perawat akan memantau perkembangan pasien.  Dalam perkembangan terkini, TPPC Paroki Tangerang juga melakukan pelayanan vaksinasi untuk usia 12 tahun ke atas. Pelayanan pertama telah dilaksanakan pada 3 Agustus 2021. Vaksinasi ini melayani 1010 peserta yang diikuti oleh siswa Sekolah Strada, umat katolik Dekenat Tangerang 1, dan masyarakat umum. Program ini terselenggara berkat kerja kolaborasi dari banyak pihak yang berkehendak baik, yakni Paroki Tangerang, Perkumpulan Strada, Walubi Banten, TNI dan para sponsor.  Menjadi Gereja Digital Salah satu hal yang membuat proses respons selama pandemi ini bisa berjalan cepat ialah perkembangan teknologi. KAJ (Keuskupan Agung Jakarta) sudah lama memiliki apa yang disebut BIDUK (Basis Integrasi Data Umat Keuskupan) yang tersimpan secara digital Revolusi teknologi informasi menuntut Gereja untuk beradaptasi dengan mengelola Big Data.  BIDUK telah berperan sebagai BIG DATA yang sungguh besar sumbangannya bagi kesigapan dalam pelayanan terutama di masa pandemi yang membutuhkan kecepatan respon akan situasi yang berkembang cepat. Melalui database yang tersedia, Gereja HSPMTB tidak kesulitan melakukan penelusuran (tracing) untuk mendapatkan data tentang nama-nama dokter yang ada di paroki Tangerang, para medis, data umat prasejahtera (Dupras) yang terdampak secara ekonomi, psikolog, pemilik apotek, bahkan umat yang berprofesi sebagai ojol (ojek online).  Data yang tersedia membantu untuk memproyeksikan, telah tergambar kebutuhan pelayanan pasca pandemi. Tidak sedikit anak yang kehilangan orangtuanya, dan keluarga yang kehilangan kepala keluarga yang bekerja. Pendampingan kepada mereka akan menjadi tantangan yang perlu dijawab melalui aneka inovasi layanan sosial.  Pandemi Covid-19 juga memaksa Gereja menjadi dinamis dari segi peribadatan untuk menyediakan layanan melalui media digital semisal misa streaming melalui Youtube. Upaya mencegah penularan virus dengan ketentuan 5M (Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas) menghasilkan pelayanan dan ibadat yang dilakukan secara online. Paroki Tangerang telah menyiapkan semua infrastruktur IT untuk ibadat streaming online dan untuk kemungkinan optimalisasi aneka pelayanan kreatif lain secara digital. Pelayanan gereja di masa kini menuntut umat dan seluruh elemen yang terlibat dalam pelayanan telah memiliki environment dan habit digital. Saatnya Kolaborasi Pandemi Covid-19 terlalu perkasa untuk dihadapi sendiri. Pekerjaan sekecil apa pun dalam kaitan dengan pandemi ini, tak sanggup untuk kita selesaikan sendiri. Oleh karena itu kesadaran bahwa kita perlu bekerjasama dengan semua pihak yang berkehendak baik perlu diusahakan. Di balik semua usaha pelayanan di atas, sesungguhnya ada pendekatan spiritual yang dilakukan untuk menggerakkan semua orang yang terlibat menjadi kolaborator agar memiliki keprihatinan yang sama. Cura personalis merupakan salah satu pendekatan yang khas agar tercipta perjumpaan dari hati ke hati untuk melakukan aksi bersama. Salah satu contohnya adalah “Sapa Tim Medis HSPMTB” melalui zoom meeting telah melahirkan aksi Poli Online.  Di tengah kesibukan para dokter di masa pandemi, ternyata di antara mereka banyak yang bersedia bekerja sukarela (pro bono) dalam pelayanan untuk komunitas gereja. . Ada belasan doker dari Tim Medis yang membagi tugas dengan berjaga melalui pengaturan piket untuk melayani konsultasi umat dari pk 09.00 sampai pk 21.00 dari hari Senin sampai Minggu. Ini sungguh luar biasa! Saya bersyukur, Gereja tidak kehilangan peran mistiknya di tengah pandemi.  Kontributor : P. Walterus Teguh Santosa, S.J. – Paroki Tangerang

Pelayanan Masyarakat

Bertualang Menembus Fakta

Tahun 2021, Majalah Basis telah mencapai usia 70 tahun sejak pertama kali terbit pada 1 Oktober 1951. Dalam rangka menyambut ulang tahunnya, majalah sosial budaya ini menyelenggarakan rangkaian kegiatan bertajuk “Sekolah Basis” secara daring melalui platform Zoom (zoominar) pada 1 – 10 Juli 2021 setiap pukul 19.00-21.00 WIB.  Untuk menyelenggarakan kegiatan ini, Majalah Basis tidak bergerak sendiri. Majalah Basis bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu (KUK), Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), TribunNews, Periplus, Bentara Budaya, dan Jesuit Insight. Kesepuluh zoominar Sekolah Basis dengan beragam tema digelar guna “menembus fakta”, menyentuh kedalaman etika, politik, seni, pandemi, ekonomi, filsafat dan teologi. “Selama sepuluh hari kami mengajak para hadirin sekalian untuk bertualang, belajar, mengarungi kedalaman tema-tema seni, ekonomi, politik, filsafat, dan teologi yang menjadi kajian di Majalah Basis,” ujar Dr. A. Setyo Wibowo, Pemimpin Redaksi Majalah Basis.  Sepuluh tema yang ditawarkan adalah 1) Profil Majalah Basis, 2) Estetika Seni Adorno, 3) Etika Komunikasi di Era Digital, 4) Komunisme Masih Hidup?, 5) Albert Camus dan Pandemi, 6) Agama, Rasionalitas, dan Teologi Publik di Zaman Post-Sekular: Berdialog dengan J. Habermas, 7) Retorika, Semiotika, dan Hermeneutika: Belajar dari Intelektual Muslim Fakhr al-Din al-Razi, 8) Estetika dan Rasa, 9) Prospek Demokrasi di Era Kapitalisme Digital, 10) Kilas Balik Majalah Basis. Sementara itu para pembicara dan penanggap zoominar yang diikuti 400-600 peserta ini antara lain Bandung Mawardi, Dr. Rémy Madinier, Goenawan Muhamad, Dr. G.P. Sindhunata, Dr. J. Haryatmoko, Dr. Agus Sudibyo, Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, Prof. Hermawan Sulistyo, Ph.D., Prof. Dr. A. Sudiarja, Dr. A. Setyo Wibowo, A. Bagus Laksana, Ph.D, Dr. Fitzerald Sitorus, Dr. J.B. Heru Prakosa, Ulil Abshar Abdalla, Ayu Utami, Dr. B. Hari Juliawan, dan Yustinus Prastowo. Pemimpin Umum Majalah Basis, Dr. G.P. Sindhunata, menceritakan bahwa ketika menggantikan tugas budayawan Dick Hartoko, ia ingin membuat Majalah Basis lebih terkomunikasikan. Format lama Majalah Basis menjelang era Reformasi cukup ketinggalan, maka diganti dengan bentuk seperti sekarang. “Supaya tidak terlalu ilmiah, harus diberi warna yang lebih jurnalistik,” tutur filsuf sekaligus sastrawan dan wartawan ini. Oleh karena itu, Majalah Basis sejak di bawah asuhan Dr. G.P. Sindhunata senantiasa menggandeng para perupa, terutama dari Yogyakarta, yang ikut ambil bagian dalam perwajahan Majalah Basis. Inilah mengapa Majalah Basis mengusung tagline “Jurnalisme Seribu Mata”. “Hal ini juga untuk menghindari kesan elitis. Majalah Basis bukan majalah jurnal, majalah kebudayaan yang kering, atau majalah intelektual yang elitis, tetapi majalah yang mampu mengomunikasikan apa yang sulit, dalam, dan berbobot sehingga bisa dimengerti,” imbuhnya.  Ia pun melanjutkan, “Jurnalis yang mau menggali kedalaman itu bagaikan mempunyai seribu mata. Kita mau betul-betul inklusif, tidak eksklusif. Dengan segala mata yang kita punya, kita tidak meninjau hanya dari satu sudut saja. Maka, semboyannya adalah menembus fakta.” Apa yang ada dibalik fakta dilihat lebih dalam dengan intuisi, pikiran, dan pengolahan. “Dengan seribu mata kita memandang dan dengan kedalaman kita ingin melihat sesuatu,” pungkas penulis novel Anak Bajang Menggiring Angin ini. Selamat ulang tahun ketujuh puluh, Majalah Basis! Kontributor : Willy Putranta