Pilgrims of Christ’s Mission

Author name: Komunikator Serikat Jesus

Penjelajahan dengan Orang Muda

Sejalan dengan Gerak Serikat: Novis Belajar Universalitas Serikat

“Salah satu pokok yang paling penting bagi keberadaan Serikat bukan ada di rumah profes tetapi berada di jalan” Kata-kata Nadal tersebut bergema ketika kami membayangkan betapa Serikat tersebar secara global. Lima ratus tahun sesudahnya, kami yang memulai masa novisiat di Indonesia terpukau dengan Serikat Global lewat kegiatan-kegiatan yang kami ikuti secara live streaming. Mata, telinga, dan rasa kami diajak mengelilingi dunia, ketika kami melihat video Pater yang berkarya di JRS Afrika, sampai dengan doa yang dipimpin dengan bahasa Korea. Tidak hanya kegiatan menonton saja, akhirnya kami berpartisipasi dalam JCAP Novices Gathering (JNG) yang diadakan secara daring. Kami akan berbagi kisah dan perjalanan kami mencicipi universalitas Serikat.  Merayakan “Kekalahan” Pendiri Kita Satu minggu sebelum pembukaan tahun Ignatian pada bulan Mei 2021, kami fratres primi dan secundi diajak untuk membaca Autobiografi “Wasiat dan Petuah St. Ignatius Loyola”. Salah satu titik sentralnya adalah kekalahan Ignatius di Pamplona yang mengubah impian dan rencananya. Kemudian kami melakukan sharing tentang apa yang menjadi cannonball-moment dalam sejarah hidup kami. Dinamika ini dilengkapi dengan partisipasi secara live streaming acara pembukaan tahun Ignatian. Ada dua pesan Paus Fransiskus yang sangat mendalam: conversion is making Christ to be centered in our life and it is involved up and down, dan conversion is dialogue with God, ourselves, and others.  Bertitik tolak dari pesan Paus Fransiskus tersebut, dapat dirasakan bagaimana dinamika St. Ignatius yang pada awalnya memiliki ambisi untuk menyaingi St. Dominikus dan St. Fransiskus setelah membaca Flos Sanctorum, atau bagaimana ketika ia berjuang mati-matian untuk bisa berkarya di Yerusalem. Namun dari waktu ke waktu, ada pemurnian yang semakin mendalam. Ambisi dari St. Ignatius ini bisa merembet pada sebuah pertanyaan sebagai seorang novis: “Apakah mungkin seorang novis Jesuit mempunyai fiksasi akan masa depannya di Serikat?’ Cara unik pertobatan St. Ignatius melibatkan suatu petualangan, yang dia sendiri tidak tahu. Seorang yang berambisi untuk mengabdi Tuhan di Yerusalem pada akhir hidupnya harus terpaku pada satu meja dengan melakukan korespondensi dengan sahabat-sahabatnya di seluruh dunia. Inspirasi dari St. Ignatius ini seakan-akan memantik kesadaran bahwa berserah pada kehendak Allah dalam proses formasi adalah sebuah keharusan. Kami tidak tahu akan menjadi apa dan bagaimana proses pengabdian yang terbaik kepada Allah.  Tidak dapat dipungkiri bahwa berproses dengan penuh keterbukaan hati itu tidak selalu mudah. Akan tetapi ingatan akan kehangatan pertobatan menjadi sebuah kunci. Selalu ada kehangatan, cinta, pengampunan, dan pengampunan Tuhan atas kekelaman hidup sebelumnya. Inilah energi untuk terus mau berjuang dalam formasi.  Pesan sederhana Paus Fransiskus tersebut akhirnya membuat kami terus terbangun dari mimpi dan impian yang kurang tepat serta memunculkan kembali memori tentang dialog pertobatan. Terkadang, kami lebih suka merayakan kemenangan, tetapi perayaan kekalahan St. Ignatius memberi kami pelajaran tentang pertobatan.   Merasakan Kesatuan di Tengah Kesendirian Pada suatu sore Pater Magister mengajak kami untuk mengikuti doa bersama bagi Myanmar dan India yang diadakan bersama oleh JCAP (Jesuit Conference of Asia Pasific) dan JCSA (Jesuit Conference of South Asia). Pada saat itu, kudeta militer di Myanmar baru saja terjadi, sedangkan di India, virus Covid-19 sedang merajalela. Doa diadakan secara live melalui Zoom dan kami mengikutinya di Kapel Stanis menggunakan proyektor. Di lain kesempatan, kami juga mengikuti acara vigili St. Ignasius pada tanggal 30 Juli 2021.   Melalui kedua acara tersebut, kami diperkenalkan pada Serikat yang lebih luas dan global. Kami merasa berada dalam satu jaringan yang sama dengan mereka karena kami mengerti apa yang terjadi di negara-negara tersebut, apa yang menjadi ciri khas dari mereka dan karya Serikat macam apa yang ada disana. Doa bagi Myanmar dan India mengajak kami untuk menjadi pribadi yang memiliki empati, terutama bagi mereka yang tersingkir dan sedang dalam kesulitan besar. Saat mengikuti acara tersebut, kami ikut merasa sedih dengan kondisi yang terjadi di dua negara tersebut. Sempat ada perasaan useless karena tidak bisa melakukan apa-apa, tetapi kami juga sadar bahwa memang tidak ada yang bisa dilakukan selain berdoa bagi kedua negara tersebut. Dalam acara doa vigili St. Ignatius, kesatuan hati dan budi sungguh kami rasakan. Bahkan beberapa dari kami sampai bergumam bahwa “ternyata, saya menjadi bagian konferensi ini”.  Rasa menjadi bagian dalam Serikat yang lebih luas menjadi sebuah penghiburan penting bagi beberapa di antara kami. Secara tidak terduga, dalam kurun waktu sebelumnya, beberapa dari kami juga terjangkit virus Covid 19 dan harus menjalani karantina. Rasa kesepian akut sempat menghinggapi kami siang dan malam selama karantina. Apalagi saat itu, walau sudah kembali ke komunitas besar, kami belum bisa sepenuhnya beraktivitas secara normal. Kadang muncul rasa takut menularkan virus ini kepada teman-teman lainnya.  Melalui doa vigili ini, kami merasakan kebersamaan sebagai satu konferensi. Kami bersyukur bahwa kami berada dalam sebuah konferensi yang amat beragam. Kebersamaan dalam doa tersebut menyadarkan bahwa kami tidak pernah sendirian dalam Serikat. Kami akan selalu bekerja bersama Serikat universal dimanapun kami berada, bahkan ketika kami bekerja sendirian.  Bagi kami inilah makna universalitas Serikat. Kami yakin bahwa kami akan terus berada dalam jaringan Serikat Jesus dimanapun kami berada, karena kita sudah dipersatukan oleh bahasa yang sama, yakni Latihan Rohani, Konstitusi dan Autobiografi. Mengalami Kebersamaan Novis Lintas Negara Pada tanggal 6 sampai 8 Oktober 2021, kami mengikuti acara Jesuit Novices Gathering (JNG)  yang dikemas secara virtual. Sebelumnya, para novis di setiap provinsi diminta untuk menyiapkan gambaran situasi riil novisiat lewat pembuatan presentasi atau video kreatif. Kami memulai persiapan JNG lewat pembuatan video perkenalan novisiat dan acara English Week. Menariknya, para patres Domus Patrum (DP) turut terlibat dan mendukung sepenuhnya program ini. Beberapa dari kami terlihat berjuang keras memaksa diri berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Seiring dengan berjalannya waktu, persiapan kami mengikuti JNG menjadi matang. Kami membuat video yang berisi empat tema berbeda: konteks, program, struktur, dan proses novisiat di Indonesia. Ada yang mengemas dalam bentuk mini talk show, one minute homily, dan presentasi.  Ketika pelaksanaan JNG, ada momen menarik. Saat itu ada seorang novis dari luar Indonesia yang bertanya kepada kami “What is your *blank*”. Kami kebingungan karena tidak bisa menangkap kata-kata yang diucapkan. Kami saling melihat satu sama lain. Kami menduga dan tidak berhasil menebaknya. Akhirnya Pater Magister novis tersebut berteriak di mic “ your happy moment!”. Satu ruangan serentak berbicara “Oh!” lalu, Pater Chris Dumadag tertawa sambil mengetik di

Penjelajahan dengan Orang Muda

Probasi Identik di Masa Penuh Harap Cemas

Novisiat adalah tempat di mana para novis mulai meniti jalan panggilan mereka sebagai Jesuit. Ada banyak istilah penyebutan untuk novisiat.  Salah satunya yang cukup sering digaungkan adalah rumah percobaan. Ignatius merancang sedemikian rupa sehingga dalam Konstitusi disebutkan ada enam bentuk probasi yang harus dialami oleh para novis. Keenam probasi tersebut adalah Latihan Rohani (probasi pertama dan utama), bekerja di rumah sakit, mengerjakan pekerjaan dalam rumah Serikat yang rendah dan hina, memberikan khotbah, dan mengajarkan agama. Novisiat didesain untuk suatu tujuan utama yakni menumbuhkan dan mengembangkan relasi personal mendalam dengan Allah. Relasi personal tersebut diperdalam melalui latihan-latihan rohani, hidup harian dan tentunya probasi. Probasi membantu para novis untuk memperdalam pengenalannya akan dirinya, Allah dan Serikat sehingga diharapkan melaluinya mereka dapat menemukan siapa diri mereka sebenarnya, motivasi panggilannya yang terdalam dan jawaban “ya” secara mantap dan bulat untuk mengikuti Tuhan melalui jalan panggilan di Serikat.  “Septima Probatio” Formasi novisiat tahun ini diawali dengan sebuah probasi yang tidak terduga. Kegembiraan yang seharusnya muncul di awal formasi, tidak tampak, tergantikan kecemasan di dalam ketidakpastian. Kedatangan novis primiyang baru bersamaan pula dengan meningkatnya penyebaran virus Covid-19 varian Delta. Protokol penerimaan novis baru pun dibuat.  Masing-masing kandidat melakukan tes swab sebelum masuk dan diadakannya masa isolasi mandiri di KSED Bandungan selama kurang lebih dua minggu. Tanpa diduga satu per satu kandidat bertumbangan terpapar Delta, demikian halnya dengan semua novis secundi yang berada di novisiat. Jumlah novis primi yang terpapar oleh Covid-19 berjumlah tujuh orang; satu novis primi sudah terkena di rumah, sisanya novis secundi. Novisiat dihadapkan pada situasi extraordinary dan sulit. Meskipun segala bentuk antisipasi sudah dirancang dan diaplikasikan dengan baik, sebaran virus tidak bisa dikendalikan dan dicegah. Terpaparnya para novis oleh virus Covid-19 membuka lembaran baru dalam sejarah novisiat. Momen penting dan bersejarah di mana Allah berkarya dalam setiap langkah, Dia selalu berkarya (God is always at work). Pandemi menjadi momen berahmat untuk kembali masuk ke dalam inti tujuan novisiat, yakni memperdalam relasi personal yang mendalam dengan Allah. Pandemi juga dalam arti tertentu merupakan probasi yang melengkapi dan menambahi enam probasi yang sudah ada. Para novis dan formator diundang untuk masuk ke kedalaman refleksi akan Allah yang senantiasa merenda sejarah keselamatan-Nya dalam sejarah.  Pandemi membuka ruang bagi para novis untuk merelakan diri menjalani probasi selama pandemi. Bagi mereka yang terpapar virus Covid-19 ataupun bagi yang tidak terpapar merasakan pula dampak yang tidak ringan. Mereka yang sakit bergulat dengan sakit, kerapuhan dan kesendirian selama masa isolasi sembari menanti dan berharap akan kesembuhan. Mereka yang tidak terpapar, penuh dengan kecemasan dan ketakutan “jangan-jangan aku terpapar” dan sebagainya. Mereka pun dipaksa untuk terus menerus berada di dalam kamar masing-masing. Bahkan, ketika turun dari Bandungan mereka masih harus menjalani lima hari IMUT (Isolasi Mandiri Untuk Transit) sebagai “Kartusian” di rumah retret. Tidak hanya para novis, para formator pun menjalani probasi karena terus diajak berpikir ulang setiap harinya dalam menentukan formasi di dalam hari-hari yang tidak pasti. Agenda pun menjadi sesuatu yang relatif. Yang lebih penting adalah kesehatan para novis yang terpapar dan yang belum terpapar. Tentulah, tentang kapan dan bagaimana memulai formasi bagi para novis menjadi tantangan yang tidak mudah karena start yang tidak bisa sama. Pengaturan kubikel1 dan dormit2 yang sebelumnya telah dibuat, diubah dan diatur ulang mulai dari awal. Maka, ungkapan pandemi Covid-19 menjadi probasi “ketujuh” di novisiat mendapatkan maknanya. Perbedaan probasi ini dari probasi-probasi yang lain terletak pada kenyataan bahwa itu semua di luar apa yang dapat ditanggung dan diantisipasi oleh manusia. Tidak pernah ada yang merencanakan bahkan menduga akan mengalami probasi Covid-19 ini. Namun, ternyata banyak yang justru menjadi kesamaan dan senada dengan probasi-probasi yang ada di novisiat yang direncanakan dan diatur sedemikian rupa oleh Serikat. Probasi Covid-19 menjadi ujian sekaligus pembuktian (verifikasi) bagi kemantapan panggilan mereka, apakah mereka menyerah hanya karena terpapar Covid-19 atau bisa bangkit.  Probasi Covid-19, bagi mereka yang terpapar maupun tidak, menempatkan mereka acapkali pada situasi batas dari diri mereka; kesepian, kesedihan, penderitaan, ketakberdayaan dan tanpa harapan pun muncul menjadi pergulatan sehari-hari. Relasi dengan Tuhan dalam doa pun sudah pasti berkembang dalam situasi yang tidak mudah ini. Bahkan, mereka menjadi semakin mampu merefleksikan kembali keberadaan mereka di hadapan Tuhan Sang Pencipta. Dalam kesendirian isolasi mandiri yang dijalani, mereka menjadi semakin mampu mengenali diri mereka sedikit demi sedikit dengan segala kerapuhan, kekuatan dan kerinduan terdalam mereka. Asas dan Dasar Pengalaman terbaring di ranjang karena positif virus Covid-19 tidak selamanya buruk, kusut dan menyedihkan. Seperti bingkisan yang terbalut kertas koran, ada cendera mata yang Tuhan titipkan kepada setiap orang yang menerimanya. Memang tidak dapat disangkal, disposisi batin pertama kali mendengar kabar kalau positif adalah tidak terima, kalut, kacau dsb. Namun, perlahan-lahan persepsi tersebut mulai berubah. Mengapa demikian?  Para novis primi yang kala itu sedang dalam masa kandidatur mengalami kedatangan saudara sakit. Semua panik dan was-was. Muncul pikiran jangan-jangan setelah dia, pasti aku juga ikut terjangkit. Ada pula yang merasa down menghadapi situasi tersebut. Dalam masa pemulihan isolasi mandiri pun juga bergulat dengan keadaan sakit. Mereka mengalami penciuman yang mulai menghilang, tidak bisa lagi membedakan mana bau wangi kulit jeruk dengan minyak kayu putih. Ketajaman lidah mereka diuji saat meminum minuman yang disediakan kala itu. Ada yang setelah mencicipinya mengatakan bahwa ini minuman teh oca, ada yang membantahnya dengan mengatakan bahwa itu air madu dan ada pula yang memberikan testimoni itu air setup. Semua testimoni tersebut dirasa masih kurang valid. Maka, setelah diklarifikasikan kepada perawat ternyata tidak diduga sama sekali oleh sekalian para penyintas Covid-19 bahwa minuman tersebut adalah “air teh obat tapak liman” yang merupakan minuman favorit salah satu romo di Girisonta. Untungnya, nasib hoki masih melindungi salah seorang novis yang sudah menghabiskan dua gelas sebab menurutnya itu teh oca.   Sebagaimana dalam Asas dan Dasar Latihan Rohani nomor 23 yang menjadi gerbang awal memasuki Latihan Rohani, demikian pula probasi Covid-19 ini menjadi Asas dan Dasar (gerbang) untuk masuk ke dalam minggu kedua dan terutama minggu ketiga, yakni pengalaman salib (disalib bersama Yesus) hingga akhirnya pengalaman bangkit bersama Yesus dalam kehidupan sehari-hari. Dikatakan sebagai gerbang karena probasi ini mengawali probasi pertama bagi Novis Primi dan sekaligus menjadi bentuk pengejawantahan Kontemplasi Ad Amorem bagi

Penjelajahan dengan Orang Muda

Formasi Novisiat Serikat Jesus: Penantang dan Pengarung Zaman

PENGANTAR Memasuki tahun ketiga pandemi Covid-19, dunia semakin beradaptasi. Perubahan demi perubahan dan berbagai macam penyesuaian dilakukan. Berbagai usaha untuk menjaga roda kehidupan berputar, senantiasa dievaluasi dan diperbarui oleh setiap pihak. Gereja Katolik Indonesia menjadi salah satu pihak yang ikut berjuang dalam proses perubahan dan penyesuaian ini. Misa-misa di paroki dibatasi dan dilakukan secara daring. Sekolah-sekolah katolik harus memutar otak agar pendidikan karakter para murid tetap terjaga dalam situasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kunjungan ke karya-karya sosial tak seluwes dulu. Mobilitas fisik umat katolik menjadi terbatas. Semua bagian Gereja, dari pendidikan, paroki hingga sosial terdampak dan harus melakukan banyak perubahan. Lalu, bagaimana dengan bagian formasi?  Atau lebih spesifik lagi, formasi para novis Serikat Jesus Provinsi Indonesia? Perubahan dan penyesuaian semacam apa yang telah mereka lakukan? Apakah ini semua akan berdampak pada kualitas para Jesuit muda? Kami akan memberikan gambaran umum mengenai seluk-beluk formasi Jesuit pada tahap novisiat di situasi Covid-19. Sebagai novis, kami merasa bersyukur dapat memberikan gambaran sederhana mengenai segala perubahan dan penyesuaian yang kami alami di tengah pandemi Covid-19. Kami berharap agar pembaca sekalian, sembari membaca, sesekali berhenti dan memejamkan mata sejenak untuk merasakan sensasi hidup di novisiat. Pastikan Anda duduk di tempat yang nyaman dan bersiaplah untuk kami bawa ke ‘dunia lain’.  KAWAH CANDRADIMUKA Novisiat Serikat Jesus Indonesia terletak di daerah Ungaran, Kabupaten Semarang. Novisiat yang dikenal dengan nama Novisiat St. Stanislaus, Girisonta yang sudah ada sejak tahun 1931 ini, terus berdiri dengan kokoh sebagai kawah Candradimuka bagi para Putra Ignatius. Dalam rentang waktu itu, Novisiat Serikat Jesus telah menjadi saksi sejarah yang panjang, sembari melewati berbagai macam tantangan zaman. Setiap tantangan yang dilalui, telah, sedang, dan akan selalu menghadirkan warna formasi yang unik.  Namun, apakah itu mengubah kualitas para Putra Ignatius yang digemblengnya? Tentu tidak. Setiap tantangan zaman yang hadir justru dijadikan sebuah kesempatan berharga untuk semakin membentuk diri terdalam setiap Jesuit. Sepanjang 90 tahun kiprahnya, Novisiat Serikat Jesus semakin membuktikan dirinya sebagai ‘penantang’ dan ‘pengarung’ zaman yang tak gentar menghadapi tantangan yang menghampirinya. Seluruh proses penyesuaian formasi dan tantangan yang menyertai justru dijadikan kesempatan untuk menciptakan banyak pengalaman formasi yang baru.  DOMUS PROBATIONIS (RUMAH PERCOBAAN) Novisiat merupakan waktu penyemaian paling awal benih-benih panggilan para Jesuit muda. Dalam masa novisiat ini, para novis dibimbing dan dibentuk oleh Allah, melalui berbagai macam percobaan dan pengalaman yang diberikan oleh Serikat. Tujuan dari percobaan dan pengalaman itu adalah untuk menguji dan memeriksa keberadaan panggilan Allah serta kedewasaan dan kemerdekaan para novis untuk mengikuti Allah dalam Serikat. Dan para novis memang sungguh-sungguh dicoba untuk menunjukkan keaslian motivasi mereka dalam menanggapi panggilan Allah. MEN OF SPIRITUAL EXERCISES Di novisiat, para novis diajak untuk mengalami Allah secara personal melalui berbagai macam kegiatan. Salah satunya dan yang menempati tempat paling utama dalam formasi para novis adalah Latihan Rohani 30 Hari. Latihan Rohani sebagai kharisma Serikat dan titik awal pembinaan, menjadi sarana yang membantu para novis untuk menyadari dirinya sebagai pendosa yang senantiasa dikasihi oleh Yesus secara personal, sama seperti yang dialami St. Ignatius Loyola dulu. Kesadaran ini mendorong para novis untuk menanggapi cinta Yesus dengan meneladani-Nya dalam segala kondisi, bahkan yang tersulit sekalipun. Percobaan-percobaan lain yang dijalani para novis menjadi sarana untuk memperkuat relasi personal dengan Yesus yang terjadi dalam Latihan Rohani. Dari segala macam gelar atau julukan yang disematkan pada Jesuit, manusia Latihan Rohani adalah julukan yang paling tepat. IDENTITY, MISSION, COMMUNITY Kegiatan harian novisiat memang padat, dimulai dari pukul 05.00 hingga 22.00 WIB. Secara umum kegiatan hariannya adalah doa pribadi (dua kali sehari, masing-masing satu jam), sarapan, kelas, opera (kerja tangan), eksamen (pemeriksaan batin), siesta (tidur siang), bacaan rohani, Ekaristi, studi pribadi, persiapan doa, eksamen lalu tidur malam. Melalui kegiatan harian ini, para novis dididik dan dibentuk dalam aspek kerohanian, komunitas, rasa memiliki, dan kerasulan.  Probasi atau percobaan yang dijalani oleh para novis menjadi salah satu dasar pembentukan cara bertindak Serikat sebagai cara hidup mereka. Berbagai macam aspek ke-Jesuitan  ditanamkan melalui probasi-probasi ini, seperti kerohanian, kerasulan, hingga komunitas. Dalam menghadapi berbagai macam probasi, para novis akan langsung berhadapan dengan diri mereka sendiri dan melihat siapa mereka sesungguhnya. Ini semua nantinya akan menentukan identitas, perutusan, dan komunitas mereka sebagai seorang Jesuit sejati.  BERJASA TANPA TANDA JASA Proses formasi di novisiat melibatkan banyak pribadi yang hadir sebagai formator (pembimbing) untuk membina dan membimbing para novis. Dari sekian banyak pribadi yang hadir, Allah merupakan formator utama bagi para novis, melalui sarana-sarana manusiawi yang menunjang. Formator kedua adalah para novis sendiri. Dengan kedewasaan dan kebebasan yang bertanggung jawab, para novis belajar untuk berani memutuskan, menjalani, dan menghidupi pilihan-pilihannya, yang akan membentuk identitas ke-Jesuitan mereka. Formator ketiga adalah para Jesuit yang ditugaskan di novisiat untuk menemani para novis, seperti Magister dan Socius Magister. Kehadiran mereka menjadi sarana bagi Allah dan Serikat untuk hadir secara langsung menemani dan membimbing para novis. Dari para formator Jesuit inilah para novis dapat melihat dan belajar menghidupi cara bertindak Serikat yang nyata.  Namun, formator tidaklah sebatas para Jesuit saja. Para karyawan kompleks novisiat, bahkan orang-orang luar pun dapat hadir sebagai formator yang membantu pembinaan para novis. Percobaan yang dijalani para novis mengharuskan mereka untuk berjumpa dengan masyarakat luar. Perjumpaan-perjumpaan ini membantu para novis menyadari realitas dunia luar yang terjadi. Seluruh bekal dari pembinaan yang dijalani akan menjadi berarti ketika para novis mampu mengejawantahkannya dalam kehidupan setelah di novisiat nanti.  NO MANUAL BOOK Formasi tidaklah didasarkan pada manual book perakitan pesawat, yang langkah demi langkahnya mutlak diikuti. Jika tidak sesuai, maka gagal terbang. Novisiat bukanlah tempat perakitan pesawat. Jawaban berbeda pasti akan didapat jika seseorang bertanya kepada beberapa Jesuit mengenai pengalaman mereka ber-novisiat, sekalipun berada dalam satu angkatan. Formasi dapat berjalan secara unik, seturut dengan apa yang dirasa lebih membantu  pribadi menemukan kehendak Allah dengan melihat gerak dari Roh Allah, Ini yang menjadi kunci dalam formasi Serikat Jesus. Kesadaran bahwa setiap Jesuit yang dibina itu unik. Pada situasi normal, probasi yang diberikan kepada para novis adalah Latihan Rohani, Eksperimen Dalam Rumah, Eksperimen Luar Rumah, peregrinasi (berziarah  tanpa bekal selama sepuluh hari), dan probasi hidup harian seperti berkomunitas, memimpin ibadat, hingga tanggung jawab tugas rumah. Dalam proses menghidupi setiap probasi itu, para

Karya Pendidikan, Penjelajahan dengan Orang Muda

Penggalakkan PjBL Merdeka Belajar!

PjBL (Project Based Learning) merupakan salah satu pendekatan atau metode pembelajaran yang sedang dikembangkan untuk mewujudkan Merdeka Belajar. Salah satu sekolah yang sudah menerapkan metode PjBL ini adalah SD Kanisius Kenalan, Magelang sejak tahun 2011. Penerapan ini menarik inisiatif Lembaga Kupuku Indonesia untuk mengadakan workshop dengan tema Project Based Learning Berbasis Kearifan Lokal, dalam kerja sama dengan Global Compact Network Indonesia (IGCN) dan Yayasan Kanisius Cabang Magelang. Kegiatan ini diselenggarakan dalam dua sesi, yaitu pada Sabtu, 19 Maret 2022 dan Sabtu, 26 Maret 2022, dengan dua tema yang saling berkorelasi satu sama lain. Tujuan workshop ini adalah untuk mengembangkan kapasitas kepala sekolah, guru, dan orang tua dalam mendidik anak. Kurang lebih ada 700 orang yang terdiri atas kepala sekolah, guru, dan orang tua dari berbagai jenjang pendidikan yang mendaftar dan mengikuti via Zoom dan Youtube Channel.  Dalam workshop sesi pertama, Bapak Yosef Onesimus Maryono, S.Pd., Kepala Sekolah dan Praktisi PjBL SDK Kenalan Magelang, mengisahkan bahwa SDK Kenalan yang berdiri sejak tahun 1930 sempat terancam ditutup oleh Yayasan karena semakin menurunnya jumlah murid. Para guru pun mencari cara agar SD ini tetap bertahan, salah satunya dengan melakukan upaya pendidikan yang memerdekakan anak. Akhirnya pada tahun 2007 diciptakanlah Komunitas Republik Anak Kenalan (RAK) yang diimajinasikan seperti lembaga pemerintahan Indonesia. Komunitas ini memiliki presiden, wakil presiden, dan para menteri yang dijabat oleh anak-anak SDK Kenalan. Rado (kelas V) sebagai presiden dan Dimas (kelas V) sebagai wakil presiden periode Januari-Juni 2022 bersama menteri-menterinya belajar berorganisasi dengan berbagai aktivitas dan pilihan minat. Ibu Vincentia Orisa Ratih Prastiwi, S. Pd., guru kelas V dan guru pendamping Republik Anak Kenalan (RAK), menyampaikan bahwa RAK menghidupi dan memperjuangkan nilai cinta kasih, kebersamaan, kesetaraan, kedisiplinan, ketekunan, kemerdekaan, totalitas, dan kebenaran. Dinamika kegiatan RAK adalah pemilu, rapat kabinet, forum anak, kegiatan rutin, dan pengembangan diri sehingga proses pembelajaran menjadi lebih berpusat pada anak. RAK mempermudah implementasi PjBL di SD Kanisius Kenalan. Selain itu, guru memiliki kemerdekaan dalam mengintegrasikan kurikulum nasional dengan tema-tema kontekstual yang dekat dengan alam, sosial, dan budaya sebagai sumber belajar.  Narasumber Dr. Elih Sudiapermana M. Pd. sangat mengapresiasi dan mendukung program-program kegiatan berbasis project yang memerdekakan guru dan anak seperti yang telah dilakukan oleh SD Kanisius Kenalan, Magelang. Beliau menyampaikan bahwa penguatan materi bisa dilakukan tanpa harus melalui banyak ceramah “transfer of knowledge,” namun guru harus lebih mendorong anak untuk ceria dalam mengikuti pembelajaran, komunikatif, kolaboratif, inovatif, rasa ingin tahu yang banyak, berusaha mencari pemecahan masalah, serta mau belajar mandiri berkelanjutan.”  Workshop sesi kedua dengan topik Implementasi Project Based Learning yang Kontekstual menghadirkan dua narasumber, yaitu Bapak Yosef Onesimus Maryono, S. Pd dan Ibu Agustina Prima Susanti, S. Pd. Dalam sesi ini mereka membagikan program Niti Belik Berkahing Khalik atau disingkat Tilik Belik (menengok belik) sebagai salah satu program kegiatan SD Kanisius Kenalan yang memanfaatkan momentum hari Air Sedunia (22 Maret 2022). Melalui Tilik Belik, anak-anak belajar untuk mengorganisasi komunitas dan dirinya sendiri. Kegiatan tilik belik bertujuan agar anak mengetahui keadaan sumber mata air, keluasan belik, debit air, kebersihan belik, mengetahui pemanfaatan sumber mata air oleh masyarakat sekitar, dan menghargai air (valuing water). Anak diajak melakukan perjalanan (ekspedisi) melihat dan mengenali belik dan memberikan pemahaman bahwa air adalah ibu kehidupan, yang menciptakan, dan memberikan kehidupan bagi makhluk hidup. Di mana ada air, di situ ada kehidupan.  Tindak lanjut dari kegiatan webinar ini adalah dibuatnya whatsapp group (WAG) oleh tim Kupuku Indonesia untuk memfasilitasi para peserta yang semakin bersemangat dalam upaya mengimplementasikan pendekatan PjBL di sekolah masing-masing di bawah Yayasan Kanisius Cabang Magelang (YKCM). Kontributor : Agust Marwanto – YKC Magelang

Pelayanan Gereja

Tangerang Kota Benteng Toleransi

Salah satu tantangan pastor paroki ialah membangun kehidupan bersama dan toleransi antara umat paroki dan dengan umat beragama lain. Upaya ke arah itu, terutama dalam interaksi dengan umat beragama lain dibangun dengan komunitas lintas iman dan saling berjumpa antara pemuka agama. Di Paroki St. Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda, saya bersama Ignatius Arie Tetahelu (DPH Koordinator Bidang Kesaksian) dan Pater Ignatius Suryadi Prajitna, S.J. sering bertemu tokoh-tokoh muda lintas iman dari enam agama yang ada. Juga ada FKUB yang menjadi wadah formal pertemuan antara tokoh-tokoh agama. Pada 27 Februari 2022, bersamaan dengan ulang tahun kota Tangerang ke-29, para pemuka dari perwakilan 6 agama menyerukan dan menandatangani deklarasi Tangerang Kota Benteng Toleransi. Kata benteng memang akrab di telinga masyarakat umum seperti Cina Benteng. Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB) sendiri berlokasi di kampung Benteng Makasar. Banyak jalan menggunakan nama benteng, seperti Jalan Benteng Betawi, Jalan Benteng Jaya, Jalan Benteng Makasar, dll. Raphael Udik Yunianto sebagai anggota FKUB wakil Katolik kota Tangerang mengatakan bahwa deklarasi ini menjadi usaha membangun image dan branding Kota Tangerang sebagai kota yang lebih toleran.  Deklarasi tersebut diselenggarakan secara hybrid mengingat puncak Omincron yang sedang terjadi.  Deklarasi tersebut diikuti para tamu undangan yang hadir di aula MUI Kota Tangerang. Sekitar 2,000 partisipan mengikuti secara online melalui zoom meeting. Banyak yang lain mengikuti melalui Youtube Channel dan MUITV Kota Tangerang. Walikota Tangerang Arief Wirmansyah mendukung Deklarasi Tangerang Kota Benteng Toleransi. Salah satu tokoh yang memberikan sambutan apresiatif adalah Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwahid ketua BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Beliau mengajak setiap elemen masyarakat untuk menyebarkan semangat toleransi dan perdamaian. Tangerang sebagai kota penyangga Jakarta memiliki sumbangan langsung bagi Ibu Kota Negara.  Pada acara seruan deklarasi tersebut, OMK (Orang Muda Katolik) Paroki Tangerang dipercaya menjadi petugas paduan suara untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Padamu Negeri. Saya merasa bersyukur dan bangga bahwa dalam setiap acara gereja orang Katolik di Tangerang mulai terbiasa menyanyikan lagu kebangsaan. Seruan deklarasi tersebut disambut positif oleh jajaran pemerintah Kota Tangerang. Oleh karena itu, pada 22 Maret 2022 dikukuhkan Pengurus Forum Benteng Toleransi Kota Tangerang dan diserukan kembali Tangerang Kota Benteng Toleransi yang ditandatangani oleh enam wakil agama, bersama Walikota, Dandim, Kapolres, dan Ketua MUI. Semoga deklarasi ini mampu memperkuat nilai-nilai toleransi dan saling menghargai antara sesama umat beragama, dan warga masyarakat yang hidup berdampingan di Tangerang. Kontributor : P. W. Teguh Santosa, S.J. – Pastor Paroki Tangerang

Karya Pendidikan

“Kita Tidak Sama, Kita Kerja Sama”

TAKOL (TEMU ALUMNI KOLESE) 2022 TAKOL (TEMU ALUMNI KOLESE) yang berlangsung di Kolese Mikael, Surakarta merupakan acara penutup dari rangkaian acara perayaan 15 Tahun AAJI (Asosiasi Alumni Jesuit Indonesia) yang jatuh pada 3 Maret 2022. Sebelumnya telah berhasil diselenggarakan kegiatan kolaborasi seperti Turnamen Sepak Bola di GBK (Gelora Bung Karno), Friendship Golf Tournament, & Start Up Talk. Acara di Kolese Mikael sendiri diorganisasi oleh rekan-rekan dari IKAMI (Ikatan Alumni Kolese Mikael) yang juga merupakan bagian dari rangkaian acara perayaan 60 Tahun Kolese Mikael, Surakarta.  Dengan segala keterbatasan di masa PPKM, acara TAKOL dipersiapkan dengan sangat baik oleh rekan-rekan panitia. Persiapan di tempat acara juga sangat memadai bahkan melebihi ekspektasi. Kegiatan dibuka sejak Jumat Malam (4/3) dengan Welcoming Dinner di hotel yang dilanjutkan dengan ramah tamah di mana para peserta saling berinteraksi satu sama lain. Keesokan harinya, yakni hari Sabtu (5/3) pagi diadakan kegiatan gowes/lari/jalan menyusuri kota Solo yang dilanjutkan sarapan pagi khas Solo seperti soto, nasi liwet, teh, dan kopi. Sebelum break siang, diadakan permainan khas ATMI yakni “ngikir dan nggergaji.”  Pada saat break siang, diadakan acara non formal di guest house. Acara ini merupakan acara sharing session dengan para Jesuit tentang Spiritualitas Ignatian, Development Office, dan Jesuit Refugee Service. Acara ini dihadiri juga oleh Pater Provinsial Benedictus Hari Juliawan, S.J., Pater Vincentius Istanto Pramuja, S.J. (Rektor ATMI), dan beberapa pater Jesuit lainnya.  Acara dilanjutkan sore hari yang dimulai dengan kegiatan Start Up Talk  dengan pembicara dari alumni Kolese Mikael dan dilanjutkan dengan Misa Syukur Perayaan 15 Tahun Asosiasi Alumni Jesuit Indonesia secara konselebrasi. Kegiatan TAKOL ditutup dengan makan malam bersama dengan menu gudeg dan angkringan yang diiringi pertunjukan musik band dimana antar peserta juga dapat saling ngobrol santai berjejaring.  Secara khusus yang berkesan dari Pater Benny, SJ pada saat homili, “Apa sih godaan dari para-Alumni? Godaan pertama pasti menonjolkan identitas masing-masing kolese bahwa saya adalah yang ISTIMEWA. Sudah 15 Tahun AAJI berdiri dan kita masih bergumul dengan identitas. Namun, walau semua orang harus punya identitas inilah saatnya kita berkolaborasi, saatnya kita berpikir tidak hanya diri kita sendiri. Oleh karenanya, di awal masa Prapaskah ini kita mohon rahmat untuk bisa bekerja sama walau kita berbeda dan berasal dari berbagai latar belakang dan kebanggaan masing-masing.” Cheers! AMDG! Kontributor : FX Krishna Juwono – AAJI

Prompang

Menemani Panggilan di Masa Pandemi

Dalam masa pandemi tentu karya pelayanan maupun formasi kita sebagai Jesuit terus berusaha berjalan dengan mencari bentuk-bentuk baru. Di tengah itu semua, kita sebagai Serikat juga tidak melupakan proses regenerasi yang konkretnya berupa harapan kita bahwa ada pemuda-pemuda yang secara bebas dan gembira tertarik untuk menapaki jalan hidup mereka sebagai Jesuit. Oleh karena itu, Program Pendampingan Promosi Panggilan (Prompang) Serikat Jesus juga ikut mencari bentuk, mengevaluasi kinerja selama ini, dan memiliki harapan serta arah ke depan untuk melanggengkan proses regenerasi tersebut, bahkan di tengah situasi pandemi. Program Prompang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi setiap pemuda yang tertarik masuk Serikat Jesus untuk berproses dalam dua hal pokok, yaitu mengenal diri sendiri (sejarah hidup, motivasi, dsb.) dan mengenal Serikat. Dua hal inilah yang akan menjadi landasan bagi mereka untuk menentukan pilihan hidup. Pada masa sebelumnya, Program Prompang tentu dijalankan secara tatap muka dengan pembagian regio Jakarta dan Yogyakarta. Semenjak pandemi, rekoleksi bulanan yang menjadi kegiatan pokok Prompang terpaksa dialihkan dalam bentuk daring. Tentu ada banyak kelemahan dari model ini yang paling tampak dalam kendala melatih doa dasar, percakapan rohani, community building, dan kesempatan mengenal para peserta secara langsung. Kendati demikian, model daring juga membuka peluang eksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru, yaitu bisa memanggil para Jesuit dari seluruh penjuru provinsi untuk mengisi materi, rekoleksi region Jakarta & Yogyakarta yang bisa dilakukan bersama, dan terakomodasinya banyak peserta dari luar Jawa. Setelah mengantar tiga solisitan angkatan 2021, pada tahun 2022 ini Program Prompang dimulai dengan rekoleksi pembuka pada tanggal 12-13 Februari 2022. Ada 24 pemuda yang memutuskan mendaftar untuk mengikuti Program Prompang ini. Ada yang berdomisili di Lampung, Jakarta, Bekasi, Cimahi, Bandung, Yogyakarta, Ketapang, Surabaya, Medan, Ambawang (Kalimantan), dan Jayapura. Latar belakang masing-masing dari mereka juga beraneka ragam, dari yang masih menjalani studi dari berbagai universitas (termasuk Universitas Sanata Dharma) sampai yang sudah bekerja dalam beraneka ragam profesi. Menggembirakan juga bahwa beberapa peserta lulusan kolese-kolese Jesuit. Koordinator Tim Prompang Serikat Jesus saat ini adalah Pater Paulus Prabowo, S.J. yang dibantu dua tim regio. Di regio Jakarta terdapat Pater Wahyu, Pater Okta, Fr. Upet, Fr. Teilhard, dan Fr. Cahyo. Di regio Yogyakarta-Jawa Tengah terdapat Pater Pieter, Pater Ardi, Br. David, Br. Marsono, Fr. Andre, dan Fr. Adit. Baru-baru ini, Tim Prompang telah selesai menyusun buku Pedoman Promosi Panggilan yang merupakan pedoman bahan rekoleksi bulanan selama periode satu tahun. Dalam Program Prompang, rekoleksi bulanan diadakan setiap hari Sabtu hingga Minggu kedua dalam bulan tersebut dengan tema-tema seputar pengenalan diri, Serikat Jesus secara institusional, spiritualitas dan doa Ignatian, motivasi panggilan, karya-karya Serikat, dan sebagainya sesuai alur dalam buku pedoman. Rekoleksi bulanan diawali dengan berbagi pengalaman pribadi selama satu bulan terakhir dalam kelompok-kelompok kecil melalui breakout room. Kemudian, terdapat sesi pertemuan pertama dengan tema tertentu bersama romo atau bruder Jesuit pada malam harinya. Setelah sesi tersebut, hari ditutup dengan eksamen dan persiapan doa keesokan harinya. Pada hari Minggunya, acara diawali dengan doa pagi terpimpin dan dilanjutkan dengan waktu pribadi seperti makan pagi dan persiapan untuk sesi pertemuan yang kedua. Setelah itu, peserta diberi waktu untuk refleksi pribadi berkaitan dengan tema yang dibahas pada saat itu. Rangkaian rekoleksi ditutup dengan pleno dan Ekaristi bersama secara daring. Di luar waktu rekoleksi, para peserta juga berwawancara secara daring setiap bulan dengan para pendamping Prompang dan mengumpulkan refleksi. Selain rekoleksi bulanan, Prompang juga tetap ikut berusaha menghadirkan wajah Serikat di media sosial. Konten-konten Prompang di Instagram, Facebook, dan Twitter berusaha memperkenalkan Serikat Jesus dalam kemasan yang ringan, singkat, dan kaya ilustrasi. Beberapa konten ikut berusaha mendukung peringatan 500 tahun pertobatan Ignatius dan ulang tahun Provindo dengan mengulas sejarah Serikat di Indonesia dan reportase atas seri webinar sejarah Provindo. Proses pendampingan panggilan ini juga merupakan proses pembelajaran tersendiri bagi para Jesuit yang terlibat di dalamnya, terutama para frater ad extra yang berinteraksi langsung dengan para peserta. Tentu masih ada aneka hal yang perlu para frater kembangkan, misalnya saja kemampuan untuk mengenali seseorang secara mendalam. Akan tetapi, lebih dari itu, promosi panggilan juga merupakan perutusan setiap Jesuit melalui karya, cara hidup, dan hospitalitas masing-masing. Hal ini ditegaskan oleh Pater Jenderal Arturo Sosa dalam suratnya kepada seluruh Serikat tanggal 12 April 2021 yang mengundang setiap Jesuit untuk membangun “budaya promosi panggilan.”  Pada akhirnya, di tengah segala keterbatasan—baik dari sisi pendampingan maupun teknis pertemuan—semoga Prompang tetap bisa menemani pemuda-pemuda ini untuk semakin mengenal Serikat Jesus tetapi juga pertama-tama mengenal kehendak Tuhan dalam diri mereka. Pater Jenderal juga mengingatkan bahwa promosi panggilan bukan hanya usaha manusiawi kita untuk meregenerasi sebuah institusi, tetapi juga senantiasa membutuhkan doa-doa kita pada Tuhan. Kontributor : Fr. Ag. Lanang Panji Cahyo, S.J. – Prompang SJ

Provindo

Webinar dan Bedah Buku Yesuit dan Muslim

Provindo kembali menyelenggarakan webinar (seri kelima), yang mengulas tema seputar dinamika kehadiran Yesuit di tengah kaum Muslim di Indonesia, pada Minggu, 13 Maret 2022 yang lalu. Webinar ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan untuk menyambut perayaan 50 tahun berdirinya Provindo sebagai provinsi mandiri dan 500 tahun pertobatan St. Ignatius Loyola. Dalam rangka ini, Provindo hendak menggali beberapa peristiwa pokok atau periode sosial, historis, dan eklesial yang penting, yang tidak hanya menjadi latar belakang kiprah dan dinamika Provindo, tetapi juga turut membentuk karakter provinsi. Salah satunya terkait dengan pergeseran paradigma (paradigm shift) dalam dialog agama dan budaya di Provindo, secara khusus yang menyangkut Islam.  Pater Heru Prakosa, Frs. Siwi D. Jati, dan Septian Kurniawan diundang sebagai narasumber utama dalam webinar kali ini. Sebelumnya, ketiga nostri ini telah melakukan kajian khusus dan penelitian atas tema terkait dalam rentang waktu antara Maret sampai dengan Juli 2021. Adapun metode yang digunakan dalam kajian dan penelitian ini secara longgar disebut sebagai metode “genealogi” (Paula Saukko, Doing Research in Cultural Studies, 2003: 115-134), yakni dengan cara merunut serpihan-serpihan data, peristiwa, maupun tulisan guna membangun makna tertentu lewat narasi dan refleksi. Metode ini ditempuh dengan mengkaji kepustakaan dan lapangan, melalui tulisan-tulisan yang bisa diakses, baik yang publik maupun yang tidak, juga melalui wawancara dengan pribadi-pribadi terkait, baik Jesuit maupun non-Jesuit.  Hasil dari kajian dan penelitian tersebut kemudian dipresentasikan secara internal di hadapan para dosen dan mahasiswa STF Driyarkara dan Fakultas Teologi Wedabhakti (24 September 2021), lalu dipublikasikan dalam buku Yesuit dan Muslim (Yogyakarta : Kanisius, 2022). Tidak lama sesudah mempublikasikan buku tersebut, para penulis mempresentasikannya dalam webinar “Conversation on Asian Theologies and Cultures” dengan tema “Jesuit-Muslim Relations in Indonesia: A Paradigm Shift” (9 Maret 2022) yang diselenggarakan oleh JCAP-JCSA. Sesudah itu, hasil dari kajian dan penelitian baru secara publik dipresentasikan dalam kesempatan webinar ini. Adapun tahap yang hendak ditempuh oleh para penulis selanjutnya pasca webinar ini ialah membuat terjemahan ke dalam bahasa Inggris dan juga menerbitkan artikel di The International Journal of Asian Christianity (IJAC). Webinar yang dihadiri oleh kurang lebih 190 jendela zoom ini dikemas dalam format bedah buku Yesuit dan Muslim yang memuat narasi dan refleksi atas karya-karya kerasulan para Jesuit dalam menanggapi tantangan seputar relasi dan perjumpaan dengan kaum Muslim di Indonesia, sejak masa lalu—katakan saja sejak Pater van Lith, S.J.—hingga saat ini. Dalam kerangka ini, peran para Jesuit memang perlu mendapat perhatian, mengingat sejak zaman St. Ignatius Loyola, para Jesuit telah memberikan perhatian yang konsisten untuk terus mau bersentuhan dengan dunia Islam.  Dalam buku Yesuit dan Muslim, dijabarkan pula bagaimana para Jesuit melakukan berbagai model pendekatan untuk menyikapi kebersamaan hidup dalam pelbagai bidang karya, seperti bidang formasi atau pembinaan, intelektual, kemasyarakatan, sosial, pendidikan, paroki dan komunitas basis, retret dan spiritualitas, serta komunikasi dan audio visual. Secara umum, dinamika relasi pendekatan yang ditempuh oleh para Jesuit dengan kaum Muslim di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori: (1) keberadaan Islam disikapi dengan semangat mau berjalan sendiri dalam cara pandang “kami di sini dan kamu di sana”; (2) keberadaan Islam disikapi dalam semangat mau berjalan bersama lewat pendekatan tekstual dengan relasi yang lebih bersifat sepihak atau searah; dan (3) keberadaan Islam dipandang secara kontekstual dengan sikap lebih merangkul lewat semangat mau saling belajar—dalam pendekatan dialogis dua arah. Beberapa tokoh akademisi muslim turut diundang dalam webinar ini, antara lain: Dr. Rhoma Dwi Aria Yuliantri (Dosen Universitas Negeri Yogyakarta) sebagai moderator dan Prof. Syafaatun Almirzanah, Ph.D, D.Min. (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta) sebagai penanggap atas pemaparan para narasumber. Selain itu, diundang pula Pater Heri Setyawan sebagai penanggap yang turut memperkaya narasi dan refleksi. Melalui narasi dan refleksi yang termuat dalam buku ini, diharapkan karya kerasulan Provindo seputar dialog dan perjumpaan antar umat beriman di Indonesia pada umumnya, juga antara umat Kristiani dan Muslim pada khususnya, dapat makin berkembang dan berbuah secara positif. Harapannya, pendalaman tema dalam webinar ini mampu mendukung upaya penyemaian nilai-nilai dialog, keterbukaan, dan penghargaan terhadap perbedaan demi terbangunnya persaudaraan sejati di Indonesia, sebuah negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia ini. Tidak dapat dimungkiri bahwa nilai-nilai tersebut menjadi sesuatu yang signifikan dan sekaligus mendesak untuk terus-menerus dibangun baik oleh para Jesuit maupun seluruh umat beriman di Indonesia. Kontributor : Fr. Siwi D. Jati, S.J.