capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Probasi Identik di Masa Penuh Harap Cemas

Date

Novisiat adalah tempat di mana para novis mulai meniti jalan panggilan mereka sebagai Jesuit. Ada banyak istilah penyebutan untuk novisiat.  Salah satunya yang cukup sering digaungkan adalah rumah percobaan. Ignatius merancang sedemikian rupa sehingga dalam Konstitusi disebutkan ada enam bentuk probasi yang harus dialami oleh para novis. Keenam probasi tersebut adalah Latihan Rohani (probasi pertama dan utama), bekerja di rumah sakit, mengerjakan pekerjaan dalam rumah Serikat yang rendah dan hina, memberikan khotbah, dan mengajarkan agama. Novisiat didesain untuk suatu tujuan utama yakni menumbuhkan dan mengembangkan relasi personal mendalam dengan Allah. Relasi personal tersebut diperdalam melalui latihan-latihan rohani, hidup harian dan tentunya probasi. Probasi membantu para novis untuk memperdalam pengenalannya akan dirinya, Allah dan Serikat sehingga diharapkan melaluinya mereka dapat menemukan siapa diri mereka sebenarnya, motivasi panggilannya yang terdalam dan jawaban “ya” secara mantap dan bulat untuk mengikuti Tuhan melalui jalan panggilan di Serikat. 

“Septima Probatio”

Formasi novisiat tahun ini diawali dengan sebuah probasi yang tidak terduga. Kegembiraan yang seharusnya muncul di awal formasi, tidak tampak, tergantikan kecemasan di dalam ketidakpastian. Kedatangan novis primiyang baru bersamaan pula dengan meningkatnya penyebaran virus Covid-19 varian Delta. Protokol penerimaan novis baru pun dibuat.  Masing-masing kandidat melakukan tes swab sebelum masuk dan diadakannya masa isolasi mandiri di KSED Bandungan selama kurang lebih dua minggu. Tanpa diduga satu per satu kandidat bertumbangan terpapar Delta, demikian halnya dengan semua novis secundi yang berada di novisiat. Jumlah novis primi yang terpapar oleh Covid-19 berjumlah tujuh orang; satu novis primi sudah terkena di rumah, sisanya novis secundi. Novisiat dihadapkan pada situasi extraordinary dan sulit. Meskipun segala bentuk antisipasi sudah dirancang dan diaplikasikan dengan baik, sebaran virus tidak bisa dikendalikan dan dicegah. Terpaparnya para novis oleh virus Covid-19 membuka lembaran baru dalam sejarah novisiat. Momen penting dan bersejarah di mana Allah berkarya dalam setiap langkah, Dia selalu berkarya (God is always at work). Pandemi menjadi momen berahmat untuk kembali masuk ke dalam inti tujuan novisiat, yakni memperdalam relasi personal yang mendalam dengan Allah. Pandemi juga dalam arti tertentu merupakan probasi yang melengkapi dan menambahi enam probasi yang sudah ada. Para novis dan formator diundang untuk masuk ke kedalaman refleksi akan Allah yang senantiasa merenda sejarah keselamatan-Nya dalam sejarah. 

Pandemi membuka ruang bagi para novis untuk merelakan diri menjalani probasi selama pandemi. Bagi mereka yang terpapar virus Covid-19 ataupun bagi yang tidak terpapar merasakan pula dampak yang tidak ringan. Mereka yang sakit bergulat dengan sakit, kerapuhan dan kesendirian selama masa isolasi sembari menanti dan berharap akan kesembuhan. Mereka yang tidak terpapar, penuh dengan kecemasan dan ketakutan “jangan-jangan aku terpapar” dan sebagainya. Mereka pun dipaksa untuk terus menerus berada di dalam kamar masing-masing. Bahkan, ketika turun dari Bandungan mereka masih harus menjalani lima hari IMUT (Isolasi Mandiri Untuk Transit) sebagai “Kartusian” di rumah retret. Tidak hanya para novis, para formator pun menjalani probasi karena terus diajak berpikir ulang setiap harinya dalam menentukan formasi di dalam hari-hari yang tidak pasti. Agenda pun menjadi sesuatu yang relatif. Yang lebih penting adalah kesehatan para novis yang terpapar dan yang belum terpapar. Tentulah, tentang kapan dan bagaimana memulai formasi bagi para novis menjadi tantangan yang tidak mudah karena start yang tidak bisa sama. Pengaturan kubikel1 dan dormit2 yang sebelumnya telah dibuat, diubah dan diatur ulang mulai dari awal.

Kerja sama mendirikan tenda peleton.
Dokumentasi : Arsip Novisiat Girisonta

Maka, ungkapan pandemi Covid-19 menjadi probasi “ketujuh” di novisiat mendapatkan maknanya. Perbedaan probasi ini dari probasi-probasi yang lain terletak pada kenyataan bahwa itu semua di luar apa yang dapat ditanggung dan diantisipasi oleh manusia. Tidak pernah ada yang merencanakan bahkan menduga akan mengalami probasi Covid-19 ini. Namun, ternyata banyak yang justru menjadi kesamaan dan senada dengan probasi-probasi yang ada di novisiat yang direncanakan dan diatur sedemikian rupa oleh Serikat. Probasi Covid-19 menjadi ujian sekaligus pembuktian (verifikasi) bagi kemantapan panggilan mereka, apakah mereka menyerah hanya karena terpapar Covid-19 atau bisa bangkit. 

Probasi Covid-19, bagi mereka yang terpapar maupun tidak, menempatkan mereka acapkali pada situasi batas dari diri mereka; kesepian, kesedihan, penderitaan, ketakberdayaan dan tanpa harapan pun muncul menjadi pergulatan sehari-hari. Relasi dengan Tuhan dalam doa pun sudah pasti berkembang dalam situasi yang tidak mudah ini. Bahkan, mereka menjadi semakin mampu merefleksikan kembali keberadaan mereka di hadapan Tuhan Sang Pencipta. Dalam kesendirian isolasi mandiri yang dijalani, mereka menjadi semakin mampu mengenali diri mereka sedikit demi sedikit dengan segala kerapuhan, kekuatan dan kerinduan terdalam mereka.

Asas dan Dasar

Pengalaman terbaring di ranjang karena positif virus Covid-19 tidak selamanya buruk, kusut dan menyedihkan. Seperti bingkisan yang terbalut kertas koran, ada cendera mata yang Tuhan titipkan kepada setiap orang yang menerimanya. Memang tidak dapat disangkal, disposisi batin pertama kali mendengar kabar kalau positif adalah tidak terima, kalut, kacau dsb. Namun, perlahan-lahan persepsi tersebut mulai berubah. Mengapa demikian? 

Para novis primi yang kala itu sedang dalam masa kandidatur mengalami kedatangan saudara sakit. Semua panik dan was-was. Muncul pikiran jangan-jangan setelah dia, pasti aku juga ikut terjangkit. Ada pula yang merasa down menghadapi situasi tersebut. Dalam masa pemulihan isolasi mandiri pun juga bergulat dengan keadaan sakit. Mereka mengalami penciuman yang mulai menghilang, tidak bisa lagi membedakan mana bau wangi kulit jeruk dengan minyak kayu putih. Ketajaman lidah mereka diuji saat meminum minuman yang disediakan kala itu. Ada yang setelah mencicipinya mengatakan bahwa ini minuman teh oca, ada yang membantahnya dengan mengatakan bahwa itu air madu dan ada pula yang memberikan testimoni itu air setup. Semua testimoni tersebut dirasa masih kurang valid. Maka, setelah diklarifikasikan kepada perawat ternyata tidak diduga sama sekali oleh sekalian para penyintas Covid-19 bahwa minuman tersebut adalah “air teh obat tapak liman” yang merupakan minuman favorit salah satu romo di Girisonta. Untungnya, nasib hoki masih melindungi salah seorang novis yang sudah menghabiskan dua gelas sebab menurutnya itu teh oca. 

 Sebagaimana dalam Asas dan Dasar Latihan Rohani nomor 23 yang menjadi gerbang awal memasuki Latihan Rohani, demikian pula probasi Covid-19 ini menjadi Asas dan Dasar (gerbang) untuk masuk ke dalam minggu kedua dan terutama minggu ketiga, yakni pengalaman salib (disalib bersama Yesus) hingga akhirnya pengalaman bangkit bersama Yesus dalam kehidupan sehari-hari. Dikatakan sebagai gerbang karena probasi ini mengawali probasi pertama bagi Novis Primi dan sekaligus menjadi bentuk pengejawantahan Kontemplasi Ad Amorem bagi novis secundi memasuki babak kedua masa novisiat mereka. Asas dan Dasar yang dihayati di awal minggu pertama dalam Latihan Rohani ini mengajak para novis merefleksikan bahwa dalam meniti jalan panggilan menjadi Jesuit seseorang hendaknya bersikap lepas bebas. Tidak memilih sehat lebih daripada sakit. Yang dipilih melulu apa yang lebih membawa diri para pengabdian dan pujian bagi Allah. Dalam pengalaman sakit pun Allah dapat ditemukan. Para novis telah mengalami bagaimana Allah hadir dalam setiap pribadi yang merawat dan mengecek kondisi mereka setiap hari secara devotif, melalui gubernasi dari formator yang menempatkan mereka di rumah retret untuk isolasi mandiri dan pemulihan, dalam diri orang-orang yang telah menyiapkan makanan bagi mereka selama isoman, dalam kicauan burung yang memadukan suara dengan melodi deru angin yang menepis daun-daun dan dalam segala hal. Maka, Kontemplasi Ad Amorem sungguh menjadi pintu memasuki minggu kelima, yaitu kehidupan sehari-hari. Allah dapat ditemukan dalam segala dan segala di dalam Allah. Dalam sakit Covid-19 sekalipun, Allah dapat dijumpai. Dalam pribadi-pribadi yang berjumpa dengan kita, Allah senantiasa hadir dan menyapa. 

Going Beyond

Salah satu novis secundi ada yang “selamat” dari terjangan gelombang Covid-19 varian Delta. Namun, bukan berarti tidak terdampak. Bersama satu novis secundi lain, mereka mendapat tugas perutusan membantu Pater Magister yang baru dan Pater Socius untuk menemani teman-teman primi yang sedang karantina di KSED. Ini membuat mereka berhadapan langsung dengan Covid-19 dan ketakutan mereka sendiri. Ketakutan membuat mereka tidak bisa maju, mundur tidak, berbelok pun tidak. Di novisiat, ketakutan menjadi hal yang dipeluk untuk dijadikan sahabat. Mereka turut membantu proses pemindahan ke RR Kristus Raja Girisonta bagi teman-teman novis yang terpapar. Kesehatan yang terus terjaga adalah sebuah rahmat. Kesadaran itu membuat novis tersebut bersyukur dan berubah menjadi berani untuk terus membantu teman-teman yang terpapar dengan gembira hati. “Kalau aku positif, akan kurayakan dengan gembira!” begitu katanya dalam hati ketika tes antigen terakhir di KSED menyatakan dirinya negatif.

Belajar menjadi tekun dan sabar lewat mengenam rotan.
Dokumentasi : Arsip Novisiat Girisonta

Bergerak Menggerakan

Bersyukur menjadi kata kunci untuk menjalani setiap formasi probasi novisiat yang sedang berada pada masa pandemi Covid-19. Dengan bersyukur membuat para novis lebih relaks dalam menjalani setiap probasi yang ada. Bahkan, para formator pun harus membuat rancangan probasi yang tetap bisa dilakukan dengan tetap menjaga protokol kesehatan. Para novis mensyukuri semua probasi ini termasuk probasi ‘ketujuh’ sebagai probasi yang berasal dari Allah sendiri. Dengan probasi ini juga memampukan kami untuk lebih kreatif dalam menjalani setiap probasi dan lebih berdaya tahan dalam menjalani setiap probasi di tengah pandemi covid-19.

Probasi ‘ketujuh’ ini membuat seluruh pengalaman probasi lainnya menjadi lebih bermakna sekaligus menumbuhkan optimisme dalam berformasi. Beberapa probasi penyesuaian dilakukan dan ternyata tidak kalah berlimpah rahmat. Kami bersyukur karena kami tidak lumpuh karena sulitnya situasi tetapi terus optimis. Dengan ditopang dengan kondisi tubuh yang sehat banyak dinamika formasi dapat dikerjakan dengan optimal. Berbagai upaya sudah dilakukan sedemikian rupa agar setiap probasi dapat terlaksana dengan tepat waktu serta saling menjaga kesehatan satu sama lain. Kiranya lewat masa pandemi ini yang sudah berlangsung selama dua tahun, membuat para novis semakin menghayati arti kehidupan yang diperoleh lewat aneka macam probasi yang bersinggungan langsung dengan dunia luar. Semua pengalaman probasi ini mendewasakan dalam menghayati hidup panggilan me-jesuit. Sebab hal inilah yang akan membuat karya pelayanan kami sebagai Jesuit di masa mendatang menjadi semakin magis.

Kontributor : Andreas Elan, nS.J. – Marcelino E. S., nS.J. – Yohanes Deo, nS.J.

1 Tempat para novis berdoa dan melakukan kegiatan studi yang bersifat pribadi.

2 Tempat para novis tidur.

More
articles

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *