Pilgrims of Christ’s Mission

Pelayanan Masyarakat

Trilogi Rekoleksi Pandemi

Didorong oleh motivasi untuk membantu orang menemukan Tuhan dan menghayati jalan-Nya (UAP 1), Komunitas SJ Bener kembali menyelenggarakan Trilogi Rekoleksi Pandemi yang ke-2. Sebagian besar dari 11 peserta rekoleksi yang ke-2 ini adalah peserta baru, ada 3 peserta yang telah mengikuti rekoleksi ke-1. Mereka datang dari Semarang, Cilacap, Jakarta, Magelang, dan DIY. Rekoleksi ke-1 bertema “Tuhan, di manakah Engkau?” (17-18 Oktober), sedangkan Rekoleksi ke-2 bertema “Memaknai Pengalaman Kehilangan” dan telah terselenggara pada 21-22 November 2020. Rekoleksi ke-3 dengan tema “Work From Home, Berkat atau Bencana?” baru akan diselenggarakan pada 19-20 Desember 2020.Rekoleksi dilaksanakan dalam kolaborasi dengan SAV Puskat dan Kampoeng Media, lembaga kerasulan yang berada di bawah asuhan komunitas. Beberapa anggota komunitas menjadi anggota panitia rekoleksi ini (Rm. Madya, Rm. Putranto, Rm. Murti, dan Rm. Iswara). Sedangkan narasumber rekoleksi ke-2 ini adalah Rm. Mintara/Direktur Yayasan Kanisius Cabang Semarang dan Bp. Cahyo Widyanto/Dosen Fakultas Psikologi-USD. Pandemi tidak hanya menjadi tema utama dalam trilogi rekoleksi ini, tetapi juga protokol pandemi dicoba untuk dijalani selama rekoleksi ini sebagai sebuah usaha menemukan bentuk baru rekoleksi dan retret pasca pandemi. Para peserta mengusahakan suasana keheningan gaya para rahib dengan menerima fasilitas 1 kamar untuk 1 orang, hand sanitizer, masker, face shield, dan perlengkapan makan. Keheningan mewarnai sebagian besar suasana, dan proses permenungan-permenungan peserta, Kehadiran para pembicara dan pendamping berperan lebih sebagai pemantik refleksi-refleksi peserta yang dibimbing oleh Tuhan sendiri. Baik narasumber, pendamping maupun para peserta saling belajar dari sharing-sharing dan meditasi di tengah alam yang lebih sejuk dan hijau daripada saat rekoleksi yang pertama. Pada Sabtu 21 November 2020 jam 17.00, setelah hujan cukup deras siang harinya, rekoleksi ke-2 dibuka di Gedung Beo dengan doa. Setelah sapaan dari tuan rumah (Rm. Murti) dan pengantar dari ketua panitia (Rm. Madya), Bp. Cahyo menyampaikan kisah hidupnya dan refleksi atas pengalaman kehilangan isterinya dan dua anaknya. Sharing dari Bp. Cahyo menjadi bahan referensi untuk refleksi para peserta. Oleh sebab itu, sebelum makan malam, Rm. Putranto menyampaikan satu pertanyaan refleksi: “Selama beliau (orang-orang yang sudah meninggalkan kita) masih hidup bersama saya, Tuhan menganugerahkan apa saja melalui beliau?” Setelah makan malam, setelah mengadakan refleksi secukupnya, para peserta diberi kesempatan untuk membagikan pengalaman mereka dalam suasana keterbukaan tetapi juga suasana konfidensial. Sharing difasilitasi oleh Rm. Putranto. Dalam sharing ini terungkap pengalaman-pengalaman yang sungguh memilukan, tetapi kini hati mereka sudah lebih bening karena telah menemukan anugerah-anugerah Tuhan lewat orang-orang yang mereka cintai tetapi sudah meninggal itu. Sebelum pergi istirahat, para peserta mendapat penjelasan tentang Jurnal Harian oleh Rm Madya dan eksamen oleh Rm. Iswara. Kemudian mereka mempraktikkanya. Kesokan harinya, hari Minggu pagi jam 06.00-07.00 – saat udara masih sangat sejuk karena gerimis – para peserta mengadakan latihan kesadaran (pernafasan, tubuh, suara) untuk mengalami keheningan. Latihan didampingi oleh Rm. Iswara di Panepen Merapi yang dikelilingi pohon-pohon yang rimbun. Suara alam begitu terpadu: ayam berkokok, suara aliran sungai Boyong, suara aneka burung, dan suara air yang jatuh dari atap ke tanah di sekitar.. Latihan sederhana ini dirasakan oleh para peserta sangat bermakna, membantu mereka untuk menjadi hening. Setelah makan pagi, para peserta mendapat masukan dari pemantik ke dua, yaitu Rm. Mintara yang datang secara khusus dari Semarang. Setelah menerima masukan dari Rm. Mintara, para peserta mendapat tugas untuk menggali dan merefleksikan pengalaman mereka sendiri. Rm. Putranto menawarkan pertanyaan berikut ini: “Kalau Tuhan berkenan memanggil orang-orang yang Anda cintai, kira-kira Tuhan mempunyai maksud apa terhadap kita? Anda ditantang untuk apa?” Sharing dilakukan dalam dua kelompok yang masing-masing dipandu oleh Rm. Putranto dan Rm. Madya. Salah satu kelompok melakukan percakapan rohani tiga putaran dan di kelompok yang lain dilaksanakan percakapan rohani satu putaran saja. Sebagian besar mengalami peristiwa-peristiwa yang sungguh berat dan memilukan. Namun dalam rekoleksi ini para peserta mampu mengolah pengalaman mereka yang pahit menjadi pengalaman iman dan penuh rahmat. Menjelang rekoleksi kami para pendamping sedikit khawatir: “Bagaimana nanti kita yang laki-laki semua ini mendampingi para peserta yang semuanya perempuan?” “Ah, biarkan Roh Kudus bekerja dan kita tingal menemani mereka saja,” celetuk salah satu dari kami. Beberapa buah rohani yang mereka petik di antaranya: 1) Pengalaman derita orang lain dan bagaimana ia bisa bangkit sungguh menguatkan; 2) Ketaatan itu menyenangkan Allah, tetapi menyakitkan hatiku, meskipun akhirnya Allah tetap memelihara saya; 3) Saya tetap gembira, karena yakin bahwa Tuhan ikut mengangkat salib-salibku; 4) Saya ingin tetap menjadi kepanjangan telinga, mata, mulut dan tangan Tuhan, meski menghadapi banyak kesulitan; dan 5) saya akan lebih menyediakan ruang batin bagi Tuhan. Ada juga suster yang terinspirasi oleh sinergi dari para romo dengan mengatakan: “Kita terinspirasikan oleh rama-rama Jesuit ini, yang kendati sudah tua-tua, masih bisa bekerja sama (untuk proyek rekoleksi ini)”Buah-buah rohani yang dipetik dari rekoleksi ini mereka persembahkan kepada Tuhan dalam misa penutup yang dipimpin oleh Rm. Mintara. Kami para pendamping ikut mengalami peneguhan atas pengalaman rohani para peserta. Kami bersyukur karena para peserta meninggalkan Kampoeng Media sebagai orang-orang yang telah berjumpa dengan Tuhan. Iswarahadi, SJ

Rm. Bagya SJ (komunikator SJ)
Obituary

RIP P. JOANNES SUBAGYA, S.J.

Pada hari Sabtu, 14 November 2020, jam 00.45 dini hari, telah dipanggil Tuhan di Rumah Sakit Santa Elisabeth, Semarang karena gagal jantung: PATER JOANNES SUBAGYA, S.J. dalam usia 82 tahun. Dalam masa senjanya, ketika masih bertugas sebagai Pastor Rekan di Paroki St. Antonius, Muntilan, Romo Bagya dikenal oleh umat di sana sebagai seorang romo yang rajin berolah raga. Bahkan waktu itu, meski sudah sepuh, ia masih sanggup naik turun dengan baik ke lantai dua atau lantai satu  pastoran Muntilan. Romo Joannes Subagya, S.J. adalah pastor kelahiran Semarang, 1 Juli 1938, dari pasangan (Alm) Bapak Constantius Mochamad dan (Alm) Ibu Veronica Roemiarsi Mochamad. Sehari setelah kelahirannya, ia menerima Sakramen Baptis di Paroki St. Yusuf, Gedangan. Pada usia sembilan tahun, ia menerima Sakramen Penguatan, juga di Gedangan. Meski lahir di Semarang, Romo Bagya menghabiskan masa kecil dan masa sekolahnya di Magelang. Romo Bagya menempuh pendidikan dasar di Magelang (1945-1952) dan kemudian melanjutkan pendidikannya di Seminari Menengah St. Petrus Kanisius, Mertoyudan (1952-1959). Setamat pendidikan di seminari menengah, Bagya muda melamar SJ dan diterima. Ia mulai formasi sebagai anggota Jesuit pada 7 September 1959 di Novisiat St. Stanislaus Kostka, Girisonta. Dua tahun kemudian, 8 September 1961, ia mengucapkan kaul I dalam Serikat Jesus gi Girisonta dan diterima oleh Provinsial kala itu, Pater G. Kester, S.J. Selama setahun berikutnya, ia menjalani tahun Juniorat, juga di Novisiat St. Stanislaus. Seusai tahun Juniorat, Frater Bagya diutus untuk menjalani formasi Filsafat di Poona, India (1962-1965). Setelah itu, Frater Bagya menjalani perutusan Tahap Orientasi Kerasulan dengan studi Ilmu Pasti di IKIP Sanata Dharma (sekarang Universitas Sanata Dharma) selama empat tahun (1965-1969). Awal tahun selanjutnya (1970-1973), Frater Bagya menjalani formasi Teologi di Yogyakarta. Ketika menjalani studi Filsafat di Poona, Frater Bagya menerima tahbisan Tonsura dan Rendah, yaitu pada Januari 1965. Tujuh tahun kemudian, 7 Desember 1972, ia ditahbiskan Subdiakon dan Diakon oleh Bapak Kardinal Darmayuwana, Pr. Pada 8 Desember 1972, ia ditahbiskan menjadi imam oleh Bapak Kardinal Darmayuwana, Pr., di Yogyakarta. Program formasi Tersiat dijalani oleh Romo Bagya di Girisonta selama enam bulan, dari Januari hingga Juli 1979, di bawah bimbingan Pater A. Soenarja, S.J. Kemudian pada 2 Februari 1981, Romo Bagya mengucapkan Kaul Akhir dalam Serikat dan diterima oleh P Suradibrata, S.J. dengan gradus profess empat kaul. Semasa hidupnya, Rama Bagya sering ditugasi untuk terlibat dalam komisi dan yayasan yang dikelola Provinsi Indonesia Serikat Jesus. Ia menjadi anggota Komisi Pendidikan Provindo dalam dua periode, yaitu 1990-1993 dan 2001-2003. Setelah itu, ia ditunjuk menjadi Koordinator Komisi Pendidikan Provindo selama delapan tahun (1993-2001). Kemudian selama tiga tahun (1996-1999), Romo Bagya menjadi Anggota Komisi de Ministeriis Provindo. Sedangkan dalam yayasan-yayasan Provindo, Romo Bagya menjadi Ketua Yayasan de Britto selama tujuh tahun (1980-1987) dan pada periode berikutnya (1991-1997), ia kembali dipilih menjadi Ketua sekaligus Anggota Yayasan de Britto. Selama sembilan tahun berikutnya (1997-2006), ia menjadi Ketua Yayasan Loyola, Semarang. Dalam rentang tahun 1995-1999 dan 2005-2012, ia ditunjuk menjadi Anggota Yayasan Kanisius. Semua perutusan dalam komisi dan yayasan ini ia jalani dengan tekun dan tidak banyak mengeluh. Riwayat Tugas Romo Subagya Dosen Fisika dan Matematika IKIP Sanata Dharma Yogyakarta 1974-1980 Dekan Program Studi Fisika IKIP Sanata Dharma Promotor CLC IKIP Sanata Dharma Yogyakarta Yogyakarta 1976-1980 1977-1980 Konsultor Rumah Kolese St. Robertus Bellarminus Superior Rumah Kolese Johanes de Britto Yogyakarta Yogyakarta 1981-1990 1990-1997 Rektor Kolese St. Ignatius Loyola Semarang 1997-2006 Pastor Rekan Paroki St. Antonius Muntilan 2006-2015 Pendoa untuk Gereja dan Serikat Girisonta 2015-wafatnya Romo Bagya, selamat beristirahat dalam damai di pangkuan Bapa Abadi. Doakan kami untuk bisa menekuni peziarahan hidup kami. Ekaristi Requiem dan Pemakaman Ekaristi Requiem akan diadakan di: Tempat          : Pemakaman Taman Maria Ratu Damai, Girisonta Hari, tanggal : Sabtu, 14 November 2020 Waktu             : 11.00 WIB Mempertimbangkan situasi pandemi saat ini, maka pihak Girisonta membatasi jumlah orang yang menghadiri Misa Requiem maksimal 30 orang. Setelah Misa Requiem akan dilanjutkan dengan pemakaman di tempat yang sama.

Obituary

RIP PATER ROMUALDUS MARYONO, S.J.

Pada hari Kamis, 12 November 2020, pukul 10.05 WIB, telah dipanggil Tuhan di Rumah Sakit St. Elisabeth, Semarang: PATER ROMUALDUS MARYONO, S.J. dalam usia 61 tahun. Romo Romualdus Maryono dilahirkan di Wonosobo, 7 Februari 1959, dari pasangan suami-istri Bapak F.X. Supardi Pawira Suwita dan Mutilina Mujinem Pawirasuwita. Ia dibaptis di Gereja St. Paulus, Wonosobo lima belas hari setelah dilahirkan (22 Februari 1959) dan menerima sakramen Krisma di Gereja St. Yusup, Paroki Mertoyudan, Magelang pada 4 Oktober 1985. Maryono kecil mengenyam pendidikan dasar di SD Pius Wonosobo (1966-1971) dan setamat SD, ia melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Bhaktimulia, Wonosobo (1971-1974) dan pendidikan menengah atas di SPG Pangudi Luhur (1974-1977). Tahun 1978-1981 ia bekerja sebagai guru SD di Wonosobo dan selama empat tahun (1981-1985) ia bekerja di bidang kesekretariatan di Kantor Pendidikan dan Kebudayaan Wonosobo. Merasa tertarik menjadi imam, Maryono muda mendaftar di program Kursus Persiapan Atas (KPA) Seminari Menengah St. Petrus Kanisius, Mertoyudan.  Maryono muda masuk Novisiat Serikat Jesus St. Stanislaus Kostka Girisonta pada 7 Juli 1986 dan mengucapkan kaul pertamanya pada 6 Juli 1988. Kemudian Frater Maryono menempuh studi filsafat di STF Driyarkara selama empat tahun (1988-1992). Tahap orientasi kerasulan (TOK) dijalaninya Yayasan Kanisius Cabang Surakarta sebagai Asisten Direktur (1992-1994). Formasi teologi ia jalani di Fakultas Teologi Wedabhakti – Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta selama tiga tahun (1994-1997). Tahbisan tonsura, tahbisan rendah, dan tahbisan sub-diakon ia terima di Kolese St Ignatius, Yogyakarta. Tahbisan diakon diterimanya pada 16 Juni 1997 di Seminari Bunda Maria Fatima, Dili dari tangan Mgr. Dom Basilio, Pr. Tahbisan imam ia terima pada 30 Juli 1997 di Gereja St. Antonius Padua, Yogyakarta dari tangan Mgr. Julius Darmaatmadja, Uskup Agung Semarang. Setelah menjadi imam, Romo Maryono berkarya sebagai Minister di Seminari Bunda Maria Fatima, Dili (1997-2000). Selain menjadi Minister, Romo Maryono juga bertugas sebagai Bendahara Yayasan Puslawita, Dili hingga tahun 2003. Tahun 2000, Romo Maryono berpindah tugas di Kolese St. Ignatius, Yogyakarta sebagai Minister hingga tahun 2004. Di sela penugasannya sebagai Minister, Romo Maryono diberi tugas untuk mengikuti program formasi akhir Tersiat di Kolese Stanislaus, Girisonta (1 Januari 2001 – 31 Juli 2001). Tiga tahun setelah mengikuti tersiat, di hadapan Pater Provinsial Agustinus Priyono Marwan, S.J., Romo Maryono mengucapkan kaul akhir tepatnya pada 7 September 2004 di Gereja St. Yusup, Gedangan.   Riwayat Tugas Rm Romualdus Maryono, S.J. setelah Kaul Akhir Pastor Rekan Gereja Hati St. Perawan Maria Tak Bernoda, Tangerang  Tangerang 2004-2005 Pastor Kepala Gereja St. Perawan Maria Ratu, Blok Q  Jakarta 2005-2011 Pendamping Imam Muda Serikat Jesus Provinsi Indonesia 2008-2011 Pastor Kepala Gereja St. Theresia, Bongsari Semarang 2011-2016 Anggota Komisi Pelayanan Gereja Serikat Jesus Provinsi Indonesia Semarang 2014-2018 Pastor Kepala Gereja St. Yusup, Gedangan  Semarang 2016-wafatnya Acting Superior Komunitas St. Yusup Semarang 2016-wafatnya Romo Maryono, selama di Seminari Bunda Maria Fatima, Dili, adalah orang yang memiliki perhatian sangat besar terhadap para seminaris yang saat itu hidup dalam ketidakpastian. Beliau setia memenuhi kebutuhan hidup para seminaris yang sedang kalut karena menjadi target pencarian para milisi di Kupang. Kemudian, saat bertugas sebagai Pastor Paroki Gedangan, beliau selalu mengajak para imam paroki SJ di Semarang untuk bertemu setiap senin pertama di awal bulan. Romo Maryono dengan ringan tangan dan rendah hati mengatur dan melayani kesejahteraan para romo paroki SJ di Semarang.

Formasi Iman

“Ini aku, Utuslah aku!”

Sembilan frater ditahbiskan diakon pada 23 Oktober lalu dan 4 di antaranya adalah skolastik Serikat Jesus. Mereka adalah Fr. Hugo, Fr. Jupri, Fr. Ale dan Fr. Ardi. Mereka dengan gembira dan bebas menyatakan kesiap-sediaannya untuk menjadi pelayan Gereja demi kemuliaan Allah dan keselamatan umat manusia. Mereka menjadikan ungkapan Nabi Yesaya sebagai motto tahbisan ini, yaitu “Inilah aku, utuslah aku!” (Yes 6:8). Mgr. Robertus Rubiyatmoko dalam homilinya menyatakan bahwa motto ini sangatlah to the point dengan makna tahbisan diakon karena motto ini sangat menyentuh langsung tugas pelayanan. Seperti orang mengatakan, menjadi diakon artinya kita harus rela dan berani untuk “di-akon dan di-kongkon” untuk kepentingan Allah dalam melayani umat manusia. Mgr. Rubi juga menambahkan dalam motto tersebut tersirat kemauan dan kehendak bebas yang menjadi modal awal kegembiraan dan sukacita dalam pelayanan. Jika melayani tidak dengan bebas, seorang diakon akan merasakan suasana berat dan tidak kerasan dalam pelayanan. Juga, tema ini menyatakan seorang diakon itu tidak pilih-pilih tugasnya. Siap diutus kemana pun karena kita menjalankan semua ini untuk kepentingan Allah dan umat manusia. Karena itu, seorang diakon perlu memiliki kesiap-sediaan dan kerelaan untuk berjuang sebaik mungkin demi kemuliaan Allah dan keselamatan umat manusia. Ciri seorang diakon yang disemangati dengan pesan nabi Yesaya ini adalah seseorang yang penuh semangat melayani dan tidak leda-lede atau santai-santai saja. Mgr. Rubi mengakhiri dengan pesan bahwa walaupun kita punya semangat yang besar namun tanpa rahmat Allah kita tidak bisa apa-apa. “Dengan iman, kita percaya, Allah yang memanggil dan mengutus akan membekali kita dengan berbagai karunia dalam pelayanan. Inilah yang akan membuat kita tetap dalam kegembiraan dan suka cita sampai akhir hayat kita. Kita tidak akan pernah kering atau surut pelayanannya karena Allah selalu hadir beserta kita.” Ditahbiskan Diakon dan menjadi pelayan Gereja, bagi Fr. Hugo, merupakan impiannya saat kecil. Akun bernama Maria Magdalena dalam chat-nya di Youtube menyapa Fr. Hugo dan mengatakan, “Selamat melayani Tuhan Yesus seperti yang dicita-citakan dari kecil”. Para diakon menyatakan kesiapsediaan mereka untuk mengabdi Tuhan dalam Gereja dengan jawaban serempak penuh semangat saat ditanya Bapak Uskup. Bapak Uskup Rubi juga menambahkan bahwa mengimplementasikan motto ternyata tidaklah mudah. Ada beberapa imam yang meminta secara langsung, “Mbok saya jangan di sini lah atau mbok saya di tempat yang itu aja”. Berbagai macam permintaan yang menunjukkan ketidaksediaan dalam perutusan. Maka dengan demikian, Bapak Uskup berpesan bahwa, “Kita jangan sampai meleset jauh dari jati diri tugas pelayanan kita”. Setelah upacara tahbisan, di kolsani dilangsungkan makan siang bersama secara sederhana yang dihadiri komunitas besar Kolsani, para karyawan dan juga keluarga para diakon. Acara makan siang berlangsung dengan hangat yang diisi dengan persembahan lagu-lagu dari para skolastik, karyawan dan beberapa tamu undangan. Sekali lagi, Proficiat kepada para Diakon. Selamat menjadi gembala dalam Gereja. Windar Santoso

Formasi Iman

BAHASA HATI

Sebelas Jesuit dari Konferensi Jesuit Asia Pasifik (JCAP) ditahbiskan Diakon pada 24 Oktober 2020 oleh Mgr. Honesto F. Ongtioco, D.D., Uskup Keuskupan Cubao, Phillipines. Tahbisan diakon ini berlangsung pada pukul 9.00 di Kapel de Gesù, Universitas Ateneo de Manila, Loyola Heights, Quezon City. Mereka yang ditahbiskan adalah sebagai berikut Benjamin Thein Tun, SJ (Myanmar); Evodius Sapto Jati Nugruho, SJ (Indonesia); Francis Xavier Hoàng Trong An, SJ (Vietnam); Khaw Gei Khui Shing, SJ (Myanmar); John Thomas Kyaw Thu Win, SJ (Myanmar); Nikki James R. Lee, SJ (Filipina); Mamert B. Mañus, SJ (Filipina); Joseph Park Minwoong, SJ (Korea); John Phạm Duy Anh, SJ (Vietnam); Cesare Sposetti, SJ (Italia); dan Michael Trần Gia Cảnh, SJ (Vietnam). Upacara tahbisan ini juga mengikuti protokol kesehatan ketat untuk menghindari penyebaran pandemi yang semakin meluas. Kehadiran fisik dibatasi dan hanya dari Jesuit di kampus Ateneo de Manila yang di prioritaskan hadir. Namun, upacara tersebut disiarkan langsung secara online. Fr. Sapto dari Indonesia merefleksikan pengalaman tahbisan diakon ini dalam perjuangan mewujudkan bahasa hati di antara orang-orang yang berbeda latar belakang. Ia mengatakan, “Sisi terbaik dan paling menantang dalam tinggal di rumah internasional adalah komunikasi. Bukan hanya tantangan dalam memahami bahasa inggris dengan logat negaranya masing-masing, namun juga bahasa hati, seperti passion, keberanian, dan cinta. Komunikasi bagiku dapat diekspresikan dengan cara sederhana seperti memasak martabak untuk teman-temanku dari negara lain atau menghargai satu sama lain dengan saling menyapa. Bagaimana pun juga, bahasa Inggris yang kami gunakan di sini tidaklah cukup untuk mengungkapkan perhatian satu sama lain, tetapi dengan bahasa hati, itu dapat berhasil berkali-kali.” Perjuangan Fr. Sapto dalam mewujudkan komunikasi juga selaras dengan Mgr. Honesto. Beliau dalam homilinya mengatakan “dalam pelayanan kita tidak ada yang perlu kita takuti, tidak ada yang akan mengganggu kita dan menakut-nakuti kita. Karena kita yakin dan percaya Tuhan pasti akan mendampingi dan selalu beserta kita karena kita adalah Man of God”.Mari kita berdoa untuk para diakon ini agar mereka selalu merasakan kebahagiaan dan suka cita menjadi pelayan Allah dan tidak dilingkupi rasa takut dan ketidakmampuan diri. Windar Santoso

Pelayanan Gereja

EKM Semongko: Semangat Orang Muda untuk Berkolaborasi!

Ekaristi Kaum Muda (EKM) dengan tagline “Semongko: Semangat Orang Muda Untuk Berkolaborasi” diselenggarakan oleh tim EKM Gereja Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta bersama Kolese St. Ignatius pada Rabu (28/10/2020). Kegiatan ini dilakukan dalam partisipasi parayaan hari Sumpah Pemuda sekaligus juga memperingati Pesta Santo Simon dan Santo Yudas, Para Rasul. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Rm. Effendi Kusuma S, SJ serta didampingi oleh Diakon Hugo Bayu, SJ. Sebelum perayaan Ekaristi, narasi singkat kisah Santo Simon dan Yudas dibacakan. Kemudian dilanjutkan dengan doa mohon perlindungan dari wabah virus corona dan pemutaran video visualisasi singkat yang isinya mengingatkan kita akan pentingnya Ekaristi, meskipun kini hanya dapat diikuti melalui live streaming. Hal tersebut tidaklah boleh menurunkan semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Tak hanya itu juga, Rm Effendi dalam homilinya mengingatkan kaum muda untuk tetap semangat dan produktif dalam hidup keseharian kita di masa pandemi ini. Dalam homilinya, Rm. Effendi mengajak kita untuk selalu mengingat bahwa kita dipanggil dengan cara yang istimewa oleh Yesus Kristus. Kita dipanggil untuk membangun Kerajaan Allah di bumi Indonesia. Iman Katolik itu menggerakkan kita dan membuat kita mampu mengatakan “Saya 100% Indonesia, saya 100% Katolik!” Selain itu, beliau juga mengingatkan bahwa keanekaragaman yang kita miliki ialah sebuah potensi kekayaan yang sangat besar. Pada akhir homili, Rm. Effendi berpesan, “Hiduplah dalam 3K; Kasih, Komunitas, dan Kolaborasi.” Kemudian homili ditutup dengan beberapa pantun untuk menyemangati para umat, khususnya kaum muda. Misa pun berlangsung dengan khidmat dan diakhiri dengan menyanyikan lagu Bangun Pemuda-Pemudi. Cornelia Marissa

Pelayanan Spiritualitas

Ziarah Virtual: Kerinduan Orang Muda akan Pengalaman Spiritual

Bulan Oktober diperingati sebagai bulan rosario oleh umat Katolik di seluruh dunia. Pada bulan ini, umat Katolik Indonesia biasanya  berziarah ke gua-gua Maria di berbagai tempat. Mereka, baik secara pribadi maupun kelompok, meluangkan waktu untuk menyepi ke tempat ziarah sambil bersyukur dan mohon rahmat untuk peziarahan kehidupannya. Akan tetapi, pandemi ini telah mengubah segalanya. Mereka tidak dapat lagi bepergian secara leluasa demi kesehatan bersama, termasuk berziarah ke Gua Maria. Hal tersebut menyebabkan banyak orang merasa rindu akan hal tersebut. Untuk menjawab kerinduan tersebut, perkumpulan tarekat-tarekat religius di Indonesia melalui core team pelayanan millennial KOPI MANIS KOPTARI mengadakan ziarah virtual. Selama bulan Oktober 2020, KOPI MANIS KOPTARI memfasilitasi umat Katolik, khususnya orang muda, untuk berziarah secara virtual ke Gua Maria di empat pulau di Indonesia : Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Ziarah virtual yang dirancang secara daring ini melibatkan para religius dari berbagai tarekat dan juga Orang Muda Katolik yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada minggu pertama ziarah, hampir 40 peserta dari berbagai kota di Indonesia mengikuti ziarah online ke empat gua Maria di Pulau Jawa. Doa-doa tersebut diisi dengan renungan dan doa kontemplatif Ignatian. Dua skolastik Jesuit (Fr. Barry, SJ, dan Fr. Septian, SJ) terlibat dalam ziarah virtual ini sebagai pemandu ziarah dan pembimbing doa kontemplasi Ignasian. Salah satu peserta ziarah mengaku sangat tersentuh dengan doa kontemplasi Ignatian. Ia tidak menyangka bahwa bentuk doa kepada Bunda Maria bukan hanya rosario saja tetapi juga dalam bentuk kontemplasi membayangkan perjumpaan dan dialog tatap muka dengan Maria. Dalam perjumpaan sederhana ini, kami dapat melihat bahwa kaum muda memiliki hasrat yang dalam dengan hal-hal spiritual. Selain mengunjungi Gua Maria dan Latihan berdoa, ziarah virtual ini juga diisi dengan pengenalan tempat-tempat wisata di sekitar tempat-tempat yang dikunjungi. Salah satunya adalah kompleks Girisonta dan peserta diajak untuk melihat sejenak suasana Novisiat, rumah retret, dan taman makam Ratu Damai di Ungaran, Jawa Tengah – Indonesia. Penyelenggara berusaha sebisa mungkin menghadirkan suasana se-faktual mungkin, layaknya ziarah sesungguhnya. Beberapa panitia bahkan menggunakan atribut perjalanan untuk memberikan suasana yang mendukung. Tidak lupa, dalam ziarah ini, para peserta juga diberikan waktu untuk saling mengenal satu sama lain. Bahkan dalam perkenalan tersebut, para peserta juga diminta untuk berbagi pengalaman selama perziarahan ini. Hingga tulisan ini diterbitkan, acara ziarah virtual ini sudah berjalan empat kali ke empat pulau besar di Indonesia. Ziarah virtual ini merupakan salah satu bentuk pelayanan Gereja Katolik dan Serikat Jesus kepada orang muda. Semangat peziarahan yang saling meneguhkan bisa dirasakan dalam perjumpaan virtual ini. Virtual memang bentuknya, tetapi perjalanan dan proses dari ziarah itu sendiri sungguh bermakna dan faktual adanya. Semoga di kala pandemi ini, kita semakin mau berjalan dengan orang-orang muda yang haus dan rindu akan hidup spiritual. Barry Ekaputra SJ

Karya Pendidikan

102 Tahun Yayasan Kanisius: Terus Hadir Melayani Anak-anak Indonesia

Yayasan Kanisius yang bergerak di bidang pendidikan kini telah berusia 102 tahun, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 2020. Pada 1918 telah didirikan Canisius Vereniging di Muntilan dan pada 21 Oktober 1918 di kediamannya di Cipanas. Gubernur Hindia Belanda menandatangani akta pendirian Canisius Vereniging sehingga dengan demikian memberi status hukum resmi. Perasaan syukur atas segala hal baik yang ditaburkan sejak awal pendiriannya hingga saat ini patut dirayakan secara sepantasnya. Bagi Romo Mintara SJ, puncak syukur ini harus dirayakan dengan Ekaristi karena itulah puncak syukur perayaan 102 tahun Yayasan Kanisius. Segala rencana yang telah dicanangkan pada masa sebelum merebaknya pandemi, terutama kegiatan-kegiatan untuk menyambut perayaan ulang tahun Yayasan Kanisius, banyak yang tidak terjadi dan tidak terlaksana. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengurangi rasa syukur dari lubuk hati terdalam guru-guru dan para siswa siswi yang bernaung di bawah Yayasan Kanisius bahkan juga alumni sekolah-sekolah Kanisius serta para donatur yang dengan murah hati selalu membantu Yayasan Kanisius. Setidaknya ada beberapa hal yang diusahakan untuk menandai rasa syukur ini. Yayasan Kanisius Cabang Semarang dan Surakarta membuat frame foto digital atau twibbon sehingga semua yang terlibat di dalam Yayasan Kanisius dapat mengunggah foto mereka di media sosial dengan bertuliskan “Selamat Ulang Tahun Ke-102 Yayasan Kanisius”. Berbagai model foto yang diunggah dalam sosial media mereka ada berbagai macam, ada yang model selfie maupun model foto bersama. Hal ini bukan semata untuk pamer atau menunjukkan kegembiraan secara dangkal, melainkan sebagai sarana menunjukkan kesatuan hati dan budi di antara masing-masing pribadi di dalamnya. Selain itu, guru, murid, warga sekitar lingkungan sekolah, alumni, mitra kerja dan juga donatur memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Yayasan Kanisius dalam video yang diunggah di channel Youtube Yayasan Kanisius Pusat Semarang. Selain photo twibbon tersebut, Yayasan Kanisius Cabang Semarang mengadakan webinar bekerja sama dengan Penerbit-Percetakan PT Kanisius, yaitu launching Buku Home Visit pada 20 Oktober 2020. Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari beberapa guru mengenai pengalaman mereka mengajar para murid di tengah pandemi ini. Guru-guru mengunjungi murid-muridnya karena tidak bisa melakukan pembelajaran daring. Banyak kisah menarik dan menyentuh tentu bisa dibaca secara menyeluruh di dalam buku yang diberi judul Home Visit tersebut.Yayasan Kanisius Cabang Semarang juga mengadakan rekoleksi berantai untuk semua guru dan karyawan, di mulai dari rekoleksi ketua rayon yang dipimpin oleh Romo Mintara SJ, kemudian ketua rayon memimpin rekoleksi untuk kepala sekolah dan kemudian kepala sekolah memimpin rekoleksi di unit sekolah masing-masing untuk para guru dan karyawan sekolah. Tepat 102 tahun Yayasan Kanisius, yaitu Rabu, 21 Oktober 2020, kami mengadakan misa syukur yang dipimpin oleh Romo Provinsial Serikat Jesus Indonesia, Romo Beni SJ dan didampingi oleh Romo Martin SJ serta Romo Mintara SJ. Dalam homili, Romo Beni bercerita sedikit mengenai dirinya sebagai seorang alumnus sekolah Kanisius dan juga berkisah tentang ayahnya yang pernah menjabat sebagai kepala sekolah SMK SPP Kanisius Ambarawa. Pengenangan tersebut adalah bagian dari nostalgia. Tentu, dengan umur yang sudah tidak lagi muda, ada banyak hal yang bisa dikenang dan disyukuri. Namun, Romo Beni SJ mengajak kita untuk tidak berhenti hanya pada hal tersebut, tetapi mengajak semua untuk semakin bersemangat dan maju. Mgr. Rubiyatmoko juga berpesan kepada Yayasan Kanisius Kanisius untuk terus maju agar semakin menarik bagi anak-anak Katolik. Tentu semua hal itu adalah undangan bagi siapa saja yang berada di dalam Yayasan Kanisius yang bergerak di bidang pendidikan, yang sekarang ini menegakkan tiang-tiang penopang Kanisius untuk selalu hadir melayani anak-anak Indonesia, mendidik mereka untuk menjadi orang muda penerus bangsa ini. Di usia yang sedemikian panjang, lebih tua daripada usia kemerdekaan Indonesia, Yayasan Kanisius sudah hadir untuk mendidik orang-orang muda serta menjadi sarana bagi para misionaris untuk mengembangkan Gereja lokal di tanah misi. Romo Beni SJ mengajak semua saja yang terlibat di dalam Yayasan Kanisius ini untuk menegakkan fondasi yang kokoh di bidang pendidikan, terutama dalam mendidik anak-anak negeri ini. Semoga nantinya semua dari kita, masih dapat menantikan ulang tahun-ulang tahun yang berikutnya sambil terus berjalan bersama orang muda dan juga menunjukkan jalan kepada Allah melalui sarana pendidikan di Yayasan Kanisius. Terima kasih atas segala doa, perhatian dan jerih payah untuk terus menegakkan fondasi yang dulu telah dicanangkan oleh para pendahulu. Selamat ulang tahun Kanisiusku. Joseph Marendra Dananjaya, SJ