Didorong oleh motivasi untuk membantu orang menemukan Tuhan dan menghayati jalan-Nya (UAP 1), Komunitas SJ Bener kembali menyelenggarakan Trilogi Rekoleksi Pandemi yang ke-2. Sebagian besar dari 11 peserta rekoleksi yang ke-2 ini adalah peserta baru, ada 3 peserta yang telah mengikuti rekoleksi ke-1. Mereka datang dari Semarang, Cilacap, Jakarta, Magelang, dan DIY. Rekoleksi ke-1 bertema “Tuhan, di manakah Engkau?” (17-18 Oktober), sedangkan Rekoleksi ke-2 bertema “Memaknai Pengalaman Kehilangan” dan telah terselenggara pada 21-22 November 2020. Rekoleksi ke-3 dengan tema “Work From Home, Berkat atau Bencana?” baru akan diselenggarakan pada 19-20 Desember 2020.
Rekoleksi dilaksanakan dalam kolaborasi dengan SAV Puskat dan Kampoeng Media, lembaga kerasulan yang berada di bawah asuhan komunitas. Beberapa anggota komunitas menjadi anggota panitia rekoleksi ini (Rm. Madya, Rm. Putranto, Rm. Murti, dan Rm. Iswara). Sedangkan narasumber rekoleksi ke-2 ini adalah Rm. Mintara/Direktur Yayasan Kanisius Cabang Semarang dan Bp. Cahyo Widyanto/Dosen Fakultas Psikologi-USD.
Pandemi tidak hanya menjadi tema utama dalam trilogi rekoleksi ini, tetapi juga protokol pandemi dicoba untuk dijalani selama rekoleksi ini sebagai sebuah usaha menemukan bentuk baru rekoleksi dan retret pasca pandemi. Para peserta mengusahakan suasana keheningan gaya para rahib dengan menerima fasilitas 1 kamar untuk 1 orang, hand sanitizer, masker, face shield, dan perlengkapan makan. Keheningan mewarnai sebagian besar suasana, dan proses permenungan-permenungan peserta, Kehadiran para pembicara dan pendamping berperan lebih sebagai pemantik refleksi-refleksi peserta yang dibimbing oleh Tuhan sendiri. Baik narasumber, pendamping maupun para peserta saling belajar dari sharing-sharing dan meditasi di tengah alam yang lebih sejuk dan hijau daripada saat rekoleksi yang pertama.
Pada Sabtu 21 November 2020 jam 17.00, setelah hujan cukup deras siang harinya, rekoleksi ke-2 dibuka di Gedung Beo dengan doa. Setelah sapaan dari tuan rumah (Rm. Murti) dan pengantar dari ketua panitia (Rm. Madya), Bp. Cahyo menyampaikan kisah hidupnya dan refleksi atas pengalaman kehilangan isterinya dan dua anaknya. Sharing dari Bp. Cahyo menjadi bahan referensi untuk refleksi para peserta. Oleh sebab itu, sebelum makan malam, Rm. Putranto menyampaikan satu pertanyaan refleksi: “Selama beliau (orang-orang yang sudah meninggalkan kita) masih hidup bersama saya, Tuhan menganugerahkan apa saja melalui beliau?”
Setelah makan malam, setelah mengadakan refleksi secukupnya, para peserta diberi kesempatan untuk membagikan pengalaman mereka dalam suasana keterbukaan tetapi juga suasana konfidensial. Sharing difasilitasi oleh Rm. Putranto. Dalam sharing ini terungkap pengalaman-pengalaman yang sungguh memilukan, tetapi kini hati mereka sudah lebih bening karena telah menemukan anugerah-anugerah Tuhan lewat orang-orang yang mereka cintai tetapi sudah meninggal itu. Sebelum pergi istirahat, para peserta mendapat penjelasan tentang Jurnal Harian oleh Rm Madya dan eksamen oleh Rm. Iswara. Kemudian mereka mempraktikkanya.
Kesokan harinya, hari Minggu pagi jam 06.00-07.00 – saat udara masih sangat sejuk karena gerimis – para peserta mengadakan latihan kesadaran (pernafasan, tubuh, suara) untuk mengalami keheningan. Latihan didampingi oleh Rm. Iswara di Panepen Merapi yang dikelilingi pohon-pohon yang rimbun. Suara alam begitu terpadu: ayam berkokok, suara aliran sungai Boyong, suara aneka burung, dan suara air yang jatuh dari atap ke tanah di sekitar.. Latihan sederhana ini dirasakan oleh para peserta sangat bermakna, membantu mereka untuk menjadi hening.
Setelah makan pagi, para peserta mendapat masukan dari pemantik ke dua, yaitu Rm. Mintara yang datang secara khusus dari Semarang. Setelah menerima masukan dari Rm. Mintara, para peserta mendapat tugas untuk menggali dan merefleksikan pengalaman mereka sendiri. Rm. Putranto menawarkan pertanyaan berikut ini: “Kalau Tuhan berkenan memanggil orang-orang yang Anda cintai, kira-kira Tuhan mempunyai maksud apa terhadap kita? Anda ditantang untuk apa?”
Sharing dilakukan dalam dua kelompok yang masing-masing dipandu oleh Rm. Putranto dan Rm. Madya. Salah satu kelompok melakukan percakapan rohani tiga putaran dan di kelompok yang lain dilaksanakan percakapan rohani satu putaran saja. Sebagian besar mengalami peristiwa-peristiwa yang sungguh berat dan memilukan. Namun dalam rekoleksi ini para peserta mampu mengolah pengalaman mereka yang pahit menjadi pengalaman iman dan penuh rahmat. Menjelang rekoleksi kami para pendamping sedikit khawatir: “Bagaimana nanti kita yang laki-laki semua ini mendampingi para peserta yang semuanya perempuan?” “Ah, biarkan Roh Kudus bekerja dan kita tingal menemani mereka saja,” celetuk salah satu dari kami.
Beberapa buah rohani yang mereka petik di antaranya: 1) Pengalaman derita orang lain dan bagaimana ia bisa bangkit sungguh menguatkan; 2) Ketaatan itu menyenangkan Allah, tetapi menyakitkan hatiku, meskipun akhirnya Allah tetap memelihara saya; 3) Saya tetap gembira, karena yakin bahwa Tuhan ikut mengangkat salib-salibku; 4) Saya ingin tetap menjadi kepanjangan telinga, mata, mulut dan tangan Tuhan, meski menghadapi banyak kesulitan; dan 5) saya akan lebih menyediakan ruang batin bagi Tuhan. Ada juga suster yang terinspirasi oleh sinergi dari para romo dengan mengatakan: “Kita terinspirasikan oleh rama-rama Jesuit ini, yang kendati sudah tua-tua, masih bisa bekerja sama (untuk proyek rekoleksi ini)”
Buah-buah rohani yang dipetik dari rekoleksi ini mereka persembahkan kepada Tuhan dalam misa penutup yang dipimpin oleh Rm. Mintara. Kami para pendamping ikut mengalami peneguhan atas pengalaman rohani para peserta. Kami bersyukur karena para peserta meninggalkan Kampoeng Media sebagai orang-orang yang telah berjumpa dengan Tuhan.
Iswarahadi, SJ