Sembilan frater ditahbiskan diakon pada 23 Oktober lalu dan 4 di antaranya adalah skolastik Serikat Jesus. Mereka adalah Fr. Hugo, Fr. Jupri, Fr. Ale dan Fr. Ardi. Mereka dengan gembira dan bebas menyatakan kesiap-sediaannya untuk menjadi pelayan Gereja demi kemuliaan Allah dan keselamatan umat manusia.
Mereka menjadikan ungkapan Nabi Yesaya sebagai motto tahbisan ini, yaitu “Inilah aku, utuslah aku!” (Yes 6:8). Mgr. Robertus Rubiyatmoko dalam homilinya menyatakan bahwa motto ini sangatlah to the point dengan makna tahbisan diakon karena motto ini sangat menyentuh langsung tugas pelayanan. Seperti orang mengatakan, menjadi diakon artinya kita harus rela dan berani untuk “di-akon dan di-kongkon” untuk kepentingan Allah dalam melayani umat manusia.

Mgr. Rubi juga menambahkan dalam motto tersebut tersirat kemauan dan kehendak bebas yang menjadi modal awal kegembiraan dan sukacita dalam pelayanan. Jika melayani tidak dengan bebas, seorang diakon akan merasakan suasana berat dan tidak kerasan dalam pelayanan. Juga, tema ini menyatakan seorang diakon itu tidak pilih-pilih tugasnya. Siap diutus kemana pun karena kita menjalankan semua ini untuk kepentingan Allah dan umat manusia. Karena itu, seorang diakon perlu memiliki kesiap-sediaan dan kerelaan untuk berjuang sebaik mungkin demi kemuliaan Allah dan keselamatan umat manusia.
Ciri seorang diakon yang disemangati dengan pesan nabi Yesaya ini adalah seseorang yang penuh semangat melayani dan tidak leda-lede atau santai-santai saja. Mgr. Rubi mengakhiri dengan pesan bahwa walaupun kita punya semangat yang besar namun tanpa rahmat Allah kita tidak bisa apa-apa. “Dengan iman, kita percaya, Allah yang memanggil dan mengutus akan membekali kita dengan berbagai karunia dalam pelayanan. Inilah yang akan membuat kita tetap dalam kegembiraan dan suka cita sampai akhir hayat kita. Kita tidak akan pernah kering atau surut pelayanannya karena Allah selalu hadir beserta kita.”
Ditahbiskan Diakon dan menjadi pelayan Gereja, bagi Fr. Hugo, merupakan impiannya saat kecil. Akun bernama Maria Magdalena dalam chat-nya di Youtube menyapa Fr. Hugo dan mengatakan, “Selamat melayani Tuhan Yesus seperti yang dicita-citakan dari kecil”. Para diakon menyatakan kesiapsediaan mereka untuk mengabdi Tuhan dalam Gereja dengan jawaban serempak penuh semangat saat ditanya Bapak Uskup.

Bapak Uskup Rubi juga menambahkan bahwa mengimplementasikan motto ternyata tidaklah mudah. Ada beberapa imam yang meminta secara langsung, “Mbok saya jangan di sini lah atau mbok saya di tempat yang itu aja”. Berbagai macam permintaan yang menunjukkan ketidaksediaan dalam perutusan. Maka dengan demikian, Bapak Uskup berpesan bahwa, “Kita jangan sampai meleset jauh dari jati diri tugas pelayanan kita”.
Setelah upacara tahbisan, di kolsani dilangsungkan makan siang bersama secara sederhana yang dihadiri komunitas besar Kolsani, para karyawan dan juga keluarga para diakon. Acara makan siang berlangsung dengan hangat yang diisi dengan persembahan lagu-lagu dari para skolastik, karyawan dan beberapa tamu undangan.
Sekali lagi, Proficiat kepada para Diakon. Selamat menjadi gembala dalam Gereja.
Windar Santoso