Pilgrims of Christ’s Mission

Feature

Sebuah Kontemplasi Pertobatan dan Percakapan Imajiner di Awal Tahun Ignatian : Rencana Ignatius

Ketika pandemi Covid-19 masih terus menghantui bumi, Tuhan Allah tidak pernah jeda membaca dan mendengarkan kiriman permohonan doa umat manusia. Hanya di hari Sabtu ia sengaja melepas lelah, membiarkan beberapa pesan dan permohonan dalam status ‘belum dibaca.’ Waktu jeda ini biasa dipakai untuk berjalan-jalan di taman firdaus pagi hari.  Pada saat makan siang, biasanya Tuhan Allah mengundang para kudus makan bersama. Dari yang sudah-sudah, tidak ada perbincangan yang serius, biasanya ngobrol santai tentang cuaca, binatang unik, atau hal-hal lucu di surga.  Yang tampak cukup serius hanya soal candaan statistik penghuni neraka yang konon menyerupai statistik pasien Covid-19 di bumi. Tapi sabtu itu agak berbeda. Para kudus yang diundang waktu itu semua Jesuit, yaitu Xaverius dan Faber. Tuhan Allah membuka makan siang langsung dengan pertanyaan, layaknya mengawali rapat kabinet.   “Ini saya tidak mengerti. Bapa kalian, kok mengajukan cuti sebagai pendoa tetap di surga. Iya… Ignatius mengajukan permohonan kembali turun ke bumi satu tahun atau kalau boleh sampai akhir masa pandemi Covid-19.”  “Tuhan Allah, memang pada waktu itu Bapa Ignatius pernah berseloroh kadang kakinya gatel. Pengen peregrinasi lagi, tapi pakai rute jalan-jalan Asia. Alasannya, kulinarinya macem-macem. Gitu.”  Faber hanya senyum-senyum ketika melihat Xaverius baru saja, tanpa sadar, mengungkapkan keinginannya melihat Jepang.   “Faber kamu tahu sesuatu tentang rencana Ignatius ini?” “Wahh… duh. Hamba kurang tahu Tuhan Allah. Kebetulan kami tidak pernah membicarakan rencana ini. Tapi dugaan saya Bapa Ignatius agak bosan saja di sini. Bagi seorang yang lahir untuk berjuang seperti dia, kebahagiaan dan kenyamanan tentulah terasa bagai siksaan.”  “Ah bisa jadi dia tergoda kemuliaan digital Tuhan Allah,” sahut Xaverius.  “Apa itu” “Ini pikiran manusiawi saya saja Tuhan Allah. Tahun ini kan genap 500 tahun sejak pertobatannya di Pamplona. Kebetulan, saya juga sering mendapat cerita dari bumi bahwa sejak pandemi Covid-19, Latihan Rohani dan Spiritualitas Ignatian, justru laris. Retret online laris dibanjiri umat dan anak muda. Para Jesuit juga giat sekali mempromosikan doa yang diajarkan Bapa Ignatius, yaitu eksamen, kontemplasi, percakapan rohani, dan lain sebagainya. Mungkin bapa Ignatius hanya ingin sekadar merasakan rasa bangga atas semua itu.”  “Atau juga Bapa Ignatius sekadar pengen aplicatio sensuum, coba-coba seperasaan dengan teman-teman Jesuit yang sering harus berdiskresi di tengah rasanya nunggu notifikasi WA. Ikut menelisik jenis gerak batin baru: desonan. Semacam sensasi hybrid desolasi dan konsolasi yang ditandai rasa-perasaan yang pada saat bersamaan sekaligus ngarep rame dan sepi kudos, likes, loves, fyp, emoticon di hape dan hati mereka. Konon desonan ini yang kadang terasa mengecoh, terasa dekat-sekaligus jauh dari Allah.” “Jadi menurut kalian, Bapa Ignatius itu seperti ingin refreshing dan riset di bumi?”  Faber maupun Xavier terbahak bersama. Percakapan tentang permohonan Ignatius lalu beralih ke topik seputar cuaca yang tidak menentu, rahmat-rahmat unik yang dimohon para Jesuit, teka-teki berimbangnya jumlah orang miskin dan kaya yang tembus masuk surga sejak pandemi, tebak-tebak kembang-ciutnya harapan kaum muda setelah pandemi di bumi berlalu.  Malam hari Tuhan Allah bermenung. “Apa yang kurang dari surgaku ini, hingga Ignatius tidak kerasan? Dialah influencer andal yang sukses mempersuasi umat menginginkan tempat ini. Apa kata warga surgaku kalau mereka tahu Ignatius malah ingin kembali ke bumi?”  Pertanyaan dan praanggapan itu Tuhan Allah bawa sambil membaca lagi isi surat permohonan Ignatius kembali turun ke bumi setelah 500 tahun pertobatannya. “Tuhan Allah, saya mohon diizinkan turun ke bumi. Saya hanya ingin lebih memahami apa yang terjadi di dunia dan pada saudara-saudara saya di Serikat. Belakangan ini, jumlah mereka di seluruh bumi terus berkurang 300 per tahun. Pun pula beberapa kali saya berjumpa saudara-saudara saya se-Serikat yang ternyata masih muda di sini atau di api penyucian. Secara unik, grafik statistik Jesuit yang langsung lolos ke sini juga rasanya berbanding terbalik dengan grafik lingkar perut mereka. Yang transit jauh lebih tinggi. Tanpa mengakrabi dunia lagi, rasanya saya sulit membantu tugas Tuhan Allah menjawab doa-doa yang dikirim umat bumi dengan tepat, arif dan bijaksana, lebih doa-doa kawan saya yang saat ini duduk sebagai superior seperti yang dulu saya jalani.” “Dengan kalimat apa, rencana ini perlu Aku tanggapi?” Kontributor : Adi Bangkit, S.J.

Karya Pendidikan

Catatan Reflektif Pandemi sebagai Cannonball Moments : Upgrading Guru

Bagi banyak guru pandemi Covid-19 menjadi Cannonball Moments (momen bola meriam) yang menggetarkan. Pembelajaran daring -disertai luring-  harus dilakukan oleh para guru. Kesiapan diri untuk melayani, mengajar, melaksanakan tugas pokok guru, dan mendidik para murid dengan  jaringan internet di era digital, menyebabkan “letusan atau dentuman” bagi jiwa bersamaan dengan rasa takut karena ancaman virus corona. Momen bola meriam yang dialami St. Ignatius Loyola, dalam gradasi kehancuran yang berbeda, menjadi catatan sejarah hidup sekaligus inspirasi bagi guru untuk terus bertumbuh dalam pelayanan kepada Allah. Sementara St. Ignatius mengalami momen meriam di medan perang, para guru mengalami momen meriam di medan pandemi dan model pembelajaran baru.  Mengidentifikasi bola meriam Ignatius Loyola mengalami cedera patah kaki pada tahun 1521 karena terkena bola meriam dalam Pertempuran di Pamplona. Ingin rasanya Ignatius pulih dan berjuang untuk menang. Akan tetapi dalam proses pemulihan Ignatius justru mendapatkan pencerahan setelah berdiam diri dalam hening seraya membaca buku tentang Kristus dan orang kudus yang pada akhirnya membawanya pada pertobatan. Momen bola meriam merupakan  pengalaman yang menghentikan cara hidup lama dan (memaksa) mengajak  untuk hidup dengan cara baru. Di sekolah-sekolah, para guru mengalami “momen bola meriam”. Rasa cemas dan khawatir menghampiri. Para guru juga merasakan “sakit” karena ketidaksiapan untuk menyesuaikan pola pembelajaran reguler dengan daring, serta persoalan dampak pandemi baik di sekolah, di rumah, maupun di tengah masyarakat serta merasakan apa yang dialami siswa-siswi beserta keluarganya. Kurva penyebaran virus yang melonjak menimbulkan kekhawatiran dalam kurun waktu yang lama. Kabar menyedihkan karena ada yang sakit dan dipanggil Tuhan turut serta menghimpit dan menyesakkan.  Semangat mengupgrade diri Dalam refleksi saya, konteks guru saat ini adalah menghadapi tantangan zaman : pandemi dan pembelajaran daring. Yayasan Kanisius Cabang Surakarta bekerja sama dengan Percetakan Kanisius dan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengadakan Pelatihan Pembuatan Media Pembelajaran Berbasis Multimedia pada tanggal 24 – 25 Juni 2021. Ibu Brigida Intan Printina M.Pd. dan Tim menjadi narasumber pelatihan ini. Ini merupakan  tawaran untuk mengubah cara hidup (pembelajaran) konvensional menjadi cara hidup baru yang sesuai dengan situasi zaman. Pelatihan diikuti oleh para guru Kanisius Cabang Surakarta yang berjumlah 319 orang dan berada di Kota Surakarta, Klaten, Boyolali, Wonogiri, dan Karanganyar.  Kemauan para guru untuk terus berubah dari metode pembelajaran lama ke cara pembelajaran baru adalah peletup. Sedangkan modal dan daya juang agar membawa hasil (pertobatan), memperoleh pengalaman dan kebermaknaan adalah buah yang ingin diusahakan dan dibagikan kepada para murid. Dalam kesempatan pelatihan itu,  saya menangkap dan merefleksikan bahwa materi tentang apersepsi yang diberikan oleh narasumber mirip dengan “momen bola meriam”: medan pertempuran sesuai jamannya, Ada semangat lebih untuk mengubah diri dan membuahkan pertobatan dan untuk meninggalkan cara lama serta mengenakan cara (hidup) baru dalam mendidik para murid Upgrading guru: mengupgrade insani (brainware) di samping mengupgrade hardware dan software di era komunikasi digital.  Para guru senantiasa perlu memperbaharui diri menghidupkan semangat refleksi seperti yang diwariskan oleh St. Ignatius dari Loyola. Paradigma Pedagogi Ignatian (PPI) atau Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) menjadi acuan bagi para guru berusaha untuk menguasai kompetensi teknis dan memanfaatkan teknologi informasi komunikasi.  Catatan benang merah “momen bola meriam“ dan memperbaharui diri dan refleksi  Frater Amadea, yang menjadi Koordinator Pelatihan dan host webinar bahwa para guru dipaksa untuk mengikuti pelatihan ini. Paksaan ini bagi saya merupakan momen ledakan meriam yang tidak bisa dihindari oleh para guru saat ini.  Kepala Yayasan Kanisius Cabang, Rm. Joseph Situmorang, mengatakan hal yang senada dalam sambutannya. Pandemi memaksa para guru mengubah cara pembelajaran konvensial ke cara pembelajaran baru. Multimedia merupakan salah satu sarana yang bisa dimanfaatkan dewasa ini dan tetap akan relevan bahkan jika pandemi ini berlalu.Romo Joseph mengajak setiap guru untuk senantiasa memperbaharui diri yang merupakan semangat Ignatian yang dilatihkan dalam PPI atau PPR. bu Intan, mengajak para guru untuk meningkatkan nilai proses pembelajaran. Harapannya hal ini dapat memberikan motivasi dan ketertarikan peserta didik. Dalam paparannya Ibu Intan, sebagai dosen yang mendampingi para mahasiswa dengan model pembelajaran PPR, mengingatkan pemanfaatan sarana aplikasi multimedia para guru bisa memberikan pendampingan reflektif bagi para siswa. Para guru dapat memberikan materi yang memotivasi dan kutipan  yang reflektif sebagai bagian dalam pewarisan nilai-nilai reflektif bagi para siswa. Bersama St. Ignatius mendampingi para murid Momen bola meriam adalah pengalaman yang memaksa untuk melakukan perubahan dengan cara menghentikan cara  hidup lama. Upgrading guru Kanisius dengan mengikuti pelatihan merupakan ajakan untuk menapaki cara (hidup) pembelajaran yang baru. Jika dihubungkan dengan PPR, pembentukan karakter peserta didik tetap menjadi aspek penting yang harus diusahakan agar setiap peserta didik mampu berpikir secara reflektif. Pemanfaatan sarana multimedia yang tetap memasukkan nilai-nilai reflektif  dalam pembelajaran menjadi cara setiap guru untuk berjalan bersama St. Ignatius dalam mendampingi para murid. Dengan melakukan refleksi, para murid dapat menimbang dan memaknai pengalaman hidupnya dalam usaha untuk menemukan dirinya secara otentik. Dengan cara refleksi para murid  dapat mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan martabatnya sebagai ciptaan Allah. Paradigma Pedagogi Reflektif yang didukung sarana pembelajaran yang kekinian diharapkan mampu mengajak siswa untuk mengalami proses perubahan. Dengan demikian setiap peserta didik juga diajak untuk mampu memaknai pandemi sebagai medan pertempuran dengan tetap memiliki daya juang “Ignatian” dalamkonteks pengenalan diri sendiri dan kemampuan menanggapi sapaan Allah. Kontributor : FX Juli Pramana – Kepala Sekolah SMK Kanisius Surakarta

Pelayanan Gereja

Mensyukuri Rahmat Panggilan

13 Juni 2021 merupakan hari yang istimewa bagi Gereja Santo Robertus Bellarminus – Cililitan. Dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir baru kali ini ada enam belas orang imam yang berkonselebrasi dalam Perayaan Ekaristi di Gereja Santo Robertus Bellarminus – Cililitan. Mereka adalah para imam Ordo Salib Suci, imam Keuskupan Agung Jakarta, imam Salesian, dan imam Serikat Jesus. Imam-imam yang berasal dari Bandung, Cirebon, Cigugur, dan Jakarta, bersama-sama merayakan “Misa Perdana” Romo Thomas Tjatur Herianto, OSC. Romo Thomas Tjatur Herianto, OSC adalah putra asli Paroki Cililitan. Dia adalah anak keempat dari pasangan Bapak Petrus Tumin dan Ibu Cisilia Surati. Pada 26 Mei 2021 bersama dengan lima Frater Diakon yang lain, Frater Diakon Thomas Tjatur Herianto, OSC menerima tahbisan Imam dari tangan Bapa Uskup Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC di Gereja Katedral St. Petrus – Bandung. Umat Paroki Cililitan sangat bersyukur karena meskipun tergolong paroki kecil di Keuskupan Agung Jakarta tetapi cukup banyak menyumbangkan para imam bagi pelayanan Gereja. Dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir Paroki Cililitan sudah menyumbangkan enam imam yang ditahbiskan hampir setiap lima tahun, yaitu Romo Adi Prasojo, Pr (tahbisan 2005); Romo Putranto, Pr (tahbisan 2006); Romo Agung, SDB (tahbisan 2007); Romo Kristiono Puspo, SJ (tahbisan 2010); Romo Windar Santoso, SJ (tahbisan 2013) dan Romo Tjatur, OSC (tahbisan 2021).  Bagaimana dengan ke depan? Hingga tahun 2021 ini masih ada beberapa calon imam yang sedang dalam masa formasi, yaitu Fr. Wahyu, SJ (Skolastik filosofan tk IV); Fr. Agung, Pr (Frater Dioses Bandung, tk I); Bima (calon novis SX 2021); Deo dan Christian (Seminaris Seminari Wacana Bhakti). Jika Tuhan menghendaki, dalam beberapa tahun ke depan dan di setiap 5 tahun masih akan ada umat Paroki Cililitan yang ditahbiskan menjadi Imam. Namun demikian, kita semua senantiasa memohon rahmat panggilan dan sementara itu juga senantiasa berdoa memohon rahmat sukacita pelayanan bagi para imam. Kontributor : KOMSOS Paroki Cililitan.

Pelayanan Gereja

Pesta Nama Santo Antonius Padua

Setiap tanggal 13 Juni Gereja Katolik memperingati Santo Antonius Padua. Santo Antonius Padua merupakan Santo Pelindung Gereja Kotabaru, Yogyakarta. Perayaan Ekaristi Pesta Nama Santo Antonius Padua dilaksanakan pada Minggu, 13 Juni 2021 pukul 09.30 WIB. Rm. Thomas Septi Widhiyudana, S.J. dan Rm. Macarius Maharsono Probho, S.J. memimpin perayaan yang terlaksana dengan khidmat dan penuh suka cita. Lagu Santo Antonius yang dinyanyikan dengan riang oleh teman-teman OMK Kotabaru menjadi lagu pembuka perayaan ini. Mengingat masa pandemi yang belum usai, Gereja terpaksa membatasi jumlah umat yang mengikuti perayaan penting ini. Dalam homilinya, Rm Mahar mengajak umat untuk melakukan dua hal. Pertama, berterima kasih kepada Santo Antonius Padua karena telah senantiasa melindungi, menolong, dan mendampingi umat Paroki Kotabaru. Kedua, beliau juga mengajak umat untuk mengamati dan mengambil buah dari bacaan Injil perayaan itu yaitu bagaimana firman Tuhan hidup dan bekerja dalam hidup kita, serta bagaimana tidak semua cara Tuhan bekerja itu bisa dilihat tetapi selalu bisa dinikmati. Mari merayakan pesta nama Santo Antonius Padua dengan penuh kegembiraan dan rasa syukur. Doakanlah kami pada Bapa, ya Santo Antonius. Kontributor : Maria Ludwina & Jessica Juliani

Pelayanan Gereja

Ayo Nandur

“Ayo Nandur” merupakan slogan dari panitia Tim Pelayanan Keutuhan Ciptaan dan Lingkungan Hidup, Paroki St. Yusuf Ambarawa dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup pada tanggal 5 Juni 2021. Pada kesempatan ini, panitia mengajak anak-anak hingga orang tua untuk bercocok tanam, misalnya tanaman boga di rumah maupun pohon Sengon. Panitia menyediakan bibit tanaman lombok, terong, tomat, papaya, jeruk, dan markisa. Dana penyediaan bibit-bibit tersebut diperoleh dari dana paroki dan hasil usaha menjual minyak jelantah.  Sebagian umat memberi sumbangan berupa bibit bunga telang, bibit jipang, dan sereh juga beberapa botol eco enzyme. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Semarang juga memberi lima puluh bibit aneka buah dan tujuh puluh lima bibit pohon Sengon. SMK SPP Kanisius Ambarawa tak kalah andil dengan memberi sekitar dua ratus bibit lombok dan terong. Pembagian bibit-bibit tersebut dilakukan dalam empat kesempatan. Pertama, pembagian bibit kepada umat yang mengikuti Perayaan Ekaristi di Gereja St. Yusuf Ambarawa pada  Sabtu 5 Juni 2021 sore. Kedua, kepada umat yang mengikuti Perayaan Ekaristi di Gereja St. Yusuf Ambarawa Minggu 6 Juni 2021 pagi. Ketiga, kepada anak-anak penerima komuni pertama di Gereja St.Yusuf Ambarawa yang berjumlah 104 anak  pada Minggu, 6 Juni siang. Bibit tersebut sekaligus sebagai souvenir perayaan itu. Keempat, kepada umat di wilayah Gedong dan Banyubiru pada hari Minggu 6 Juni 2021. Kontributor : Sigit Widisana, S.J. – Paroki Ambarawa

Pelayanan Spiritualitas

Ignatian Life

Dalam rangka bulan Ignatian 2021, Serikat Jesus Provinsi Indonesia bersama teman-teman Christian Life Community (CLC) mengadakan proyek bersama yang diberi nama Ignatian Life Project. Teman-teman CLC akan membagikan kisah dan refleksi atas hidup mereka dalam terang Spiritualitas Ignatian. Pengalaman hidup mereka seperti menjalankan bisnis, hidup berkeluarga, dan membangun relasi sejati itu akan dibingkai dalam 12 titik peziarahan St. Ignatius, yaitu dari Pamplona sampai Loyola.  Tentang CLC Christian Life Community adalah komunitas kristiani yang mengakarkan cara hidupnya pada semangat St. Ignatius Loyola, seorang ksatria yang pulih dari luka dalam peperangan dan kemudian mendapatkan rahmat pertobatan yang luar biasa. Pengalaman mistik St. Ignatius yang bergulat dengan imannya justru menuntunnya pada pemberian diri secara total kepada Kristus di dunia ini. Setelah pertobatannya, Ignatius berusaha membantu banyak orang untuk mengalami perjumpaan personal dengan Tuhan lewat percakapan rohani maupun tindakan amal kasih kepada sesama. Ignatius kemudian menuliskan metode rohani untuk mengalami perjumpaan yang personal dan pengabdian diri secara penuh kepada Allah dalam buku Latihan Rohani.  Pada tahun 1563 di Roma, seorang Jesuit muda bernama Yohanes Leunis, mendirikan CLC sebagai wadah untuk orang-orang muda dalam memaknai hidupnya berdasarkan nilai-nilai kristiani. Mereka diajak untuk merefleksikan kehidupan mereka sehari-hari (persoalan dalam keluarga, pekerjaan, Gereja, dan berbagai hal lainnya) dengan terang Latihan Rohani. Setiap anggota CLC diajak untuk mendasarkan cara hidupnya pada spiritualitas, komunitas, dan pelayanan. Seperti yang tertuang dalam Prinsip Umum CLC nomor 8, setiap anggota CLC mengusahakan dirinya agar menjalankan misinya. “Sebagai anggota umat Allah, kita menerima tugas perutusan menjadi saksi Kristus dengan seluruh sikap hidup, perkataan serta perbuatan di antara sesama manusia. Kita menyatukan diri kita dengan tugas perutusan-Nya untuk membawa kabar gembira kepada orang miskin, mewartakan kemerdekaan bagi para tawanan dan penglihatan baru bagi orang buta, membebaskan mereka yang tertindas dan mewartakan tahun kemurahan Allah”. Ignatian Life Project Ignatian Life project merupakan sebuah usaha untuk membagikan cara hidup sehari-hari berdasarkan semangat Ignatian. Di dalamnya akan disajikan kisah-kisah para anggota CLC sebagai orang-orang zaman ini yang terus bergumul dan menimba inspirasi dari St. Ignatius dalam seluk beluk kehidupan mereka. Menurut mereka, Ignatius adalah sosok yang pernah mempunyai  “idola yg toxic”, pernah “bucin dan baperan”, dan mampu “move on”, dan mengarahkan hidupnya kepada Allah dalam cinta.  Teman-teman CLC juga mencoba untuk merefleksikan pengalaman mereka dalam membangun relasi persahabatan seturut pengalaman Ignatius. Mereka diajak untuk membangun hidup yang penuh komitmen satu sama lain sehingga persahabatan mereka tidak melulu merugikan atau hanya ingin untungnya saja. Dalam kisah yang akan dibagikan nanti setiap orang juga mengutarakan kisahnya mendapatkan kacamata baru dalam Kristus. Kaca mata baru ini berupa munculnya kesadaran untuk berubah, kesadaran untuk mengusahakan dirinya menjadi lebih baik dan juga kesediaan untuk melakukan perubahan.  Project ini dikoordinasi oleh Rius dan Ibra, anggota CLC Bandung. Script project ini dibuat oleh RD Rusbani Setyawan. Sebagai salah satu koordinator, Ibra melihat proyek ini sebagai kesempatan dan tantangan untuk terus bertumbuh dan berkembang dalam membagikan kekayaan Spiritualitas Ignatian.  “Ternyata tidak mudah untuk menyelaraskan frekuensi dan gagasan…merasanya sih masih muda tapi ketika ketemu yang muda beneran ternyata seleranya beda. Semoga ini menjadi kesempatan yang sungguh baik untuk memberikan diri agar sama-sama tumbuh dan expand the boundaries” demikian kesan Ibra. Mari kita saksikan kisah-kisah mereka dalam platform media sosial Jesuit Indonesia dan CLC Indonesia selama bulan Juli 2021. Semoga kisah-kisah mereka menginspirasikan kita untuk berani melakukan perubahan seturut Injil dengan berakar pada Latihan Rohani. Kontributor : Ignatius Windar Santoso, S.J.

Pelayanan Gereja

Krisma di Paroki St. Yusuf Ambarawa

Paroki St. Yusuf Ambarawa menyelenggarakan misa Krisma sesudah tertunda di tahun 2020 dengan protokol kesehatan yang ketat pada Sabtu, 8 Mei 2021 di SMP Pangudi Luhur, Ambarawa. Pemberian sakramen Krisma dilakukan dalam beberapa sesi, yaitu pukul 10.00 WIB oleh Mgr. Robertus Rubiyatmoko dan sore hari pukul 16.00 WIB oleh Vikjen Keuskupan Agung Semarang, Romo Yohanes Rasul Edy Purwanto. Sedangkan pada Minggu, 9 Mei 2021, Romo Vikjen memberikan sakramen Krisma pukul 08.00 dan 11.00 WIB. Jumlah krismawan-krismawati adalah 308 orang. Kontributor: Sigit Widisana, S. J.

Feature

MARIA DELLA STRADA : Mendekatkan kepada Sang Putera, menyatukan kepada Allah Bapa (Bagian 1)

Oleh: L. A. Sardi S. J. Tulisan ini menyajikan penjelasan tentang Maria della Strada dalam hubungannya dengan hidup rohani St. Ignatius Loyola. Perjalanan rohani St. Ignatius diwarnai oleh kehadiran Bunda Maria; mulai dari awal pertobatannya hingga saat terakhir ketika berada di Roma. Maria della Strada (bahasa Italia) berarti Maria Sang Jalan atau Maria pelindung jalan. Gagasannya adalah bahwa Maria melindungi jalan-jalan kota Roma. Tetapi akhirnya juga berarti melindungi ‘pejalan’, ‘peziarah’, atau orang-orang yang melewati jalan itu sehari-hari. Gagasan lain adalah tentang harapan bahwa orang-orang bisa berhenti sejenak di tengah-tengah perjalanan lalu berdoa sebentar di kapel itu. Pemahaman lain, dalam praktik sehari-hari, orang-orang katolik Italia seringkali sebelum bepergian  jauh (menggunakan mobil, bus, atau angkutan umum lainnya) selalu berdoa “Maria della Strada, doakanlah kami.” Dalam hal ini, “Maria della Strada” juga bisa diartikan sebagai “Maria pelindung orang-orang yang sedang di jalan (dalam perjalanan), doakanlah kami.” Pemaknaan-pemaknaan ungkapan tersebut mau menunjuk kebenaran bahwa Bunda Maria menyertai perjalanan. Bila ungkapan tersebut kita gunakan untuk memahami pengalaman rohani St. Ignatius, yang menyebut diri sebagai peziarah, akan menjelaskan kenyataan bahwa St. Ignatius merasakan disertai, dikuatkan, dijaga, dan dibimbing dalam peziarahan hidupnya.     Itulah mengapa selanjutnya, peranan Maria terus disadari sebagaimana nampak misalnya dalam rumusan doa persembahan penting dalam Latihan Rohani, “O, Tuhan semesta abadi, dengan kurnia dan pertolongan-Mu, kuhaturkan persembahanku di Kebaikan-Mu yang tak terhingga, di hadapan Bunda-Mu teramat mulia dan sekalian Santo-santa istana surga …” (Latihan Rohani 98); dan ada dalam pengucapan kaul para jesuit, “… berkaul kepada keagungan Ilahi-Mu di hadapan Perawan Tersuci Maria dan segenap penghuni surga, …” (Konstitusi S. J., 527). Mau ditegaskan bahwa sejak awal pertobatannya, saat berziarah jalan kaki tanpa bekal ke Yerusalem maupun dalam mengemban pemerintahan Serikat dan karya-karyanya Ignatius mengalami dukungan Bunda Maria. Ibarat dalam perjalanan, Maria selalu di jalan yang ditempuh Ignatius. Dalam tradisi katolik keluarga Loyola, Ignatius sendiri sudah melihat kehadiran Maria sejak kecil. Di rumahnya ada gambar Maria menerima kabar gembira yang dibawa oleh kakak ipar, Magdalena Arraoz. Gambar ini pemberian dari ratu Elisabeth Katolik oleh karena kedekatan Magdalena dengan sang ratu. Suku bangsa Bask sendiri memiliki tenmpat peziarahan Maria Arranzazu, ke sana pertama kali Ignatius mengawali peziarahannya setelah bertobat. Tidak jauh dari rumah Ignatius ada tempat doa yang bernama Ermita Nuestra Señora de Olatz. Maria della Strada1 Bisa kita ketahui riwayat Maria della Strada menjadi pelindung Serikat Yesus dan selanjutnya disebarluaskan oleh para jesuit di banyak tempat. Riwayat tersebut pertama-tama terkait dengan kedatangan Ignatius dan sahabat- sahabatnya dalam mempersembahkan diri kepada Gereja di bawah Paus di Roma yang juga merupakan asal usul kelahiran Serikat Yesus. Maria della Strada adalah gambar Maria yang pertama kali dihormati di dalam Serikat Yesus yang baru lahir. Lebih daripada itu Maria della Strada diperingati secara liturgis oleh Serikat Yesus pada tanggal 24 Mei. Peringatan liturgis ini merupakan kesempatan    rohani bagi para jesuit dan banyak rekannya untuk menyadari bahwa mereka itu hidup sebagai peziarah seperti diinspirasikan oleh St. Ignatius Loyola, sang peziarah dalam Tuhan. Tercatat bahwa keberadaan Maria della Strada dimulai pada tahun 425. Pada tahun itu keluarga Astalli yang membangun tempat suci Bunda Maria di kota tua Roma. Bunda Maria yang ditempatkan di situs tersebut disebut “Madonna degli Astalli”. Selanjutnya di tempat doa yang didirikan oleh keluarga Astalli ini dipasang gambar Madona della Strada atau Maria della Strada hasil karya anonim dari seni aliran roma antara abad XV dan XVI. Ignatius dan teman-temannya tiba ketika tempat suci Bunda Maria itu sudah menjadi Maria della Strada. Mereka dikenal oleh banyak orang karena semangat merasul dan karya-karyanya, kendati belum merupakan Serikat yang disetujui Paus. Ignatius dan teman-temannya tinggal dekat Maria della Strada dan sering berkotbah dan merayakan ekaristi di gereja Maria della Strada. Setelah Serikat disahkan oleh Paus Paulus III pada tahun 1540, gereja Maria della Strada diserahkan kepada Serikat Yesus oleh Paus yang sama pada bulan Februari 1541. Pedro Codacio, seorang imam diocesan yang bergabung dengan Serikat Yesus dan merupakan jesuit Italia pertama ditugaskan untuk bekerja di Gereja tersebut. Pada tahun 1568, Kardinal Alessandro Farnese memulai membangun Gereja Gesú di Roma, sebagai gereja induk para Jesuit. Ketika gereja Maria della Strada dirobohkan, selanjutnya gambar Maria della Strada ditempatkan dalam salah satu kapel Gereja Gesú. Sejak itu sampai sekarang di dalam gereja del Gesú terdapat kapel Maria della Strada. Mulai tahun 1551 Gereja del Gesú menjadi tempat keberadaan Jendral Serikat hingga Serikat dibubarkan pada tahun 1773. Penempatan Maria della Strada dalam konteks ke-jesuitan bisa diterangkan dari sisi inspirasi strategis yang meriwayatkan kerohanian Serikat Yesus yang diwariskan oleh St. Ignatius. Gereja Gesú dibangun dan dipersembahkan untuk Bapa, Santa Maria dan Yesus. Dalam Gereja Gesú María della Strada ditempatkan di antara dua altar, yaitu altar St. Ignatius dan altar besar Nama Yesus. Penempatan demikian ini mau menegaskan peranan Santa Maria dalam peziarahan untuk didekatkan kepada Yesus Sang Putera dan disatukan kepada Bapa. Setidaknya demikian yang terjadi pada St. Ignatius dan demikian diharapkan dialami oleh para jesuit dan rekan-rekan kerjanya: Didekatkan dengan Sang Putera, disatukan dengan Allah Bapa. Selain itu penempatan Maria della Strada juga bisa dijelaskan dengan arsitektur Gereja Gesú beserta ikon-ikonnya. Dalam keutuhan arsitektur dan ikon-ikon yang ada di Gereja Gesú mau ditunjukkan gagasan penting tentang triple coloqui atau wawancara tiga pribadi yang diajarkan oleh St. Ignatius dalam Latihan Rohani atau sering disebut Retret Agung atau Retret Sebulan2. Dalam Latihan Rohani St. Ignatius menganjurkan supaya terkait dengan permohonan- permohonan penting dan istimewa, melakukan doa triple coloqui atau wawancara dengan tiga pribadi. Mohon kepada Maria supaya mendapatkan rahmat dari Sang Putera dan Tuhannya; mohon kepada Sang Putera supaya Ia memperolehkan rahmat yang dimohon: mohon yang sama kepada Bapa agar Bapa sendiri mengabulkan rahmat yang dimohon (Bdk. Latihan Rohani 147). Pada tahun 1638 Maria della Strada diresmikan secara kanonis dan makin dihormati oleh banyak pengunjung. Penghormatan ini mendorong Paus Leo XIII pada tahun 1890 menetapkan pesta liturgis Maria della Strada pada tiap 24 Mei kepada Serikat Yesus. Melalui banyak jesuit di seluruh dunia Serikat Yesus menyebarkan pesta liturgis ini dengan membagikan inspirasi rohaninya. Tidak sedikit kapel, tempat di lingkungan Serikat atau kelompok karya yang selanjutnya menggunakan nama Maria della Strada. Saya