Bagi banyak guru pandemi Covid-19 menjadi Cannonball Moments (momen bola meriam) yang menggetarkan. Pembelajaran daring -disertai luring- harus dilakukan oleh para guru. Kesiapan diri untuk melayani, mengajar, melaksanakan tugas pokok guru, dan mendidik para murid dengan jaringan internet di era digital, menyebabkan “letusan atau dentuman” bagi jiwa bersamaan dengan rasa takut karena ancaman virus corona. Momen bola meriam yang dialami St. Ignatius Loyola, dalam gradasi kehancuran yang berbeda, menjadi catatan sejarah hidup sekaligus inspirasi bagi guru untuk terus bertumbuh dalam pelayanan kepada Allah. Sementara St. Ignatius mengalami momen meriam di medan perang, para guru mengalami momen meriam di medan pandemi dan model pembelajaran baru.
Mengidentifikasi bola meriam
Ignatius Loyola mengalami cedera patah kaki pada tahun 1521 karena terkena bola meriam dalam Pertempuran di Pamplona. Ingin rasanya Ignatius pulih dan berjuang untuk menang. Akan tetapi dalam proses pemulihan Ignatius justru mendapatkan pencerahan setelah berdiam diri dalam hening seraya membaca buku tentang Kristus dan orang kudus yang pada akhirnya membawanya pada pertobatan. Momen bola meriam merupakan pengalaman yang menghentikan cara hidup lama dan (memaksa) mengajak untuk hidup dengan cara baru.
Di sekolah-sekolah, para guru mengalami “momen bola meriam”. Rasa cemas dan khawatir menghampiri. Para guru juga merasakan “sakit” karena ketidaksiapan untuk menyesuaikan pola pembelajaran reguler dengan daring, serta persoalan dampak pandemi baik di sekolah, di rumah, maupun di tengah masyarakat serta merasakan apa yang dialami siswa-siswi beserta keluarganya. Kurva penyebaran virus yang melonjak menimbulkan kekhawatiran dalam kurun waktu yang lama. Kabar menyedihkan karena ada yang sakit dan dipanggil Tuhan turut serta menghimpit dan menyesakkan.
Semangat mengupgrade diri
Dalam refleksi saya, konteks guru saat ini adalah menghadapi tantangan zaman : pandemi dan pembelajaran daring. Yayasan Kanisius Cabang Surakarta bekerja sama dengan Percetakan Kanisius dan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengadakan Pelatihan Pembuatan Media Pembelajaran Berbasis Multimedia pada tanggal 24 – 25 Juni 2021. Ibu Brigida Intan Printina M.Pd. dan Tim menjadi narasumber pelatihan ini. Ini merupakan tawaran untuk mengubah cara hidup (pembelajaran) konvensional menjadi cara hidup baru yang sesuai dengan situasi zaman. Pelatihan diikuti oleh para guru Kanisius Cabang Surakarta yang berjumlah 319 orang dan berada di Kota Surakarta, Klaten, Boyolali, Wonogiri, dan Karanganyar.
Kemauan para guru untuk terus berubah dari metode pembelajaran lama ke cara pembelajaran baru adalah peletup. Sedangkan modal dan daya juang agar membawa hasil (pertobatan), memperoleh pengalaman dan kebermaknaan adalah buah yang ingin diusahakan dan dibagikan kepada para murid. Dalam kesempatan pelatihan itu, saya menangkap dan merefleksikan bahwa materi tentang apersepsi yang diberikan oleh narasumber mirip dengan “momen bola meriam”: medan pertempuran sesuai jamannya, Ada semangat lebih untuk mengubah diri dan membuahkan pertobatan dan untuk meninggalkan cara lama serta mengenakan cara (hidup) baru dalam mendidik para murid
Upgrading guru: mengupgrade insani (brainware) di samping mengupgrade hardware dan software di era komunikasi digital.
Para guru senantiasa perlu memperbaharui diri menghidupkan semangat refleksi seperti yang diwariskan oleh St. Ignatius dari Loyola. Paradigma Pedagogi Ignatian (PPI) atau Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) menjadi acuan bagi para guru berusaha untuk menguasai kompetensi teknis dan memanfaatkan teknologi informasi komunikasi.
Catatan benang merah “momen bola meriam“ dan memperbaharui diri dan refleksi
Frater Amadea, yang menjadi Koordinator Pelatihan dan host webinar bahwa para guru dipaksa untuk mengikuti pelatihan ini. Paksaan ini bagi saya merupakan momen ledakan meriam yang tidak bisa dihindari oleh para guru saat ini.
Kepala Yayasan Kanisius Cabang, Rm. Joseph Situmorang, mengatakan hal yang senada dalam sambutannya. Pandemi memaksa para guru mengubah cara pembelajaran konvensial ke cara pembelajaran baru. Multimedia merupakan salah satu sarana yang bisa dimanfaatkan dewasa ini dan tetap akan relevan bahkan jika pandemi ini berlalu.Romo Joseph mengajak setiap guru untuk senantiasa memperbaharui diri yang merupakan semangat Ignatian yang dilatihkan dalam PPI atau PPR.
bu Intan, mengajak para guru untuk meningkatkan nilai proses pembelajaran. Harapannya hal ini dapat memberikan motivasi dan ketertarikan peserta didik. Dalam paparannya Ibu Intan, sebagai dosen yang mendampingi para mahasiswa dengan model pembelajaran PPR, mengingatkan pemanfaatan sarana aplikasi multimedia para guru bisa memberikan pendampingan reflektif bagi para siswa. Para guru dapat memberikan materi yang memotivasi dan kutipan yang reflektif sebagai bagian dalam pewarisan nilai-nilai reflektif bagi para siswa.
Bersama St. Ignatius mendampingi para murid
Momen bola meriam adalah pengalaman yang memaksa untuk melakukan perubahan dengan cara menghentikan cara hidup lama. Upgrading guru Kanisius dengan mengikuti pelatihan merupakan ajakan untuk menapaki cara (hidup) pembelajaran yang baru.
Jika dihubungkan dengan PPR, pembentukan karakter peserta didik tetap menjadi aspek penting yang harus diusahakan agar setiap peserta didik mampu berpikir secara reflektif. Pemanfaatan sarana multimedia yang tetap memasukkan nilai-nilai reflektif dalam pembelajaran menjadi cara setiap guru untuk berjalan bersama St. Ignatius dalam mendampingi para murid.
Dengan melakukan refleksi, para murid dapat menimbang dan memaknai pengalaman hidupnya dalam usaha untuk menemukan dirinya secara otentik. Dengan cara refleksi para murid dapat mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan martabatnya sebagai ciptaan Allah. Paradigma Pedagogi Reflektif yang didukung sarana pembelajaran yang kekinian diharapkan mampu mengajak siswa untuk mengalami proses perubahan. Dengan demikian setiap peserta didik juga diajak untuk mampu memaknai pandemi sebagai medan pertempuran dengan tetap memiliki daya juang “Ignatian” dalamkonteks pengenalan diri sendiri dan kemampuan menanggapi sapaan Allah.
Kontributor : FX Juli Pramana – Kepala Sekolah SMK Kanisius Surakarta