Pilgrims of Christ’s Mission

Pelayanan Spiritualitas

Pelayanan Spiritualitas

Pengenalan Spiritualitas Ignatian Lintas Agama

Menjelang akhir program tersiat 2021, para peserta diundang untuk berkontemplasi membagikan kegembiraan selama proses tersiat. Dari situ ada sebuah kerinduan untuk membagikan Spiritualitas Ignatian kepada banyak orang, termasuk rekan-rekan lintas agama. Para peserta tersiat kemudian berinisiatif untuk membuat rangkaian webinar Pengenalan Spiritualitas Lintas Agama dengan mengajak teman-teman lintas agama untuk bergabung di dalamnya. Kegiatan ini diselenggarakan secara virtual dari bulan Juli-November 2021 (dua kali pertemuan dalam sebulan, setiap Kamis minggu kedua dan Kamis minggu keempat). Acara ini diselenggarakan juga sebagai bagian dari momen peringatan 500 tahun Pertobatan St Ignatius.  Webinar yang pertama diselenggarakan pada 8 Juli 2021 pukul 19.30 WIB dengan tema Pengenalan Sosok St Ignatius oleh Pater Didik Chahyono, S.J. dan Pater Mutiara Andalas, S.J.. Pater Didik mengungkapkan bahwa seluruh peserta yang mengikuti webinar ini merupakan pribadi-pribadi yang memiliki perhatian besar pada jalinan persaudaraan dan kerja sama lintas agama. Perjumpaan virtual ini bukanlah webinar semata seperti pada umumnya. Namun lebih dari itu, perjumpaan ini diharapkan dapat semakin mempererat kebersamaan dan kerja sama rekan-rekan lintas agama. Dalam paparannya, Pater Didik mengatakan bahwa spiritualitas merupakan semangat hidup yang didasarkan pada relasi pribadi seseorang dengan Tuhan pencipta. Relasi pribadi ini akan mempengaruhi cara pandang orang tersebut terhadap Sang Pencipta, dunia, dan segala makhluk ciptaan. Contohnya, bila seseorang merasakan pengalaman dicintai oleh Tuhan, maka seseorang itu akan memandang dunia ini sebagai anugerah yang harus disyukuri dan dijaga, termasuk ketika seseorang itu memandang sesamanya. Pengalaman dikasihi ini akan mendorongnya untuk mengasihi sesama dan seluruh makhluk ciptaan. Dengan demikian, Spiritualitas Ignatian merupakan semangat hidup yang dimiliki oleh Santo Ignatius terkait pengalaman batinnya dengan Tuhan Sang Pencipta. Pengalaman batin ini mengobarkan dirinya untuk mengabdi Tuhan dan mencintai manusia demi keselamatan jiwa-jiwa. Sementara Pater Andalas menceritakan pengalaman Ignatius saat bertemu dengan orang Moor (Islam). Bagi kebanyakan orang Spanyol waktu itu, berbincang dengan orang Moor (Islam) sangat jarang terjadi. Tetapi Ignatius bersedia berbincang meski isi perbincangannya menyinggung soal Bunda Maria. Perbedaan pandangan ini menyebabkan suasana hati Ignatius tidak nyaman. Berkat bimbingan Roh Kudus melalui seekor keledai, Ignatius membiarkan orang Moor itu pergi dan tidak bertindak negatif. Perjumpaan virtual pada pertemuan pertama ini berlangsung penuh persahabatan. Sejumlah peserta bertanya jawab dan berbagi pengalaman hidup, sehingga tanpa terasa waktu berjalan melebihi dari rencana semula. Dari 100 pendaftar, 75 orang bertahan hingga acara selesai. Acara ini diikuti oleh 40 peserta non Katolik dan 45 orang beragama Katolik serta sejumlah anggota Serikat Jesus. Mgr. Robertus Rubiyatmoko dan Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. pun hadir dan menemani kegiatan webinar perjumpaan virtual tersebut. Mgr Ruby menekankan tiga hal mengenai spiritualitas Ignatian, yaitu pentingnya persiapan (preparasi) untuk sesuatu yang akan dikerjakan, melaksanakannya semaksimal mungkin, dan merefleksikan atas keseluruhan hal yang telah dikerjakan. Sementara Pater Beni sangat mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan lintas agama yang berkenan menimba inspirasi orang suci dari agama Katolik. Hal ini merupakan bentuk dialog antaragama yang nyata. Istimewa juga bahwa doa pembukaan acara ini dipimpin oleh Kiai Muhammad Abdul Qodir dan doa penutup dibawakan oleh Samaneri Theranimmala Webinar ini terselenggara dalam 10 kali pertemuan selama lima bulan dengan tema-tema yang menarik dan dibawakan oleh para nostri Serikat Jesus yang baru selesai menjalani masa tersiat mereka. Kegiatan ini dapat berlangsung berkat kerja sama dari para Nostri SJ, Tim Kerja Pelayanan Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Paroki St Theresia Bongsari, Tim Komunikator Serikat Jesus Provinsi Indonesia, dan Komunitas Persaudaraan Lintas Agama Kota Semarang. Peserta yang hadir dalam pertemuan virtual ini sekitar 40-50 orang. Meskipun mengalami penurunan di setiap pertemuannya, namun ada rasa syukur karena sejumlah rekan lintas agama yang belum pernah berkarya di institusi Serikat Jesus berkenan untuk mengenal dan belajar spiritualitas Ignatian. Kontributor : P. Eduardus Didik Chahyono Widyatama, S.J.

Pelayanan Spiritualitas

Bersepeda Tandem Bersama Yesus dalam Latihan Rohani Pemula

Syukur kepada Allah, Latihan Rohani Pemula (LRP) angkatan ke-5 yang dimulai 1 Agustus 2021 telah usai pada Minggu, 12 September 2021. Meskipun LRP diibaratkan seperti pisang goreng karena lebih ringan dan mudah ini, tetapi tetap diminati oleh banyak umat. Keikutsertaan umat semakin berkembang baik dalam segi kuantitas maupun kualitas. Jika pada LRP angkatan ke-1 hanya diikuti oleh 90 peserta, pada LRP angkatan selanjutnya selalu lebih dari 100 orang. Bahkan, peserta LRP angkatan ke-5 mencapai 173 orang. Hingga saat ini total peserta LRP sudah mencapai lebih dari 650 orang. Akan tetapi, ternyata, tidak semua peserta bisa menyelesaikan dinamika LRP. Di angkatan ke-5 ini hanya 156 peserta (90% dari peserta awal) yang dapat menyelesaikan LRP. Bahkan 138 dari antara mereka mengirimkan refleksi akhir. Jumlah peserta yang bertahan ini sungguh luar biasa mengingat tuntutan proses LRP tidak mudah. Setiap peserta LRP dituntut untuk berdoa batin selama 5 minggu berturut-turut minimal setengah jam sehari dan dilanjutkan dengan menuliskan refleksi pengalaman doa mereka. Banyak dari mereka yang jatuh bangun, tetapi mereka tetap mau bertekun. Oleh karena itu, dapat bertahan dan setia dalam LRP merupakan anugerah tersendiri dari Allah bagi para peserta. Selama menjalani LRP, peserta bagaikan bersepeda tandem bersama Yesus. Hal ini diungkapkan oleh Pater Marwan, S.J. saat pertemuan awal dengan para peserta dan fasilitator. Setiap peserta berada dalam satu sepeda dengan Yesus, menikmati kebersamaan dengan Yesus, jatuh bangun, mengalami desolasi dan konsolasi. Sementara itu para fasilitator bersepeda di samping peserta, menemani mereka yang sedang berproses bersama Allah.  Pada minggu persiapan, melalui buku Berdoa dengan Jujur karangan William Barry, setiap peserta diajak untuk memahami doa sebagai dialog dengan Tuhan. Setelah itu mereka diperkenalkan dengan latihan doa dasar yang meliputi doa batin, merenung, berkontemplasi, dan masuk ke dalam keheningan. Harapannya, ketika mendoakan bahan-bahan LRP, setiap peserta lebih mampu merenung dan mengheningkan diri, serta mampu mendengarkan sapaan Tuhan bagi mereka. Ada lima tema besar dalam permenungan setiap minggunya. Tema besar Minggu Pertama adalah “mengingat akan cinta”. Minggu Kedua adalah “tinggal dalam cinta”. Minggu Ketiga bertema “cinta yang dilaksanakan.” Minggu Keempat, “cinta dalam pelayanan” dan akhirnya pada Minggu Kelima peserta diperkenalkan pada “Asas dan Dasar, Meditasi Panggilan Kristus Raja Abadi, dan Cara Ignatian dalam pengambilan keputusan.” Dalam doa-doa selama lima minggu ini, setiap peserta diajak untuk mengunjungi kembali peristiwa-peristiwa saat mereka menerima cinta dari Tuhan melalui sesama. Proses doa seringkali terasa berat karena terkadang yang  justru muncul adalah peristiwa-peristiwa luka dan kekecewaan dalam hidup. Dengan dinamika inilah, kami justru semakin mengenal gerak batin yang hidup di dalam diri kami.  Ketika gerak batin semakin mampu dikenali, pada saat itulah kemudian peserta diantar untuk semakin memahami pembedaan roh lewat dua kali webinar. Pedoman pembedaan roh adalah rambu-rambu yang membantu mereka peka terhadap gerak-gerak batin. Webinar pembedaan roh mengantar peserta untuk mengenali suara Tuhan dan memilih jalan yang membuat mereka semakin dekat dengan Tuhan. Mereka juga diajari mengenali godaan roh jahat dan bagaimana cara menolak godaan tersebut. Roh jahat sering menghasut untuk lebih mengingat peristiwa luka daripada rahmat yang diberikan Tuhan. Juga  ketika seseorang mengalami hiburan rohani, sebab iblis sering menjerumuskan seseorang pada kesombongan karena merasa dekat dengan Tuhan.  Pada Minggu V semua peserta diajak untuk semakin berani mengambil keputusan sebagai manusia Latihan Rohani dalam hidup sehari-hari. Webinar tentang mengambil keputusan secara Ignasian menjadi pengantarnya. Pada intinya pengambilan keputusan secara Ignasian adalah senantiasa melibatkan Tuhan, berdialog dengan Tuhan sebelum mengambil keputusan. Ada dua tahapan yang menarik ketika melibatkan Tuhan dalam mengambil keputusan. Pertama, kita bertanya, “Aku ingin apa atau sebaiknya aku mengambil keputusan apa?” Pertanyaan ini fokusnya masih di “aku”. Tahap berikutnya, kita bertanya, “Tuhan, Engkau ingin saya mengambil keputusan yang mana?” Dalam tahap ini kita dapat mengatakan, “Tuhan, saya suka ini dan saya tidak suka itu.” Namun, akhirnya kita ajak untuk bersikap, “Walaupun saya menyukai hal ini, saya akan tetap memilihnya jika itu yang Engkau kehendaki.”  Sepanjang LRP ini, setiap kali peserta selesai melakukan latihan rohani harian, mereka diminta menuliskan refleksi hasil olah batin yang mereka lakukan. Dari catatan refleksi ini akan bisa dilihat dinamika yang mereka alami. Hasil refleksi ini kemudian dibagikan ke peserta lain dalam percakapan rohani mingguan. Percakapan rohani dilakukan dalam kelompok kecil terdiri dari lima orang melalui platform Zoom dan didampingi oleh seorang fasilitator. Dalam percakapan ini, setiap peserta berlatih untuk berbagi pengalaman rohani, mendengarkan, dan melakukan pembedaan roh. Baik pembicara maupun pendengar berusaha memahami bagaimana Allah bekerja dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka berlatih untuk tidak cepat berbicara, tidak menasehati, tidak menghakimi, memperlakukan orang lain sebagai pihak yang setara, bersikap rendah hati dan tulus, berbicara penuh kasih dan pengertian dan melihat bahwa Allah Tritunggal berbicara pada semua orang. Sungguh percakapan rohani ini sangat unik dibanding sharing yang sering dilakukan dalam kegiatan rohani lainnya yang tanpa sadar cenderung melihat kelemahan orang lain dan menghakimi meski kemudian dibawa dalam doa.  Doa dalam percakapan rohani juga memiliki keistimewaan tersendiri. Setiap doa menyadarkan peserta tentang cara melakukan percakapan rohani yang baik. Misalnya doa “Litani bagi Pendengar.” Dalam doa tersebut peserta diajak memohon pada Tuhan untuk bisa memahami apa yang mereka dengar, memiliki sikap rendah hati, membiarkan misteri tetap menjadi misteri, dan lain-lain. Juga dalam doa saling memberikan tanggapan, peserta memohon Tuhan memberikan pengertian dan perhatian, rahmat mendengarkan tanpa prasangka, menjaga pengalaman doa setiap pembicara dengan hormat, dan sebagainya. Kemudian “Doa kepada Roh Kudus” peserta memohon kekuatan terhadap gangguan roh jahat dan kelemahan-kelemahan lainnya. Betapa indahnya Latihan Rohani Pemula ini! LRP mampu membantu para peserta untuk tumbuh menjadi pribadi yang baru. Namun keindahan dalam proses LRP tidak terlepas dari kerja keras orang-orang di balik layar. Para peserta LRP bagian 5 didampingi oleh 34 fasilitator, yang terdiri atas para Jesuit, rekan awam, dan suster FCJ serta PMY. Para fasilitator ini didukung oleh Pengurus LRP. Mereka semua adalah motor penggerak LRP ini dari bagian awal hingga sekarang.  Setiap dinamika yang muncul dalam proses latihan rohani sungguh berasal dari Allah Tritunggal melalui tangan-tangan yang tulus membantu menyelamatkan jiwa-jiwa. Akhirnya, ibarat pepatah, jika ingin tahu manisnya pisang goreng hendaklah ia memakannya; jika ingin tahu manisnya LRP hendaknya ikut berproses di dalamnya.  Kontributor : Yohanna Tungga Prameswarawati – Peserta LRP S2 dan Fasilitator LRP S5

Pelayanan Spiritualitas

Mengungkapkan Kerinduan terdalam lewat Kisah Hidup St. Ignatius Loyola

Christian Life Community (CLC) juga mengadakan Novena St. Ignatius Loyola melalui zoom meeting. Acara ini diselenggarakan dari Kamis,22 Juli sampai dengan 30 Juli 2021 setiap pukul 21.00 WIB melalui zoom meeting. Pada hari pertama banyak peserta tidak bisa masuk ke ruang zoom karena keterbatasan kapasitas peserta pertemuan. Karena membludaknya minat untuk mengikuti novena ini, panitia memutuskan untuk bekerja sama dengan Jesuit Insight dalam memperluas siaran melalui kanal YouTube Jesuit Insight.  Novena yang berjalan selama 9 hari ini tidak hanya diikuti oleh teman-teman CLC saja, melainkan juga dari kelompok Caminar con Inigo, peserta ziarah St. Ignatius Loyola online yang sempat diselenggarakan beberapa bulan yang lalu. Tema novena selama 9 hari ini disiapkan secara khusus per harinya oleh tim CLC. Dalam kegiatan novena ini, selain berdoa bersama, semua peserta diajak untuk melakukan latihan doa Ignatian dengan membangun compositio loci melalui video yang berisi musik dan gambar. Kemudian memohon rahmat yang disesuaikan dengan tema hari tersebut dan dilanjutkan dengan membaca kisah inspiratif yang dikutip dari autobigrafi St. Ignatius yang kemudian direfleksikan. Para peserta juga diajak untuk melakukan percakapan rohani dengan membayangkan kehadiran Yesus. Novena ditutup dengan mendoakan Doa Tahun Ignatian serta doa penutup yang secara khusus disusun dan memuat Universal Apostolic Preferences (UAP). Selain berdoa bersama, para peserta novena juga diberi kesempatan untuk menyampaikan intensi-intensi doa yang dibacakan di awal novena oleh Diakon Wawan, mbak Santi (CLC) dan Yeyen (Fasilitator LRP). Banyak peserta yang sangat terbantu dengan cara berdoa novena seperti ini. Beberapa mengatakan bahwa doa-doa mereka terkabul.  Dalam novena ini beberapa Jesuit juga dilibatkan untuk memberi berkat penutup dari hari kedua sampai kesembilan. Mereka adalah Rm. Suharyadi, Rm. Dodo, Rm. Alis, Rm. Bambang Sipayung, Rm. Wir, Rm. Paul Suparno, dan Rama Provinsial Benny. Salah satu romo pendamping CLC juga dilibatkan untuk memberikan berkat penutup yaitu Rm. Iwan Pr. Di hari terakhir novena, selain diberi kesempatan untuk memberi berkat penutup, Romo Provinsial Benny juga diberi kesempatan untuk menyapa teman-teman dari CLC dan peserta novena.  Adanya Novena ini dan keterlibatan Jesuit di dalamnya menjadi salah satu langkah nyata dalam mendampingi umat mengenal cara berdoa Ignatian terutama di Tahun Ignatian dan situasi pandemi. Kesempatan ini juga menjadi ruang doa untuk mengungkapkan kerinduan terdalam yang mereka rasakan saat ini. Sebagai Jesuit, kita pun ditantang untuk kreatif dan total untuk mau berjalan bersama umat menuju kepada Allah. Berjalan bersama umat tidak hanya diartikan sekadar mengajak berdoa saja tetapi melakukan latihan doa yang membantu mereka untuk menjadi pendoa yang aktif. Dalam latihan doa mereka diajak untuk masuk ke dalam relasi pribadi, perjumpaan pribadi dengan Yesus melalui kerinduan-kerinduan yang diekspresikan dalam intensi-intensi doa mereka. Kontributor : Evodius Sapto Jati Nugroho, S.J.

Pelayanan Spiritualitas

Ignatian Life

Dalam rangka bulan Ignatian 2021, Serikat Jesus Provinsi Indonesia bersama teman-teman Christian Life Community (CLC) mengadakan proyek bersama yang diberi nama Ignatian Life Project. Teman-teman CLC akan membagikan kisah dan refleksi atas hidup mereka dalam terang Spiritualitas Ignatian. Pengalaman hidup mereka seperti menjalankan bisnis, hidup berkeluarga, dan membangun relasi sejati itu akan dibingkai dalam 12 titik peziarahan St. Ignatius, yaitu dari Pamplona sampai Loyola.  Tentang CLC Christian Life Community adalah komunitas kristiani yang mengakarkan cara hidupnya pada semangat St. Ignatius Loyola, seorang ksatria yang pulih dari luka dalam peperangan dan kemudian mendapatkan rahmat pertobatan yang luar biasa. Pengalaman mistik St. Ignatius yang bergulat dengan imannya justru menuntunnya pada pemberian diri secara total kepada Kristus di dunia ini. Setelah pertobatannya, Ignatius berusaha membantu banyak orang untuk mengalami perjumpaan personal dengan Tuhan lewat percakapan rohani maupun tindakan amal kasih kepada sesama. Ignatius kemudian menuliskan metode rohani untuk mengalami perjumpaan yang personal dan pengabdian diri secara penuh kepada Allah dalam buku Latihan Rohani.  Pada tahun 1563 di Roma, seorang Jesuit muda bernama Yohanes Leunis, mendirikan CLC sebagai wadah untuk orang-orang muda dalam memaknai hidupnya berdasarkan nilai-nilai kristiani. Mereka diajak untuk merefleksikan kehidupan mereka sehari-hari (persoalan dalam keluarga, pekerjaan, Gereja, dan berbagai hal lainnya) dengan terang Latihan Rohani. Setiap anggota CLC diajak untuk mendasarkan cara hidupnya pada spiritualitas, komunitas, dan pelayanan. Seperti yang tertuang dalam Prinsip Umum CLC nomor 8, setiap anggota CLC mengusahakan dirinya agar menjalankan misinya. “Sebagai anggota umat Allah, kita menerima tugas perutusan menjadi saksi Kristus dengan seluruh sikap hidup, perkataan serta perbuatan di antara sesama manusia. Kita menyatukan diri kita dengan tugas perutusan-Nya untuk membawa kabar gembira kepada orang miskin, mewartakan kemerdekaan bagi para tawanan dan penglihatan baru bagi orang buta, membebaskan mereka yang tertindas dan mewartakan tahun kemurahan Allah”. Ignatian Life Project Ignatian Life project merupakan sebuah usaha untuk membagikan cara hidup sehari-hari berdasarkan semangat Ignatian. Di dalamnya akan disajikan kisah-kisah para anggota CLC sebagai orang-orang zaman ini yang terus bergumul dan menimba inspirasi dari St. Ignatius dalam seluk beluk kehidupan mereka. Menurut mereka, Ignatius adalah sosok yang pernah mempunyai  “idola yg toxic”, pernah “bucin dan baperan”, dan mampu “move on”, dan mengarahkan hidupnya kepada Allah dalam cinta.  Teman-teman CLC juga mencoba untuk merefleksikan pengalaman mereka dalam membangun relasi persahabatan seturut pengalaman Ignatius. Mereka diajak untuk membangun hidup yang penuh komitmen satu sama lain sehingga persahabatan mereka tidak melulu merugikan atau hanya ingin untungnya saja. Dalam kisah yang akan dibagikan nanti setiap orang juga mengutarakan kisahnya mendapatkan kacamata baru dalam Kristus. Kaca mata baru ini berupa munculnya kesadaran untuk berubah, kesadaran untuk mengusahakan dirinya menjadi lebih baik dan juga kesediaan untuk melakukan perubahan.  Project ini dikoordinasi oleh Rius dan Ibra, anggota CLC Bandung. Script project ini dibuat oleh RD Rusbani Setyawan. Sebagai salah satu koordinator, Ibra melihat proyek ini sebagai kesempatan dan tantangan untuk terus bertumbuh dan berkembang dalam membagikan kekayaan Spiritualitas Ignatian.  “Ternyata tidak mudah untuk menyelaraskan frekuensi dan gagasan…merasanya sih masih muda tapi ketika ketemu yang muda beneran ternyata seleranya beda. Semoga ini menjadi kesempatan yang sungguh baik untuk memberikan diri agar sama-sama tumbuh dan expand the boundaries” demikian kesan Ibra. Mari kita saksikan kisah-kisah mereka dalam platform media sosial Jesuit Indonesia dan CLC Indonesia selama bulan Juli 2021. Semoga kisah-kisah mereka menginspirasikan kita untuk berani melakukan perubahan seturut Injil dengan berakar pada Latihan Rohani. Kontributor : Ignatius Windar Santoso, S.J.

Pelayanan Spiritualitas

MAGIS Jakarta Action Day 2021

MAGIS Action Day merupakan salah satu program kegiatan formasi  tahunan dari komunitas MAGIS Indonesia. Setiap formasi akan melakukan aksi nyata yang dibagikan ke sesama baik secara spiritualitas, service, maupun companionship. Di tahun 2021 ini, MAGIS Jakarta melakukan aksi berupa sharing dan “ngobrol lebih dalam” berlandaskan spiritualitas St. Ignatius Loyola bersama dengan saudara-saudari dan teman-teman orang muda katolik yang tersebar di seluruh paroki di Indonesia secara virtual. Pada hari Minggu, 09 Mei 2021, MAGIS Indonesia, khususnya MAGIS Jakarta mengadakan kegiatan MAGIS Action Day (MAD) 2021 dengan tema “Into The Depth”.   Dalam  kegiatan ini, komunitas MAGIS memberikan semangat spiritualitas Ignasian kepada saudara-saudari dan teman-teman orang muda katolik secara virtual. Peserta yang mengikuti kegiatan MAD ini kurang lebih 160 orang dengan berbagai latar belakang.Di awal pembukaan, Frater Septian Kurniawan, SJ membuka zoom room dengan menyapa peserta dan mengenalkan komunitas MAGIS Indonesia; sejarah terbentuknya komunitas MAGIS hingga kegiatan yang dilakukan. Rm. Alexander Koko, SJ selaku moderator MAGIS Indonesia membuka pengantar dengan membagikan spirit dan tujuan dari kegiatan MAD 2021. Dalam rangka menyambut Tahun Ignatian, Romo Koko mengajak kami untuk berproses dan mengolah hidup lebih mendalam dengan spiritualitas Latihan Rohani dan doa Ignasian yang telah dibagikan oleh Santo Ignatius Loyola semasa hidupnya ke semua orang. Kegiatan ini juga sejalan dengan salah satu dari empat Universal Apostolic Preferences (UAP) Serikat Jesus yaitu Berjalan Bersama dengan Kaum Muda. Dalam kegiatan MAD ini, peserta mendapatkan pembekalan berupa Apa itu Doa, Apa itu Doa Ignasian, Apa saja Doa Ignasian, dan sesi tanya jawab. Juga, ada sharing pengalaman dari pendamping, frater maupun anggota dari komunitas MAGIS dalam grup kecil (circle) perihal bagaimana berproses selama melakukan Doa Ignasian. Pada sesi terakhir, Romo Koko menyimpulkan seluruh rangkaian kegiatan MAD ini dengan sebuah kutipan “Hidup ini bagaikan sebuah petualangan dimana ada banyak hal yang tidak terduga selama di perjalanan dan bagaimana menyikapi hal tersebut dengan keheningan dan ketenangan untuk merasakan dan menemukan Tuhan dalam segala.”

Pelayanan Spiritualitas

Beasiswa MAGIS untuk Mereka yang Membutuhkan

“Beasiswa Magis untuk Indonesia” adalah program beasiswa dari Komunitas Magis Jakarta yang disalurkan untuk pembiayaan sekolah anak-anak yang kurang mampu. Program beasiswa magis ini sudah dimulai sejak tahun 2017. Dana Beasiswa Magis Untuk Indonesia disalurkan melalui Yayasan Realino Seksi Pengabdian Masyarakat Yogyakarta yang saat ini berada di bawah asuhan Diakon Fransiskus Pieter Dolle, S.J. Dana yang dikumpulkan melalui Beasiswa Magis untuk Indonesia selanjutnya disalurkan kepada anak-anak kurang mampu di daerah Yogyakarta dan sekitarnya untuk membantu pembiayaan pendidikan mereka. Penunjukan Yayasan Realino sebagai penyalur dana dari Komunitas Magis Jakarta berangkat dari rekomendasi yang diberikan oleh Rm. Julius Mario Plea Lagaor, S.J. selaku pendamping Magis Jakarta pada tahun 2017. Anak-anak penerima bantuan dari Beasiswa Magis untuk Indonesia merupakan anak-anak sekolah pada tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki kesulitan secara finansial dalam pemenuhan kebutuhan biaya pendidikan. Pada tahun-tahun sebelumnya pengumpulan Beasiswa Magis untuk Indonesia dilakukan bersamaan dengan kegiatan perbul (pertemuan bulanan) dalam bentuk cash, namun pada tahun ini karena perbul (pertemuan bulanan) dilakukan secara online, maka pengumpulan dana Beasiswa Magis untuk Indonesia dilakukan setiap satu bulan sekali yang dimulai dari bulan September 2020 hingga saat ini hanya dalam bentuk transfer ke nomor rekening Magis Jakarta. Mulai dari alumni, formator, dan bahkan pengurus terlibat dalam kegiatan ini. Semoga kegiatan Beasiswa Magis untuk Indonesia ini dapat terus berjalan dan semoga siswa-siswi yang dibantu bisa semakin luas dan banyak. Kontributor: Eilin Nagari Harto Putri – MAGIS Indonesia

Pelayanan Spiritualitas

Ziarah Virtual: Kerinduan Orang Muda akan Pengalaman Spiritual

Bulan Oktober diperingati sebagai bulan rosario oleh umat Katolik di seluruh dunia. Pada bulan ini, umat Katolik Indonesia biasanya  berziarah ke gua-gua Maria di berbagai tempat. Mereka, baik secara pribadi maupun kelompok, meluangkan waktu untuk menyepi ke tempat ziarah sambil bersyukur dan mohon rahmat untuk peziarahan kehidupannya. Akan tetapi, pandemi ini telah mengubah segalanya. Mereka tidak dapat lagi bepergian secara leluasa demi kesehatan bersama, termasuk berziarah ke Gua Maria. Hal tersebut menyebabkan banyak orang merasa rindu akan hal tersebut. Untuk menjawab kerinduan tersebut, perkumpulan tarekat-tarekat religius di Indonesia melalui core team pelayanan millennial KOPI MANIS KOPTARI mengadakan ziarah virtual. Selama bulan Oktober 2020, KOPI MANIS KOPTARI memfasilitasi umat Katolik, khususnya orang muda, untuk berziarah secara virtual ke Gua Maria di empat pulau di Indonesia : Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Ziarah virtual yang dirancang secara daring ini melibatkan para religius dari berbagai tarekat dan juga Orang Muda Katolik yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada minggu pertama ziarah, hampir 40 peserta dari berbagai kota di Indonesia mengikuti ziarah online ke empat gua Maria di Pulau Jawa. Doa-doa tersebut diisi dengan renungan dan doa kontemplatif Ignatian. Dua skolastik Jesuit (Fr. Barry, SJ, dan Fr. Septian, SJ) terlibat dalam ziarah virtual ini sebagai pemandu ziarah dan pembimbing doa kontemplasi Ignasian. Salah satu peserta ziarah mengaku sangat tersentuh dengan doa kontemplasi Ignatian. Ia tidak menyangka bahwa bentuk doa kepada Bunda Maria bukan hanya rosario saja tetapi juga dalam bentuk kontemplasi membayangkan perjumpaan dan dialog tatap muka dengan Maria. Dalam perjumpaan sederhana ini, kami dapat melihat bahwa kaum muda memiliki hasrat yang dalam dengan hal-hal spiritual. Selain mengunjungi Gua Maria dan Latihan berdoa, ziarah virtual ini juga diisi dengan pengenalan tempat-tempat wisata di sekitar tempat-tempat yang dikunjungi. Salah satunya adalah kompleks Girisonta dan peserta diajak untuk melihat sejenak suasana Novisiat, rumah retret, dan taman makam Ratu Damai di Ungaran, Jawa Tengah – Indonesia. Penyelenggara berusaha sebisa mungkin menghadirkan suasana se-faktual mungkin, layaknya ziarah sesungguhnya. Beberapa panitia bahkan menggunakan atribut perjalanan untuk memberikan suasana yang mendukung. Tidak lupa, dalam ziarah ini, para peserta juga diberikan waktu untuk saling mengenal satu sama lain. Bahkan dalam perkenalan tersebut, para peserta juga diminta untuk berbagi pengalaman selama perziarahan ini. Hingga tulisan ini diterbitkan, acara ziarah virtual ini sudah berjalan empat kali ke empat pulau besar di Indonesia. Ziarah virtual ini merupakan salah satu bentuk pelayanan Gereja Katolik dan Serikat Jesus kepada orang muda. Semangat peziarahan yang saling meneguhkan bisa dirasakan dalam perjumpaan virtual ini. Virtual memang bentuknya, tetapi perjalanan dan proses dari ziarah itu sendiri sungguh bermakna dan faktual adanya. Semoga di kala pandemi ini, kita semakin mau berjalan dengan orang-orang muda yang haus dan rindu akan hidup spiritual. Barry Ekaputra SJ

Pelayanan Spiritualitas

LRP: Berkatilah Seluruh Pribadiku, untuk menjadi pemberi Kedamaian-Mu

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 menyebabkan banyak negara melakukan lock down termasuk Indonesia. Kota dan provinsi memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dalam situasi pandemi ini, sebagian besar orang merasa tidak pasti akan masa depannya. Beberapa teman saya pun telah kehilangan pekerjaan karena imbas pandemi. Ruang gerak menjadi terbatas. Untuk mencegah penularan Covid-19, banyak aktivitas pelayanan terpaksa dihentikan. Hal ini membuat saya gelisah. Setiap bangun pagi saya berdoa kepada Tuhan supaya diberikan kesempatan untuk menjadi pembawa terang dan damai bagi sesama. “Dewi, apakah berminat menjadi Fasilitator Latihan Rohani Pertama (LRP),” demikian pesan WA dari Romo Marwan pada akhir bulan April 2020. Romo Marwan bersama beberapa rekan Jesuit berencana menyelenggarakan program LRP yang akan dilaksanakan secara online. Saya langsung mengiyakan tawaran itu. Bekal pengalaman mengikuti LRP pada 2015 dan pengulangannya pada 2016 membuat saya merasa mampu menjadi fasilitator. LPR pertama kali saya ikuti pada saat Romo Marwan sedang menjalani tersiat di Melbourne. Dia belajar LRP dari Michael Hansen, SJ, dan mengajak beberapa teman di Paroki Blok Q, Jakarta, untuk mengikuti LRP ini. Karena posisi pemberi LRP dan peserta berjauhan, bimbingan dilakukan secara online melalui WhatsApp Grup (WAG). Kelompok mengadakan percakapan rohani dengan bertemu langsung, namun pengalaman doa dibagikan juga lewat WAG dan email. Tidak pernah terpikir oleh saya bahwa cara ini akan dilakukan kembali lima tahun setelah saya mengikutinya. Kali ini saya bukan lagi peserta, melainkan pemberi atau fasiliator LRP. Nyali saya sempat ciut melihat mayoritas rekan fasilitator lain adalah para romo dan frater Jesuit.  Mereka pasti lebih mumpuni dan memiliki pengalaman lebih banyak tentang Latihan Rohani. “Aduh, saya ini lagi ngapain sih? Bagaimana kalau nanti kelompok tidak komit dalam pertemuan percakapan rohani? Bagaimana kalau nanti ada yang mundur?” demikian seribu bayangan menakutkan melintas di benak saya. Namun saya terus melangkah maju terutama setelah mengikuti pertemuan pembekalan dan perutusan Fasilitator LRP Season 1. Di situ saya mendapat peneguhan melalui Meditasi Perutusan. Saya memilih perikop dari Injil Matius (9:36-38) tentang Yesus yang hatinya tergerak oleh belas kasihan melihat banyak orang lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Kepada para murid Yesus berkata, “Mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” Merenungkan kata-kata ini, saya merasa dipanggil oleh Tuhan sendiri untuk melayani melalui LRP. Kelompok saya terdiri dari 5 perempuan dengan usia yang tidak terpaut jauh. Kelompok ini cukup solid dan semuanya berkomitmen tinggi dalam pertemuan kelompok yang dilaksanakan melalui zoom meeting setiap hari Minggu. Saya selalu mendoakan “Berkat Perutusan” yang wajib didoakan sebelum memulai percakapan rohani. “Berkatilah seluruh pribadiku, untuk menjadi pemberi kedamaian-Mu,” itulah sebagian kalimat yang paling mengesan bagi saya dari doa ini. Dengan doa ini, saya menjadi percaya diri dan merasakan penyertaan Tuhan dalam setiap perkataan dan tindakan saat mendampingi kelompok. Kami menjadi teman seperjalanan yang saling meneguhkan dan menguatkan satu sama lain. Kelompok masih tetap ada sampai saat ini meskipun LRP Season 1 sudah selesai. “Dewi, saya mau mengajak beberapa Fasilitator menjadi pengurus LRP, apakah kamu berminat?” begitu WA dari Romo Marwan setelah LRP Season 1 selesai. Romo mengajak saya dan beberapa rekan fasilitator untuk menjadi Pengurus LRP. Dengan adanya kepengurusan, program LRP season berikutnya diharapkan lebih lancar. Tawaran langsung saya iyakan juga ketika Romo Marwan meminta saya menjadi Pengurus bidang Pendampingan dan Pengembangan Fasilitator. Pada Season 2 saya memang memutuskan untuk libur dari peran fasilitator dulu. Sebagai orang introvert, saya perlu perjuangan besar mendampingi orang-orang yang belum saya kenal. Saat menjadi fasiliator, energi saya habis terkuras dan saya merasa kurang produktif. Dengan mengambil peran menjadi Pengurus yang bekerja di belakang layar, saya pikir saya dapat lebih produktif. Awalnya tidak mudah juga menjalani peran sebagai pengurus. Tim masih berproses dan saya belum mempunyai gambaran yang jelas apa yang mesti saya kerjakan. Masing-masing pengurus hanya diberi tahu area bidang yang mesti kami tangani, namun uraian tugas mesti dicari sendiri sambil berproses. Selain itu, karena ini adalah program yang dilaksanakan secara online, saya pun mesti belajar menggunakan aplikasi baru seperti Zoom meeting dan Google sheet. Saya perlu berjuang mengalahkan kecenderungan resisten dalam mempelajari program internet. Belajarnya mesti satu per satu dan diulang ulang supaya paham. Hal ini cukup menyita waktu. Sebagai Pengurus Bidang Pendampingan dan Pengembangan Fasilitator, saya berusaha mengenal para fasilitator dan rajin menyapa mereka. Setiap minggu saya mengirimkan pesan kepada mereka entah untuk sekedar menyapa, maupun mengingatkan tugas yang harus mereka lakukan, mendengarkan kesulitan mereka dan memberikan solusinya. Semua dilakukan melalui pesan WA. Meskipun sudah ada WAG fasilitator di mana pesan dan panduan tentang tugas fasilitator disampaikan, tidak semua pesan terbaca semua fasiliator. Dan di situlah saya berperan. Dalam tim Pendampingan dan Pengembangan Fasilitator sebenarnya saya memiliki rekan kerja. Namun karena ada kesalahpahaman informasi, kerjasama kami kurang bagus dan saya lebih banyak bekerja sendiri. Hal ini menjadi tambahan tantangan bagi saya dalam melaksanakan tugas. Saya pun sempat merasa sendirian. Namun saya percaya ini bagian dari proses yang Tuhan rencanakan dan Dia tidak pernah membiarkan sendiri. Selalu ada pertolongan dari pihak lain yang membantu saya menyelesaikan tugas yang harus saya kerjakan. Pada LRP Season 3, tugas saya semakin jelas terutama ketika Romo Marwan mengajak anggota tim Pengurus merumuskan job description masing-masing bidang dan rencana kerjanya. Kali ini saya juga mendapat rekan kerja yang baru, yaitu Frater Craver Swandono SJ. Sempat merasa pesimis jangan-jangan yang terjadi nanti seperti yang dulu juga. Namun Frater Craver mengambil inisiatif lebih dulu dengan mengkontak saya dan bertanya apa yang bisa dilakukan. Saya merasa banyak dibantu oleh Frater Craver. Kerja sama kami solid dan kami tidak sungkan mendiskusikan kesulitan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tugas. Di sini saya mendapat energi yang lebih besar karena bekerja lebih efektif dan bersyukur melihat program pendampingan fasilitator bisa berjalan lebih baik dibandingkan sebelumnya. Saat ini pandemi masih belum berlalu. Saya bersyukur diberi kesempatan melayani melalui Program LRP dan ini merupakan jawaban doa saya kepada Tuhan. Ketika saya mengatakan “ya” terhadap tawaran dari Tuhan ini, memang banyak tantangan yang harus saya hadapi. Namun, saya percaya Tuhan selalu menyediakan jalan keluarnya; saya tinggal meminta saja. Dan saya sugguh mengalami bahwa Tuhan memang menyediakan apa yang saya butuhkan. Relasi saya dengan Tuhan