Pilgrims of Christ’s Mission

Serikat Jesus Provinsi Indonesia

Penjelajahan dengan Orang Muda

Cermin ‘Dunia Kerja’ Anak Muda

Seringkali kalau berkendara di jalanan Jakarta, kita bisa melihat ragam aktivitas pekerjaan. Ada yang mengambil tempat pedestrian untuk menggelar lapak berjualannya, sebagian lain menjadi tukang parkir, tukang tambal ban, penjual minum, hingga pengamen. Dari fenomena yang tampak biasa itu dan dianggap lumrah saja kalau sudah demikian adanya, sebenarnya terselip sebuah cermin tentang problematika dunia kerja saat ini.   Dalam upaya membantu merefleksikan peluang dan tantangan ‘dunia kerja’, Life Project 4 Youth (LP4Y) yang merupakan organisasi sosial internasional dari Prancis menyelenggarakan suatu acara bertajuk Youth Inclusion Forum (YIF) di Hotel Cabin, Jakarta (31/5). LP4Y adalah federasi dari 17 organisasi di 14 negara yang memiliki misi pengembangan solusi inovatif untuk inklusi profesional dan sosial bagi kaum muda (usia 17-24) dari kemiskinan ekstrem dan korban pengucilan struktural. Khusus di Indonesia, LP4Y memiliki dua training center, yaitu di Cilincing Jakarta dan Surabaya. Kolese Hermanum sebagai representasi Serikat Jesus Provindo mengambil keterlibatan dalam misi sosial ini dengan mengirimkan sejumlah frater filosofan (studi filsafat) untuk membantu memberikan training dan pendampingan anak-anak muda yang tergabung dalam organisasi LP4Y.   Membantu Menegosiasi Salah satu tantangan dunia kerja saat ini adalah melonjaknya jumlah pekerja sektor informal. Menurut Jumisih, yang merupakan Chief Indonesian Woman Labour dan menjadi salah satu narasumber dalam YIF, dunia kerja saat ini sedemikian fleksibel. “Sekarang, banyak sekali mereka yang tergolong sebagai pekerja informal, yang bekerja tanpa upah yang optimal dan jam kerja yang layak, serta tidak dipayungi hukum.” Ia menekankan bagaimana di jalanan saja kita dapat melihat sebuah ‘dunia kerja.’ Perspektif ini menjadi sangat penting untuk merefleksikan bagaimana corak ‘dunia kerja’ kita saat ini.   Dr. Ratna Sari, sebagai Lecturer Information System – Binus University, juga menggarisbawahi tentang masalah ‘dunia kerja’ saat ini yang masih mengkotak-kotakkan pembagian kerja berdasarkan kualitas gender. “Kita masih berusaha mendapatkan kesetaraan, artinya bekerja dengan cara yang sama. Untuk itu, edukasi dibutuhkan dalam kentalnya budaya patriarki yang masih laten di Indonesia”, tegasnya.     Menurut laporan Harian Kompas (Senin, 20/5), Gen Z (kelahiran 1997-2012) terbukti makin sulit mencari pekerjaan di sektor formal dibandingkan generasi sebelumnya. Dalam catatan Tim Jurnalisme Data Kompas, “selama 15 tahun terakhir, serapan tenaga kerja di sektor formal terus menyusut.” Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi anak-anak muda.   Albertine Corne, selaku Indonesiaan Coordinator LP4Y turut memahami kenyataan masalah sulitnya mendapat pekerjaan di sektor formal. Selama menjadi relawan untuk LP4Y Indonesia sejak 2020 hingga sekarang, ia merefleksikan arti penting tentang sebuah negosiasi. “Di sini, LP4Y membantu menegosiasi dengan beberapa partner karena support system harus diciptakan terutama yang berakar dari keluarga, lingkungan, dan perusahaan di mana Youth akan bekerja. Intinya, membuka akses lebih baik,” ucapnya.   Di samping itu, Youth yang menjadi subjek pendampingan dan advokasi LP4Y turut hadir dalam Youth Inclusion Forum kali ini. Akhmad Mudehir, salah seorang Youth yang baru bergabung dengan LP4Y pada bulan Mei, mengakui bahwa LP4Y memberinya kesempatan untuk membangun rasa kepercayaan diri dan mental yang sehat melalui pelatihan mock interview. “Saya sudah sering melamar pekerjaan dan hasilnya selalu ditolak, tetapi pengalaman di LP4Y membantu saya untuk percaya diri dan belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik. Hasilnya saya diterima bekerja di Decathlon,” katanya. Pengalaman Akhmad menjadi suatu aksi berkelanjutan dari upaya membantu anak muda mendapat akses kepada pekerjaan.   Aktualisasi Formasi Religius Kolese Hermanum bekerja sama dengan LP4Y memberikan kesempatan bagi para frater pembelajar filsafat untuk bisa mengalami perjumpaan dengan anak-anak muda yang kesulitan mencari pekerjaan. Frater Klaus Heinrich Raditio, S.J. yang pernah mendampingi Youth LP4Y mengaku bahwa kolaborasi ini “di satu pihak membuat para frater memperoleh pengalaman terlibat dalam kerasulan sosial dan merasakan sentuhan langsung kemiskinan ibu kota, dan di lain pihak LP4Y juga mendapat pendampingan para frater.”   Di lain kesempatan, Pater Setyo Wibowo, S.J. yang merupakan fasilitator awal berdirinya LP4Y di Indonesia, dan pihak yang membantu segi-segi legal, personalia, serta operasional LP4Y menjelaskan bahwa spirit of fighting juga perlu diajarkan pada para frater melalui aneka pengalaman, teristimewa studi filsafat dan ad extra. Baginya, LP4Y adalah model NGO yang matang secara pedagogi. “Dari perjalanan panjang menemani para relawan, saya salut pada keberanian mereka. Makin hari mereka dapat membangun jaringan dengan banyak perusahaan.”   Melalui keterlibatan seperti inilah Jesuit ingin hadir dalam urgensi situasi masa kini. Dengan cara inilah Jesuit muda belajar untuk merealisasikan panggilan Paus Fransiskus bahwa Gereja membutuhkan anak muda. Seperti diungkapkan Paus Fransiskus bahwa Gereja tidak bisa membuang muka terhadap anak muda yang punya mimpi namun kerap takut mimpi itu tidak terwujud dan anak muda yang ingin mengubah dunia tapi terkadang terasa kurang.1. Kalau misalnya belum bisa melakukan hal-hal besar, kiranya benar seperti kata-kata Bruder Petrus Partono, rasul Vinsensian di pesisir Utara Jakarta yang membangun banyak rumah perawatan bagi para lansia, yaitu tetap menyalakan lilin-lilin kebaikan. Mungkin maksudnya meskipun lilin itu kecil, toh bisa menyala dengan percaya diri.   Kontributor: S Beda Holy Septianno, S.J. – Sukarelawan Life Project for Youth (LP4Y), Cilincing. 1. Diolah dari pesan Paus Fransiskus kepada 500,000 pemuda yang menghadiri acara resmi World Youth Day (WYD) di Lisbon, Portugal, 3 Agustus 2023.

Penjelajahan dengan Orang Muda

Kemiskinan: Harta Dalam Hidup Bersahaja

Kaul kemiskinan? Menjadi orang miskin? Atau gimana? Apa sih maksudnya, ter?” Itulah pertanyaan-pertanyaan yang menyeruak ketika poster Café PuNa edisi Mei 2024 yang mengambil tema kaul kemiskinan mulai dibagikan di berbagai platform media sosial.   Kamis, 30 Mei 2024 malam, dengan wajah sumringah dan penuh kehangatan, para Pater dan Skolastik Jesuit di Komunitas Pulo Nangka menyambut umat yang hadir ke Komunitas Pulo Nangka untuk mengikuti acara Café PuNa. Acara ini diadakan rutin setiap semester sekali. Café PuNa edisi bulan Mei 2024 ini mengangkat tema Kaul Kemiskinan: Harta Dalam Hidup Bersahaja. Tema ini dipilih untuk melengkapi dua edisi Cafe PuNa sebelumnya yang telah membahas kaul ketaatan (Mei 2023) dan kaul kemurnian (November 2023).   Membahas kaul kemiskinan selalu menarik dan relevan bagi siapa saja. Hal ini terbukti dari kehadiran dan antusiasme umat yang berpartisipasi baik secara luring maupun daring via Zoom. Mulai dari yang muda hingga yang tua hadir memeriahkan dan larut dalam presentasi yang dibawakan oleh Frater Alexius Aji dan Frater Matthias Zo Hlun. Frater Kevin yang menjadi MC pun mampu membawakan acara dengan baik, menarik, dan menghibur.   Kemiskinan: Harta dalam Hidup Bersahaja Presentasi dari Fr. Alex dan Fr. Matthias dibuka dengan sebuah pembahasan mengenai kemiskinan pada umumnya untuk memberi konteks besar. Fr. Matthias menjelaskan bahwa kemiskinan pada umumnya dipahami sebagai “kondisi tidak berharta, serba kekurangan, atau berpenghasilan sangat rendah”. Lalu, pertanyaan yang muncul adalah “Jika kemiskinan digambarkan sebagai kondisi serba berkekurangan, apakah ada orang yang mau ‘mengambil pilihan’ untuk hidup miskin, khususnya dengan kapitalisme dan konsumerisme di zaman ini?” Kemiskinan yang dipahami demikianlah yang kadang kala menjadi padanan atau perbandingan bagi kaul kemiskinan yang secara sukarela diikrarkan oleh para religius. Maka sudah tentu dan pasti akan muncul beragam pertanyaan terkait kaul kemiskinan.   Kalau begitu, kaul kemiskinan itu yang seperti apa sih? Apakah sama seperti kemiskinan yang digambarkan dan dipahami sebagai keadaan serba berkekurangan? Fr. Alex mencoba membahas hal ini dengan menarik dalam bagian selanjutnya. Frater Alex mengawalinya dengan sebuah cerita tentang Sannyasi yang berhasil menggelisahkan hati dan pikiran karena dengan rela dan begitu saja memberikan batu permatanya kepada seseorang.   Fr. Alex melanjutkan presentasinya dengan memberikan penjelasan mengenai kaul kemiskinan yang diikrarkan oleh para religius sebagai usaha Imitatio Christi atau meniru Kristus. Kaul kemiskinan merupakan kaul yang diinspirasikan oleh Yesus Sang Allah Putera yang menjelma ke dunia dan mengosongkan diri menjadi manusia miskin. Kedekatan Yesus dengan orang miskin pada zaman-Nya banyak digambarkan di dalam Injil. Inilah yang menjadi sumber inspirasi dari kaul kemiskinan para religius.     Kemiskinan a la Jesuit Dengan mendasarkan pada Konstitusi Serikat Jesus, Fr. Alex mengupas lebih dalam mengenai kemiskinan yang khas Jesuit atau yang dihayati oleh para Jesuit. St. Ignatius menulis di dalam Konstitusi SJ bahwa kemiskinan merupakan benteng hidup religius yang harus dicintai dan dipelihara [Kons. 553]. St. Ignatius meminta para Jesuit untuk melepaskan keterikatan pada barang-barang duniawi dan menyerahkan hidup sepenuhnya pada penyelenggaraan Ilahi melalui komunitasnya.   Kekhasan lain dari kemiskinan a la Jesuit, yang juga dihayati oleh kaum religius lain, adalah kaul kemiskinan sebagai ungkapan rasa syukur yang ditandai dengan kemurahan hati untuk mewujudkan kebebasan batin dan lahiriah saat menjalankan karya kerasulan. “Seorang Jesuit bekerja bukan untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan demi cintanya pada Kristus dan sesama,” demikian Fr. Alex memberikan penjelasannya.   Tentu kaul kemiskinan memiliki tegangannya sendiri, yaitu penggunaan sarana duniawi sejauh mendukung pelayanan dalam kerasulan yang dijalankan oleh seorang Jesuit. Tidak ada halangan bagi seorang Jesuit untuk menggunakan sarana duniawi apapun apabila sarana tersebut mendukung pelayanannya dalam mengembangkan institusi dan komunitas dan bukan untuk memperkaya diri sendiri.   Dengan demikian, kaul kemiskinan menjadi harta dalam hidup bersahaja bagi seorang Jesuit karena kemiskinan bukan hanya berarti menjadi miskin seperti yang dipahami oleh kebanyakan orang. Kaul kemiskinan juga dihayati sebagai sebuah cara hidup yang diinspirasi oleh Yesus dengan tujuan apostolis. Dengan sarana yang dimiliki, kaul kemiskinan menuntut ketekunan dan kerja keras setiap Jesuit dalam mengusahakan perkembangan karya kerasulan dan komunitas. Fr. Alex menambahkan bahwa ada hal yang tidak bisa dilepaskan dari kaul kemiskinan, yaitu akuntabilitas dan option for the poor. Lebih lanjut Fr. Alex membagikan beberapa usaha untuk menghidupi kedua hal tersebut, yaitu pembuatan laporan keuangan bulanan yang dibuat oleh para skolastik Jesuit dan program Nasi Berkah yang saat ini dijalankan semua unit skolastik SJ di Jakarta.   Panggilan untuk Dekat dengan Orang Miskin Fr. Matthias membagikan pengalamannya hidup bersama para penderita kusta di Myanmar saat dia masih seorang novis. Pengalaman tersebut membawanya pada refleksi akan Yesus yang menginspirasinya untuk dekat, membantu mereka yang membutuhkan, dan mau bersama mereka yang miskin. Pengalaman kedekatan dengan orang miskin ini memberinya rasa bahagia karena ada cara pandang baru mengenai kaul kemiskinan sebagai rasa syukur dan undangan untuk menerima orang lain seperti yang dilakukan Yesus sendiri.   Fr. Alex juga memperkaya refleksi mengenai kaul kemiskinan dengan membagikan pengalaman menghidupi kemiskinan secara konkret sebagai skolastik di Jakarta. Misalnya, dengan membuat laporan keuangan bulanan, menumbuhkan sense of belonging, keterbukaan pada pembesar dan komunitas, dan undangan untuk terus memiliki pengalaman kedekatan dengan orang miskin lewat kerasulan ad extra yang dijalaninya di Lembaga Daya Dharma-Keuskupan Agung Jakarta.     Penutup Café PuNa kali ini juga terasa istimewa karena bukan hanya kedua Pater Unit komunitas Pulo Nangka yang hadir. Ada juga Pater Hendricus Satya Wening, S.J., Pater Windar Santoso, S.J., serta Pater Antonius Siwi Dharma Jati, S.J. yang hadir secara daring dari Perancis dan Pater L. A. Sardi, SJ yang juga hadir secara daring dari Roma. Kehadiran mereka sangat meneguhkan para umat yang hadir, khususnya ketika para Pater ini membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para umat yang hadir.   Ketika berbicara mengenai kaul kemiskinan, kita tidak bisa melepaskan diri begitu saja dari kemurahan hati. Karena itulah, Café PuNa edisi Mei 2024 ditutup dengan acara menikmati santapan berkat kemurahan hati yang dibawa oleh para umat yang hadir. Semua hidangan dinikmati secara bersama-sama dan penuh kehangatan serta obrolan seru. SAMPAI JUMPA LAGI DI CAFÉ PUNA EDISI BERIKUTNYA!!!!!!!   Kontributor: S Yohanes Deo Yudistiro Utomo, S.J.

Provindo

Panduan Cara Doa dan Cara Hidup St. Ignatius Loyola (1)

Latihan Rohani Dari perjalanan pertobatannya yang dimulai di Loyola (Autobiografi 1- 12) hingga masa-masa kematangan rohaninya dan wafat di Roma, 31 Juli 1556 sebagai Superior Jenderal Serikat Jesus, St. Ignatius mencatat pembelajaran tentang bagaimana dirinya dididik oleh rahmat-rahmat Tuhan. Narasi bagaimana dari waktu ke waktu dan tempat ke tempat dia dididik oleh Tuhan tertuang di dalam Autobiografi-nya (Wasiat dan Petuah St. Ignatius, Kanisius, 1996). Sementara cara bagaimana seseorang mendisposisikan diri supaya bisa dididik oleh rahmat-rahmat Tuhan diwariskan di dalam buku Latihan Rohani. Buku kecil ini merupakan buku praktik olah rohani dan berisi cara-cara berdoa serta bahan-bahan doa yang diambil dari Kitab Suci serta bahan-bahan renungan khusus pengalaman St. Ignatius. Sebagai buku panduan praktik (manual), yang melaksanakan pertama kali dari isi buku ini adalah St. Ignatius sendiri. Dalam konteks ini, oleh karenanya, Latihan Rohani bukan hanya buku panduan doa tetapi pada akhirnya adalah juga panduan hidup sebagai orang beriman untuk menjalani panggilannya di tengah dunia. Dan memang begitulah corak kerohanian yang dilatihkan oleh cara-cara doa, yaitu mengantar ke praksis hidup yang oleh Jerónimo Nadal dirumuskan jalinan keutuhannya dengan spiritu (dari Roh), corde (dengan hati), dan practice (dalam tindakan nyata). Dalam bahasa lain dirumuskan bahwa kesempurnaan doa adalah kasih, dan kasih diwujudkan di dalam tindak nyata dan praksis hidup. Jalinan doa dan praksis hidup dengan tegangannya yang sehat dan juga kreatif (healthy and creative tension) ini perlahan-lahan membentuk sikap dan kepekaan rohani seseorang yang kemudian melahirkan kemampuan untuk mengalami kehadiran dan rahmat Tuhan di dalam segala hal (finding God in all things).   Demikianlah kita memahami ketika menjelaskan kepada Gonçalves da Camara, St. Ignatius mengatakan bahwa Latihan Rohani ditulis tidak dalam satu saat saja. “Beberapa hal yang diperhatikan dengan cermat di dalam hatinya sendiri dan yang dipandang berguna , dianggap dapat berguna untuk orang lain pula, begitu ia menuliskannya, misalnya pemeriksaan batin  … bagian mengenai pemilihan (eleksi) diperoleh dari pembedaan dalam roh dan pikirannya yang dialami waktu di Loyola ketika kakinya masih sakit” (Autobiografi 99). St. Ignatius sendiri juga meyakinkan Latihan Rohani yang dijalaninya sendiri lalu dituliskan sebagai panduan menjalaninya untuk orang lain sebagai sarana merasul yang bermanfaat untuk membantu sesama. Dalam suratnya kepada Fulvio Androzzi St. Ignatius menegaskan hal ini (San Ignacio de Loyola, Obras,  1997, 1099-1101 dan di Loyola, Gli Scritti 2007, 1466-1468). “Saudara yang saya hormati, Saudara tahu bahwa ada sarana yang istimewa di antara sarana-sarana yang bermanfaat membantu orang-orang. Yang saya maksud adalah Latihan Rohani. Karena itu, saya mengingatkan Saudara, bahwa Saudara mesti menggunakan sarana Latihan Rohani ini, yang demikian akrab sebagai sarana merasul Serikat Jesus. Minggu Pertama dan beberapa cara berdoa dapat diberikan kepada banyak orang.” Demikian, melalui Latihan Rohani St. Ignatius menyediakan ringkasan kesempurnaan hidup rohani dan menyajikan bagaimana melatihnya di jalan dan keseharian hidup ini. Tidak dalam arti menyediakan program kesempurnaan siap pakai (ready-made), melainkan menyediakan cara dan jalan yang mesti dipraktikkan dan dibiasakan dengan tekun baik sebagai cara doa maupun cara hidup, terutama di dalam menimbang dan membuat pilihan-pilihan atau keputusan. Biasa dikenal dengan berdiskresi dan membuat eleksi (Ignatius Iparraguirre, S. J., A Key to the Study of the Spiritual Exercises, 1959, 38-40). Dengan demikian, kepada orang yang pernah mendengar nama Latihan Rohani St. Ignatius Loyola dan berkenalan dengan Serikat Jesus atau karyanya, tetapi diganggu oleh rasa ingin tahu tentang Latihan Rohani dibukakan salah satu jawaban penting dan strategis, yakni  Latihan Rohani dimengerti untuk dipraktekkan atau dipahami dengan dijalani. Bagi kehidupan rohani, buku kecil ini  menempatkan supremasi praktik dan latihan. Artinya, buku merupakan panduan untuk menjalani latihan rohani yang isinya membiarkan diri dibimbing oleh rahmat-rahmat Tuhan yang diyakini terus bekerja. Letak rahasia dan efektivitasnya adalah ketika seseorang bertekun melatih dan mempraktekkannya dengan bantuan seorang pembimbing.    Cara-cara dan bahan doa Latihan Rohani memuat cara-cara doa, bahan-bahan doa beserta tuntunan dan panduan serta dinamikanya. Dimulai dengan catatan pendahuluan yang terdiri atas dua puluh nomor. Catatan-catatan ini memberi keterangan mengenai apa itu Latihan Rohani, bagaimana menggunakannya, sikap-sikap apa yang mesti dimiliki supaya Latihan Rohani yang dijalani tertata, efektif sekaligus dinamis dengan buah-buah yang diharapkannya. Keterangan dua puluh nomor (LR 20)  juga menyebut syarat-syarat untuk menjalani latihan rohani dari sisi usia dan kekuatan, pendidikan, kemampuan dan kesibukan. Bisa dibayangkan disini beragam pelaku Latihan Rohani dan latar belakangnya, tetapi satu tujuannya, menaklukkan diri dan mengatur hidup supaya selaras dengan kehendak Tuhan serta membangun disposisi untuk rahmat-rahmat Tuhan.   Catatan-catatan tersebut seperti pedoman melangkah dalam Latihan Rohani yang perlu   diperhatikan dan ditepati secara teliti supaya proses Latihan Rohani berjalan efektif dan orang mengalami banyak rahmat bimbingan Tuhan. Setelah Latihan Rohani berjalan pun, untuk mengawal kesungguhan, kedisiplinan dalam menjalani latihan rohani St. Ignatius menyajikan sepuluh aturan tambahan (LR 73 -90). Dikatakan bahwa aturan ini dimaksudkan supaya seseorang dapat lebih baik dalam melakukan Latihan Rohani dan mendapatkan rahmat yang diinginkan. Isinya antara lain preparasi doa meditasi dan kontemplasi serta refleksi; Misalnya, ketika seseorang telah menetapkan akan melakukan doa pada pagi hari dengan bahan Kitab Suci, pada malam hari sebelum tidur sudah mempersiapkan dan mengingatnya. Lalu pada saat bangun segera mengarahkan perhatian pada bahan yang akan direnungkan (LR 73-74). Untuk selalu menyadari kehadiran Tuhan, setiap kali memulai doa dan berada di tempat meditasi atau kontemplasi, sejenak  mengarahkan hati serta menyadari bahwa kita berada di hadirat Tuhan dan menyadari bahwa “Tuhan memandangku”,   lalu membuat penghormatan (LR 75). Mengenai refleksi, dikatakan bahwa setiap kali selesai latihan rohani mengambil waktu untuk melihat proses dan isi latihan rohani serta memperbaiki yang kurang dan mensyukuri serta mempertahankan yang sudah berjalan baik (LR 77).    Setelah catatan pendahuluan (LR 1-20), dan masuk ke bahan pertama “Asas dan Dasar” (LR 23) yang menegaskan tujuan hidup, sikap terhadap ciptaan, serta ajakan untuk selalu memilih yang lebih (magis) mendukung tujuan diciptakan, St. Ignatius menyajikan dua nomor penting, tujuan Latihan Rohani serta suasana relasi dan komunikasi di dalam bimbingan Latihan Rohani. Dirumuskan dengan jelas bahwa tujuan Latihan Rohani adalah menaklukan diri dan mengatur hidup.  “Tujuan Latihan Rohani adalah menaklukan diri dan mengatur hidup sehingga tidak ada keputusan diambil di bawah pengaruh rasa lekat tidak teratur mana pun juga” (LR 21). Disadari bahwa di dalam mengolah hidup rohani, ada cacat

Provindo

Ekonomi Keselamatan Allah

Seminar Nasional Jesuit Indonesia Development Office Serikat Jesus Provinsi Indonesia baru saja mengadakan seminar nasional dengan tema “Prospek Ekonomi Indonesia di Era Pemerintahan Baru: Tantangan, Peluang, dan Catatan.” Seminar nasional ini diselenggarakan di Hotel Mulia Senayan, Jakarta pada Kamis, 30 Mei 2024. Seminar ini dihadiri sekitar 300 peserta. Hasil dana yang terkumpul dalam acara seminar ini digunakan untuk formasi atau pendidikan para calon imam/ bruder Serikat Jesus. Tak hanya itu, seminar ini juga menjadi ungkapan syukur Jesuit Indonesia atas ulang tahun Pater Franz Magnis-Suseno, S.J. ke-88 yang jatuh pada 26 Mei 2024 yang lalu.   Ada sebuah pertanyaan besar: mengapa Jesuit Indonesia menyelenggarakan seminar dengan tema ekonomi? Pertanyaan ini sering ditanyakan kepada Pater Effendi selaku Ketua Penyelenggara Seminar ini. Dalam sambutannya, Pater Effendi membingkai proses refleksi bersama ini dengan refleksi dari Kitab Kejadian. Usaha kita dalam merefleksikan perekonomian di Indonesia merupakan salah satu usaha konkret untuk terlibat aktif dalam “Ekonomi Keselamatan Allah.” Seminar ini menjadi sumbangan Jesuit Indonesia untuk pemerataan kemajuan perekonomian Indonesia.   Seminar Nasional ini dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama adalah pemaparan latar belakang situasi, tantangan, dan peluang perekonomian Indonesia secara makro. Sesi ini dimoderatori oleh Prof Dr Eduardus Tandelilin M.B.A., dosen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM dengan keynote speaker Menteri Keuangan Republik Indonesia, Dr. Sri Mulyani Indrawati, serta narasumber Dr. Mari Elka Pangestu (praktikus ekonomi) dan Dr. Cyrillus Harinowo (pakar ekonomi, Komisaris BCA). Sri Mulyani memaparkan bagaimana kondisi dunia pasca pandemi yang sedang tidak baik-baik saja, perubahan iklim, digitalisasi, serta tekanan geopolitik yang meningkat. Selain itu, ia juga mengingatkan akan pentingnya mengusahakan kebaikan bersama melalui penggunaan sumber daya negara dengan baik.     Sesi kedua adalah penajaman tema perekonomian Indonesia saat ini secara lebih spesifik. Yustinus Prastowo (Staf Khusus Menteri Keuangan) sebagai moderator menghadirkan situasi cair namun terarah saat narasumber Yanuar Nugroho, Ph. D. (Mantan Deputi II KSP 2015-2019), Benedictus Hari Juliawan, S.J. (Provinsial Serikat Jesus), dan Gregorius Hendra Lembong (Wakil Presiden Direktur BCA) menyampaikan presentasi kajian mereka. Sesi kedua ini membahas beban dan kondisi sandwich generation yang terjadi di kalangan orang muda. Sandwich generation ini bukanlah persoalan individu melainkan persoalan struktural meski di balik kelindan masalah tersebut terdapat peluang untuk memperbaikinya dengan cara membuka ruang dialog dengan pemerintah untuk melakukan reformasi perlindungan sosial.   Pater Franz Magnis-Suseno, S.J. menyampaikan catatan penutup dari masing-masing sesi seminar. Pater Magnis mengingatkan orang-orang muda untuk tetap berani berhadapan dengan realitas, salah satunya AI (Artificial Intelligence). Dalam kesempatan ini pula P. Magnis mendapat penghargaan Rekor MURI sebagai Begawan Filsafat Etika Indonesia atas sumbangsihnya bagi perkembangan filsafat dan kebudayaan di Indonesia.   Banyak pekerjaan rumah kita ke depan, seperti perbaikan tata kelola lembaga pemerintahan, keamanan data di era siber, dan peningkatan konsep kerja layak yang bagi semua orang. Jalanan masih sangat terjal untuk sampai ke sana, namun masih banyak harapan bagi pembangunan Indonesia ke depan. Semoga kita dapat terus berjalan bersama mengusahakan Indonesia yang semakin baik tanpa mengesampingkan yang kecil dan tersingkir.   Kontributor: Margareta Revita – Tim Komunikator Jesuit Indonesia

Karya Pendidikan

“Mengenalkan Seminari dan Panggilan dengan Cara Kreatif”

Open House Seminari Mertoyudan Dalam rangka merayakan peringatan St. Petrus Canisius (PETCA), pelindung Seminari Mertoyudan, Seminari Mertoyudan menggelar acara Open House pada Minggu, 7 April 2024. Acara ini juga diadakan untuk mengenalkan panggilan dan seminari pada umat dan masyarakat sekitar. Dalam open house ini, lebih dari 1000 orang dari paroki-paroki se-Keuskupan Agung Semarang hadir, melihat apa saja yang ada di Seminari Mertoyudan, dan mengunjungi venue-venue yang disiapkan panitia. Acara open house berlangsung pada pukul 09.00 hingga 15.00 WIB.   Dalam open house ini, pengunjung dapat berkeliling seminari untuk melihat berbagai fasilitas yang ada termasuk Kapel St.Petrus Canisius yang ikonik dan lapangan sepak bola yang hijau nan ciamik. Salah satu anak PIA dari paroki Fatima Magelang mengatakan, “Wah, asyik ya di sini, bisa main bola. Lapangannya gedhe.” Ia bersama teman-temannya pun sempat mencicipi menendang-nendang bola di sana.   Selain bisa melihat-lihat, pengunjung juga bisa ikut bermain di Mertozone. Ada empat lokasi Mertozone dan di salah satu lokasinya, pengunjung dapat bermain meniup bola pingpong yang ditaruh di atas gelas berisi air. Pengunjung yang dapat memindahkan bola pingpong sampai ujung akan mendapatkan hadiah menarik yang disediakan oleh panitia. Di lokasi lain, ada permainan menembak target dengan pistol mainan dan teka-teki berhadiah. Mertozone ini ramai didatangi anak-anak hingga panitia yang menjaganya kewalahan. Wajar saja, anak-anak itu suka bermain apalagi jika berhadiah.     Seminari Mertoyudan memang sekolah untuk calon imam. Walaupun begitu, yang dikembangkan di seminari tidak hanya mengenai kerohanian dan pengetahuan tetapi juga minat masing-masing pribadi yang dapat berguna bagi kerasulan pastoral ke depannya. Minat-minat yang sudah terwadahi di seminari seperti olahraga, teater, orkes, tari, karawitan, sastra, seni lukis, seni fotografi, jurnalistik, pecinta alam, dan desain visual juga ditampilkan dalam open house baik dengan bentuk pameran, pertunjukan, maupun dengan stand-stand yang dihiasi hasil karya para seminaris.   Turut hadir juga perwakilan dari Kongregasi Suster SPM dan Kongregasi Bruder FIC yang mempromosikan panggilan hidup membiara. Pengunjung dapat lebih mengenali hidup membiara dan bertanya-tanya kepada suster dan bruder dengan datang ke stand mereka di area Joglo Semangat. Open house dimeriahkan juga dengan doorprize dan tampilan band-band yang diisi oleh para seminaris dan OMK sekitar seminari. Hal itu untuk memberi nuansa semangat muda di seminari yang sudah berusia 112 tahun saat ini. “Kita ini orang muda, maka kita tampilkan kemudaan kita sambil mengajak orang-orang muda lain untuk berani menjadi imam/biarawan-biarawati” tegas Adityo Seno, Seminaris KPA yang juga menjadi ketua panitia.   Tagline Open House tahun ini adalah Gelorakan Jiwa, Bagikan Cahaya. Dengan tagline itu, Seminari Mertoyudan berharap para pengunjung digelorakan jiwanya oleh Tuhan sendiri untuk lebih berani membagikan cahaya di tempat dan perannya masing-masing. Diharapkan dari acara open house ini, umat dan masyarakat sekitar semakin mengenal Seminari Mertoyudan dan semakin banyak pemuda yang tertarik untuk menanggapi panggilan Tuhan serta masuk mendaftar ke seminari. Come and Join Us!   Kontributor: S Bonifasius Dwi Vilas, S.J. – Seminari Mertoyudan

Karya Pendidikan

Lulus Sekolah untuk Apa?

Refleksi Retret Penegasan PIKA 49 Retret merupakan salah satu sarana bagi seseorang untuk hening sebelum mengambil keputusan penting. Bagi peserta didik kelas IV SMK PIKA Semarang, kesempatan retret dipakai untuk mengendapkan seluruh pengalaman mereka selama bersekolah guna melihat disposisi batin mereka sebelum mengakhiri pendidikan dan memulai perjalanan baru ke depan. Pengalaman magang tujuh bulan yang sebelum ini mereka alami tentu memberikan wawasan baru yang membantu mereka berdiskresi sebelum melanjutkan hidup mereka sesudah studi selesai.   Tanggal 15-17 April 2024 menjadi momen bagi peserta didik angkatan 49 untuk mengikuti Retret Penegasan. Peserta berjumlah 54 orang didampingi oleh empat pendamping dari Tim Ignatian sekolah yaitu Bp. Andhy, Bp. Eko, Bp. Tanto, dan Fr. Septian. Retret ini berlokasi di Rumah Retret Panti Semedi (RRPS) Sangkal Putung, Klaten.   Retret penegasan bertema Ite Inflammate Omnia (Go Forth and Set the World on Fire) hendak mengajak para peserta untuk mengendapkan seluruh pengalaman mereka selama empat tahun bersekolah di PIKA sehingga dapat memutuskan dengan kemerdekaan batin pilihan hidup setelah lulus. Peserta didik diharapkan tidak hanya memutuskan berdasarkan keinginan emosi sesaat, melainkan sampai pada kesadaran akan tujuan hidup yang ingin Allah tunjukkan pada mereka. Diharapkan mereka tidak hanya menjadi pribadi yang mengejar hal-hal duniawi semata, melainkan sampai pada tataran hidup untuk semakin mencintai Allah dengan segala sarana yang sudah mereka terima dengan lepas bebas. Ite Inflammate Omnia atau maju dan kobarkanlah dunia yang menjadi jargon untuk menumbuhkan kesadaran bahwa mereka diutus oleh Allah sendiri untuk menjadi agen perubahan yang positif di manapun mereka berada nantinya.     Secara umum, peserta retret merasa gembira karena dapat bertemu dengan teman-teman mereka setelah 7 bulan terpisah karena menjalani Praktik Kerja Industri (Prakerin) di berbagai tempat. Salah seorang peserta mengungkapkan bahwa kegiatan ini menjadi kegiatan kebersamaan bersama angkatan yang terakhir sebelum mengakhiri masa pendidikan empat tahun mereka di SMK PIKA Semarang.   Acara diawali dengan melihat konteks angkatan 49 saat ini untuk mengetahui disposisi batin setiap peserta. Sebelum retret, para peserta diminta mengisi form untuk membuat konteks angkatan sebagai bahan dasar berefleksi. Dengan mengetahui disposisi batin, para peserta menyadari seperti apa kondisi angkatan mereka saat ini.   Selanjutnya, dilakukan sharing berdua-dua (Emmausan) agar para peserta bisa saling tukar pikiran dan pengalaman. Sharing ini pun diatur oleh tim agar tiap peserta dipasangkan dengan peserta yang belum begitu akrab. Dengan begitu, mereka bisa saling mengenal dan berbagi cerita pengalaman transformatif yang didapat.   Acara selanjutnya adalah sharing alumni yang dibawakan oleh Kevin dari angkatan 45. Melalui sharing alumni di hari pertama, para peserta memiliki perspektif bagaimana Kevin mengambil keputusan sebagai alumni PIKA. Tentu, PIKA memiliki keuntungan selain bisa kuliah, mereka dipersiapkan bekerja setelah lulus. Kevin juga memberikan motivasi untuk mengambil kesempatan seperti mengambil kerja sambil kuliah atau pun sebaliknya. Peserta diajak untuk tidak perlu malu selagi keputusan itu tidak membawa pada dosa. Selagi masih muda, jangan takut capek maupun gagal. Kalau jatuh 7 kali, berani bangkit 8 kali.   Sharing alumni ini kemudian diperdalam di hari kedua dalam sesi tentang diskresi dan dilanjutkan dengan bimbingan rohani. Melalui materi diskresi, para peserta diajak untuk menyadari berbagai aspek dalam mengambil keputusan penting seturut petunjuk Latihan Rohani (LR) St. Ignatius. Diawali dengan mengenali Asas Dasar LR 23, peserta diajak untuk mengarahkan tujuan pengambilan keputusan semata-mata untuk menanggapi cinta Tuhan yang begitu besar. Lalu dalam sesi diskresi I peserta diajak untuk melihat berbagai aspek dalam menimbang-nimbang keputusan yang tidak hanya didasarkan pada keinginan duniawi tetapi juga menyangkut pengembangan diri yang terarah pada makin lebih besarnya kemuliaan Tuhan. Di dalam diskresi II peserta diajak untuk belajar cara mengambil keputusan yaitu dalam situasi tenang dan kemerdekaan setelah mengenali berbagai aspek positif dan negatif suatu keputusan. Dalam sesi ini dipaparkan tentang berbagai distraksi yang perlu diperhatikan dalam wujud kelemahan yang mereka temukan. Sesi Diskresi III peserta diajak untuk melihat dampak keputusan yang diambil. Apakah keputusan itu terarah pada Tuhan atau keinginan duniawi, dan bagaimana cara mengatasinya, terlebih terhadap motivasi palsu yakni peran Roh Jahat yang menggiring ke arah egoisme pribadi.   Di antara sesi-sesi tersebut, peserta mulai diajak untuk melakukan bimbingan rohani bersama pendamping masing-masing. Peserta telah dibekali panduan serta pertanyaan yang perlu mereka jawab sehingga ketika proses bimbingan dapat terarah pada penegasan atas hal-hal yang sudah mereka refleksikan. Pendamping berusaha untuk mempertajam, mengoreksi, dan menunjukkan aspek-aspek lain yang dirasa belum peserta temukan dalam refleksi mereka. Ternyata hal tersebut amatlah membantu. Tidak jarang peserta juga menemukan kegalauan saat mengambil keputusan ke depan. Kecemasan akan kegagalan, yang terkait latar belakang keluarga yang memberi pengaruh besar pada pengambilan keputusan mereka sehingga belum sampai pada kemerdekaan batin yaitu lepas bebas.   Di hari ketiga, para peserta diajak untuk lebih rileks dengan melakukan outbound. Peserta diajak untuk berjalan berkeliling di luar kompleks Rumah Retret. Peserta dikondisikan untuk benar-benar serius dan dalam suasana reflektif, di hari ketiga ini dengan menikmati kebersamaan dalam wujud games bersama kelompok. Kebersamaan dan kekompakan bersama tim yang di dalamnya bukan merupakan teman dekat ternyata membantu mereka untuk saling mengenal.     Setelah serangkaian games yang menyenangkan, peserta diajak untuk mengevaluasi dan merumuskan niat-niat baru. Bruder Marsono, selaku kepala sekolah juga sempat hadir memberikan peneguhan bahwa hidup perlu disyukuri karena masih banyak orang muda di luar sana yang belum memiliki kesempatan seperti para peserta. Acara kemudian ditutup dengan perayaan Ekaristi oleh Pater Istanto, S.J. selaku Ketua Yayasan. Dalam Ekaristi tersebut ada empat orang perwakilan peserta yang membagikan buah-buah rohani mereka yang amat menyentuh dan mewakili perasaan teman-teman mereka. Kesadaran bahwa mereka dicintai dan dibentuk oleh Allah sendiri, baik saat di sekolah maupun magang tujuh bulan di berbagai tempat menyadarkan mereka bahwa hidup adalah sebuah perutusan. Hidup tidak hanya untuk diri mereka sendiri, melainkan juga untuk dibagikan kepada semakin banyak orang yang membawa pada kebahagiaan sejati. Mereka diajak untuk menjadi manusia bagi sesama.   Akhirnya, kegiatan retret menjadi salah satu kegiatan wajib karena membantu peserta menapaki perjalanan hidup ke depan. Peserta diajak untuk tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, melainkan juga terbuka pada tuntunan Allah. Itulah mengapa pendidikan sebaiknya tidak hanya memberi bekal pada aspek kognitif saja, melainkan juga dalam pendampingan spiritual.   Kontributor: S Yohanes Krisostomus Septian Kurniawan, S.J. – Tim Ignatian

Karya Pendidikan

Menggapai Excellence melalui Pementasan Rock Opera Jesus Christ Superstar

“I don’t know how to love Him, I don’t see why He moved me….” Demikian kalimat yang diucapkan oleh Maria Magdalena ketika merasakan ada perubahan telah terjadi dalam dirinya setelah mengenal Yesus. Kalimat ini merupakan bagian dari salah satu lagu yang masih terngiang-ngiang di komunitas Kolese Gonzaga setelah pementasan Rock Opera Jesus Christ Superstar karya Andrew Lloyd Webber and Tim Rice, 6 April 2024 lalu di Artpreneur Theater Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.   Kerja Kolaboratif dalam Penyelenggaraan Pementasan Jesus Christ Superstar Salah satu misi Kolese Gonzaga adalah menyelenggarakan pendidikan karakter dan pembelajaran yang inovatif, kompetitif, dan integratif secara efektif dan efisien dengan menggunakan paradigma pedagogi Ignatian. Kolese Gonzaga secara konsisten berusaha mewujudkan misi tersebut dengan berbagai kegiatan pembelajaran baik akademik maupun non akademik. Sebagai sekolah Katolik, tentunya dua momen penting dalam kehidupan Yesus, yakni Natal dan Paskah, wajib dimaknai komunitas secara khusus dan lebih mendalam. Di akhir Semester Gasal TP 2023/2024, sebelum libur Natal 2023, Kolese Gonzaga menyelenggarakan Christmas Carol Concert, sembari mempersiapkan pementasan Rock Opera Jesus Christ Superstar dan pameran seni rupa yang dilaksanakan setelah libur Paskah 2024.     Casting untuk para pemeran utama sudah dilakukan sejak bulan Desember 2023. Proses seleksi yang detail langsung didampingi oleh penggagas kegiatan ini yakni Kepala Sekolah SMA Kolese Gonzaga, Pater Eduard Calistus Ratu Dopo, S.J. M.Ed., dan Pater Emmanuel Baskoro Poedjinoegroho, S.J., serta sutradara pementasan yakni Mas Rangga Riantiarno dan co-sutradara Mas D. Perthino Sebastian dari Teater Koma. Pater Edu dan Pater Baskoro serta para guru beralih peran menjadi pemandu bakat untuk mencermati talenta-talenta siswa. Para siswa yang memiliki kemampuan bermain musik juga mendapatkan kesempatan untuk mengikuti seleksi. Di awal Januari 2024 para siswa yang lolos seleksi sudah menjalani latihan. Para siswa yang tergabung dalam ekstrakurikuler Paduan Suara Suara Gonzaga atau dikenal dengan Surga, serta para siswa yang tergabung dalam ekstrakurikuler dance mulai berlatih juga. Intensitas latihan semakin bertambah mendekati hari pementasan.   Para siswa yang tidak menjadi pemeran, pemusik, penyanyi, maupun penari, diberi kesempatan untuk terlibat dalam kepanitiaan sebagai support system pementasan. Moderator, Pater Yulius Suroso, S.J., mengatur kegiatan-kegiatan pendukung acara pementasan sehingga semua tetap terdampingi dengan baik. Setiap kelas diberi kesempatan berpartisipasi mencari dana dengan kreativitas masing-masing. Ada yang menjual makanan, pernak-pernik, kaos, dan lain-lain secara bergantian melalui kegiatan Gonz Sale. Kegiatan pendukung ini pun ditanggapi secara antusias oleh para siswa dengan sedikit nuansa kompetitif tetapi tetap suportif. Promosi pertunjukan Jesus Christ Superstar dilakukan melalui berbagai platform, baik secara digital melalui media sosial, maupun promosi lewat paroki-paroki, dan melalui Opera Komedi Samadi. Tak jarang saat melakukan promosi penjualan tiket ke paroki-paroki para siswa ini diminta menunjukkan kepiawaiannya bernyanyi di hadapan para umat di halaman gereja.     Pembelajaran Sisi Akademik dan Non Akademik dalam Penyelenggaraan Kegiatan Melalui kegiatan ini, sekolah memberikan praktik olah rasa melalui seni pertunjukan, seni musik, seni suara, seni tari, seni sastra, dan seni rupa. Di sana juga ada praktik langsung leadership, entrepreneurship, keterampilan berkomunikasi, dan manajemen waktu. Secara akademik, kegiatan ini juga menjadi sarana project based learning mata pelajaran Bahasa Inggris, Sejarah, Sosiologi, Seni, dan Agama, serta Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Seluruh dialog yang dinyanyikan dalam pementasan terdiri atas 25 lagu berbahasa Inggris. Hal ini menuntut semua pemeran mampu mengucapkan setiap kata dengan vokal dan pelafalan yang benar dan mengungkapkannya dengan ekspresi mimik dan gerak tubuh yang sesuai. Sementara para siswa lainnya wajib mengasah kemampuan memahami dialog dan maknanya. Dalam pembelajaran integratif Sejarah dan Pendidikan Kewarganegaraan, siswa diharapkan mampu menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang kehidupan Yesus Kristus, termasuk kondisi politik, sosial, dan budaya pada masa itu, serta peran kekuasaan Romawi. Mereka diharap mampu mengidentifikasi alasan di balik penyaliban Yesus oleh penguasa Romawi dan otoritas Yahudi pada masa itu, dengan menyajikan konteks politik dan religius yang mempengaruhi keputusan penyaliban Yesus. Dari sisi pembelajaran Ekonomi, siswa diharap mampu menganalisis motif ekonomi yang melatarbelakangi perbuatan murid yang berkhianat, dan konsep pertukaran uang dengan produk dalam peristiwa murid yang “menjual” Yesus. Support system kegiatan pementasan ini pun menjadi sarana pembelajaran ekonomi yang berkaitan dengan strategi promosi, penjualan tiket, perhitungan kebutuhan, dan dana yang dibutuhkan. Dari sisi pembelajaran Sosiologi, siswa diharap mampu menunjukkan pemahaman yang kuat tentang konsep dasar teori konflik, ketidaksetaraan kekuasaan, dan pertentangan antar-kelompok dalam konteks sosial, termasuk mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat, sumber konflik, dan dampaknya terhadap dinamika sosial.     Pementasan Jesus Christ Superstar sebagai Ekspresi Talenta Panggung Artpreneur Theater Ciputra Kuningan, menjadi saksi proses latihan berbulan-bulan seluruh pihak yang terlibat. Pemeran, pemain musik, paduan suara, dancer, kerja keras panitia guru, dan siswa, serta dukungan orang tua siswa, Yayasan Wacana Bhakti, dan berbagai pihak lainnya bersama terlibat untuk menghasilkan pertunjukan yang luar biasa baik. Rasa lelah dan kerja keras selama persiapan seakan terbayar dengan banyaknya apresiasi dari para penonton yang memenuhi gedung teater berkapasitas 1240 orang tersebut. Lagu-lagu yang dinyanyikan tidaklah mudah. Johanes Bhre yang memerankan Yesus harus menyanyikan lagu dengan penuh kharisma. Lagu-lagu yang dinyanyikan Alonzo Nathaniel dan Aaron Miguel yang berperan sebagai Judas cukup banyak. Beberapa bernada tinggi dan bertempo cepat. Lagu-lagu yang dinyanyikan Gavriel Martahan pemeran Kayafas memiliki range nada yang sangat rendah, sehingga menuntut penyanyi bertipe vokal bas yang mantap. Sementara lagu-lagu yang dinyanyikan Raina dan Diana pemeran Maria Magdalena mengekspresikan kasih, perhatian, penyesalan, dan harapan. Wesley yang memerankan Raja Herodes bermain sangat ekspresif. Para pemain musik yang keren dan Paduan Suara “Surga” yang kompak serta para penari lincah yang sesekali melakukan salto, menampilkan suatu ekspresi multi talenta anak Gonzaga. Gambar-gambar latar yang disiapkan tim multimedia yang ditayangkan pada setiap peristiwa dalam layar LED ukuran 12×6,5 meter juga sangat mendukung suasana yang dikisahkan.     Pendidikan Ignatian dalam Pementasan Jesus Christ Superstar Melalui kegiatan pementasan Jesus Christ Superstar, seluruh komunitas Kolese Gonzaga sejatinya mengalami pembelajaran menggapai excellence dalam pengembangan diri yang berkaitan dengan core values sekolah. Nilai-nilai seperti Competence, Conscience, Compassion, dan Commitment bermuara pada Integrity dan Humanity. Dialog-dialog dalam opera ini menunjukkan sisi-sisi kemanusiaan dari diri Yesus. Orang-orang yang berada di sekelilingnya adalah manusia yang memiliki kelemahan dan mudah jatuh dalam dosa. Yudas, misalnya adalah seorang yang egois dan oportunis, mudah ingkar dan mencari keselamatan diri seperti yang ditunjukkan oleh Petrus. Namun yang terpenting adalah

Pelayanan Gereja

Bertualang di Bethlehem van Java

Sabtu, 27 April 2024, misdinar Gereja St. Yusup Gedangan mengadakan acara studi rohani Bethlehem van Java Misdinar ke kerkhof Muntilan, Museum Misi Muntilan, dan Gua Maria Sendangsono. Frater Yohanes Chrysostomus Wahyu Mega, S.J., pendamping misdinar, mengadakan program ini untuk misdinar dan beberapa tokoh lintas agama. Fr. Wahyu berharap melalui studi rohani Bethlehem van Java, misdinar Gedangan dapat memahami sejarah lahirnya misi kekatolikan di tanah Jawa, menumbuhkan semangat kekatolikan, dan toleransi antarumat beragama.   Beberapa tokoh lintas agama yang menemani kami adalah K.H. Khoirul Anwar (Pengasuh Ponpes Al-Insaniyyah, Salatiga), K.H. Abdul Qodir (Pengasuh Ponpes Roudhotus Sholihin, Demak), Ibu Rabi’atul Adawiyah, Ibu Naily Illyun, Bapak Lutfi (ketiganya adalah dosen UIN Walisongo, Semarang), Pendeta Setiawan Budi (Koordinator Persaudaraan Lintas Agama), Ibu Eva Yuni (Staf Bimas Katolik) dan Sr. Lutgardis, O.P. Ini pertama kalinya bagi kami mengalami perjumpaan dengan tokoh lintas agama.   Di Kerkhof Muntilan, kami mengunjungi makam Kardinal Justinus Darmojuwono yang merupakan kardinal pertama Indonesia. Selanjutnya kami mengunjungi makam Pater F. van Lith, S.J, Pater Hoevenaars, S.J. dan beberapa makam pater Jesuit Belanda lainnya. Tempat ini sangat jauh dari kesan menyeramkan tetapi sangat sejuk dan nyaman untuk berdoa.   Dalam bahasa Belanda, kerkhof memiliki arti halaman gereja. Berasal dari dua suku kata, yakni kerk yang bermakna gereja dan hoff yang berarti halaman. Mungkin karena sudah menjadi tradisi bangsa Eropa, khususnya Belanda, bahwa kuburan biasanya ditempatkan tidak jauh dari bangunan gereja. Kata kerkhof lambat laun menjadi sebutan yang familiar untuk kuburan atau pemakaman bangsa Belanda.     Setelah dari kerkhof kami menuju Museum Misi Muntilan. Sesampainya di Museum Misi, kami disambut oleh Bapak Seno. Kami dibagi menjadi dua kelompok besar untuk museum tour. Kami merasa takjub karena Museum Misi Muntilan menyimpan banyak sejarah mengenai perkembangan Agama Katolik. Kami melihat barang-barang peninggalan zaman dahulu seperti peralatan misa, altar dan mimbar dari kayu, jubah rama dan uskup, tongkat gembala, lonceng, dan masih banyak lagi.   Kami belajar tentang jejak sejarah Keuskupan Agung Semarang dan sejarah Gereja Katolik yang ada di Semarang. Ada satu peninggalan dari Pater van Lith, S.J. dan Pater Hoevenaars, S.J. yang menarik, yaitu doa Bapa Kami versi Bahasa Jawa. Kedua Pater ini dengan caranya sendiri menerjemahkannya ke dalam Bahasa Jawa.   Destinasi terakhir adalah Gua Maria Sendangsono. Sedikit informasi, Gua Maria ini masih bersangkutan dengan dua lokasi sebelumnya (Kerkhof Muntilan dan Museum Misi). Gua Maria Sendangsono adalah tempat di mana Pater van Lith , S.J. membaptis 171 orang Jawa. Peristiwa ini terjadi pada 14 Desember 1904. Kini, Sendangsono menjadi salah satu tempat ziarah yang sangat populer.   Di Gua Maria Sendangsono kami mengunjungi makam Barnabas Sarikromo. Awalnya ia memiliki penyakit kudisdi kaki dan sudah melakukan pengobatan dengan berbagai cara namun tidak kunjung sembuh. Suatu ketika ia bersemedi untuk mendapatkan kesembuhan. Ia mendengar bisikan untuk berjalan ke arah timur laut. Dikarenakan kondisi kakinya yang tidak memungkinkan untuk berjalan, Sarikromo pun menuju arah timur laut dengan cara mengesot. Perjalanan itu membawanya bertemu dengan dua Jesuit, yaitu Bruder Kersten, S.J. dan Pater van Lith, S.J,. Sarikromo memperoleh kesembuhan dan kemudian dibaptis oleh Rama van Lith.   Kami mendapatkan banyak sekali pengalaman dan pengetahuan dari ketiga tempat tersebut. Kami juga jadi tahu tentang kisah para tokoh penting, seperti Pater F. van Lith, S.J., Pater Hoevenaars, S.J. Bruder Kersten, S.J. dan Bapak Barnabas Sarikromo. Kisah-kisah mereka semakin membuat kami bangga sebagai orang Katolik Jawa. Kami semakin terbakar bukan hanya untuk menjadi Katolik tetapi untuk menghidupi iman Katolik.   Kontributor: Michelle Kanaya – Misdinar St. Yusup Gedangan