capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Kemiskinan: Harta Dalam Hidup Bersahaja

Date

Kaul kemiskinan? Menjadi orang miskin? Atau gimana? Apa sih maksudnya, ter?” Itulah pertanyaan-pertanyaan yang menyeruak ketika poster Café PuNa edisi Mei 2024 yang mengambil tema kaul kemiskinan mulai dibagikan di berbagai platform media sosial.

 

Kamis, 30 Mei 2024 malam, dengan wajah sumringah dan penuh kehangatan, para Pater dan Skolastik Jesuit di Komunitas Pulo Nangka menyambut umat yang hadir ke Komunitas Pulo Nangka untuk mengikuti acara Café PuNa. Acara ini diadakan rutin setiap semester sekali. Café PuNa edisi bulan Mei 2024 ini mengangkat tema Kaul Kemiskinan: Harta Dalam Hidup Bersahaja. Tema ini dipilih untuk melengkapi dua edisi Cafe PuNa sebelumnya yang telah membahas kaul ketaatan (Mei 2023) dan kaul kemurnian (November 2023).

 

Membahas kaul kemiskinan selalu menarik dan relevan bagi siapa saja. Hal ini terbukti dari kehadiran dan antusiasme umat yang berpartisipasi baik secara luring maupun daring via Zoom. Mulai dari yang muda hingga yang tua hadir memeriahkan dan larut dalam presentasi yang dibawakan oleh Frater Alexius Aji dan Frater Matthias Zo Hlun. Frater Kevin yang menjadi MC pun mampu membawakan acara dengan baik, menarik, dan menghibur.

 

Kemiskinan: Harta dalam Hidup Bersahaja

Presentasi dari Fr. Alex dan Fr. Matthias dibuka dengan sebuah pembahasan mengenai kemiskinan pada umumnya untuk memberi konteks besar. Fr. Matthias menjelaskan bahwa kemiskinan pada umumnya dipahami sebagai “kondisi tidak berharta, serba kekurangan, atau berpenghasilan sangat rendah”. Lalu, pertanyaan yang muncul adalah “Jika kemiskinan digambarkan sebagai kondisi serba berkekurangan, apakah ada orang yang mau ‘mengambil pilihan’ untuk hidup miskin, khususnya dengan kapitalisme dan konsumerisme di zaman ini?” Kemiskinan yang dipahami demikianlah yang kadang kala menjadi padanan atau perbandingan bagi kaul kemiskinan yang secara sukarela diikrarkan oleh para religius. Maka sudah tentu dan pasti akan muncul beragam pertanyaan terkait kaul kemiskinan.

 

Kalau begitu, kaul kemiskinan itu yang seperti apa sih? Apakah sama seperti kemiskinan yang digambarkan dan dipahami sebagai keadaan serba berkekurangan? Fr. Alex mencoba membahas hal ini dengan menarik dalam bagian selanjutnya. Frater Alex mengawalinya dengan sebuah cerita tentang Sannyasi yang berhasil menggelisahkan hati dan pikiran karena dengan rela dan begitu saja memberikan batu permatanya kepada seseorang.

 

Fr. Alex melanjutkan presentasinya dengan memberikan penjelasan mengenai kaul kemiskinan yang diikrarkan oleh para religius sebagai usaha Imitatio Christi atau meniru Kristus. Kaul kemiskinan merupakan kaul yang diinspirasikan oleh Yesus Sang Allah Putera yang menjelma ke dunia dan mengosongkan diri menjadi manusia miskin. Kedekatan Yesus dengan orang miskin pada zaman-Nya banyak digambarkan di dalam Injil. Inilah yang menjadi sumber inspirasi dari kaul kemiskinan para religius.

 

Peserta acara Cafe PuNa memperhatikan pemaparan dari narasumber. Dokumentasi: Panitia Cafe PuNa

 

Kemiskinan a la Jesuit

Dengan mendasarkan pada Konstitusi Serikat Jesus, Fr. Alex mengupas lebih dalam mengenai kemiskinan yang khas Jesuit atau yang dihayati oleh para Jesuit. St. Ignatius menulis di dalam Konstitusi SJ bahwa kemiskinan merupakan benteng hidup religius yang harus dicintai dan dipelihara [Kons. 553]. St. Ignatius meminta para Jesuit untuk melepaskan keterikatan pada barang-barang duniawi dan menyerahkan hidup sepenuhnya pada penyelenggaraan Ilahi melalui komunitasnya.

 

Kekhasan lain dari kemiskinan a la Jesuit, yang juga dihayati oleh kaum religius lain, adalah kaul kemiskinan sebagai ungkapan rasa syukur yang ditandai dengan kemurahan hati untuk mewujudkan kebebasan batin dan lahiriah saat menjalankan karya kerasulan. “Seorang Jesuit bekerja bukan untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan demi cintanya pada Kristus dan sesama,” demikian Fr. Alex memberikan penjelasannya.

 

Tentu kaul kemiskinan memiliki tegangannya sendiri, yaitu penggunaan sarana duniawi sejauh mendukung pelayanan dalam kerasulan yang dijalankan oleh seorang Jesuit. Tidak ada halangan bagi seorang Jesuit untuk menggunakan sarana duniawi apapun apabila sarana tersebut mendukung pelayanannya dalam mengembangkan institusi dan komunitas dan bukan untuk memperkaya diri sendiri.

 

Dengan demikian, kaul kemiskinan menjadi harta dalam hidup bersahaja bagi seorang Jesuit karena kemiskinan bukan hanya berarti menjadi miskin seperti yang dipahami oleh kebanyakan orang. Kaul kemiskinan juga dihayati sebagai sebuah cara hidup yang diinspirasi oleh Yesus dengan tujuan apostolis. Dengan sarana yang dimiliki, kaul kemiskinan menuntut ketekunan dan kerja keras setiap Jesuit dalam mengusahakan perkembangan karya kerasulan dan komunitas. Fr. Alex menambahkan bahwa ada hal yang tidak bisa dilepaskan dari kaul kemiskinan, yaitu akuntabilitas dan option for the poor. Lebih lanjut Fr. Alex membagikan beberapa usaha untuk menghidupi kedua hal tersebut, yaitu pembuatan laporan keuangan bulanan yang dibuat oleh para skolastik Jesuit dan program Nasi Berkah yang saat ini dijalankan semua unit skolastik SJ di Jakarta.

 

Panggilan untuk Dekat dengan Orang Miskin

Fr. Matthias membagikan pengalamannya hidup bersama para penderita kusta di Myanmar saat dia masih seorang novis. Pengalaman tersebut membawanya pada refleksi akan Yesus yang menginspirasinya untuk dekat, membantu mereka yang membutuhkan, dan mau bersama mereka yang miskin. Pengalaman kedekatan dengan orang miskin ini memberinya rasa bahagia karena ada cara pandang baru mengenai kaul kemiskinan sebagai rasa syukur dan undangan untuk menerima orang lain seperti yang dilakukan Yesus sendiri.

 

Fr. Alex juga memperkaya refleksi mengenai kaul kemiskinan dengan membagikan pengalaman menghidupi kemiskinan secara konkret sebagai skolastik di Jakarta. Misalnya, dengan membuat laporan keuangan bulanan, menumbuhkan sense of belonging, keterbukaan pada pembesar dan komunitas, dan undangan untuk terus memiliki pengalaman kedekatan dengan orang miskin lewat kerasulan ad extra yang dijalaninya di Lembaga Daya Dharma-Keuskupan Agung Jakarta.

 

Para peserta menikmati hidangan yang disediakan. Dokumentasi: Panitia Cafe PuNa

 

Penutup

Café PuNa kali ini juga terasa istimewa karena bukan hanya kedua Pater Unit komunitas Pulo Nangka yang hadir. Ada juga Pater Hendricus Satya Wening, S.J., Pater Windar Santoso, S.J., serta Pater Antonius Siwi Dharma Jati, S.J. yang hadir secara daring dari Perancis dan Pater L. A. Sardi, SJ yang juga hadir secara daring dari Roma. Kehadiran mereka sangat meneguhkan para umat yang hadir, khususnya ketika para Pater ini membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para umat yang hadir.

 

Ketika berbicara mengenai kaul kemiskinan, kita tidak bisa melepaskan diri begitu saja dari kemurahan hati. Karena itulah, Café PuNa edisi Mei 2024 ditutup dengan acara menikmati santapan berkat kemurahan hati yang dibawa oleh para umat yang hadir. Semua hidangan dinikmati secara bersama-sama dan penuh kehangatan serta obrolan seru. SAMPAI JUMPA LAGI DI CAFÉ PUNA EDISI BERIKUTNYA!!!!!!!

 

Kontributor: S Yohanes Deo Yudistiro Utomo, S.J.

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *