Latihan Rohani
Dari perjalanan pertobatannya yang dimulai di Loyola (Autobiografi 1- 12) hingga masa-masa kematangan rohaninya dan wafat di Roma, 31 Juli 1556 sebagai Superior Jenderal Serikat Jesus, St. Ignatius mencatat pembelajaran tentang bagaimana dirinya dididik oleh rahmat-rahmat Tuhan. Narasi bagaimana dari waktu ke waktu dan tempat ke tempat dia dididik oleh Tuhan tertuang di dalam Autobiografi-nya (Wasiat dan Petuah St. Ignatius, Kanisius, 1996). Sementara cara bagaimana seseorang mendisposisikan diri supaya bisa dididik oleh rahmat-rahmat Tuhan diwariskan di dalam buku Latihan Rohani. Buku kecil ini merupakan buku praktik olah rohani dan berisi cara-cara berdoa serta bahan-bahan doa yang diambil dari Kitab Suci serta bahan-bahan renungan khusus pengalaman St. Ignatius. Sebagai buku panduan praktik (manual), yang melaksanakan pertama kali dari isi buku ini adalah St. Ignatius sendiri. Dalam konteks ini, oleh karenanya, Latihan Rohani bukan hanya buku panduan doa tetapi pada akhirnya adalah juga panduan hidup sebagai orang beriman untuk menjalani panggilannya di tengah dunia. Dan memang begitulah corak kerohanian yang dilatihkan oleh cara-cara doa, yaitu mengantar ke praksis hidup yang oleh Jerónimo Nadal dirumuskan jalinan keutuhannya dengan spiritu (dari Roh), corde (dengan hati), dan practice (dalam tindakan nyata). Dalam bahasa lain dirumuskan bahwa kesempurnaan doa adalah kasih, dan kasih diwujudkan di dalam tindak nyata dan praksis hidup. Jalinan doa dan praksis hidup dengan tegangannya yang sehat dan juga kreatif (healthy and creative tension) ini perlahan-lahan membentuk sikap dan kepekaan rohani seseorang yang kemudian melahirkan kemampuan untuk mengalami kehadiran dan rahmat Tuhan di dalam segala hal (finding God in all things).
Demikianlah kita memahami ketika menjelaskan kepada Gonçalves da Camara, St. Ignatius mengatakan bahwa Latihan Rohani ditulis tidak dalam satu saat saja.
“Beberapa hal yang diperhatikan dengan cermat di dalam hatinya sendiri dan yang dipandang berguna , dianggap dapat berguna untuk orang lain pula, begitu ia menuliskannya, misalnya pemeriksaan batin … bagian mengenai pemilihan (eleksi) diperoleh dari pembedaan dalam roh dan pikirannya yang dialami waktu di Loyola ketika kakinya masih sakit” (Autobiografi 99).
St. Ignatius sendiri juga meyakinkan Latihan Rohani yang dijalaninya sendiri lalu dituliskan sebagai panduan menjalaninya untuk orang lain sebagai sarana merasul yang bermanfaat untuk membantu sesama. Dalam suratnya kepada Fulvio Androzzi St. Ignatius menegaskan hal ini (San Ignacio de Loyola, Obras, 1997, 1099-1101 dan di Loyola, Gli Scritti 2007, 1466-1468).
“Saudara yang saya hormati, Saudara tahu bahwa ada sarana yang istimewa di antara sarana-sarana yang bermanfaat membantu orang-orang. Yang saya maksud adalah Latihan Rohani. Karena itu, saya mengingatkan Saudara, bahwa Saudara mesti menggunakan sarana Latihan Rohani ini, yang demikian akrab sebagai sarana merasul Serikat Jesus. Minggu Pertama dan beberapa cara berdoa dapat diberikan kepada banyak orang.”
Demikian, melalui Latihan Rohani St. Ignatius menyediakan ringkasan kesempurnaan hidup rohani dan menyajikan bagaimana melatihnya di jalan dan keseharian hidup ini. Tidak dalam arti menyediakan program kesempurnaan siap pakai (ready-made), melainkan menyediakan cara dan jalan yang mesti dipraktikkan dan dibiasakan dengan tekun baik sebagai cara doa maupun cara hidup, terutama di dalam menimbang dan membuat pilihan-pilihan atau keputusan. Biasa dikenal dengan berdiskresi dan membuat eleksi (Ignatius Iparraguirre, S. J., A Key to the Study of the Spiritual Exercises, 1959, 38-40). Dengan demikian, kepada orang yang pernah mendengar nama Latihan Rohani St. Ignatius Loyola dan berkenalan dengan Serikat Jesus atau karyanya, tetapi diganggu oleh rasa ingin tahu tentang Latihan Rohani dibukakan salah satu jawaban penting dan strategis, yakni Latihan Rohani dimengerti untuk dipraktekkan atau dipahami dengan dijalani. Bagi kehidupan rohani, buku kecil ini menempatkan supremasi praktik dan latihan. Artinya, buku merupakan panduan untuk menjalani latihan rohani yang isinya membiarkan diri dibimbing oleh rahmat-rahmat Tuhan yang diyakini terus bekerja. Letak rahasia dan efektivitasnya adalah ketika seseorang bertekun melatih dan mempraktekkannya dengan bantuan seorang pembimbing.
Cara-cara dan bahan doa
Latihan Rohani memuat cara-cara doa, bahan-bahan doa beserta tuntunan dan panduan serta dinamikanya. Dimulai dengan catatan pendahuluan yang terdiri atas dua puluh nomor. Catatan-catatan ini memberi keterangan mengenai apa itu Latihan Rohani, bagaimana menggunakannya, sikap-sikap apa yang mesti dimiliki supaya Latihan Rohani yang dijalani tertata, efektif sekaligus dinamis dengan buah-buah yang diharapkannya. Keterangan dua puluh nomor (LR 20) juga menyebut syarat-syarat untuk menjalani latihan rohani dari sisi usia dan kekuatan, pendidikan, kemampuan dan kesibukan. Bisa dibayangkan disini beragam pelaku Latihan Rohani dan latar belakangnya, tetapi satu tujuannya, menaklukkan diri dan mengatur hidup supaya selaras dengan kehendak Tuhan serta membangun disposisi untuk rahmat-rahmat Tuhan.
Catatan-catatan tersebut seperti pedoman melangkah dalam Latihan Rohani yang perlu diperhatikan dan ditepati secara teliti supaya proses Latihan Rohani berjalan efektif dan orang mengalami banyak rahmat bimbingan Tuhan. Setelah Latihan Rohani berjalan pun, untuk mengawal kesungguhan, kedisiplinan dalam menjalani latihan rohani St. Ignatius menyajikan sepuluh aturan tambahan (LR 73 -90). Dikatakan bahwa aturan ini dimaksudkan supaya seseorang dapat lebih baik dalam melakukan Latihan Rohani dan mendapatkan rahmat yang diinginkan. Isinya antara lain preparasi doa meditasi dan kontemplasi serta refleksi; Misalnya, ketika seseorang telah menetapkan akan melakukan doa pada pagi hari dengan bahan Kitab Suci, pada malam hari sebelum tidur sudah mempersiapkan dan mengingatnya. Lalu pada saat bangun segera mengarahkan perhatian pada bahan yang akan direnungkan (LR 73-74). Untuk selalu menyadari kehadiran Tuhan, setiap kali memulai doa dan berada di tempat meditasi atau kontemplasi, sejenak mengarahkan hati serta menyadari bahwa kita berada di hadirat Tuhan dan menyadari bahwa “Tuhan memandangku”, lalu membuat penghormatan (LR 75). Mengenai refleksi, dikatakan bahwa setiap kali selesai latihan rohani mengambil waktu untuk melihat proses dan isi latihan rohani serta memperbaiki yang kurang dan mensyukuri serta mempertahankan yang sudah berjalan baik (LR 77).
Setelah catatan pendahuluan (LR 1-20), dan masuk ke bahan pertama “Asas dan Dasar” (LR 23) yang menegaskan tujuan hidup, sikap terhadap ciptaan, serta ajakan untuk selalu memilih yang lebih (magis) mendukung tujuan diciptakan, St. Ignatius menyajikan dua nomor penting, tujuan Latihan Rohani serta suasana relasi dan komunikasi di dalam bimbingan Latihan Rohani. Dirumuskan dengan jelas bahwa tujuan Latihan Rohani adalah menaklukan diri dan mengatur hidup. “Tujuan Latihan Rohani adalah menaklukan diri dan mengatur hidup sehingga tidak ada keputusan diambil di bawah pengaruh rasa lekat tidak teratur mana pun juga” (LR 21). Disadari bahwa di dalam mengolah hidup rohani, ada cacat dan kelemahan yang harus dikalahkan sekaligus juga ada kenyataan bahwa semua yang senyata ada dari hidup ini ditata supaya semua selaras dengan Tuhan dan kehendak-Nya. Kemudian St. Ignatius juga menyampaikan prinsip percakapan dan komunikasi antara pembimbing dan yang sedang menjalani Latihan Rohani. Ditegaskan perlunya mendengarkan dengan sikap dan pikiran positif serta ketika ada yang tidak jelas ditanya secara simpatik (bdk. LR 22). Dibutuhkan kepercayaan (trust) dan rasa hormat (respect) oleh karena Roh Allah bekerja pada yang menerima bahan-bahan Latihan Rohani dan mendoakannya maupun pada yang menyampaikan bahan-bahan tersebut serta relasi keduanya.
Bahan-bahan Latihan Rohani diawali dengan “Asas dan Dasar” (LR 23) dan diakhiri dengan “Kontemplasi untuk mendapatkan cinta” (LR 230-237). Di akhir Latihan Rohani, orang yang menjalani Latihan Rohani diajak untuk mengingat, meresapkan, dan mensyukuri anugerah-anugerah Tuhan, menyadari bahwa Tuhan terus hadir dan bekerja serta meyakini bahwa semua yang baik bersumber dari Tuhan. Semuanya dimaksudkan supaya oleh perjalanan Latihan Rohani dalam pengertian mendalam akan banyak rahmat Tuhan orang bersyukur dan dari rasa syukurnya digerakkan untuk mencintai dan mengabdi Tuhan dalam segala (LR 233). Bahan utama Latihan Rohani disajikan di dalam empat Minggu, meskipun Minggu di sini tidak selalu berarti terhitung tujuh hari karena panjang pendeknya waktu Latihan Rohani tergantung pada dinamika orang yang sedang menjalaninya (bdk. LR 4).
Demikian bila dijalani utuh Latihan Rohani membutuhkan waktu sebulan dan oleh karenanya disebut juga Retret 30 Hari. Minggu Pertama menyajikan bahan-bahan tentang realitas dosa dan dosa-dosa pribadi dalam terang belas kasih Allah yang mengampuni dan menebus. Minggu ini sering disebut sebagai via purgativa (jalan pemurnian). Minggu Kedua menyajikan bahan-bahan misteri hidup Yesus dari Penjelmaan hingga Minggu Palma dan biasa disebut sebagai via illuminativa (jalan terang). Disebut demikian karena setelah mengalami diampuni dan diselamatkan oleh belas kasih Tuhan, seseorang membiarkan jalan hidupnya diterangi oleh misteri-misteri hidup Kristus yang dikontemplasikannya. Minggu ini diawali dengan Meditasi Panggilan Raja (LR 91-98) di dalamnya diperdengarkan Panggilan Tuhan untuk menyatu dengan jerih payah-Nya (mecum laborare) supaya kemudian juga disatukan di dalam kemuliaan-Nya. Minggu Kedua juga diperkaya dan diterangi oleh tiga renungan yang biasa disebut renungan Ignatian karena membekali prinsip, nilai, preferensi serta cara membuat pilihan seperti diajarkan oleh St. Ignatius. Tiga renungan yang dimaksud adalah “Dua Panji” (136-248). “Tiga Golongan Orang” (LR 149-157), serta “Tiga Kerendahan Hati” (LR 165-168). Tiga renungan Ignatian ini membantu membuat pilihan-pilihan hidup. Didukung dan dilengkapi dengan Pedoman Pembedaan Roh (LR 313-336) renungan ini menunjukkan talian dan hubungan erat antara Latihan Rohani sebagai cara doa dan cara hidup. Pilihan hidup yang dihasilkan dalam terang misteri hidup Yesus dan renungan Ignatian diteguhkan dengan jalan sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan untuk keselamatan. Inilah Minggu Ketiga dan Keempat yang biasa disebut sebagai via unitiva (jalan disatukan). Dan benar, seperti ditegaskan di dalam “Tiga Kerendahan Hati” kesempurnaan hidup Kristiani itu adalah kesatuan dengan Kristus dan cara bertindak-Nya sebagai preferensi, yaitu “Meneladan dan menyerupai Kristus Tuhan dalam kenyataan, menghendaki dan memilih kemiskinan bersama Kristus yang miskin, penghinaan bersama Kristus yang dihina, dianggap bodoh demi Kristus yang lebih dulu dianggap demikian “(LR 167). Kesempurnaan ini tercapai sejauh seseorang meninggalkan cinta diri-self-love, kehendak diri-self-will, dan kepentingan diri-self interest (LR 189b).
Kontributor: P L. A. Sardi, S.J.