Pilgrims of Christ’s Mission

Jesuits

Karya Pendidikan

Sosialisasi Pedoman Umum Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PUPTK)

Rabu, 15 November 2023 lalu diselenggarakan Sosialisasi Peraturan Umum Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PUPTK) Yayasan Kanisius Cabang Surakarta yang diadakan di aula Paroki Gereja Santo Antonius Padua Purbayan, Surakarta. Selain sosialisasi PUPTK juga dilakukan Sosialisasi Petunjuk Pelaksanaan Keuangan dan Sosialisasi Pedoman Remunerasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Yayasan Kanisius. Narasumber pada kegiatan sosialisasi ini adalah Pengurus Yayasan Kanisius (Pusat) Pater J. Heru Hendarto, S.J.; Pater Melkyor Pando, S.J.; Pater Ig. Aria Dewanto, S.J.; Bapak Ant. Suparjono, dan Bapak Feliks Yanik. Sosialisasi diikuti oleh 75 orang peserta yang terdiri dari 34 kepala sekolah , 34 guru, dan 7 staf Yayasan Kanisius Cabang Surakarta. Pelaksanaan Sosialisasi PUPTK, merupakan rangkaian kegiatan pembenahan atau pembaruan yang dilakukan Yayasan Kanisius untuk menandai ulang tahunnya yang ke-105. Kegiatan sebelum sosialisasi yang telah dilakukan adalah peluncuran One Gate System. One Gate System adalah sistem tata kelola sekolah yang memadukan sistem informasi pembelajaran dan informasi keuangan secara digital. Sistem ini bisa diakses oleh orang tua murid dan pemerhati pendidikan. Peluncuran sistem ini sendiri dilakukan pada 28 Oktober 2023 yang lalu di Auditorium Driyarkara Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. One Gate System terdiri dari dua program yaitu My Home School (MHS) dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). SAK dalam implementasinya didasari semangat “ARTS” (Accountable, Responsible, Transparent, Sustainable) di lingkungan Yayasan Kanisius. Dengan adanya peluncuran MHS orang tua peserta didik dapat memantau kehadiran putra-putrinya di sekolah. Selain itu, mereka juga dapat memantau kegiatan pembelajaran di sekolah, kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan, penilaian yang diberikan sekolah, dan MHS dapat menjadi media komunikasi antara sekolah dengan orang tua. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sendiri dapat memberikan informasi terkini mengenai data keuangan yang menjadi tanggungjawab orang tua dan penyelesaian keuangan yang telah dilaksanakan. Penetapan dan Penerapan PUPTK Pater Joseph MMT Situmorang, S.J., Kepala Yayasan Kanisius Cabang Surakarta, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa sosialisasi PUPTK merupakan upaya memperbaiki karya pelayanan di Yayasan Kanisius. Jika dikaitkan dengan perayaan ulang tahun Yayasan Kanisius yang ke-105, kegiatan sosialisasi merupakan perwujudan tema ”Berpadu untuk Kanisius Maju”. Pedoman-pedoman yang disusun diawali dengan diskusi di sekolah, regio, dan cabang kemudian dibicarakan bersama oleh pimpinan cabang serta pengurus yayasan. ”Pedoman Umum Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang dulu bersifat ad experimentum atau uji coba kini ditetapkan dan akan diterapkan menjadi pedoman kepegawaian,” kata Pater Joseph Situmorang S.J. Keterpaduan Pengelolaan Sementara itu, Ketua Pengurus Yayasan Kanisius, Pater J. Heru Hendarto, S.J., mengungkapkan bahwa pada awal tahun 2023 telah dilakukan rapat Yayasan Kanisius yang dihadiri para kepala cabang, pengurus, pengawas, dan pembina. Dalam rapat tersebut telah disepakati usaha untuk melakukan keterpaduan pengelolaan Yayasan Kanisius. ”Keterpaduan itu harus dilakukan dengan komunikasi yang semakin intensif. Sosialisasi PUPTK, Petunjuk Pelaksanaan Keuangan dan Pedoman Remunerasi akan dikomunikasikan sehingga secara bertahap agar Yayasan Kanisius dapat menjawab kepercayaan yang diberikan serta tantangan zaman,” kata Pater Heru Hendarto, S.J. Berkaitan dengan pembaruan tata kelola Yayasan Kanisius, Pater Heru Hendarto mengharapkan agar semua pihak ikut berpadu karena Kanisius dipercaya oleh masyarakat. Banyak hal yang harus dikerjakan bersama. Salah satunya adalah tata kelola yang menjadi bentuk perwujudan lembaga pendidikan yang transformatif. Selain tata kelola juga akan dikembangkan sistem komunikasi, sarana prasarana, dan guru serta tenaga kependidikan. Pengembangan guru sudah mulai dilakukan dengan memberikan tugas belajar di Universitas Sanata Dharma bagi 11 orang guru. Di sisi lain, pengembangan dilakukan dengan menerapkan evaluasi kinerja individu dan evaluasi kinerja sekolah. ”Evaluasi kinerja di Yayasan Kanisius dilakukan dengan evaluasi diri pendidik dan tenaga kependidikan serta evaluasi kinerja sekolah. Evaluasi kinerja sekolah sangat diperlukan khususnya untuk menghadapi tantangan sekolah yang kekurangan murid. Maka, sekolah harus mengevaluasi kinerjanya, tidak bisa hanya tenang-tenang saja,” kata Pater Heru Hendarto. ”Keunikan sekolah-sekolah Kanisius yang bisa dibanggakan perlu disampaikan kepada anak didik, kinerja pelayanan yang baik harus diberikan pada orang tua. Di era digital saat ini tata kelola yang lebih ditingkatkan merupakan nilai magis yang perlu diwujudkan bersama.” ungkap Pater Heru Hendarto. Mendukung Pelayanan Pendidikan Sosialisasi PUPTK disampaikan oleh Pater Melkyor Pando, S.J. Tujuan PUPTK selain untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan nilai dasar yang dilaksanakan oleh Yayasan Kanisius juga bertujuan agar tercapai efektivitas dan efisiensi kerja. ”Selain tujuan tersebut, terbitnya Pedoman Umum Pendidik dan Tenaga Pendidikan Yayasan Kanisius bertujuan untuk tercipta kenyamanan dan kesejahteraan pendidik serta tenaga kependidikan yang akan mendukung terlaksananya pelayanan pendidikan di Yayasan Kanisius,” kata Pater Melkyor, S.J. Pada saat sosialisasi Pater Melkyor, S.J. juga memberikan pemaparan tentang status pegawai, mekanisme penerimaan, pengangkatan, kepangkatan, pembinaan, dan pengembangan pegawai, evaluasi kinerja dan kesejahteraan di Yayasan Kanisius Cabang Surakarta. Pengelolaan Keuangan dengan Prinsip ARTS Sosialisasi Petunjuk Pelaksanaan Keuangan dan Pedoman Remunerasi disampaikan oleh Pater Ig. Aria Dewanta, S.J. Pater Aria S.J. Dalam pemaparannya, beliau menyampaikan bahwa sebagai lembaga yang berada dalam lingkup Keuskupan Agung Semarang, pengelolaan keuangan berlandaskan prinsip solidaritas kristiani dan subsidiaritas. Solidaritas kristiani artinya yang kuat membantu yang lemah, dan subsidiaritas artinya mengusahakan kemandirian di setiap unit karya. Pengelolaan keuangan menggunakan sistem terpadu sehingga terjadi subsidi silang. Semua pemasukan keuangan yang dikumpulkan oleh Kantor Yayasan/ Cabang didistribusikan ke unit-unit sesuai dengan kebutuhan dalam anggaran (budgeting). Hal ini dilakukan demi terselenggaranya operasional dan pengembangan karya pendidikan. Pater Aria, S.J. mengingatkan dalam pengelolaan keuangan harus memenuhi kriteria manajemen keuangan yang sehat: yaitu ARTS (Accountable, Responsible, Transparent, dan Sustainable). Remunerasi adalah pemberian kepada pendidik dan tenaga kependidikan sebagai imbalan atau penghargaan atas hasil kerja atau kontribusi yang bersifat rutin kepada Yayasan Kanisius tempat dia bekerja. Pedoman remunerasi Yayasan Kanisius merupakan wujud pelaksanaan dari Peraturan Umum Pendidik dan Tenaga Kependidikan tahun 2003 khususnya pasal 26 yang mengatur tentang gaji dan tunjangan. Saat penjelasan tentang pedoman remunerasi, salah satu tanggapan positif dari para peserta adalah rencana pemberian Tunjangan Hari Raya atau THR. Pada akhir kegiatan sosialisasi, Pater Joseph MMT Situmorang, S.J. mengajak para pendidik dan tenaga kependidikan untuk merefleksikan kinerja diri dan kinerja komunitas; meningkatkan kinerja dengan semakin bekerja lebih ”mantap” dan bergairah. Kontributor: FX Juli Pramana – YKC Surakarta

Provindo

Apa Kata Mereka?

TEMU KOLESE 2023 Temu Kolese 2023 adalah kegiatan yang diinisiasi oleh para pamong kolese agar siswa-siswi Kolese Jesuit Indonesia berjumpa dan berkolaborasi. Dalam kegiatan ini tidak hanya siswa-siswi Kolese saja yang berjumpa dan berkolaborasi, namun juga para pamong dan guru Kolese juga. Berikut ini beberapa pengalaman berkesan yang dirasakan oleh para guru dan siswa saat mengikuti Temu Kolese 2023. “Bertemu dengan teman-teman baru, tanpa mereka pengalaman di Temu Kolese 2023 ini gak bisa tak rasain. Di sini aku mengetes diriku sendiri bisa gak ya aku bergaul dengan semua orang tanpa melihat perbedaan,” ungkap Raina Atitaranti Brata. Kegiatan immersion di Pasar Beringharjo bagi siswi SMA Kolese Gonzaga ini begitu mengesan karena menguji keberaniannya akan banyak hal. Mulai dari harus memegang pisau dan memotong ayam, memungut puntung rokok di jalanan Malioboro, dan melakukan orasi mengenai bahaya rokok di depan para perokok. Langkah pertama ternyata mengubah segala ketakutan yang dia pikirkan sebelumnya. Senada dengan Raina, Hieronymus Halashan Samosir atau biasa dipanggil Hiero, merasakan bahwa pengalaman mengikuti Tekol ini begitu menantang dirinya. Hiero yang tertutup bahkan dengan teman-temannya di Seminari Mertoyudan, mau tidak mau belajar untuk membuka dirinya selama kegiatan ini. Dalam Temu Kolese ini Hiero melihat begitu banyak karakter dan latar belakang teman-temannya yang membuat sudut pandangnya berubah. Belum lagi dengan immersion yang dia lakukan di daerah Magelang. Hiero merasa bahwa memahami dinamika kehidupan dan orang dapat dimulai dari kemauan kita untuk membuka diri bagi orang-orang terdekat atau daerah sekitarnya. Di balik kegiatan expo Temu Kolese 2023 ada sosok Yakobus Dani Senja atau Pak Dani. Beliau menyiapkan mulai dari merchandise kaos Tekol untuk semua kontingen, piala kejuaraan, medali, hingga plakat-plakat. Selain itu beliau dibantu siswa-siswa panitia mengkoordinir merchandise dengan desain ciri khas masing-masing kolese dan satu desain kolaborasi yang berisi semua kolese. Merchandise ini disiapkan untuk expo yang dijual melalui dua sistem yaitu pre-order (sebelum tekol) dan on the spot (ketika tekol). Pak Dani terkejut karena 80% barang sudah habis terjual dan bahkan banyak pre-order yang melebihi target penjualan hanya dalam dua hari. Anak-anak kolese begitu excited dengan merchandise yang ditampilkan, bahkan banyak yang belum mendapatkan barangnya. Pak Dani berharap setelah Temu Kolese ini compassion anak-anak semakin terasah dan menjadi lebih peduli dengan yang tersingkirkan. Bertemu dan berkolaborasi dengan anak-anak yang penuh semangat memberikan kesan tersendiri bagi Ibu Antonina Yunika Suryawulan atau Bu Ika, guru SMA Kolese de Britto. Dalam kepanitian Temu Kolese ini Bu Ika menjadi sekretaris Tekol bersama dengan dua frater, satu awam, dan sembilan anak dari berbagai kolese. “Anak-anak semangatnya sungguh luar biasa. Bahkan malam hari pun mereka masih mengerjakan laporan harian,” ungkapnya. Memang tidaklah mudah mempersiapkan Temu Kolese ini. Namun dengan komunikasi dan pembagian jobdesc yang jelas, semua pekerjaan menjadi terasa lebih ringan. Tidak dipungkiri pula pasti ada ricuh secara teknis mendekati hari H, namun semuanya bisa teratasi. Bu Ika berharap agar siswa-siswi yang mengikuti Temu Kolese melakukan semuanya dari hati sehingga mereka menjadi berkat bagi orang lain serta membawa perilaku zero waste di tempat mereka masing-masing, yaitu dengan membawa tempat makan dan minum yang dapat dipakai berulang-ulang. Selain itu, beberapa alumni juga menceritakan pengalaman mereka ketika mengikuti Temu Kolese. “Pengalaman paling berkesan saat malam keakraban karena di sana bisa lebih mempererat hubungan antara sesama kolese lain. Pertandingan-pertandingannya juga seru karena sesama tim dicampur antar kolese,” kata Gilbert Widjaja. Alumni CC tahun 2016 ini juga pernah menjadi peserta Temu Kolese 2015 dengan tema “My Earth My Mother”. Dia masih ingat bagaimana mereka, para peserta diajak untuk merawat bumi demi masa depan yang lebih baik, walaupun dengan usaha yang kecil, namun berdampak bagi lingkungan sekitar. Pastinya, selama temu kolese ini Gilbert juga mendapatkan teman baru dari berbagai kolese. Dia berharap agar anak-anak kolese tetap menjaga nilai-nilai dan kehidupan rohani kolese. Hidup harus seimbang antara rohani dan jasmani. Jika ada kesempatan mengikuti acara Temu Kolese jangan disia-siakan karena kesempatan tidak datang dua kali. Marcelino Angelus atau biasa dipanggil Ino, alumni PIKA tahun 2018 pernah mengikuti Temu Kolese 2015. Pengalaman yang berkesan ketika mengikuti Temu Kolese ini adalah saat tampilan lomba Tekol Got Talent. Ketika ia mendengar teman-teman peserta mulai berteriak dan bersorak sorai memenuhi aula, ia merasakan hangatnya kekeluargaan kolese yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Perasaan bahagia yang teramat bisa bergabung dan merasakan kehangatan keluarga kolese melalui Temu Kolese waktu itu. Dia mendapatkan keluarga baru yang bahkan sampai saat ini masih sering bertegur sapa. “Cari teman sebanyak mungkin!! Jangan cuma main sama anak-anak satu sekolah, temen-temen dari kolese lain seru semua kok! Kalian bakal dapet pengalaman baru dan banyak wawasan tentang kehidupan kolese! Perluas zona nyaman kalian dan rasakan kehangatan keluarga kolese!!” pesan Ino untuk peserta Temu Kolese. Kontribusi: Margareta Revita – Tim Komunikator

Penjelajahan dengan Orang Muda

Mengkaji Larangan Pernikahan Beda Agama

Pada 11 November 2023, Kolese St. Ignatius mengadakan “Dialog untuk Aksi” (DIKSI) yang membahas topik mengenai pernikahan beda agama. Acara ini menghadirkan tiga narasumber antara lain Pendeta Dr. Murtini Hehanussa (Gereja Kristen Jawa), Rm. Dr. Tri Edy Warsono, Pr. (Dosen Hukum Kanonik) dan Dra. Mayawati Jati Lestari, M.T. (Kabid Dukcapil Sleman). Peserta dialog ini juga terdiri atas beragam kelompok orang muda, antara lain mahasiswa UKDW, Sanata Dharma, GMKI Yogyakarta, dan komunitas lintas agama YIPC. Pemilihan topik pernikahan beda agama merupakan upaya untuk menanggapi Surat Edaran Mahkamah Agama (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023. SEMA tersebut berisi larangan kepada semua hakim dalam mengizinkan pencatatan pernikahan beda agama. Padahal, perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pendeta Murtini menyampaikan pandangannya bahwa “SEMA tidak sesuai dengan hak asasi manusia, juga kondisi bangsa Indonesia yang sangat plural dan berdasarkan Pancasila.” Meskipun Gereja Kristen memiliki pandangan yang beragam, menurut Pendeta Murtini negara mestinya menghormati dan melindungi pilihan masing-masing warga negara, termasuk pilihan untuk menikah beda agama. Pernikahan adalah urusan manusia, peran negara adalah mencatat dan Gereja hadir untuk memberkati. Namun, Pendeta Murtini juga menekankan pentingnya komitmen pernikahan karena realitas pernikahan tak jarang penuh dengan kompleksitas dan tantangan. Dalam Gereja Katolik, pernikahan beda agama termasuk dalam perkawinan campur. Ada dua jenis perkawinan campur, yaitu perkawinan beda Gereja (membutuhkan izin) dan perkawinan beda agama (membutuhkan dispensasi). Dengan izin atau dispensasi, secara gerejawi tidak mengharuskan mereka yang non-Katolik berpindah agama. Ketentuan di Gereja Katolik ini menurut Rm. Tri Edy merupakan “wujud penghormatan terhadap agama masing-masing yang dilindungi oleh hukum Gereja.” Terkait SEMA, Rm. Tri Edy berpendapat bahwa produk hukum terkait pernikahan beda agama seharusnya tidak hanya dipandang oleh satu sudut pandang agama saja. Meskipun saat ini SEMA melarang pencatatan pernikahan beda agama, Ibu Mayawati memiliki pandangan hukum bahwa larangan dalam SEMA ini tidak mematuhi UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 tahun 1975. Ibu Mayawati menyebutkan bahwa “dalam PP No. 9 tahun 1975 pasal 10 dan 11 diatur tentang tata cara perkawinan yang menegaskan tentang status pencatatan perkawinan secara resmi.” Perkawinan tercatat secara resmi bila setelah perkawinan terjadi penandatanganan akta perkawinan oleh kedua mempelai, kedua saksi, dan pegawai pencatat. Artinya tata cara dan keabsahan perkawinan diatur menurut hukum masing-masing agama atau kepercayaan, bukan diatur oleh negara. Selain itu, pencatatan secara resmi merujuk pada penandatanganan akta perkawinan, bukan pada regulasi yang lain. Dengan menguraikan argumentasi hukum ini, Ibu Mayawati mengajak agar generasi muda sungguh-sungguh paham dan ‘melek’ hukum, agar hak mereka untuk menikah tidak diintervensi dan dibatasi oleh kebijakan hukum yang tidak mematuhi regulasi yang telah berlaku. Dalam dialog bersama dengan para narasumber dan peserta dari kalangan muda ini ditegaskan bahwa larangan pencatatan pernikahan beda agama dianggap tidak terbuka pada realitas kemajemukan dan melanggar hak asasi serta ketentuan hukum. Saat ini masyarakat modern memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi dengan berbagai perjumpaan elemen hidup dan perubahan yang begitu cepat. Denyut perubahan dan kemajemukan ini seharusnya diikuti dengan keterbukaan dan keluwesan lembaga keagamaan dan kehadiran negara dalam menyesuaikan kebutuhan dan tuntutan zaman. Berhadapan dengan konteks masyarakat modern ini, heterogenitas dan kompleksitas sosial hendaknya diakomodasi secara bijaksana sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang selaras dengan nilai-nilai dalam berbagai agama. Jangan sampai produk hukum pernikahan beda agama tidak mengakomodasi keragaman perspektif berbagai agama, sehingga membuat kehidupan publik yang majemuk diatur hanya dengan satu perspektif agama tertentu. Kontributor: S. Ishak Jacues Cavin, S.J.

Kuria Roma

Menghidupi Kaul Kemiskinan sesuai Zaman

Kongregasi Jenderal ke-36 tahun 2016 meminta Pater Jenderal Arturo Sosa untuk melakukan revisi Statuta tentang Kaul Kemiskinan dalam Serikat Jesus dan Instruksi Pengelolaan Harta Benda (SOP-IAG). Untuk itu, pada Januari 2020 ia menunjuk sebuah komisi yang dikoordinasi Ekonom Kuria Generalat saat itu, Pater Thomas McClain (Provinsi Midwest Amerika Serikat) dengan para anggotanya PP Cristián del Campo (Chili), Michael Lewis (Afrika Selatan), Benoît Malvaux (Eropa Barat/Prokurator Jenderal), dan Paul Sun (Cina). Para penasihat yang ditunjuk yaitu PP Charles Lasrado (Karnataka), Agustín Moreira (Chili), Michel N’Tangu (Central Afrika), dan saya sendiri. Saya berterima kasih kepada semua orang dalam komisi ini yang telah dengan murah hati memberikan waktu, tenaga, dan keahlian demi melaksanakan penugasan ini. Setelah selama dua tahun melakukan konsultasi secara intensif, maka pada Desember 2021 komisi menyampaikan dokumen-dokumen yang telah direvisi kepada Pater Jenderal. Setelah melakukan konsultasi dengan Konsultor Jenderal dan menimba inspirasi dari laporan-laporan proses eksamen terkait cara bertindak kita dalam menghayati kaul kemiskinan, Pater Jenderal menulis pengantar untuk statuta baru mengenai Kaul Kemiskinan dalam Serikat Jesus dan Pedoman Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Harta Benda (SOP-IAF 2023). Hari ini, 14 November 2023, pada hari raya Santo Yosef Pignatelli dan ulang tahun keseratus kelahiran Pater Pedro Arrupe, Pater Jendral Arturo Sosa mengumumkan SOP-IAF yang baru. Komisi mempertimbangkan berbagai konsekuensi dari dunia yang berubah cepat pada instrumen administrasi keuangan seraya menyarankan perubahan seperti termaktub dalam SOP-IAF yang baru. Oleh karena itu, IAF yang telah direvisi ini menyajikan beberapa perubahan substansial untuk memperjelas dan menyelaraskan administrasi keuangan sesuai dengan kebutuhan dunia modern. Saya percaya bahwa dokumen-dokumen yang telah direvisi ini akan membantu seluruh Jesuit untuk menghayati kaul kemiskinan dengan cara yang lebih mendalam dan bermakna. Semoga semua ini akan membantu pengadministrasian keuangan dan pengelolaan harta benda sehingga lebih efektif dan transparan. Kontributor: Sebastian Jeerakassery, SJ – Ekonom Kuria Roma Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel “For contemporary ways to live the Jesuit vow of poverty | The Society of Jesus” dalam https://www.jesuits.global/2023/11/14/for-contemporary-ways-to-live-the-jesuit-vow-of-poverty/ Artikel ini diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Tim Sekretariat SJ Provindo pada tanggal 20 November 2023.

Pelayanan Masyarakat

Rekonsiliasi dengan Ciptaan melalui Permakultur

“All my life, we have been at war with nature. I just pray that we lose that war. There is no winner in that war,” kata Bill Mollison pendiri gerakan permaculture (permanent agriculture). Melalui pengalamannya, Mollison melihat bahwa manusia dalam sejarah peradabannya telah berusaha keras “menaklukkan” atau berperang melawan alam. Ia berharap bahwa tidak ada pemenang dalam perang itu. Bagi Mollison, alam punya cara untuk mengorganisir dirinya sendiri. Bagi kita, yang saat ini bahkan tanpa sadar “berperang” melawan alam, kiranya perlu menyadari peran kita di alam ini. Yang pasti, kita perlu melakukan rekonsiliasi dengan alam tersebut dan seluruh ciptaan yang ada di dalamnya. Lantas, apa wujud nyata yang dapat dilakukan? Gerakan permaculture bisa jadi salah satu caranya. 10 tahun yang lalu saya menerima sebuah buku tebal dengan judul Permakultur: Menuju Hidup Lestari dari seorang teman Jesuit. Saya tidak sungguh membaca buku tersebut karena saat itu sedang fokus kuliah Pendidikan Biologi. Tahun ini, setelah 10 tahun, saya berjumpa dengan orang-orang muda yang secara khusus mendalami permaculture. Rasa ingin tahu tentang gerakan itu pun terpicu kembali. Kebetulan, saat ini saya berkecimpung di bidang kursus pertanian dan menjadi delegasi perdamaian dengan ciptaan. Kesempatan pun datang secara khusus, saya ditawari oleh Pater Gabriel Lamug-Nanawa, S.J. sebagai Koordinator Reconciliation with Creation JCAP (Jesuit Conference of Asia Pacific). Gayung pun bersambut, dengan senang hati saya mengikuti Permaculture Design Course (PDC) yang diadakan di Alhibe Permaculture, Cebu, Filipina pada tanggal 6-16 September 2023. Dalam kegiatan PDC di atas, ada dua orang Jesuit yang terlibat, yaitu saya sendiri dan seorang romo Jesuit dari Myanmar: Pater Paul Tu Ja, S.J. Sebelumnya, pada bulan Februari yang lalu, Pater Gabriel Lamug-Nanawa, S.J. juga sudah mengambil kursus yang sama. Bersama kami ada 14 orang peserta lain yang datang dari berbagai daerah di Filipina. Secara umum, kegiatan kursus dikemas dengan baik dan suasana yang menyenangkan serta penuh dengan kekeluargaan. Permaculture sendiri adalah konsep yang positif dan terbuka dengan berbagai macam informasi tentang kelestarian dan teknik-teknik ekologis yang selaras dengan alam. Maka, saya sendiri sangat tersentuh dengan bagaimana kita mesti sadar dan membangun hubungan yang erat dengan alam. Tanpa hubungan dengan alam yang erat, saya tidak yakin bahwa seseorang bisa sungguh memiliki opsi dan perhatian dengan alam itu sendiri. Konektivitas dengan alam, bagi saya adalah kata kunci saat kita mesti berbicara tentang rekonsiliasi dengan ciptaan. Alam adalah tempat terdekat bagi kita untuk berinteraksi dengan ciptaan lain, entah itu tumbuhan, hewan atau bahkan mikroorganisme yang mungkin tidak bisa kita lihat dengan jelas. Desain dalam permaculture menjadi salah satu hal yang pokok. Desain yang dimaksud tentunya adalah desain yang berasal dari alam sendiri. Untuk sungguh mengaplikasikan permaculture di sekitar kita, kita bisa belajar dan mengadopsi tatanan yang secara khusus terdapat di alam, misalnya adalah ekosistem hutan. Hutan sendiri memiliki pola-pola ekologis yang secara teratur membuat ekosistem tersebut lestari. Melalui pola-pola yang ada, suatu ekosistem dapat menyimpan atau melepaskan energi yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan hewan yang mungkin terdapat di dalamnya. Melalui pola-pola yang sama, suatu lingkungan hutan bisa melepaskan atau menahan air yang dibutuhkan oleh lingkungan hutan tersebut dan masih banyak lagi peranan pola-pola yang terdapat di alam. Di akhir kegiatan PDC, para peserta diminta untuk mempresentasikan desain-desain permaculture yang dimiliki. Saya sendiri juga sudah membuat desain permaculture yang nantinya akan saya terapkan di Kursus Pertanian Taman Tani Salatiga (KPTT Salatiga). Dalam desain itu, saya menambahkan unsur edukatif. Saya mencita-citakan permaculture yang akan dibuat di KPTT bisa menjadi desain permaculture yang bisa dipelajari oleh banyak orang. Saya merasa optimis, di KPTT sendiri penguasaan terhadap dasar-dasar dan pengembangan pertanian organik sudah lebih baik. Dengan dasar ilmu pertanian yang ada, saya yakin permaculture dapat diintegrasikan dengan lebih mudah. Perpaduan antara permaculture dan pertanian organik ini, saya harapkan bisa menjadi jalan untuk mewujudkan secara nyata perdamaian dengan ciptaan. Saya juga berharap, KPTT nantinya dapat pula menjadi pusat dan rujukan untuk belajar tentang pendidikan ekologis dengan bentuk-bentuk penerapanya yang kreatif. Kontributor: Br. Dieng Karnedi, S.J. – KPTT

Formasi Iman

Pertemuan Bruder Jesuit Indonesia di Kolese Loyola Semarang

Pertemuan Bruder Jesuit Indonesia tahun 2023 diadakan di Kolese Loyola Semarang, dari tanggal 29 – 31 Oktober 2023. Ada 16 Bruder yang hadir dalam acara tersebut dan berasal dari beberapa komunitas. Hadir pula seorang Bruder Novis, yang diutus oleh Magister dan Socius Magister di komunitas formasi Novisiat Girisonta. Walaupun ada beberapa Bruder yang tidak hadir dalam acara ini, karena kesibukan maupun karena lokasi yang terlalu jauh (luar pulau), namun acara ini tetap berjalan dengan menggembirakan dan lancar.

Penjelajahan dengan Orang Muda

Berjalan Kaki Sejauh 30 KM, Tuhan Memberikan “Tumpangan” pada 5 KM Terakhir

Pengalaman OMK Ignatius Magelang Peregrinasi ke Sendangsono Setelah sebulan lebih mengenal Santo Ignatius Loyola dan mencoba mempraktikkan latihan rohani, kami sepakat dan memantapkan diri untuk melakukan peregrinasi. Kata “peregrinasi” sendiri sering kami dengar dari romo, frater, dan juga seminaris. Mereka berkisah mengenai pengalaman berjalan jauh ke suatu tempat tertentu tanpa membawa bekal apa pun selain kartu identitas, baju, dan alas kaki yang dikenakan. Kedengarannya, sih, seru. Akan tetapi, begitu kami yang mengalami sendiri pengalaman berjalan kaki sejauh 30 km (dikorting lima kilometer) ya tetap seru, sih… tapi sambil mijit-mijit kaki yang nyerinya minta ampun. Apalagi bagi kebanyakan peserta, pengalaman berjalan jauh menjadi pengalaman peregrinasi yang pertama. Entah bisa disebut dengan peregrinasi atau tidak, dari judul tulisan ini sudah bisa ditebak bahwa kami tidak benar-benar sampai ke Sendangsono dengan berjalan kaki. Ya, sebelum lima kilometer dari lokasi tujuan kami mendapat “tumpangan” dari Tuhan. Perjalanan dimulai dari paroki kami tercinta pada Sabtu, 16 September 2023 pukul 16.00 WIB. Sebelum berangkat, kami mendapat peneguhan dan berkat dari Romo Hartono, Pr. dan Romo Alip, Pr. Dari total 24 OMK, peserta dibagi dalam 3 kelompok kecil. Pada satu dua jam pertama perjalanan kami lewati dengan cukup antusias. Masih belum terasa capek karena kami sambil mengobrol santai dan berbagi snack. Berlanjut 3 – 4 jam kemudian mulai terasa lapar dan lelah. Setelah beristirahat sejenak di Lapangan Drh. Soepardi, Mungkid, perjalanan dilanjut dengan tiga kelompok kecil dilebur jadi satu kelompok besar. Kami berjalan beriringan dengan mengurangi intensitas ngobrol. Selain berdoa dalam hati, kami juga diberi arahan untuk merefleksikan perjalanan yang sudah kami tempuh sejauh 15 km saat itu. Waktu sudah menunjukkan sekira pukul 22.30 WIB saat meninggalkan area Mungkid dan berjalan menuju Srowol. Sepanjang jalan terasa sepi dan gelap. Kami sudah merasa kelelahan, lapar, dan mengantuk. Beberapa dari kami sudah ada yang mulai lecet-lecet kakinya, pucat air mukanya, dan bahkan ada yang sudah tidak kuat berjalan lagi. Sekitar 15-an OMK yang masih sanggup berjalan saling memotivasi dan mem-back up satu sama lain. “Piye, aman ta? Nek wis ra kuat ngomong wae.” Begitulah berkali-kali kami saling menanyakan kondisi satu sama lain. Perjalanan menuju Sendangsono kurang sekitar 5 km lagi. Daerah sekeliling kami sudah benar-benar gelap. Kanan kiri hanyalah sawah, hutan, dan juga sungai. Tempo berjalan mulai melambat. Tampaknya memang sudah benar-benar kelelahan. Hingga akhirnya, ketika kami sudah sampai di Slanden, bala bantuan datang. Mobil paroki yang dipinjam sebagai mobil rescue menjemput. Kami transit di paroki Promasan tepat pada pukul 00.00 WIB untuk meluruskan kaki dan makan malam. Betapa nikmatnya sego bakar sambal tongkol dan jamur. Semua kami santap dengan lahap sembari bertukar keluh kesah. “Wis bariki lanjut meneh tekan ndhuwur, kurang setengah jam meneh kok iki” ujar Romo Tri, Pr. menggoda kami. Kami hanya tersenyum lesu, tak sanggup membayangkan medan jalanan menuju Sendangsono yang berkelok-kelok naik turun itu.“Rapapa ra kudu mlaku tekan ndhuwur. Wis isa sejauh iki, kalian wis keren banget!” Ya, bukan semata-mata memuaskan ambisi untuk bisa sampai di puncak. Ini soal kebersamaan dengan di puncak. Ini soal kebersamaan dengan teman-teman seperjuangan dan bagaimana kasih Allah hadir secara nyata melalui hal apa saja yang sudah kami alami selama perjalanan. Di tengah kegelapan, di tengah rasa sakit dan lelah, di tengah perjalanan yang tiada ujung Tuhan hadir menemani kami, membersamai perjalanan kami. Betapa bersyukurnya kami mendapat kesempatan berjalan jauh seperti ini. Kami jadi belajar menyadari bahwa Tuhan hadir menguatkan ketika kami merasa lelah dan ingin menyerah. Tuhan juga merasakan betapa perihnya lecet di kaki dan memahami betapa lapar dan hausnya kami. Tuhan memeluk diri kita ketika berada di kegelapan yang mencekam, memberikan “tumpangan” gratis kepada kita untuk sampai di tempat tujuan dengan selamat. Tuhan selalu dekat dengan kita melalui kasih yang kita terima melalui orang-orang di sekitar. Seperti malam ini, bersama dinginnya udara dan gemericik air di pendopo bawah Gua Maria Sendangsono, kami terlelap dengan suasana yang begitu syahdu. Meskipun sekujur badan terasa nyeri dan pegal, hati kami terasa ringan dan penuh oleh cinta kasih Allah. Cinta kasih Allah yang nyata, yang memberikan kekuatan untuk menjadi Orang Muda Katolik yang militan dan memberikan karya nyata pula. Karya-karya yang akan kami lakukan kelak entah di keluarga, Gereja, tempat kerja, di kampus atau sekolah, maupun di lingkungan sekitar di manapun kami berada. Tentu saja semua itu akan kami lakukan dengan kesadaran dan kerendahan hati. Kesadaran bahwa apa pun yang kami lakukan semata-mata demi kemuliaan nama Tuhan yang lebih besar. Amin. Those who carry God in their hearts bear Heaven with them wherever they go.. Ignatius of Loyola Kontributor: Angela Merrici Basilika Rain Restuwardani

Feature

Pelajaran dari Bengkel Realino

Bengkel kayu dan las Realino SPM (Seksi Pengabdian Masyarakat) adalah tempat olah, reparasi, dan membuat karya-karya kayu dan las besi. Ini adalah bagian pelayanan Realino yang beralamat di Jl. Mataram No. 66, Yogyakarta. Bagiku, bengkel kayu tidak hanya tempat atau bangunan semata, melainkan juga mereka yang berkarya di dalamnya, yaitu Mas Eko, Mas Hendro, Todi, Petra, dan terlebih lagi Bruder V. Kirja Utama. Beliaulah yang mendirikan bengkel ini pada tahun 2008. Banyak hal bisa diteladani dari Br. Kirja, terutama semangat kerja, ketekunan, ketelatenan, ketaatan, kerendahan hati, perhatian, kasih sayang, dan kesabarannya. Ada banyak karya yang beliau hasilkan, tempat-tempat yang beliau bangun, orang-orang yang beliau bantu tanpa memandang agama. Waktu pertama kali datang ke bengkel, aku berkenalan dengan Mas Eko, Mas Hendro, dan Petra. Saat itu ada Fr. Evan yang sedang bekerja di bengkel. Aku diarahkan bertanya kepada Bruder Kirja apa yang sekiranya bisa aku bantu. Setelah bertanya kepada Bruder Kirja, beliau menyarankanku melihat-lihat saja dahulu sambil mengamati bagaimana mereka bekerja di bengkel kayu. Mulanya aku mengamati mereka yang sedang membuat kursi, sambil berkenalan lebih lanjut dan bertanya-tanya mengenai alat yang digunakan dan proses yang sedang dikerjakan. Selanjutnya, aku mulai bekerja pada hari Sabtu. Bruder Kirja mengarahkanku untuk menghaluskan kaki kursi dengan gerinda. Itulah pertama kalinya aku mulai bekerja dengan alat yang ada di bengkel. Sering kali aku kelupaan menggunakan masker saat bekerja di bengkel. Padahal saat menghaluskan kayu menggunakan gerinda, banyak serbuk-serbuk kayu beterbangan. Karena kelalaianku tidak menggunakan masker, serbuk bisa masuk mulut atau bahkan terhirup ketika bernapas. Bruder Kirja sering mengingatkanku untuk memakai masker. Menghaluskan kaki kursi dengan gerinda ternyata tidak mudah untuk pertama kalinya. Kalau tidak mengamplas dengan rata, nanti permukaannya menjadi cekung atau ketinggian permukaannya berbeda. Saat bekerja aku ditemani Petra yang awalnya memulai percakapan dengan menanyakan seputar kehidupan kuliahku ataupun alasanku ingin menjadi romo. Petra membantu memberikan arahan kepadaku sewaktu kesusahan menyamaratakan ketinggian permukaan kursi yang sedang kuhaluskan. Percakapan mengalir sambil aku juga menanyakan soal pengalamannya sebelum bekerja di sini dan ketika dia masih duduk di bangku sekolah. Hari Sabtu aku habiskan dengan menghaluskan kaki kursi-kursi sambil bercerita dengan Petra. Suatu hari, ketika sedang makan bersama, Bruder Kirja memberitahuku bahwa beliau akan mengajarkanku membuat kursi dan meja. Harapannya, supaya aku dapat memberikannya untuk keluargaku, sebagai hadiah dari beliau. Sungguh aku sangat senang waktu itu, karena akan diberi hadiah kursi, meja, dan yang terpenting lagi, skill membuatnya. Beliau mengajariku dengan penuh perhatian. Karena faktor usia dan kesehatan, Bruder Kirja kadang harus beristirahat. Namun beliau selalu menyempatkan diri mengajariku yang kerap kali membuat kesalahan karena baru pertama kali belajar membuat kursi dan meja. Aku juga dibantu Bruder Jumeno, Mas Eko, Mas Hendro, dan Petra yang juga berpengalaman dan pekerja keras. Dari situ aku belajar banyak hal, seperti menggunakan bor, klem, mesin serut, gergaji, mesin bobok kayu, dan masih banyak lagi. Tidak hanya itu, aku memperoleh pelajaran sangat berharga tentang bengkel kayu. Aku melihat langsung bengkel kayu dan las besi bisa menjadi sarana menghidupi banyak orang, mengajarkan keterampilan yang berguna untuk bekerja, dan meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan hidup orang banyak. Di kesempatan lain, saat proses pengecatan dan clearing meja yang sedang kubuat, aku diajari Petra membuat salib dari balok kayu. Ivan dan Dimus (anggota asrama) juga membantu bekerja di bengkel kayu ketika selesai sekolah atau saat tidak sekolah. Mereka kadang membuat salib atau karya-karya lain dari kayu. Karya-karya yang dihasilkan bengkel kayu dan las besi ini sangat bagus dan memiliki nilai. Aku sampai insecure ketika melihat hasil meja dan kursi yang kubuat, tapi ya gimana lagi toh namanya juga baru pertama kali belajar. Aku sungguh bersyukur kepada Tuhan telah diberi kesempatan mencecap pengalaman bekerja di bengkel kayu dan las besi ini. Aku bertemu dan berkenalan dengan orang-orang hebat, pekerja keras, dan terampil yang bekerja di sini, seperti Bruder Kirja, Bruder Jum, Mas Eko, Mas Hendro, Petra, dan Todi. Aku berharap semoga bengkel kayu dan las besi ini bisa terus hidup, berkembang, dan merengkuh lebih banyak orang terutama mereka yang lemah, miskin, tersingkir. Dengan demikian, mereka bisa memiliki keterampilan yang berguna bagi hidup mereka dan masyarakat. Sesuai semangat pendiri bengkel, Bruder Kirja, semoga bengkel ini bisa menjadi sarana untuk lebih memanusiakan manusia yang terampil, mandiri, dan siap bekerja. Ad maiorem Dei gloriam! Kontributor: Albert Hosea Santoso, nS.J.