capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Berjalan Kaki Sejauh 30 KM, Tuhan Memberikan “Tumpangan” pada 5 KM Terakhir

Date

Pengalaman OMK Ignatius Magelang Peregrinasi ke Sendangsono

Setelah sebulan lebih mengenal Santo Ignatius Loyola dan mencoba mempraktikkan latihan rohani, kami sepakat dan memantapkan diri untuk melakukan peregrinasi. Kata “peregrinasi” sendiri sering kami dengar dari romo, frater, dan juga seminaris. Mereka berkisah mengenai pengalaman berjalan jauh ke suatu tempat tertentu tanpa membawa bekal apa pun selain kartu identitas, baju, dan alas kaki yang dikenakan. Kedengarannya, sih, seru. Akan tetapi, begitu kami yang mengalami sendiri pengalaman berjalan kaki sejauh 30 km (dikorting lima kilometer) ya tetap seru, sih… tapi sambil mijit-mijit kaki yang nyerinya minta ampun. Apalagi bagi kebanyakan peserta, pengalaman berjalan jauh menjadi pengalaman peregrinasi yang pertama. Entah bisa disebut dengan peregrinasi atau tidak, dari judul tulisan ini sudah bisa ditebak bahwa kami tidak benar-benar sampai ke Sendangsono dengan berjalan kaki. Ya, sebelum lima kilometer dari lokasi tujuan kami mendapat “tumpangan” dari Tuhan.

Perjalanan dimulai dari paroki kami tercinta pada Sabtu, 16 September 2023 pukul 16.00 WIB. Sebelum berangkat, kami mendapat peneguhan dan berkat dari Romo Hartono, Pr. dan Romo Alip, Pr. Dari total 24 OMK, peserta dibagi dalam 3 kelompok kecil. Pada satu dua jam pertama perjalanan kami lewati dengan cukup antusias. Masih belum terasa capek karena kami sambil mengobrol santai dan berbagi snack. Berlanjut 3 – 4 jam kemudian mulai terasa lapar dan lelah. Setelah beristirahat sejenak di Lapangan Drh. Soepardi, Mungkid, perjalanan dilanjut dengan tiga kelompok kecil dilebur jadi satu kelompok besar. Kami berjalan beriringan dengan mengurangi intensitas ngobrol. Selain berdoa dalam hati, kami juga diberi arahan untuk merefleksikan perjalanan yang sudah kami tempuh sejauh 15 km saat itu. Waktu sudah menunjukkan sekira pukul 22.30 WIB saat meninggalkan area Mungkid dan berjalan menuju Srowol. Sepanjang jalan terasa sepi dan gelap. Kami sudah merasa kelelahan, lapar, dan mengantuk. Beberapa dari kami sudah ada yang mulai lecet-lecet kakinya, pucat air mukanya, dan bahkan ada yang sudah tidak kuat berjalan lagi. Sekitar 15-an OMK yang masih sanggup berjalan saling memotivasi dan mem-back up satu sama lain.

Piye, aman ta? Nek wis ra kuat ngomong wae.” Begitulah berkali-kali kami saling menanyakan kondisi satu sama lain. Perjalanan menuju Sendangsono kurang sekitar 5 km lagi. Daerah sekeliling kami sudah benar-benar gelap. Kanan kiri hanyalah sawah, hutan, dan juga sungai. Tempo berjalan mulai melambat. Tampaknya memang sudah benar-benar kelelahan. Hingga akhirnya, ketika kami sudah sampai di Slanden, bala bantuan datang. Mobil paroki yang dipinjam sebagai mobil rescue menjemput. Kami transit di paroki Promasan tepat pada pukul 00.00 WIB untuk meluruskan kaki dan makan malam. Betapa nikmatnya sego bakar sambal tongkol dan jamur. Semua kami santap dengan lahap sembari bertukar keluh kesah.

Wis bariki lanjut meneh tekan ndhuwur, kurang setengah jam meneh kok iki” ujar Romo Tri, Pr. menggoda kami. Kami hanya tersenyum lesu, tak sanggup membayangkan medan jalanan menuju Sendangsono yang berkelok-kelok naik turun itu.“Rapapa ra kudu mlaku tekan ndhuwur. Wis isa sejauh iki, kalian wis keren banget!” Ya, bukan semata-mata memuaskan ambisi untuk bisa sampai di puncak. Ini soal kebersamaan dengan di puncak. Ini soal kebersamaan dengan teman-teman seperjuangan dan bagaimana kasih Allah hadir secara nyata melalui hal apa saja yang sudah kami alami selama perjalanan. Di tengah kegelapan, di tengah rasa sakit dan lelah, di tengah perjalanan yang tiada ujung Tuhan hadir menemani kami, membersamai perjalanan kami. Betapa bersyukurnya kami mendapat kesempatan berjalan jauh seperti ini. Kami jadi belajar menyadari bahwa Tuhan hadir menguatkan ketika kami merasa lelah dan ingin menyerah. Tuhan juga merasakan betapa perihnya lecet di kaki dan memahami betapa lapar dan hausnya kami. Tuhan memeluk diri kita ketika berada di kegelapan yang mencekam, memberikan “tumpangan” gratis kepada kita untuk sampai di tempat tujuan dengan selamat. Tuhan selalu dekat dengan kita melalui kasih yang kita terima melalui orang-orang di sekitar.

Seperti malam ini, bersama dinginnya udara dan gemericik air di pendopo bawah Gua Maria Sendangsono, kami terlelap dengan suasana yang begitu syahdu. Meskipun sekujur badan terasa nyeri dan pegal, hati kami terasa ringan dan penuh oleh cinta kasih Allah. Cinta kasih Allah yang nyata, yang memberikan kekuatan untuk menjadi Orang Muda Katolik yang militan dan memberikan karya nyata pula. Karya-karya yang akan kami lakukan kelak entah di keluarga, Gereja, tempat kerja, di kampus atau sekolah, maupun di lingkungan sekitar di manapun kami berada. Tentu saja semua itu akan kami lakukan dengan kesadaran dan kerendahan hati. Kesadaran bahwa apa pun yang kami lakukan semata-mata demi kemuliaan nama Tuhan yang lebih besar. Amin.

Those who carry God in their hearts bear Heaven with them wherever they go..

Ignatius of Loyola

Kontributor: Angela Merrici Basilika Rain Restuwardani

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *