capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Rekonsiliasi dengan Ciptaan melalui Permakultur

Date

All my life, we have been at war with nature. I just pray that we lose that war. There is no winner in that war,” kata Bill Mollison pendiri gerakan permaculture (permanent agriculture). Melalui pengalamannya, Mollison melihat bahwa manusia dalam sejarah peradabannya telah berusaha keras “menaklukkan” atau berperang melawan alam. Ia berharap bahwa tidak ada pemenang dalam perang itu. Bagi Mollison, alam punya cara untuk mengorganisir dirinya sendiri. Bagi kita, yang saat ini bahkan tanpa sadar “berperang” melawan alam, kiranya perlu menyadari peran kita di alam ini. Yang pasti, kita perlu melakukan rekonsiliasi dengan alam tersebut dan seluruh ciptaan yang ada di dalamnya. Lantas, apa wujud nyata yang dapat dilakukan? Gerakan permaculture bisa jadi salah satu caranya.

10 tahun yang lalu saya menerima sebuah buku tebal dengan judul Permakultur: Menuju Hidup Lestari dari seorang teman Jesuit. Saya tidak sungguh membaca buku tersebut karena saat itu sedang fokus kuliah Pendidikan Biologi. Tahun ini, setelah 10 tahun, saya berjumpa dengan orang-orang muda yang secara khusus mendalami permaculture. Rasa ingin tahu tentang gerakan itu pun terpicu kembali. Kebetulan, saat ini saya berkecimpung di bidang kursus pertanian dan menjadi delegasi perdamaian dengan ciptaan. Kesempatan pun datang secara khusus, saya ditawari oleh Pater Gabriel Lamug-Nanawa, S.J. sebagai Koordinator Reconciliation with Creation JCAP (Jesuit Conference of Asia Pacific). Gayung pun bersambut, dengan senang hati saya mengikuti Permaculture Design Course (PDC) yang diadakan di Alhibe Permaculture, Cebu, Filipina pada tanggal 6-16 September 2023.

Dalam kegiatan PDC di atas, ada dua orang Jesuit yang terlibat, yaitu saya sendiri dan seorang romo Jesuit dari Myanmar: Pater Paul Tu Ja, S.J. Sebelumnya, pada bulan Februari yang lalu, Pater Gabriel Lamug-Nanawa, S.J. juga sudah mengambil kursus yang sama. Bersama kami ada 14 orang peserta lain yang datang dari berbagai daerah di Filipina. Secara umum, kegiatan kursus dikemas dengan baik dan suasana yang menyenangkan serta penuh dengan kekeluargaan.

Permaculture sendiri adalah konsep yang positif dan terbuka dengan berbagai macam informasi tentang kelestarian dan teknik-teknik ekologis yang selaras dengan alam. Maka, saya sendiri sangat tersentuh dengan bagaimana kita mesti sadar dan membangun hubungan yang erat dengan alam. Tanpa hubungan dengan alam yang erat, saya tidak yakin bahwa seseorang bisa sungguh memiliki opsi dan perhatian dengan alam itu sendiri. Konektivitas dengan alam, bagi saya adalah kata kunci saat kita mesti berbicara tentang rekonsiliasi dengan ciptaan. Alam adalah tempat terdekat bagi kita untuk berinteraksi dengan ciptaan lain, entah itu tumbuhan, hewan atau bahkan mikroorganisme yang mungkin tidak bisa kita lihat dengan jelas.

Desain dalam permaculture menjadi salah satu hal yang pokok. Desain yang dimaksud tentunya adalah desain yang berasal dari alam sendiri. Untuk sungguh mengaplikasikan permaculture di sekitar kita, kita bisa belajar dan mengadopsi tatanan yang secara khusus terdapat di alam, misalnya adalah ekosistem hutan. Hutan sendiri memiliki pola-pola ekologis yang secara teratur membuat ekosistem tersebut lestari. Melalui pola-pola yang ada, suatu ekosistem dapat menyimpan atau melepaskan energi yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan hewan yang mungkin terdapat di dalamnya. Melalui pola-pola yang sama, suatu lingkungan hutan bisa melepaskan atau menahan air yang dibutuhkan oleh lingkungan hutan tersebut dan masih banyak lagi peranan pola-pola yang terdapat di alam.

Di akhir kegiatan PDC, para peserta diminta untuk mempresentasikan desain-desain permaculture yang dimiliki. Saya sendiri juga sudah membuat desain permaculture yang nantinya akan saya terapkan di Kursus Pertanian Taman Tani Salatiga (KPTT Salatiga). Dalam desain itu, saya menambahkan unsur edukatif. Saya mencita-citakan permaculture yang akan dibuat di KPTT bisa menjadi desain permaculture yang bisa dipelajari oleh banyak orang. Saya merasa optimis, di KPTT sendiri penguasaan terhadap dasar-dasar dan pengembangan pertanian organik sudah lebih baik. Dengan dasar ilmu pertanian yang ada, saya yakin permaculture dapat diintegrasikan dengan lebih mudah. Perpaduan antara permaculture dan pertanian organik ini, saya harapkan bisa menjadi jalan untuk mewujudkan secara nyata perdamaian dengan ciptaan. Saya juga berharap, KPTT nantinya dapat pula menjadi pusat dan rujukan untuk belajar tentang pendidikan ekologis dengan bentuk-bentuk penerapanya yang kreatif.

Kontributor: Br. Dieng Karnedi, S.J. – KPTT

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *