Pilgrims of Christ’s Mission

Karya Pendidikan

UAP Kolese Mikael: Antara Being dan Doing

Pada tanggal 4-6 Februari 2020, perwakilan unit-unit kerja yang bernaung di bawah Kolese Mikael, Surakarta berkumpul bersama di Rumah Retret Panti Semedi, Klaten untuk membahas implementasi Universal Apostolic Preferences (UAP). Unit usaha yang hadir dalam pertemuan ini diwakili oleh direktur PT. ATMI Solo, PT. ATMI IGI, PT. AKE, PT. ADE, dan staf pelatihan ATMI Bizdec. Sementara itu, unit edukasi diwakili kepala sekolah SMK Mikael dan direktur Politeknik ATMI. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari Yayasan Karya Bakti Surakarta, Ignatian Center, dan anggota-anggota residensi ATMI. Pada kesempatan kali ini, Pater A. Suyadi, SJ dan Pater Joseph Situmorang, SJ, selaku tim implementasi UAP, menemani proses dinamika tersebut. Dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, Kolese Mikael berusaha untuk memahami dan mempelajari hal apa yang harus dilakukan agar UAP dapat dijalankan di setiap unit Kolese. Proses selama tiga hari dua malam ini bisa dikatakan sebagai workshop. Para peserta yang ikut dalam acara ini dilatih sehingga dapat menjadi penggerak-penggerak implementasi di setiap unit karya. Dalam pengantar awal, Pater Suyadi mengatakan bahwa proses perencanaan implementasi ini tidak bisa hanya berhenti di pertemuan tiga hari dua malam. Proses implementasi harus dilakukan melalui proses diskresi dan pertimbangan terus-menerus. Lebih lanjut, Pater Suyadi mengajak para peserta menemukan being yang dilanjutkan doing. Pada hari pertama dan kedua pertemuan, para peserta diajak untuk melakukan percakapan rohani. Ada dua kali percakapan rohani. Percakapan rohani pertama dilakukan untuk menemukan panggilan pribadi macam apa guna menjawab empat poin UAP. Para peserta diminta untuk melepaskan diri sejenak dari “embel-embelnya”, entah sebagai kepala sekolah, direktur, dll. Harapan dan pengalaman pribadi setiap peserta menjadi tekanan utama dalam refleksi dan percakapan rohani.  Pada percakapan rohani kedua, panggilan-panggilan pribadi diinventarisasi dan diendapkan hingga menemukan spirit utama, yang pada akhirnya dapat dihidupi oleh Kolese Mikael. Dengan kata lain, implementasi UAP diharapkan dapat dihidupi dari dalam hati masing-masing orang dan bukan sekedar mencocok-cocokkan dengan rencana kerja yang sudah ada. Ada gerak yang berasal dari dalam menuju ke institusi. Pater Suyadi juga mengharapkan bahwa UAP bukan dilihat sebagai program kerja semata, tetapi lebih sebagai spirit yang dipeluk dan dihidupi. Dengan kata lain, UAP diharapkan dapat menginspirasi para peserta untuk menemukan being dari Kolese Mikael. Setelah dua hari berkutat pada spirit dan kedalaman pribadi atau institusi. Hari terakhir, para peserta diajak untuk mulai merencanakan doing. Dengan kemampuannya di bidang manajemen, Pater Joseph memberikan gambaran singkat dan poin-poin yang bisa dilakukan sehingga program-program implementasi UAP dapat berjalan serta termonitor dengan baik. Dalam diskusi-diskusi singkat yang terjadi, para peserta terlihat antusias merancang hal-hal apa saja yang sekiranya bisa dilakukan di tingkat Kolese. Pertemuan tiga hari dua malam ini merupakan langkah awal bagi Kolese Mikael untuk berproses dan menjawab panggilan UAP. Momen ini benar-benar menjadi kesempatan berharga bagi setiap peserta untuk merasakan tuntunan Roh Allah sendiri, yang menunjukkan arah gerak Kolese Mikael ke depannya. Roh ini menjiwai, mendorong para Jesuit, dan rekan-rekan awam untuk berjalan bersama melalui upaya edukasi dan produksi di Kolese Mikael. Dengan demikian, semakin banyak orang dapat menemukan Allah, martabat kaum miskin semakin terangkat, bumi semakin layak menjadi “rumah bersama”, dan masa depan kaum muda semakin cerah. Menemukan dan mengikuti gerakan Roh itu sendiri tetap menjadi tantangan. Orang-orang yang berkarya di Kolese Mikael sudah terbiasa membuat dan menjalankan program kerja. Secara manajemen pun Kolese Mikael memiliki orang-orang yang mumpuni. Akan tetapi, tidak selalu mudah menemukan Roh di balik setiap program yang dijalankan, tanpa muncul kecenderungan untuk serta-merta berpikir dan bertindak secara praktis. Jebakan untuk terburu-buru merumuskan doing itu selalu ada. Demikian pula, proses belajar juga terus berlangsung demi dapat membuat suatu program kerja yang sungguh-sungguh memiliki Roh. Untuk bisa menemukan roh itu, akhirnya kami harus kembali melihat lagi raison d’être yang membentuk Kolese Mikael menjadi being. Menemukan being adalah titik tolak merumuskan dan melakukan doing yang dijiwai oleh Roh. Selama delapan bulan ke depan, hingga bulan Oktober 2021, Kolese Mikael masih diajak untuk merumuskan being dan doing secara lebih konkrit. Rumusan tersebut juga masih perlu diimplementasikan ke unit karya masing-masing dengan segala kekhasannya. Dengan demikian, proses implementasi UAP masih belum selesai dan akan terus berjalan. Pada akhirnya, UAP kiranya memang tidak dimaksudkan untuk segera selesai dengan segala program kerja dan produk yang sudah jadi. Sesuai semangatnya, UAP diharapkan terus menjadi tuntunan dalam ongoing mission Kolese Mikael dengan segala inovasi dan pelayanannya. Foto-foto dokumentasi oleh Ardi, SJ dan Dodo, SJ Kontributor tulisan: Barry Ekaputra, SJ dan Mathando Hinganaday, SJ

Karya Pendidikan

Yayasan Kanisius Peduli Pada Bencana Banjir Semarang

Hujan deras pada Hari Rabu, 24 Februari 2021 merendam sebagian Kota Semarang. Hujan terus berlangsung kurang lebih selama tiga hari hingga hari Jumat, 26 Februari 2021. Di beberapa titik, jalanan terendam banjir sehingga kendaraan bermotor tidak bisa lalu lalang di atasnya. Ini adalah banjir kedua setelah beberapa minggu sebelumnya banjir juga merendam Kota Semarang. Curah hujan yang tinggi menyebabkan beberapa daerah yang rendah dan rawan banjir dengan cepat terendam, juga disebabkan pompa air yang tidak berfungsi optimal pada saat hujan turun dengan derasnya. Beberapa rumah guru, karyawan dan murid-murid Kanisius Cabang Semarang juga terkena banjir. Sebelumnya, pada saat terjadi banjir pada pertengahan Februari, Yayasan Kanisius Cabang Semarang bergerak membantu korban banjir. Sekolah-sekolah Kanisius Cabang Semarang, di Rayon Kota dan Rayon Timur (Kudus, Pati, Juwana, Jepara) turut membantu korban terdampak banjir bahkan juga mendirikan posko bantuan.  Belum selesai kasus guru, keluarga guru, siswa, keluarga siswa yang terpapar Covid-19 hingga meninggal dunia, bencana banjir, angin puting beliung dan tanah longsor datang dan menyasar ke rumah siswa dan guru Kanisius di Kota Semarang pada hari Sabtu, 6 Februari 2021. Bencana banjir ini sampai menewaskan kakak kandung salah satu siswi  SD Kanisius Lamper Tengah, Semarang. Berita duka tersebut beredar di media sosial hingga memunculkan ide di WA grup Rescue Team yang berisi para murid SD Kanisius Kurmosari. Dalam grup WA tersebut, ada seorang murid yang menuliskan pesan, “Apa yang bisa kami lakukan untuk membantu teman-teman, Bu?” Pesan singkat ini seolah menampar kami para guru yang mendampingi mereka. Anak kecil ini memiliki empati yang begitu besar hingga ia menawarkan diri untuk membantu sesamanya. Kami tidak berpikir sampai sejauh itu untuk melakukan sesuatu bagi para korban banjir. Kami hanya heran dan sibuk menilai kinerja pemerintah dengan membaca komentar-komentar yang ada di media sosial. Tapi di satu sisi kami juga bangga bahwa nilai Kanisius yaitu peduli, yang kami tanamkan selama ini menumbuhkan  ide dan kepedulian murid disaat bencana banjir Semarang. Ide murid tersebut kami tindak lanjuti ke kelompok Kepala Sekolah Rayon Kota Semarang dan terbentuk Tim Peduli Korban Bencana. Tim ini dibentuk sebagai aksi cepat tanggap terhadap kebutuhan komunitas Kanisius saat terjadi bencana dan pandemi. Dari proses penggalangan dana dan bantuan yang dilakukan, terkumpul terkumpul paket beras, mie instan, telur, gula, serta bahan untuk kebersihan. Semua bantuan tersebut dibuatkan paket sembako untuk 250-an korban yang terdampak banjir Semarang. Tim ini akan terus bekerja dan akan melebarkan cakupan sasaran yang pada awalnya hanya untuk Kanisius Rayon Kota Semarang menjadi Kanisius Cabang Semarang. Semoga bantuan dana/barang dari donatur dan pemerhati Kanisius terus mengalir. Kontributor: K. Ika Wardhani S.Psi – Kepala Sekolah SD Kanisius Kurmosari, Semarang

Feature

Situasi di Myanmar

Mainglarba,  Peace & Love, Salam untuk semuanya! Rakyat Myanmar beberapa minggu terakhir berada dalam kesedihan karena kudeta militer sejak 2 Februari 2021. Pihak militer mengklaim bahwa situasi ini terjadi karena kesalahan/kecurangan hasil pemilu tahun 2020 yang tidak dapat diterima. Kami kehilangan ketidakadilan dan juga hak asasi manusia. Militer menangkap (dan bahkan membunuh) orang-orang yang tidak bersalah. Mantan presiden U Win Myint, Aung San Su Kyi dan beberapa pemimpin terpilih ditahan sejak 1 Februari 2021, oleh militer dan sejauh ini tidak ada informasi.  Di sisi lain, jumlah penularan virus Covid-19 semakin meningkat, jumlah penduduk miskin semakin banyak, dan banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Tidak hanya orang miskin yang terkena dampaknya, tetapi juga banyak remaja yang sekarang putus sekolah. Perekonomian, reformasi sistem kesehatan masyarakat dan pendidikan juga tersendat. Selama ini, harapan satu-satunya bisa dilihat dari aksi CDM (civil disobedience movement) yang dilakukan jutaan orang di pelbagai tempat di Myanmar. Orang-orang turun ke jalan dan mencoba untuk menunjukkan penolakan mereka terhadap kudeta militer dan keinginan demokrasi sejati. Mereka menuntut pembebasan segera para pemimpin yang ditahan pihak militer tanpa alasan. Masyarakat Myanmar berharap negara-negara tetangga dan negara-negara besar lainnya mengambil tindakan atas situasi ini. Ada pertanda baik bahwa beberapa pemimpin dunia dan lembaga internasional dengan sigap menuntut agar militer Myanmar segera membebaskan para tahanan politik dan menghormati suara rakyat serta hasil pemilu. Kami masih belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun saya berharap Myanmar tetap dapat membangun kebebasan, keadilan, dan demokrasi yang sejati. Merupakan berkah bagi Myanmar bahwa para pemuda bersemangat untuk memimpin protes di jalanan dengan berbagai cara yang kreatif. Mereka menjadi sukarelawan yang bekerja dengan penuh semangat, dalam persatuan dan tanpa rasa takut. Para Jesuit di Myanmar juga menemukan cara-cara kreatif untuk melibatkan kaum muda untuk bergerak dan dapat menggunakan kesempatan ini secara konstruktif. Misalnya, inisiatif Tim Medis dari kelompok Magis yang memberikan penghiburan, membawa banyak orang untuk ditemani dan hadir berada di sana bersama masyarakat. Belum lama ini, media sosial Facebook, Whatsapp, dan beberapa aplikasi komunikasi di Myanmar mulai dimonitor oleh pemerintah. Oleh karena itu, para Jesuit di Myanmar kini beralih ke aplikasi “Signal” untuk berkomunikasi satu sama lain.  Momen Bola Meriam untuk Myanmar Saya juga mendorong orang-orang Myanmar dan Jesuit di sana, dengan refleksi sederhana ini. Kebetulan kudeta ini terjadi saat kita akan melewati tahun Ignasian. Saya melihat bahwa momen kudeta ini ibarat “bola meriam” menghantam kami. Seperti bola meriam Ignatius di Pamplona, mental Ignasius hancur, dan dia menderita luka fisik. Tetapi  “bola meriam” itu menyediakan suatu kesempatan baginya untuk berhenti dan memulai proses pertobatannya. Kita tahu, setelah proses penyembuhan di Loyola, Ignatius menjadi pribadi baru dengan mimpi-mimpi baru. Menyangkut masalah di Myanmar, kami sekarang berada dalam momen bola meriam. Kami dihancurkan, menderita, dan dalam situasi yang tidak pasti. Kami harus mengubah situasi dan menemukan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang terjadi. Semoga momen terluka ini menjadi kesempatan yang bermanfaat bagi Myanmar untuk bangkit dan menjadi negara demokrasi sejati. Saudara-saudara, saya meminta tolong agar membawa Myanmar dalam doa-doa Anda agar Tuhan mendengar permohonan kami dan menyelamatkan Myanmar. Tuhan memberkati kita semua. Kontributor: James Naw Kham, SJ – Skolastik Myanmar

Kuria Roma

Pater Jenderal Arturo Sosa Menyerukan Dukungan Bagi Rakyat Myanmar

Pada 1 Februari 2021, militer Myanmar merebut kekuasaan secara paksa dan menangkap Aung San Suu Kyi. Kantor Komunikasi SJ Kuria Roma menghubungi Jesuit di Myanmar dan meminta mereka mengklarifikasi apa yang saat ini mereka alami. Pesan mereka memberi gambaran yang seimbang tentang situasi sebenarnya dan mengajak kita untuk berbela rasa dengan saudara-saudari kita di Myanmar.  Sebagai langkah awal, untuk menghindari terjadinya kekerasan, para pemuka agama menyerukan agar negara lain tidak menunjukkan reaksi yang tergesa-gesa. Kardinal Charles Mang Bo, pada tanggal 3 Februari 2021 menulis, “Dilandasi rasa cinta kepada semua orang dan demi mencari solusi terbaik, marilah kita berdoa agar kegelapan yang telah lama menyelimuti bangsa kita tercinta ini segera berakhir.” Ia mendorong semua orang untuk “tetap tenang dan jangan melakukan kekerasan agar tidak jatuh korban yang tidak perlu.” Ia menambahkan, “Kita telah menumpahkan cukup banyak darah. Jangan lagi kita tumpahkan lebih banyak darah di negeri ini.” Menurutnya, jalan rekonsiliasi adalah satu-satunya yang dapat diterima. Perdamaian dapat diusahakan melalui jalan dialog dan demokrasi menjadi cahaya yang menerangi jalan ini. Hari berlalu. Sambil menahan diri tetapi sekaligus menunjukkan dukungan nyata bagi rakyat Myanmar, para pemimpin dari beberapa negara telah menyatakan keprihatinan mereka. Paus Fransiskus dalam dua kali kesempatan juga telah meminta warga dunia untuk berdoa bagi rakyat Myanmar di masa sulit ini. Dalam semangat persaudaraan universal, ia menekankan bahwa kehidupan kita dijalin bersama dan ditopang oleh orang-orang biasa yang sering dilupakan tetapi dengan tanpa keraguan justru pada hari-hari ini menulis sejarah yang menentukan di zaman kita ini.” Ia juga menyerukan agar para pemimpin politik segera dibebaskan dari penjara dan suara jutaan warganya dihormati.  Pater Jenderal Arturo Sosa mengajak kita semua untuk turut berdoa bagi bangsa Myanmar. Dalam suratnya pada 12 Februari 2021, ia menulis demikian, “Kudeta militer di Myanmar telah menjadi berita utama di banyak bagian dunia. Ini adalah perkembangan yang sangat meresahkan, terutama setelah pemilihan umum November 2020, yang mengamanatkan pemerintahan dipegang sipil dan amanat tersebut oleh banyak pengamat dianggap kredibel dan mencerminkan keinginan rakyat. Saya khawatir dengan represi lebih lanjut dan pembatasan hak asasi manusia, lebih banyak kemiskinan dan penderitaan terlebih dalam situasi pandemi saat ini, dan berujung kekerasan. Saya sangat mengkhawatirkan keselamatan para Jesuit di Myanmar dan semua sahabat dalam perutusan kita di sana.” Berbicara langsung kepada saudara se-Serikat di Myanmar, Pater Jenderal menambahkan, “Penting bagi kita untuk membuka dialog yang dapat membantu menuju analisis situasi yang lebih dalam demi membantu memetakan jalan alternatif ke depan. (…) Saya turut berdoa secara sungguh-sungguh bersama seluruh Serikat bagi kebaikan Myanmar. Melalui perantaraan Bunda Maria, saya juga berdoa agar kita semua dapat terus memberikan kesaksian tentang apa artinya menjadi seorang kristiani dan putra St. Ignatius.” Diterjemahkan oleh Herman Wahyaka dari artikel berbahasa Inggris “Father General Calls For Support For The People of Myanmar: https://www.jesuits.global/2021/02/22/father-general-calls-for-support-for-the-people-of-myanmar/ Terakhir diakses pada tanggal 2 Maret 2021.

Feature

Surat Mgr. Charles Kardinal Maung Bo Kepada Rakyat Myanmar & Komunitas Internasional

3 Februari 2021 Teman-teman yang terkasih,  Sebagai seorang pemimpin rohani, saya menuliskan surat ini sebagai ungkapan empati jutaan orang saat ini. Saya menulis surat ini untuk bangsaku yang tercinta, para pemimpin sipil, Tatmadaw (tentara Myanmar) dan komunitas internasional.  Saya telah menyaksikan dengan penuh kesedihan hatia peristiwa kelaman dan sejarah kita dan menyaksikan dengan penuh harapan daya juang bangsa kita dalam perlawanan mereka mempertahankan martabat. Kita berjalan melalui saat-saat yang menantang dalam sjearah. Saya menuliskan surat ini dengan penuh kasih terhadap semua dalam upaya mencari jalan keluar yang bertahan lama sambil berdoa agar masa kekelaman yang melingkupi bangs akita bisa berakhir selama-lamanya.  Kepada Bangsa Myanmar yang tercinta Saya ingin membagikan rasa persahabatan saaat ini bagi kalian semua yang sedang menghadapi peristiwa mendadak, dan mengejutkan yang sedang terbentang dihadapan kita. Saya mengajak masing-masing dari anda untuk tetap tenang dan menjauhi kekerasan. Sudah cukup banyak darah yang kita tumpahkan. Jangan lagi ada darah yang tertumpah di negeri ini. Bahkan pada saat genting sekarang inipun, saya meyakini bahwa perdamaian adalah satu-satunya cara, perdamaian itu mungkin. Selalu ad acara-cara tanpa kekerasan untuk mengungkapkan protes-protes kita. Peristiwa yang terjadi ini adalah akibat dari kurangnya dialog dan komunikasi dan perdebatan tanpa akhir dari pandangan-pandangan yang berbeda. Saat ini hendaknya kita tidak memperpanjang kebencian. Hendaknya semua pemimpin komunitas dan pemimpin agama berdoa dan menggerakan komunitas-komunitas untuk bereaksi secara damai atas peristiwa-peristiwa ini. Berdoalah bagi semua, berdoa bagi segalanya, dan menjauhi segala bentuk provokasi.  Kita juga sedang menghadapi pandemi. Tenaga-tenaga medis kita yang gagah berani telah menyelamatkan banyak nyawa. Kami memahami penderitaan anda. Beberapa telah mengundurkan diri sebagai bentuk protes, tapi saya mohon jangan tinggalkan bangsamu saat mereka membutuhkan anda saat ini.  Kepada Jenderal Tatmadaw dan Keluarga para Tatmadaw Dunia terkejut dan bersedih atas apa yang terjadi. mengungkapkan kemarahan mereka atas apa yang terjadi ini. Dunia sangat kagum ketika tahun 2015, militer menjalankan transisi damai kepada pemerintah yang terpilih. Saat ini dunia mencoba untuk memahami apa yang salah setelahnya. Apakah Tatmadaw dan otoritas sipil kurang berdialog?  Kita telah melihat banyak penderitaan dalam konflik. Tujuha decade pertumpahan dan penggunaan kekerasan tidak menghasilkan apa-apa. Kalian menjanjikan perdamaian dan demokrasi sejati. Demokrasi adalah lapisan harapan bagi penyelesaian masalah-masalah di negeri yang dulu kaya ini. Saat ini, jutaan orang memilih demokrasi. Bangsa kita percaya pada peralihan kekuasaan secara damai. Saat ini Tatmadaw secara sepihak telah mengambil alih. Peristiwa ini mengejukan dunia dan bangsa Myanmar. Tuduhan atas kecurangan Pemilu dapat diselesaikan lewat dialog di hadapan pengamat yang netral. Suatu kesempatan besar hilang. Banyak pemimpin dunia mengecam dan akan terus mengecam langkah yang mengejutkan ini.  Sekarang anda, (Tatmadaw), menjanjikan demoraksi yang lebih besar – setelah penyelidikan dan pemilihan yang lain. Bangsa Myanmar capek dengan janji-janji kosong. Mereka tidak pernah menerima pernyataan palsu. Anda menjanjikan akan mengadakan pemilihan multi partai setelah satu tahun. Bagaimana anda akan mendapatkan kepercayaan bangs akita? Mereka hanya akan percaya saat kata-kata diwujudkan dalam tindakan-tindakan yang tulus.  Derita dan kekecewaan mereka harus dipahami. Tindakan anda perlu membuktikan bahwa anda mencintai mereka, memperhatikan mereka. Sekali lagi saya mohon kepada anda, perlakukanlah mereka dengan damai dan penuh martabat. Jangan lagi ad kekerasan antara bangsa Myanmar yang terkasih.  Sayang sekali, para wakil rakyat yang terpilih dari partai NLD kiniditahan. Demikian juga para penulis, aktivis, dan kaum muda. Saya sungguh meminta agar Anda menghargai hak mereka dan membebaskan mereka. Mereka bukanlah tawanan perang; mereka adalah tahanan proses demokratis. Anda menjanjikan demokrasi, maka mulailah dengan membebaskan mereka. Dunia akan memahami Anda. Kepada Daw (Nyonya) Aung San Suu Kyi, Presiden U Win Myint, dan para Pemimpin yang terkasih Yang terkasih para pemimpin Partai NLD: Anda semua berada dalam situasi tak menguntungkan dari perjuangan tanpa henti untuk membawa demokrasi ke negeri ini. Peristiwa tak terduga ini telah menjadi anda semua tahanan. Kami berdoa dan memohon dengan sangat agar para pihak terkait segera membebaskan Anda secepatnya. Daw Aung San Suu Kyi, Anda hidup dan mengorbankan hidupmu bagi bangsa kita. Anda akan selalu menjadi suara bangsa kita. Hari ini adalah hari yang menyakitkan. Anda tahu dengan jelas kegelapan, dan anda mengenal terang di dalam bangs aini. Bukan saja Anda menjadi puteri tercinta dari bapa bangsa ini, Jenderal Aung San, tetapi Anda juga menjadi Amay (Ibu) Suu bagi bangs aini. Kebenaran akan terungkap. Tuhan adalah hakim akhir bagi kebenaran. Tapi Tuhan menunggu. Saat ini saya ingin bersimpati dengan kesusahanmu dan berdoa semoga anda sekali berjalan di tengah bangsamu dan membangkitkan semangat mereka.  Pada saat ini, saya ingin menegaskan bahwa insiden ini terjadi karena kurangnya dialog dan komunikasi, dan kurangnya penerimaan satu sama lain. Mohon dengarkanlah satu sama lain.  Kepada Seluruh Komunitas Internasional Kami sungguh berterima kasih atas segala bentuk keprihatinan dan perhatian anda semua. Kami juga berterima kasih atas penemanan anda yang penuh bela rasa. Semua itu sungguh berarti bagi kami. Tetapi sejarah secara menyakitkan telah menunjukkan bahwa kesimpulan dan penilaian yang terburu-buru pada akhirnya tidak membawa keuntungan bagi bangsa kami. Sanksi dan dan kutukan hanya membawa sedikit hasil, dan terlebih menutup pintu bagi dialog. Tindakan-tindakan kerasa semacam ini menjadi kesempatan yang besar bagi negara-neara adi daya yang mengincar sumber-sumber daya kami. Kami mohon jangan paksa orang-orang yang menjadi keprihatinan anda menukarkan kedaulatan mereka. Komunitas internasional perlu masuk dalam realitas, memahami dengan baik sejaran dan politik ekonomi Myamar. Sanksi beresiko pada kehancuran ekonomi, dan mencampakkan jutaan orang ke dalam kemiskinan. Satu-satunya cara ialah dengan ikut serta dalam rekonsiliasi. Apa yang terjadi ini sungguh menyakitkan dan memporak-porandakan bangsa kami. Saya menuliskan surat ini untuk membesarkan hati semua orang. Saya tidak menulisnya sebagai seorang politikus. Saya percaya semua pihak yang berkepentingan di negara ini menginginkan yang terbaik untuk seluruh rakyat. Saya menuliskan surat ini dalam doa dan harapan bagi bangsa ini, bahwa tanah berharga dari orang-orang yang penuh rahmat ini akan memasuki panggung global sebagai sebuah komunitas yang berdamai dengan penuh harapan dan damai. Mari kita selesaikan segala pertengkaran ini dengan jalan dialog.     Perdamaian itu mungkin. Perdamaian adalah satu-satunya jalan. Demokrasi adalah satu-satunya terang yang menuntun pada jalan itu.  Mgr. Charles Kardinal Maung Bo Uskup Agung Keuskupan Agung Yangon, Myanmar Ketua Presidium Konferensi Waligereja Myanmar Ketua Presidium Konferensi Uskup se-Asia Tokoh Agama untuk

Formasi Iman

Biarawan dan Biarawati Abad 21: Menjadi Wahyu Dalam Kerapuhan

Hari Hidup Bakti dalam Gereja Katolik dirayakan setiap 2 Februari. Di bawah ini adalah refleksi Bruder Emili Turú, FMS mengenai makna hidup religius saat ini. Bruder Turú adalah Sekretaris Jenderal para Superior Jenderal (USG-Roma) dan ia diwawancarai oleh Sekretaris Eksekutif para Superior Jenderal Kongregasi Biarawati, Suster Patricia Murray.  Dimensi Profetis Hidup Bhakti Hidup di tengah krisis global karena pandemi Covid, rasisme, kekerasan, dan perpecahan menuntut jawaban profetis dari para biarawan dan biarawati. George Floyd yang lirih berteriak, “Aku tidak bisa bernapas,” memperjelas betapa jutaan orang yang terinfeksi Covid dan mereka yang mengalami berbagai bentuk penindasan sungguh berjuang demi hidup mereka. Di berbagai belahan dunia, oksigen sebagai penopang kehidupan juga semakin menipis. Lalu bagaimanakah respon kita sebagai religius? Bagaimana caranya menghidupi kaul kita di tengah dunia yang sedang menderita ini?  Patricia Murray, IBVM Pandemi Covid-19 menunjukkan kemiripan berakhirnya sebuah zaman, yaitu perubahan peradaban. Sejarah mencatat bahwa masa dekadensi senantiasa menandai lahirnya peradaban baru. Masa dekadensi adalah waktu yang penuh kekacauan dan ketidakpastian, persis seperti saat ini di mana kita berusaha menemukan diri kita sendiri.   Saya berkaca pada jemaat Kristen Perdana ketika merefleksikan masa-masa ini. Bahkan dalam masa sulit yang melebihi situasi kita saat ini, jemaat Kristen Perdana mampu berkembang pesat dengan cara yang sulit dijelaskan. Terkait dengan hal ini, saya merasa terkejut ketika membaca sebuah refleksi mendalam seorang pastor Lutheran untuk menemukan neologisme “anti-rapuh” yang dapat diterapkan pada Gereja kita. Ia menyimpulkan bahwa sistem-sistem mekanis itu cenderung rapuh sedangkan sistem-sistem organik justru sebaliknya karena mereka memang dirancang untuk tumbuh dalam tekanan. Beberapa bagian tubuh kita, seperti otot dan tulang, memerlukan beban tertentu agar tetap sehat dan kuat. Demikian halnya dengan Gereja Perdana. Mereka ini “amat kuat” dan justru tumbuh pesat ketika tekanan semakin kuat.  Kita dapat menerapkan daya juang “anti rapuh” ini di lingkungan sekitar dan kongregasi kita. Kita terlahir dalam keadaan penuh tekanan dan kita justru bertumbuh subur di bawah keadaan demikian. Jikalau keadaan senantiasa nyaman, maka kita cenderung santai lalu kehilangan daya juang dan akhirnya kita menjadi sakit.  Jika orang Kristiani menganggap hidup di bawah tekanan itu wajar agar tumbuh semakin kuat, maka wajarlah juga ketika Gereja Perdana sangat menghargai sikap sabar, yang maknanya adalah kemampuan untuk tetap bertahan menghadapi penderitaan secara tenang.  Orang-orang kudus, misalnya Siprianus, Yustinus, Clemens, Origenus, dan Tertulianus semuanya berbicara mengenai kesabaran dan meyakini bahwa kesabaran adalah nilai kristiani paling utama. Kesabaran memampukan kita berpasrah diri secara total kepada Tuhan, hidup damai tanpa kegelisahan dan rasa benci, dan bahkan tidak pernah terlalu memaksa diri meraih apa yang kita inginkan. St. Yustinus menggambarkan kesabaran sebagai hal “aneh” yang telah banyak menobatkan orang yang tidak percaya.     Kesaksian tersebut bagai ragi pada adonan roti. Baik para jemaat Kristen Perdana maupun para pendiri kongregasi kita secara aktif telah terlibat dalam proses kelahiran kebaruan dalam dekadensi dunia seperti saat ini.  Meskipun secara lahiriah mungkin menunjukkan kebalikannya, namun menjadi seorang biarawan atau biarawati masihlah sangat relevan saat ini. Inti panggilan kita adalah menjawab apa yang dibutuhkan sesama kita. Sedangkan inti hidup kita adalah serangkaian hal yang tidak bisa ditawar-tawar, di mana dalam hidup kita yang otentik, kita memiliki daya tumbuh yang besar. Orkestra hidup demikian merupakan kontras kenabian terhadap dekadensi yang terjadi saat ini dan menjadi ragi kesabaran bagi datangnya perubahan.  Saya tetap berharap bahwa kita akan senantiasa “membangunkan dunia” karena tanda utama dari hidup bakti adalah bernubuat. Sebagaimana saya sampaikan kepada para Superior Jenderal yaitu bahwa tuntutan hidup injili secara radikal bukanlah melulu ditujukan bagi para religius atau biarawan dan biarawati melainkan bagi semua orang. Benarlah bahwa para religius mengikuti Tuhan dengan cara yang khusus, yaitu jalan kenabian. “Inilah prioritas yang perlu diperhatikan saat ini, yaitu menjadi utusan yang memberi kesaksian bagaimana Yesus hidup di dunia ini. Seorang religius janganlah pernah meninggalkan panggilan kenabiannya.” (Surat Apostolik Paus Fransiskus kepada para Biarawan dan Biarawati, II, 2) Bukan soal radikalitas, tetapi lebih kepada kenabian. Atau tepatnya radikalitas kenabian. Namun demikian, ini bukanlah perkara kenabian demi menjadikan diri kita sebagai teladan utama dalam Gereja, tetapi lebih sebagai utusan kecil dan rapuh yang menjadi saksi belas kasih Allah. Menjadi nabi, seperti dikatakan Br. Michaeldavide Semeraro, berarti mampu untuk hidup berdampingan dengan kematian, kegagalan, yang tak terlihat, yang dipinggirkan, dan melakukan hal-hal tersebut sebagai pilihan kekal sepanjang hayat.                    Emili Turú, FMS – Diterjemahkan oleh Herman Wahyaka dari artikel berbahasa Inggris “Religious Life in the 21st Century: The Prophey of Fragility” dalam https://www.jesuits.global/2021/02/02/religious-life-in-the-21st-century-the-prophecy-of-fragility/ akses terakhir Rabu, 3 Februari 2021 pkl 14.30 WIB.

Feature

Wisma Dewanto: Menumbuhkan Sebuah Taman di Tengah Urban Jakarta

Unit Wisma Dewanto, bagian dari Komunitas Kolese Hermanum Jakarta, memang sudah kita kenal dari waktu ke waktu sebagai rumah Serikat yang asri sekaligus antik. Aslinya sebuah rumah Belanda yang dibangun pada tahun 1909 oleh arsitek P. A. J. Moojen, Wisma Dewanto sekarang dihuni oleh dua pater unit, lima skolastik Indonesia, dua skolastik Myanmar, dan dua anjing ras Kanaan.  Wisma Dewanto dan lingkungan Kramat VII sekitarnya menawarkan atmosfer yang kontras dengan jalan-jalan sibuk yang mengelilinginya. Rumah ini tampil mencolok dengan lingkungan hijau beserta karakteristik bangunannya yang sederhana tetapi klasik nan anggun. Tidak seperti kebanyakan rumah di Jakarta yang menutup semua lahan kosong dengan beton, Wisma Dewanto mempertahankan sebuah halaman dengan rumput dan aneka tumbuhan. Sebatang pohon flamboyán besar berdiri tegak di tengah halaman dan sering berbunga merah yang gugur menaburi halaman secara indah. Sejak wabah Covid-19 merebak, sisi timur dari halaman disulap menjadi kebun sayuran kecil yang berisi cabai, kelor, pak choy, jahe, selada, kemangi, dan kangkung; sebagian ditanam di tanah, sebagian di hidroponik, dan sebagian dalam polybag. Selain itu, juga dipelihara kurang lebih 300 ekor lele dalam lima ember ukuran 100-liter yang ditata sedemikian rupa untuk sekaligus mensirkulasi air hidroponik.  Wisma Dewanto dan lingkungan Kramat VII sekitarnya menawarkan atmosfer yang kontras dengan jalan-jalan sibuk yang mengelilinginya. Rm. Nugroho Widiyono (Rm. Nugie) dan Fr. Craver Swandono (Upet) memprakasai usaha ini di bulan-bulan awal pandemi. Permulaannya sangat sederhana. Sistem hidroponik awalnya dibuat dari pipa-pipa PVC yang tidak digunakan dari unit Johar Baru dan rangka untuk menopangnya diambil dari besi bekas di bengkel STF Driyarkara. Satu set hidroponik terdiri dari enam pipa dengan masing-masing pipa memiliki 12 lubang untuk menanam sayuran.  Proyek sayuran kemudian meluas dengan memanfaatkan sebuah lahan sempit 10m x 0.5m di sepanjang pagar. Lahan yang mulanya hanya berisi tanah kering dan sisa material sekarang telah ditanami sayuran dari ujung ke ujung. Ruang tambahan bahkan diadakan dengan membuat tatakan sepanjang 6m yang digantung pada pagar untuk tanaman-tanaman yang dalam polybag dan gelas plastik bekas. Tanaman-tanaman kecil tersebut juga sering kali dibagikan sebagai oleh-oleh bagi tamu-tamu yang mampir di Wisma Dewanto. Pernah juga, umat sekitar yang berminat dipersilakan datang untuk mengambil kemangi-kemangi yang sudah tersedia dalam polybag.  Tak lama kemudian, ide untuk membudidayakan lele pun muncul. Yang mulanya hanya satu ember kemudian cepat berkembang menjadi lima ember dalam tiga bulan. Tidak mudah memang pada awalnya karena angka kematian yang tinggi dan ukuran lele yang kerdil. Akan tetapi, Rm. Nugie dan Fr. Upet segera menemukan selah-nya dan pertumbuhan lele membaik. Sejak itu, lele sudah dipanen selama delapan kali.    Wisma Dewanto telah menjadi semacam landmark di daerah Kramat. Sebagai rumah Belanda kuno yang paling terpelihara di daerah ini, Wisma Dewanto telah menarik perhatian dari pasangan yang ingin foto pre-wedding, anak-anak sekolah yang membutuhkan tempat pengambilan gambar untuk gerak dan lagu, sampai pengamat bangunan-bangunan bersejarah Jakarta. Kerindangan pohon-pohon di sekitar Wisma Dewanto juga menciptakan suasana ideal bagi seorang penjual mie ayam di depan rumah yang mana para pelanggan bisa menikmati istirahat makan siang di bawah angin sepoi-sepoi.  Kendati demikian, sumbangan paling utama dari ruang hijau di Wisma Dewanto tentu adalah pertama-tama tersedianya lingkungan yang sehat bagi para Jesuit penghuninya. Hal ini makin terasa manfaatnya di tengah situasi pandemi dengan kuliah-kuliah dan kegiatan-kegiatan daring yang mengharuskan duduk berjam-jam di depan layar. Sekadar berjalan-jalan di halaman yang rindang di sela-sela kelas daring selalu dapat memberikan kesegaran dan ketenangan tertentu. Lingkungan Wisma Dewanto membuat rasa dekat dengan alam tetap mungkin bahkan di tengah kota Jakarta yang padat dan penuh polusi. Kita berharap rumah ini dapat menjadi inspirasi—bahkan budaya tandingan terhadap budaya urban Jakarta yang sering kali mengabaikan ruang terbuka hijau.  Kontributor: Teilhard Aurobindo Soesilo, SJ

Provindo

Bersama Bergerak dengan Inspirasi Universal Apostolic Preferences

Pada tanggal 19 Februari 2019, setelah proses diskresi yang panjang dan mengundang keterlibatan berbagai kalangan, telah ditetapkan preferensi-preferensi kerasulan universal Serikat Jesus. Pilihan-pilihan itu akan menjadi cara dan wujud pertobatan dan pembaruan Serikat Jesus untuk masa 10 tahun ke depan. Sebagai putra Gereja, Pater Jenderal mempersembahkan buah-buah proses diskresi Serikat ini kepada Bapa Suci. Untuk bekerja sama dalam perutusan Tuhan dan melayani Gereja pada masa kini dengan sumber-sumber daya yang ada pada kita, ditetapkan bahwa preferensi kita adalah (a) menunjukkan jalan menuju Allah melalui Latihan Rohani dan diskresi, (b) dalam perutusan rekonsiliasi dan keadilan, Serikat akan berjalan bersama orang miskin, orang-orang terbuang, dan orang-orang yang martabatnya dirampas, (c) menemani kaum muda menciptakan masa depan yang penuh harapan, dan (d) bekerja sama dalam merawat bumi, rumah kita bersama. Keempat preferensi tersebut ditegaskan Bapa Suci sejalan dengan prioritas Gereja saat ini. Serikat Jesus Provindo pun mulai bergerak mengarusutamakan keempat preferensi tadi. Para Jesuit dan kolaborator mendapat dokumen Preferensi Kerasulan Universal (Universal Apostolic Preferences/UAP) yang diterbitkan pada 1 April 2019. Dokumen ini telah menjadi bahan doa, refleksi, dan diskusi di berbagai kelompok dan kesempatan di kalangan kita. Pada bulan September 2020, Pater Provinsial dan Pater Socius mengundang P. Adrianus Suyadi dan P. Joseph Situmorang untuk mencari gagasan tentang langkah-langkah pengarusutamaan keempat preferensi tersebut di atas.  Setelah beberapa diskusi awal, pada tanggal 17 September 2020, para pimpinan karya dan komunitas diundang untuk menghadiri pertemuan secara daring. Pada pertemuan tersebut, Pater Suyadi dan Pater Situmorang menawarkan gagasan-gagasan dari sudut manajemen tentang bagaimana kita dapat segera bergerak sehingga keempat preferensi kerasulan universal Serikat ini sungguh mewarnai hidup dan karya-karya kita. Pater Suyadi menawarkan Teori U, suatu metode manajemen perubahan yang dapat membantu dalam proses-proses diskresi yang akan dilakukan. Pater Situmorang mengingatkan dua prinsip pokok manajemen, yaitu POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) dan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Timely-bound).  Untuk itu, perlulah kita berhenti sejenak dan melihat bagaimana visi dan misi lembaga-lembaga kita dapat diinspirasikan oleh keempat preferensi kerasulan universal. Selanjutnya, sejauh diperlukan, kita diminta untuk merumuskan kembali visi-misi, rencana-rencana dan strategi pokok, langkah-langkah (route map), dan indikator-indikator keberhasilan (key performance indicators). Salah satu metode penilaian manajerial yang melihat beberapa sisi organisasi secara berimbang, yaitu balanced scorecard, yang mencakup perspektif finansial, pihak-pihak yang dilayani, proses tata kelola internal, dan hal-hal yang harus dibaharui untuk terus maju, patut dipertimbangkan untuk digunakan dalam gerak pertobatan dan pembaharuan gubernasi ini.  Untuk bergerak lebih lanjut, dibentuklah tim animasi UAP, dengan P. Suyadi sebagai ketua dan P. Situmorang sebagai wakilnya. Agar bisa lebih mudah dikoordinasikan, pelayanan dan karya-karya dikelompokkan dalam gugus, yaitu gugus pendidikan, pelayanan Gereja, formasi, dan pelayanan masyarakat. Delegat untuk masing-masing gugus karya diminta untuk menjadi bagian menyatu dari tim UAP ditambah dengan tim komunikator Provindo.  Pada tanggal 16-18 Desember 2020 dan 15 Januari 2021, masing-masing gugus karya juga telah diundang untuk berdiskusi agar keempat preferensi tadi dapat memberi karakter karya-karya kita. Karya dan lembaga-lembaga karya kita juga dikategorikan menurut statusnya: karya milik Serikat, karya yang dipercayakan secara penuh kepada Serikat, karya kerja sama, dan lembaga karya dimana individu-individu Jesuit ditugaskan. Karya yang sepenuhnya terikat pada UAP adalah lembaga karya miliki Serikat dan lembaga karya yang secara menyeluruh dipercayakan (entrusted) kepada Serikat.  Dalam pertemuan dengan pimpinan-pimpinan dan kolaborator inti pada tingkat gugus karya, Pater Provinsial mengundang keterlibatan kita semua untuk bergerak dalam langkah pertobatan dan pembaharuan ini. Provinsial menegaskan perlunya evaluasi yang mendalam serta menyusun langkah-langkah pembaharuan. Diharapkan bahwa pada bulan Oktober 2021, masing-masing lembaga dan karya sudah memiliki dokumen bagaimana kita menerapkan UAP. Dari sana Provindo akan dapat merumuskan pula bagaimana UAP itu akan dilaksanakan pada tingkat provinsi. Namun diingatkan juga oleh Provinsial, yang menjadi sasaran bukanlah sekedar segera memiliki program-program yang bagus; proses diskresi seperti yang dialami para primi patres di Venesia dulu, diharapkan kita sungguh-sungguh dapat menimbang dan memutuskan haluan baru serta jalan-jalan yang akan kita tekuni. Tim UAP akan mendampingi para Jesuit dalam proses pengarusutamaan UAP ini. Tim UAP akan melakukan langkah-langkah “monitoring” dan mendampingi lembaga-lembaga karya kita agar UAP menjadi ciri atau karakter yang memberi warna. Kontributor: Joseph Situomorang, SJ (Wakil Koordinator Tim Perencanaan Implementasi UAP)