Mainglarba,
Peace & Love, Salam untuk semuanya!
Rakyat Myanmar beberapa minggu terakhir berada dalam kesedihan karena kudeta militer sejak 2 Februari 2021. Pihak militer mengklaim bahwa situasi ini terjadi karena kesalahan/kecurangan hasil pemilu tahun 2020 yang tidak dapat diterima. Kami kehilangan ketidakadilan dan juga hak asasi manusia. Militer menangkap (dan bahkan membunuh) orang-orang yang tidak bersalah. Mantan presiden U Win Myint, Aung San Su Kyi dan beberapa pemimpin terpilih ditahan sejak 1 Februari 2021, oleh militer dan sejauh ini tidak ada informasi.
Di sisi lain, jumlah penularan virus Covid-19 semakin meningkat, jumlah penduduk miskin semakin banyak, dan banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Tidak hanya orang miskin yang terkena dampaknya, tetapi juga banyak remaja yang sekarang putus sekolah. Perekonomian, reformasi sistem kesehatan masyarakat dan pendidikan juga tersendat. Selama ini, harapan satu-satunya bisa dilihat dari aksi CDM (civil disobedience movement) yang dilakukan jutaan orang di pelbagai tempat di Myanmar. Orang-orang turun ke jalan dan mencoba untuk menunjukkan penolakan mereka terhadap kudeta militer dan keinginan demokrasi sejati. Mereka menuntut pembebasan segera para pemimpin yang ditahan pihak militer tanpa alasan.
Masyarakat Myanmar berharap negara-negara tetangga dan negara-negara besar lainnya mengambil tindakan atas situasi ini. Ada pertanda baik bahwa beberapa pemimpin dunia dan lembaga internasional dengan sigap menuntut agar militer Myanmar segera membebaskan para tahanan politik dan menghormati suara rakyat serta hasil pemilu. Kami masih belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun saya berharap Myanmar tetap dapat membangun kebebasan, keadilan, dan demokrasi yang sejati.
Merupakan berkah bagi Myanmar bahwa para pemuda bersemangat untuk memimpin protes di jalanan dengan berbagai cara yang kreatif. Mereka menjadi sukarelawan yang bekerja dengan penuh semangat, dalam persatuan dan tanpa rasa takut. Para Jesuit di Myanmar juga menemukan cara-cara kreatif untuk melibatkan kaum muda untuk bergerak dan dapat menggunakan kesempatan ini secara konstruktif. Misalnya, inisiatif Tim Medis dari kelompok Magis yang memberikan penghiburan, membawa banyak orang untuk ditemani dan hadir berada di sana bersama masyarakat. Belum lama ini, media sosial Facebook, Whatsapp, dan beberapa aplikasi komunikasi di Myanmar mulai dimonitor oleh pemerintah. Oleh karena itu, para Jesuit di Myanmar kini beralih ke aplikasi “Signal” untuk berkomunikasi satu sama lain.
Momen Bola Meriam untuk Myanmar
Saya juga mendorong orang-orang Myanmar dan Jesuit di sana, dengan refleksi sederhana ini. Kebetulan kudeta ini terjadi saat kita akan melewati tahun Ignasian. Saya melihat bahwa momen kudeta ini ibarat “bola meriam” menghantam kami. Seperti bola meriam Ignatius di Pamplona, mental Ignasius hancur, dan dia menderita luka fisik. Tetapi “bola meriam” itu menyediakan suatu kesempatan baginya untuk berhenti dan memulai proses pertobatannya. Kita tahu, setelah proses penyembuhan di Loyola, Ignatius menjadi pribadi baru dengan mimpi-mimpi baru.
Menyangkut masalah di Myanmar, kami sekarang berada dalam momen bola meriam. Kami dihancurkan, menderita, dan dalam situasi yang tidak pasti. Kami harus mengubah situasi dan menemukan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang terjadi. Semoga momen terluka ini menjadi kesempatan yang bermanfaat bagi Myanmar untuk bangkit dan menjadi negara demokrasi sejati. Saudara-saudara, saya meminta tolong agar membawa Myanmar dalam doa-doa Anda agar Tuhan mendengar permohonan kami dan menyelamatkan Myanmar. Tuhan memberkati kita semua.
Kontributor: James Naw Kham, SJ – Skolastik Myanmar