Pilgrims of Christ’s Mission

Karya Pendidikan

Karya Pendidikan

Kolaborasi HUT ke-73 SMA Kolese de Britto dan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta : Tigre Arciera

Kamis, 19 Agustus merupakan hari Ulang Tahun SMA Kolese de Britto dan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Pada perayaan HUT yang ke-73 kali ini, Presidium SMA Kolese de Britto dan OSIS SMA Stella Duce 1 Yogyakarta berkolaborasi menyelenggarakan acara bersama dengan tajuk “Tigre Arciera”. Kegiatan HUT Ke-73 SMA Kolese De Britto dan SMA Stella Duce 1 ini mengusung tema “Bertumbuh dalam Semangat Magis melalui Pribadi yang Bersyukur dan Bersolidaritas.” Tema ini mengambil empat poin penting, yaitu tumbuh, magis, bersyukur, dan solidaritas. Keempat poin ini dipilih karena dinilai memiliki makna yang dapat dikembangkan oleh siswa maupun siswi dalam keadaan saat ini. Kegiatan “Tigre Arciera” dilaksanakan selama 3 hari, yaitu pada 17 Agustus 2021,  18 Agustus 2021, dan 20 Agustus 2021. Untuk kegiatan-kegiatan yang ada dalam rangkaian perayaan HUT SMA Kolese de Britto dan SMA Stella Duce 1, serta HUT RI akan dilakukan secara online, mengingat situasi pandemi COVID-19 yang belum usai. Berbagai kegiatan yang sudah dirancang, antara lain pada 17 Agustus terdapat upacara bendera bersama secara online, kemudian terdapat webinar dengan tema “Timeless Relationship” dengan narasumber Mas Andre dan Mbak Siska. Pada 18 Agustus ada webinar kembali, mengusung tema “A Way to Success: before 30” dengan narasumber Kak Gusti Arirang dari Tashoora Band dan Kak Laksamana Mustika, lalu disertai dengan kegiatan forum angkatan. Untuk hari terakhir, 20 Agustus, diadakan misa, penampilan-penampilan, pemutaran video pemenang lomba video kreatif, titip salam/question box, dan makrab (games & forum). Diharapkan dengan kegiatan-kegiatan tersebut dapat menjadi sarana mempererat tali persaudaraan antara keluarga SMA Kolese de Britto dan SMA Stella Duce 1. Selain tentu saja, acara ini diadakan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan terhadap sekolah yang sudah berdiri selama 73 tahun dan juga syukur atas kemerdekaan Indonesia yang ke-76. Kontributor : Alif dan Sherly – Panitia Tigre Arciera

Karya Pendidikan

Dari Pustaka Digital ke Sekolah Digital

Pandemi meluluhlantakkan dan menunggangbalikkan banyak sendi kehidupan. Namun, di sisi lain pandemi juga telah memacu dan memicu terciptanya banyak karya, inovasi, dan pemikiran baru. Siapa sangka dari Papua yang lama terbelakang dalam banyak sendi kehidupan bisa muncul karya yang mulai dilirik orang dalam dunia pendidikan? Maret 2020, Pater Sudriyanto, S.J. terjebak di Jakarta setelah menghadiri pertemuan. Dia tak bisa langsung kembali ke Nabire. Dalam keterkurungan, tak bisa ke mana-mana, dia mulai berpikir apa yang harus dilakukan untuk mengisi waktu. Sukhri, volunteer yang seharusnya mulai bergabung bulan Juli 2020, diajak bergabung di Jakarta. Sukhri mengenal Pater Sudri, S.J. ketika beliau bertugas di JRS Aceh.  Mereka berpikir untuk mengembangkan “sekolah rakyat.” Konsepnya, anak-anak harus tetap bisa belajar walaupun terhalang oleh pandemi dan akses internet. Mulailah pustaka digital digarap. Namanya Pustaka Neo-EduTech atau disingkat PNE 4.0.  Dukungan dan sumbangan, baik dana, fasilitas, maupun pemikiran, perlahan mengalir.  Para pentolan Asosiasi Alumni Sekolah Jesuit (AAJI) dan beberapa aktivis pendidikan lainnya terlibat sejak awal. Juga beberapa alumni Kolese Le Cocq dan sobat dari Papua yang berada di Jakarta. Mereka seringkali datang di markas kerja PNE di Jl. Canadyanti, Jakarta Selatan. Bersama mereka tim PNE banyak berdiskusi, merumuskan visi, dan mencari strategi agar PNE ini nantinya bisa terwujud dan terdistribusi di Papua dan wilayah-wilayah lain tanpa akses internet. Akhirnya, setelah 6 bulan kerja keras sepanjang hari, jadilah perangkat wifi pendidikan yang mampu menyebarkan materi digital tanpa sambungan internet. Sebanyak 50 ribu buku dan video, tentang pendidikan mulai dari PAUD sampai SMA/SMK, dan pengetahuan umum. Sesudah berhasil menciptakan platform wifi pendidikan ini, tim merasa perlu untuk melakukan uji coba. Ternyata Yayasan Strada sangat tertarik dan merasa platform ini dibutuhkan di sekolah-sekolah Strada di pinggiran Jakarta dan Tangerang. Jadilah Yayasan Strada memesan 10 unit. Misi SJ di Kalimantan Timur juga sudah memakai 3 unit dan Lembaga Daya Dharma 8 unit. Melihat visi PNE 4.0 untuk menyediakan layanan akses wifi pendidikan di wilayah-wilayah tanpa akses internet, para petinggi PT Primacom sangat terkesan. Mereka kemudian mendukung program PNE 4.0 dengan menyediakan VSat untuk update materi digital dan menyediakan layanan kompresi data. Dalam 6 bulan sejak PNE 4.0 didistribusikan di Papua, sudah 4 titik VSat terpasang, yaitu di Kabupaten Nabire, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, dan Kabupaten Paniai. Kerja sama tim PNE 4.0 dan PT Primacom telah menghasilkan kontribusi yang sangat berharga. Dalam periode Januari-Juli 2021, sebanyak 110 unit PNE 4.0 Versi 1 (versi mobile) sudah terdistribusi di sekitar 100 sekolah di 9 kabupaten di Papua (Serui, Nabire, Deiyai, Dogiyai, Paniai, Intan Jaya, Manokwari, Sorong, dan Fakfak). Keterlibatan Bupati, Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah mempermudah pengenalan pustaka digital ini. CARA KERJA Platform wifi pendidikan PNE 4.0 ini mudah dioperasikan. Tidak membutuhkan instalasi. Tinggal plug and play, colok ke listrik dan siap pakai. Tidak membutuhkan pulsa data atau sambungan ke internet. Bisa diakses di mana saja, entah di tengah hutan, di pulau terpencil, atau di pinggir pantai, yang penting ada alur listrik, entah listrik PLN, generator, atau tenaga surya (solar cell). PNE Versi 1 bisa diakses 10-15 pengguna sekaligus. Pengguna bisa streaming, downloading, uploading, dan chatting. Sistem intranet ini sangat berguna bagi sekolah-sekolah yang mengalami kesulitan mengakses internet. Anak-anak atau orang tua/wali bisa datang ke sekolah untuk mengunduh materi yang diperlukan secara gratis atau tanpa pulsa data. Sangat umum didapati bahwa anak-anak di Papua tidak memiliki buku pelajaran. Dengan adanya PNE 4.0 ini, mereka bisa memiliki buku pelajaran dan video pembelajaran dalam jumlah yang berlimpah. HAK CIPTA Buku-buku dan video yang tersedia dalam PNE 4.0 berasal dari sumber open source, sehingga tidak ada masalah hak cipta yang dilanggar. Sebagai contoh, buku paket dari Kementrian Pendidikan Nasional, tertulis dalam watermark, diunduh dari psmk.kemdikbud.go.id/psmk. MINAT BACA Pemunculan PNE 4.0 ini menimbulkan pertanyaan besar. Apa gunanya pustaka digital kalau anak-anak tidak mempunyai minat baca? Menunggu anak memiliki minat baca yang tinggi membutuhkan waktu panjang. Menurut Sugata Mitra, peneliti dan pendidik di India, pendidikan adalah sebuah proses yang berjalan dengan sendirinya asal anak punya motivasi atau punya dorongan ingin tahu dan ada teknologi yang tepat. Sugata melakukan eksperimen ini dengan menempatkan perangkat desktop usang dengan akses internet yang cukup, di sebuah tembok luar di beberapa wilayah pedalaman India. Tanpa bantuan guru atau orang dewasa, awalnya anak-anak saling mengajar bagaimana menggunakan desktop, kemudian mengakses materi-materi menarik. Perlahan kemampuan membaca dan berpikir mereka berkembang (lih. Sugata Mitra, Kids can teach themselves, Ted.com). Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa anak tidak harus bisa membaca terlebih dahulu untuk bisa menggunakan perangkat digital. Sebaliknya, teknologi digital justru dapat mempercepat literasi membaca.  ADI LUHUR DAN SEKITARNYA Saat ini dengan bantuan VSat Primacom, SMA Adi Luhur bisa menggunakan internet lebih lancar dan bisa mengakses pustaka digital PNE 4.0. Jaringan PNE 4.0 ini disebarkan dari Wisma SJ ke tujuh titik, yaitu Pastoran KSK, Asrama Putri, Asrama Putra, SMA YPPK Adi Luhur, SMP YPPK St. Antonius, dan SD YPPK St. Petrus. PENGEMBANGAN Pada Juli 2021 sudah selesai platform wifi pendidikan PNE 4.0 Versi 2. Platform Versi 2 ini dibuat untuk mendukung terciptanya sekolah digital. Fungsinya bukan hanya untuk menyebarkan materi digital tanpa internet, tetapi untuk memfasilitasi KBM berbasis digital.  Pada bulan Juli 2021 ini, dua sekolah tingkat SMA di Nabire sudah menggunakan PNE 4.0 Versi 2 ini untuk mendukung KBM berbasis digital. Sebanyak lebih dari 300 murid di masing-masing sekolah beserta gurunya mulai memanfaatkan platform wifi pendidikan dan materi pendidikan yang disediakan. Tanpa sadar semangat save paper (hemat kertas) mulai merasuk. Apabila pandemi Covid-19 berakhir, diharapkan sekolah digital ini tetap berlangsung. Karena dunia di masa depan tidak bisa dilepaskan dari penguasaan digital. Dengan demikian sekolah mulai saat ini harus membiasakan anak didik terampil dalam menggunakan teknologi digital. Tim PNE sudah merencanakan untuk memperluas distribusi PNE 4.0 ini ke seluruh tanah Papua, baik Versi 1 maupun Versi 2. Luasnya wilayah dan sulitnya medan tidak menyurutkan semangat tim PNE. Mengapa? Perangkat dan konten PNE 4.0 bukan hanya relevan di tanah Papua, tetapi juga mendesak di berbagai daerah. Tim bertemu dengan fakta ini, yaitu bahwa literasi membaca anak-anak Papua tergolong paling rendah, langkanya buku pelajaran sekolah bagi murid, susahnya akses internet di banyak wilayah pedalaman, tersendatnya KBM karena tingginya ketidakhadiran

Karya Pendidikan

Asa dalam Pendidikan Daring

Proses-proses Pendidikan Karakter yang lazim terjadi pada masa sekolah offline, secara substansial dapat diselenggarakan di tengah himpitan pandemi. Problem hilangnya tatap muka dapat disiasati dengan kemitraan dengan orang tua dan modul bersama. Namun bagaimana dengan hasil dan efektifitasnya? Menurut hemat saya, tuntutan untuk menunjukkan pengukuran yang objektif dan komprehensif sebenarnya tampak sebagai sesuatu yang tidak etis pada masa-masa sulit dan penuh ketidakpastian seperti ini. Selain waktu dan energi yang terbatas untuk melakukannya, hal ini seolah juga akan terasa kurang menghargai para guru yang dengan segala keterbatasannya telah berdarah-darah berjuang, mulai dari rapat-rapat yang berderet menyiapkan strategi, usaha besar dalam penguasaan sarana teknologi, hingga waktu kerja yang hampir tidak berjeda. Meskipun demikian, demi kemajuan tetaplah pertanyaan tersebut penting dan perlu ditemukan jawabannya. Oleh karena itu, bolehlah untuk sementara pertanyaan mengenai hasil dan efektifitas model ini kita lihat cukup dari produk yang dihasilkan dan umpan balik dari berbagai pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam program ini. Pertama, gambaran hasil ini dapat kita lihat dari ketercapaian tujuan pendampingan, yakni kedalaman emosional, intelektual, spiritual, dan sosial. Tujuan tersebut dikonkretkan di setiap jenjang kelas secara berbeda di awal penyusunan program. Untuk kelas X, target formasi yang diharapkan adalah kemampuan siswa mengenal dan mencintai diri. Sementara untuk kelas XI, target yang diharapkan adalah siswa mampu menemukan orientasi hidupnya. Dan siswa kelas XII diharapkan mampu mengambil keputusan secara matang untuk langkah studi selanjutnya. Apabila diukur dari target tersebut, secara umum dapat dikatakan program-program formasi online dapat membantu siswa mencapainya. Melalui menulis autobiografi diri, mendalami biografi Santo Ignatius dan percakapan rohani di keluarga, tampak sebagian siswa kelas X mampu mengidentifikasi unsur-unsur penting dalam hidupnya: Bahasa Kasih, Pola Relasi dengan Orangtua, Model Parenting yang Diterima, Peristiwa Penting. Hal ini dapat kita rasakan dalam refleksi atau laporan percakapan mereka dengan orang tua di keluarga. Saat saya melakukan refleksi bersama keluarga, saya bersama ibu saya dan bapak saya, kakak saya sedang pergi. Percakapan kami berjalan dengan lancar, kami membahas tentang karakter masa depan saya dan juga bahasa kasih. Ibu dan bapak saya memberitahu saya bahwa mereka melihat seberapa besar saya sudah berkembang. Mereka juga akan selalu support saya dalam membangun karakter pada masa remaja ini. Saya juga mengangkat topik Bahasa Kasih. Dalam topik ini saya membawa 2 bahasa kasih saya, yaitu Touch dan Quality Time. Dalam poin Touch, saya membahas bahwa sebuah pelukan dari orang tua itu sangat membantu saya untuk tenang dan juga membuat saya semangat untuk menjalani apapun yang saya hadapi. Dalam poin Quality Time, saya dan orang tua saya sangat setuju bahwa quality time bersama keluarga adalah salah satu hal terpenting dalam memperketat hubungan keluarga. Saya sangat mencintai orang tua saya. Hasil baik lain juga tergambar dalam sebuah refleksi siswa kelas XI. Setelah mengikuti seri webinar tentang berbagai macam prospek karier dan profesi, para siswa mampu menentukan orientasi hidup dan pilihan profesi melalui perspektif asas dan dasar Ignatian. Hidup yang aku dambakan adalah hidup sederhana dengan penuh makna dan membawa manfaat bagi lingkungan sekitar. Bidang yang aku merasa mampu adalah bidang sejarah terutama pada cabang arkeologi dan antropologi. Sementara, bidang sejarah adalah bidang 7 yang aku minati, karena setiap mempelajarinya ada ikatan emosional yang membuat aku jatuh cinta pada bidang ini. Profesi atau karier yang aku inginkan adalah menjadi arkeolog di bidang epigrafi sekaligus penulis majalah seperti: National Geographic. Untuk itu, komitmenku adalah menguasai bahasa inggris. Aku akan berusaha mempelajarinya hingga aku lulus standar TOEFL yang baik, dan aku benar-benar profesional dalam bidang ini. Nantinya bahasa Inggris akan menunjang studi lanjutan dan profesi yang aku pilih. Aku juga akan akan mencoba untuk mengikuti perlombaan-perlombaan untuk mengasah kemampuanku dan aku akan mencoba untuk pergi ke situs sejarah yang menunjang profesiku kelak. Setidaknya aku belajar mengenal lingkungan profesiku terlebih dahulu. Sementara dalam tulisan refleksi siswa kelas XII atas percakapannya bersama orang tua, terbaca kemampuan dan keberanian mengambil keputusan terkait jurusan dan pilihan perguruan tinggi melalui metode discernment Ignatian. Saya mempresentasikan hasil pemikiran saya mengenai keputusan pengambilan jurusan kepada kedua orang tua saya (ibu yang mengambil gambar). Saya menerangkan bagaimana cara agar masuk ke perguruan yang saya inginkan dan alasan saya mengambil jurusan itu. Saya sampaikan perimbangan pro-kontra setiap pilihannya. Ibu saya setuju dengan apa yang saya pilih, karena beliau yakin saya sudah bisa berpikir matang dan bisa mengambil keputusan dengan baik. Bapak saya memberi saya saran dan beberapa kritikan, seperti apa saja risiko yang bisa didapat jika mengambil jurusan kedokteran. Bapak juga menyarankan beberapa jurusan lain seperti STAN, PNS, dll. Dalam tulisan refleksi para siswa tersebut kita bisa melihat ‘hasil’ pendampingan. Siswa mampu mendeskripsikan siapa dirinya, mengkomunikasikan keinginan terdalamnya dan pada akhirnya juga berani mengambil keputusan penting untuk hidupnya. Kemampuan-kemampuan praktis tersebut dapatlah merupakan muara dari serangkaian proses yang telah didesain dan telah dijalani sebelumnya. Fakta lain yang menggembirakan adalah bahwa sebagian besar siswa dapat mencapai tuntutan tersebut. Di setiap kelas, hampir tidak ada siswa yang tidak mampu mengumpulkan worksheet pengembangan diri untuk setiap programnya yang diminta. Umpan balik lain yang perlu ditampilkan di sini adalah testimoni para orang tua. Selama 1,5 tahun menjalankan berbagai program formasi non-akademis online, rasanya kami lebih banyak menerima apresiasi daripada kritik terkait program formasi kesiswaan. Misalnya, salah satu orang tua memberikan testimoni tentang program ‘Ignatian Virtual Pilgrimage.’ Inti program ini adalah mengajak para siswa bersama orang tua mengenal biografi Santo Ignatius Loyola melalui kegiatan rutin 30-60 menit berjalan kaki sambil merenungkan kisah perjalanan Ignatius dari kota ke kota (walking meditation). Rupanya, di mata orangtua program ini menjawab keprihatinan mendalam yang muncul selama sekolah online, yakni siswa jarang bergerak/olah raga. Dengan adanya penugasan dan target mengumpulkan jarak jalan kaki melalui aplikasi Strava per kelas, para orang tua punya kesempatan untuk lebih mendorong anak aktif bergerak setiap harinya. “Menurut kami program ini sangat tepat dan perlu dilanjutkan. Selain mengajak anak bergerak dan membangun gaya hidup sehat, melalui program ini saya sebagai orangtua menjadi punya kesempatan bercakap-cakap dengan anak secara lebih mendalam.” Demikianlah gambaran hasil dan efektifitas berbagai program formasi online. Selain feedback yang bersifat kualitatif dan subjektif dalam refleksi siswa dan testimoni orang tua tersebut, sebenarnya ada pula umpan balik yang

Karya Pendidikan

Apa Makna Bertobat?

Berawal dari pertanyaan sederhana di atas, Komunitas St. Ignatius Loyola, Semarang, mengadakan triduum Peringatan 500 Tahun Pertobatan St. Ignatius Loyola sekaligus sebagai rangkaian acara yang mengantarkan kami pada permenungan Hari Ignatius Loyola (31 Juli). Triduum yang disiarkan secara daring pada 28– 30 Juli 2021, diisi dengan tiga tema renungan yang berbeda-beda setiap harinya. Yang khas pada rangkaian acara ini adalah tradisi penyediaan air berkat yang dinamai sebagai “Air Ignatius” dan kegiatan Vaksinasi Anti-Virus Covid-19 untuk civitas academica SMA Kolese Loyola dan SMK PIKA Semarang. Renungan di hari pertama triduum adalah “Bertobat itu Berubah”. Hari kedua, “Bertobat itu Merencanakan Hidup”. Akhirnya hari ketiga, “Bertobat itu Berbuat.” Dalam homili di hari pertama triduum, Pater Bas Sudibyo, SJ, mengajak kita semua memaknai bahwa “Bertobat itu Berubah” berarti menanggalkan identitas lama, yang penuh dosa, dan mulai mengenakan identitas baru sebagai pengikut Kristus. Renungan hari pertama diwarnai dengan renungan mengenai perjalanan sejarah perubahan identitas dari Inigo de Loyola menjadi Ignatius Loyola. Perubahan identitas tersebut diawali dengan melihat Peristiwa Canonball Inigo sebagai “blessing in disguise”, yang menjadi titik awal dari perubahan hidup Inigo. Ketidakberdayaan Inigo diisinya dengan permenungan mengenai kehidupan Yesus (Imitatio Christi) dan Kisah Santo-Santa (Flos Sanctorum). Setelah itu, kami merenungkan terhadap pengalaman penyerahan pakaian perang Inigo di hadapan Bunda Maria & pengalaman latihan rohaninya di Manresa. Kematangan diskresi Ignatius untuk memutuskan mengabdi Allah membawanya pada perubahan baru di hidupnya. Renungan di atas menjadi pintu masuk lebih dalam pada permenungan di hari kedua, “Bertobat itu Merencanakan Hidup.” Dalam homili di triduum hari kedua, Pater Vico Cristiawan, SJ, mengajak untuk mencermati dan memaknai momen “perubahan” rancangan Ignatius Loyola. Kegagalan rancangannya untuk tinggal di Yerusalem oleh karena kehendak Allah melalui keputusan Gereja Katolik, justru semakin membuatnya sadar: Apa yang sebenarnya Tuhan kehendaki padaku? Perencanaan hidup sebagai bagian jalan pertobatan senantiasa memberikan momen atau waktu untuk lebih banyak dan semakin peka mendengarkan kehendak Allah melalui pengalaman-pengalaman yang membentur atau menyentuh diri kita. Perencanaan hidup yang didasarkan pada kehendak Allah ditandai dengan upaya melatihkan terus-menerus proses berdiksresi dan memutuskan langkah-langkah hidup baru dan lebih baik, yang akan dilakukan ke depannya. Beberapa langkah atau semacam tips yang dilakukan Ignatius Loyola bersama 9 temannya adalah melalui Ekaristi dan Latihan Rohani, mereka mencoba berdiskresi dengan hening keputusan hidup baru yang mereka lakukan. Renungan di atas membantu kami merenungkan bahwa pertobatan tidak cukup berhenti pada perencanaan semata, melainkan harus dilakukan dalam tindakan konkret. Dalam homilinya pada hari ketiga Triduum, Pater Yakobus Rudyanto, SJ, mengajak kami merenungkan bahwa “Bertobat itu Berbuat.” Menyatakan cinta dan kehendak untuk mengikuti Tuhan tidak cukup berhenti pada kata-kata atau perencanaan semata, melainkan harus diwujudkan dalam perbuatan konkret. Pater Rudy mengajak kami mencecap-cecap secara mendalam bahwa “cinta harus lebih diwujudkan dalam perbuatan, daripada kata-kata.” Kami diajak untuk melihat pengalaman Vaksinasi Anti-Virus Covid-19 bagi civitas academica SMA Kolese Loyola dan SMK PIKA, Semarang. Kerja keras para panitia penyelenggara dan kehendak para peserta vaksinasi untuk menjadi lebih sehat menjadi bukti nyata bahwa Tuhan mengajari kami bahwa cinta dan kepedulian akan upaya melawan pandemi harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Hal tersebut menjadi bukti nyata bahwa cinta dan kepedulian untuk melawan pandemi dapat menjadi sarana untuk mencintai dan memuliakan Tuhan.  Akhirnya rangkaian Triduum tersebut ditandai dengan pemberkatan air sebagai Air Ignatius. Harapannya, melalui sarana Air Ignatius, kami dibantu untuk berdevosi dan berupaya memekakan hati, budi, kehendak, dan tindakan kami untuk semakin mencintai Allah dalam hidup kami sehari-hari. Air Ignatius tersebut dibagikan kepada siapapun yang membutuhkan bantuan devosi akan St. Ignatius Loyola. Triduum permenungan 500 Tahun Pertobatan Ignatius Loyola kami simpulkan pada dalam Perayaan Ekaristi 31 Juli 2021 dalam Peringatan St. Ignatius Loyola secara daring. Bersama dengan para civitas academica SMA Kolese Loyola, Pater Rudy, SJ, mengajak umat untuk merenungkan bahwa mengikuti Tuhan adalah senantiasa berdiskresi, membuat keputusan, dan kemudian melaksanakan rancangan-rancangan hidup yang sudah didasari pada keyakinan bahwa Allah mengehendakinya demikian. Peringatan St. Ignatius Loyola tersebut ditutup dengan pemberian penghargaan terhadap para staff SMA Kolese Loyola yang telah 25 tahun bekerja dan melayani seluruh civitas academica SMA Kolese Loyola. Merekalah inspirasi konkret bahwa cinta pada Allah melalui pelayanan harus senantiasa diwujudkan dalam perbuatan daripada sekadar kata-kata. Ad Maiorem Dei Gloriam! Kontributor : Br. Nicolaus David, SJ – St. Ignatius Loyola Community, Semarang

Karya Pendidikan

Catatan Reflektif Pandemi sebagai Cannonball Moments : Upgrading Guru

Bagi banyak guru pandemi Covid-19 menjadi Cannonball Moments (momen bola meriam) yang menggetarkan. Pembelajaran daring -disertai luring-  harus dilakukan oleh para guru. Kesiapan diri untuk melayani, mengajar, melaksanakan tugas pokok guru, dan mendidik para murid dengan  jaringan internet di era digital, menyebabkan “letusan atau dentuman” bagi jiwa bersamaan dengan rasa takut karena ancaman virus corona. Momen bola meriam yang dialami St. Ignatius Loyola, dalam gradasi kehancuran yang berbeda, menjadi catatan sejarah hidup sekaligus inspirasi bagi guru untuk terus bertumbuh dalam pelayanan kepada Allah. Sementara St. Ignatius mengalami momen meriam di medan perang, para guru mengalami momen meriam di medan pandemi dan model pembelajaran baru.  Mengidentifikasi bola meriam Ignatius Loyola mengalami cedera patah kaki pada tahun 1521 karena terkena bola meriam dalam Pertempuran di Pamplona. Ingin rasanya Ignatius pulih dan berjuang untuk menang. Akan tetapi dalam proses pemulihan Ignatius justru mendapatkan pencerahan setelah berdiam diri dalam hening seraya membaca buku tentang Kristus dan orang kudus yang pada akhirnya membawanya pada pertobatan. Momen bola meriam merupakan  pengalaman yang menghentikan cara hidup lama dan (memaksa) mengajak  untuk hidup dengan cara baru. Di sekolah-sekolah, para guru mengalami “momen bola meriam”. Rasa cemas dan khawatir menghampiri. Para guru juga merasakan “sakit” karena ketidaksiapan untuk menyesuaikan pola pembelajaran reguler dengan daring, serta persoalan dampak pandemi baik di sekolah, di rumah, maupun di tengah masyarakat serta merasakan apa yang dialami siswa-siswi beserta keluarganya. Kurva penyebaran virus yang melonjak menimbulkan kekhawatiran dalam kurun waktu yang lama. Kabar menyedihkan karena ada yang sakit dan dipanggil Tuhan turut serta menghimpit dan menyesakkan.  Semangat mengupgrade diri Dalam refleksi saya, konteks guru saat ini adalah menghadapi tantangan zaman : pandemi dan pembelajaran daring. Yayasan Kanisius Cabang Surakarta bekerja sama dengan Percetakan Kanisius dan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengadakan Pelatihan Pembuatan Media Pembelajaran Berbasis Multimedia pada tanggal 24 – 25 Juni 2021. Ibu Brigida Intan Printina M.Pd. dan Tim menjadi narasumber pelatihan ini. Ini merupakan  tawaran untuk mengubah cara hidup (pembelajaran) konvensional menjadi cara hidup baru yang sesuai dengan situasi zaman. Pelatihan diikuti oleh para guru Kanisius Cabang Surakarta yang berjumlah 319 orang dan berada di Kota Surakarta, Klaten, Boyolali, Wonogiri, dan Karanganyar.  Kemauan para guru untuk terus berubah dari metode pembelajaran lama ke cara pembelajaran baru adalah peletup. Sedangkan modal dan daya juang agar membawa hasil (pertobatan), memperoleh pengalaman dan kebermaknaan adalah buah yang ingin diusahakan dan dibagikan kepada para murid. Dalam kesempatan pelatihan itu,  saya menangkap dan merefleksikan bahwa materi tentang apersepsi yang diberikan oleh narasumber mirip dengan “momen bola meriam”: medan pertempuran sesuai jamannya, Ada semangat lebih untuk mengubah diri dan membuahkan pertobatan dan untuk meninggalkan cara lama serta mengenakan cara (hidup) baru dalam mendidik para murid Upgrading guru: mengupgrade insani (brainware) di samping mengupgrade hardware dan software di era komunikasi digital.  Para guru senantiasa perlu memperbaharui diri menghidupkan semangat refleksi seperti yang diwariskan oleh St. Ignatius dari Loyola. Paradigma Pedagogi Ignatian (PPI) atau Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) menjadi acuan bagi para guru berusaha untuk menguasai kompetensi teknis dan memanfaatkan teknologi informasi komunikasi.  Catatan benang merah “momen bola meriam“ dan memperbaharui diri dan refleksi  Frater Amadea, yang menjadi Koordinator Pelatihan dan host webinar bahwa para guru dipaksa untuk mengikuti pelatihan ini. Paksaan ini bagi saya merupakan momen ledakan meriam yang tidak bisa dihindari oleh para guru saat ini.  Kepala Yayasan Kanisius Cabang, Rm. Joseph Situmorang, mengatakan hal yang senada dalam sambutannya. Pandemi memaksa para guru mengubah cara pembelajaran konvensial ke cara pembelajaran baru. Multimedia merupakan salah satu sarana yang bisa dimanfaatkan dewasa ini dan tetap akan relevan bahkan jika pandemi ini berlalu.Romo Joseph mengajak setiap guru untuk senantiasa memperbaharui diri yang merupakan semangat Ignatian yang dilatihkan dalam PPI atau PPR. bu Intan, mengajak para guru untuk meningkatkan nilai proses pembelajaran. Harapannya hal ini dapat memberikan motivasi dan ketertarikan peserta didik. Dalam paparannya Ibu Intan, sebagai dosen yang mendampingi para mahasiswa dengan model pembelajaran PPR, mengingatkan pemanfaatan sarana aplikasi multimedia para guru bisa memberikan pendampingan reflektif bagi para siswa. Para guru dapat memberikan materi yang memotivasi dan kutipan  yang reflektif sebagai bagian dalam pewarisan nilai-nilai reflektif bagi para siswa. Bersama St. Ignatius mendampingi para murid Momen bola meriam adalah pengalaman yang memaksa untuk melakukan perubahan dengan cara menghentikan cara  hidup lama. Upgrading guru Kanisius dengan mengikuti pelatihan merupakan ajakan untuk menapaki cara (hidup) pembelajaran yang baru. Jika dihubungkan dengan PPR, pembentukan karakter peserta didik tetap menjadi aspek penting yang harus diusahakan agar setiap peserta didik mampu berpikir secara reflektif. Pemanfaatan sarana multimedia yang tetap memasukkan nilai-nilai reflektif  dalam pembelajaran menjadi cara setiap guru untuk berjalan bersama St. Ignatius dalam mendampingi para murid. Dengan melakukan refleksi, para murid dapat menimbang dan memaknai pengalaman hidupnya dalam usaha untuk menemukan dirinya secara otentik. Dengan cara refleksi para murid  dapat mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan martabatnya sebagai ciptaan Allah. Paradigma Pedagogi Reflektif yang didukung sarana pembelajaran yang kekinian diharapkan mampu mengajak siswa untuk mengalami proses perubahan. Dengan demikian setiap peserta didik juga diajak untuk mampu memaknai pandemi sebagai medan pertempuran dengan tetap memiliki daya juang “Ignatian” dalamkonteks pengenalan diri sendiri dan kemampuan menanggapi sapaan Allah. Kontributor : FX Juli Pramana – Kepala Sekolah SMK Kanisius Surakarta

Karya Pendidikan

Yayasan Kanisius Cabang Surakarta: Pendidikan Kontekstual Refleksi Berbagi Saat Bencana

Rasa duka mendalam  terjadi saat bencana Siklon Tropis Seroja yang membuat banjir bandang melanda daerah Nusa Tenggara Timur hari Minggu, 4 April 2021. Kepedulian atas peristiwa ini datang dari berbagai pihak yang memberikan bantuan secara moral maupun material. Doa, ungkapan bela rasa, dan bantuan yang lain menjadi wujud rasa persaudaraan pada saudara-saudari yang baru terkena musibah. Menarasikan Konteks Bencana Yayasan Kanisius Cabang Surakarta melalui ajakan Kepala Yayasan Kanisius Cabang Surakarta, Romo Joseph M.M.T. Situmorang, S.J. mengajak komunitas sekolah baik guru, karyawan, maupun siswa ikut peduli membantu saudara-saudari di NTT yang sedang mengalami musibah dengan doa dan dana. Tidak menjadi soal berapa dana yang diperoleh namun yang penting kerelaan membantu secara ikhlas dan sukarela. Dana disalurkan melalui Yayasan KARINAKAS Keuskupan Agung Semarang. Dalam konteks pendidikan, Romo Joseph mengajak 40 sekolah yang ada di Yayasan Kanisius Cabang Surakarta selain membangun rasa solidaritas juga mengedukasi para siswa tentang badai (siklon) Seroja yang menyebabkan banjir dan tanah longsor di NTT. Edukasi dilakukan agar para siswa mengetahui penyebab, proses terjadinya badai, gejala yang perlu diamati, dampak yang terjadi serta meminimalisasi dampak resiko bencana di masa depan.. Edukasi yang bisa dilakukan para guru pada siswa dapat dilakukan dengan mencari referensi dari sarana-sarana internet (Google, Youtube dll). Edukasi dapat dilakukan secara kreatif dan disesuaikan dengan situasi, kondisi dan daya tangkap para siswa. Yayasan berharap dengan belajar dari bencana ini, insan Kanisius dapat mengembangkan pengetahuan (kognitif), hati (afektif), dan tergerak memiliki solidaritas untuk mengulurkan tangan membantu dana bagi yang sedang terkena bencana (konasi/psikomotorik). Konteks, refleksi, dan aksi yang dilakukan merupakan pendidikan kontekstual dan komprehensif seturut Paradigma Pedagogi Reflektif ( PPR).  Edukasi bencana: Refleksi dan Aksi Edukasi pendidikan kontekstual saat bencana menjadi bagian keterlibatan guru mendidik para siswa masuk ke dalam “laboratorium masyarakat.” Guru mendidik para siswa untuk membiasakan mengamati, berempati, beraksi dan ikut merasakan bela rasa dalam menyikapi adanya bencana. Dalam pendidikan refleksi ini, sangat penting campur tangan orang tua untuk mendampingi dan menjadi pembimbing sikap empati anak agar di tengah pandemi anak ikut merasakan derita yang dialami saudara-saudari yang lain.  Pendidikan reflektif menjadi bagian pembentukan karakter para siswa agar memahami situasi yang dialami oleh orang lain di tengah hidup masyarakat.  Menanggapi sekolah-sekolah Kanisius memberikan pendidikan kebencanaan dengan mengembangkan literasi bencana berupa berita-berita dari media online, tayangan televisi, portal-portal berita, dan pemberian tugas bagi siswa yang bertujuan memberikan pemahaman pentingnya mengetahui sebab terjadinya badai Seroja, dampak, dan sikap kehati-hatian jika terjadi bencana serupa. Informasi dan penjelasan  dari BMKG yang ditayangkan televisi juga menjadi bahan edukasi.  Di sisi lain, untuk membangun solidaritas melalui pengumpulan dana SMK Kanisius dan SD Kanisius Keprabon 2 membagikan video Friends Are Family yang berisi sikap peduli siswa-siswi di suatu kelas yang memberi bantuan temannya yang tidak membawa bekal makan saat istirahat. Video ini sebagai sarana menggugah empati para siswa untuk menyisihkan uang saku yang tidak dikeluarkan karena pembelajaran di rumah atau meminta orang tua untuk membantu berdonasi tanpa melihat nominalnya. Gerakan bersama sekolah yang melibatkan guru,  siswa, orang tua, komite sekolah, dan pihak-pihak yang peduli pendidikan, serta umat dan masyarakat merupakan bentuk pendidikan kontekstual yang memberikan arti lebih pada edukasi, refleksi, dan berbagi terutama dalam pendidikan para siswa. Menggalang Dana Lewat Bazar Salah satu cara yang dilakukan SD Kanisius Wonogiri dalam menanggapi ajakan Yayasan Kanisius Cabang Surakarta dalam penggalangan dana dilakukan dengan cara bazar dan live music. Siswa-siswi yang bisa memainkan keyboard dan alat musik bersama guru, komite sekolah, umat dan masyarakat sekitar bersama-sama menggalang dana dengan gembira dan ikhlas sambil bernyanyi dan membeli aneka makanan dan stand yang disediakan sekolah, orang tua, komite, dan masyarakat. Hasil yang diperoleh dalam penggalangan dana di SD Kanisius Wonogiri diinformasikan melalui Instagram sebagai bentuk ucapan terima kasih bagi yang sudah berkenan membantu. Pada akhir pengumpulan dana, 30 April 2021, Yayasan Kanisius Cabang Surakarta berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 39.072.500,00. Dana tersebut ditransfer kepada Yayasan KARINA KAS yang akan disalurkan melalui Jaringan CARITAS untuk NTT. Dana sudah diterima disertai ucapan terima kasih dari pengelola Yayasan KARINA KAS. Semoga pola pendidikan kontekstual reflektif saat berbagi ini menjadi sarana insan pendidikan Kanisius, khususnya para siswa Kanisius, untuk semakin memiliki hati yang peduli. Semoga Kanisius semakin di hati anak-anak Indonesia. Kontributor: F.X. Juli Pramana – Guru dan Kepala SMK Kanisius Surakarta

Karya Pendidikan

Wisuda Daring Asinkronus USD: Selebrasi dalam Kesunyian

Jajaran pimpinan Universitas Sanata Dharma memiliki keyakinan bahwa kegiatan wisuda merupakan sebuah kegiatan selebrasi yang penting bagi para wisudawan/wisudawati dan keluarga mereka. Mereka bersyukur karena telah menyelesaikan pendidikan sarjana atau magister di USD. Oleh karena itu, USD berharap untuk bisa melaksanakan wisuda secara luring. Bagi USD, wisuda bukanlah kegiatan seremonial semata. Perjumpaan dan kegembiraan para wisudawan/wisudawati yang didampingi oleh orang tua dan keluarga tidak pernah bisa digantikan oleh wisuda daring. Namun situasi menentukan lain. Universitas Sanata Dharma telah menunda dua periode wisuda. Wisuda secara luring terakhir dilaksanakan pada pertengahan bulan Maret 2020, di awal pandemi Covid-19. Pada saat itu, sudah ditiadakan kegiatan jabat tangan yang biasa dilakukan saat penyerahan ijazah. Peniadaan acara jabat tangan ini oleh beberapa orang sempat dianggap sebagai ketakutan yang berlebihan. Saat itu hampir semua orang belum tahu bahwa pandemi akibat Covid-19 akan terjadi seperti yang dirasakan saat ini.Di tengah ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir dan kapan kita bisa beraktivitas seperti biasa, pimpinan USD memutuskan untuk melakukan wisuda secara daring asinkronus. Ini sebuah pilihan yang mungkin tidak menyenangkan semua pihak, tetapi ini adalah yang terbaik dalam konteks pandemi saat ini. Dua minggu sebelum wisuda daring asinkronus dilaksanakan, dilakukan perekaman proses wisuda seperti dalam wisuda luring dihadiri oleh beberapa mahasiswa terpilih dan direkam. Pada hari Jumat, 30 April 2021, semua wisudawan/wisudawati, orang tua, dan keluarga dipersilahkan mengakses www.usd.ac.id/wisuda. Pada wisuda luring, tidak terdapat sambutan dari para dekan. Para dekan biasanya hanya akan melakukan pemindahan tassel (tali pada topi wisuda) dan para ketua program studi menerimakan map berisi ijazah. Pada wisuda daring asinkronus, setiap dekan mendapat kesempatan untuk menyampaikan kata sambutan bagi para wisudawan/wisudawati dari fakultas masing-masing. Selain pelaksanaannya yang berbeda dari yang biasa, ada sesuatu yang istimewa dalam wisuda kali ini. Ini merupakan wisuda pertama bagi teman-teman dari fakultas vokasi sebagai bagian dari USD. Seperti kita ketahui bersama, dalam discernment karya Provindo, Politeknik Mekatronika Sanata Dharma (PMSD) diputuskan tidak lagi menjadi karya dari provinsi. Keputusan tersebut terasa aneh karena PMSD merupakan salah satu unit karya di bawah Yayasan Sanata Dharma yang dimiliki oleh Provindo. Dua tahun setelah keputusan discernment karya, ketika Yayasan Sanata Dharma menyusun rencana induk pengembangan, muncul pembicaraan terkait integrasi PMSD ke USD. Rupanya proses berlangsung lebih cepat dari yang diduga. Kementerian pendidikan dan kebudayaan menyetujui proposal penggabungan tersebut dan pada tanggal 4 November 2020 dan PMSD secara resmi menjadi fakultas vokasi USD. Salah satu kebiasaan di USD adalah setiap program studi mengadakan kegiatan pelepasan bagi para wisudawan/wisudawati. Khusus program-program studi di Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, kegiatan tersebut dilaksanakan sehari sebelum acara wisuda. Kegiatan ini terasa lebih hangat karena para dosen dan wisudawan bisa saling menyapa. Para wisudawan dan wisudawati mendapat kesempatan untuk mensharingkan pengalaman mereka selama belajar di USD. Pandemi menggerakan transformasi, begitulah tema wisuda daring asinkronus USD kali ini. Pandemi memaksa kita semua melakukan transformasi. Ini merupakan tantangan berat bagi para wisudawan/ti. Pandemi membuat roda perekonomian sedikit terhenti dan terseok. Lapangan pekerjaan bagi mereka berkurang. Mereka harus berani bertransformasi sehingga meskipun berada di tengah ketidakpastian pandemi, mereka akan mampu berjalan menuju masa depan yang penuh harapan.

Karya Pendidikan

Pemberkatan Kapel St. Yoseph Pekerja

Puji Tuhan! Hari ini, Sabtu, 1 Mei 2021 SMK PIKA Semarang mengadakan pemberkatan kapel baru. Kapel diberi nama St. Yoseph Pekerja. Kegiatan dilaksanakan dalam sebuah perayaan misa syukur. Sebagai bentuk syukur, misa diiringi irama keroncong oleh Tim Kroncong PIKA. Dengan mengikuti protokol kesehatan yang berlaku, misa diselenggarakan terbatas bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan secara offline. Sementara itu, misa juga dibuat secara online dalam live streaming Youtube SMK PIKA Semarang bagi peserta didik, orang tua, alumni, dan para pemerhati pendidikan. Secara istimewa, misa dipimpin oleh Rm. Benedictus Hari Juliawan SJ, Romo Provinsial SJ Provindo. Pembuatan kapel ini berangkat dari keprihatinan kami bersama. Sebagai kolese, sekolah yang sudah berumur 49 tahun ini tidak mempunyai kapel untuk mentakhtakan Sakramen Mahakudus. Pembuatannya memegang prinsip menggunakan bahan kayu sisa. Hemat, memanfaatkan sesuatu yang kelihatan sisa dan tidak berguna. Namun setelah bahan itu diolah, ia bisa menjadi produk yang bagus dan punya nilai seni yang tinggi. Maka, aturan yang dipakai dalam penataan plafond, dinding, dan lantai adalah tidak beraturan. Sekarang dengan adanya kapel, hendaknya Allah sendiri yang akan hadir dan menjaga lembaga beserta pribadi-pribadi yang ada di dalamnya. Penempatannya pun sengaja dibuat di tengah-tengah area sekolah dengan tujuan agar Allah menjadi pusat dan fokus cara bertindak PIKA. Seluruh ruangan beserta ornamen yang ada di dalamnya dari kayu jati bertujuan agar kuat, tahan lama, indah, dan pemeliharaannya mudah. Dengan adanya kapel baru ini, SMK PIKA Semarang hendak menggali makna dan panggilan kerja di dunia ini. Hal ini terungkap dalam homili Romo Provinsial dalam misa pemberkatan kapel. Beliau mengawali homilinya dengan membuka kesadaran tentang situasi pandemi sekarang ini yang berakibat destruktif sekaligus konstruktif bagi ikatan relasi. Pemberkatan kapel ini menjadi momen yang tepat untuk memperbaiki kembali ikatan relasi yang mulai rusak dan meneguhkan ikatan relasi yang masih baik dengan cara memahami makna dan panggilan kerja. Sementara itu, kapel yang telah diberkati ini semoga menjadi tanda pengingat untuk memahami makna dan panggilan kerja sekaligus juga menjadi sarana keselamatan bagi yang menggunakannya. Ad Maiorem Dei Gloriam. Salam horog-horog… Kontributor: Andhy Kristyo Nugroho – SMK PIKA Semarang