Pilgrims of Christ’s Mission

Pelayanan Gereja

Pelayanan Gereja

PCF (Pastoral Counsellor Formation) 2020 di PPY

Tahun 2020 adalah tahun penuh tantangan. Sebenarnya kita tidak hanya mengalami darurat Covid 19, tetapi juga mengalami darurat dalam hampir seluruh aspek hidup kita. Kita mengalami beragam persoalan mental-psikologis, sosial-kultural, dan spiritual lain yang tidak kalah mencemaskan. Data kekerasan, pengguguran kandungan, perselingkuhan, perceraian, korupsi, intoleransi, konflik antar kelompok, dan kecanduan (games, judi, pornografi) mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Paradigma manusia yang integral dan kesehatan holistik mendorong kita untuk menyadari bahwa darurat persoalan kehidupan kita di atas pasti saling terkait dan tidak dapat dilepaskan dari aspek mental-psikologis, sosial-budaya-politik, dan spiritual-religiositas. Kehadiran tenaga profesional yang terdidik dan terlatih dalam menangani persoalan kompleks dan multidimensional semakin dibutuhkan. Sayangnya, jumlah tenaga profesional yang mampu melakukan program dan kegiatan pencegahan, peningkatan (enrichment), penyembuhan-pengobatan-terapi sangat terbatas. Dengan latar belakang tersebut, Pusat Pastoral Yogyakarta (PPY) bekerja sama dengan Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia (AKPI) menyelenggarakan Pastoral Counsellor Formation (PCF) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penolong psiko-sosial-spiritual. Program PCF hendak memberi kesempatan kepada pengemban profesi pertolongan dan masyarakat luas yang ingin memahami makna, tempat, dan peran konseling psikospiritual dalam era perubahan dahsyat dan cepat. Dengan program PCF, para peserta diharapkan memiliki komitmen untuk menjadi konselor pastoral profesional yang mampu melakukan pertolongan secara sistematis, metodis, dan akuntabel melalui program dan kegiatan konseling terpadu (preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif). Covid 19 memaksa PPY untuk berinovasi dalam pelaksanaan kursus. Kursus dilaksanakan secara online dengan menggunakan platform Zoom pada tanggal 5-17 Oktober 2020 pada pukul 09.00 sampai pukul 12.30. Bahan-bahan yang disampaikan pada PCF Angkatan 17 meliputi: Perubahan Cepat dan Dahsyat Era Milenial. Spiritualitas dan Sejarah Konseling Pastoral. Theology of Caring. Pengertian dan Ruang Lingkup Konseling Pastoral. Proses Konseling Pastoral. Diagnosa Konseling Pastoral. Pengertian dan Peran Sikap Empati dalam Konseling. Pengertian dan Ketrampilan Mendengarkan dalam Konseling. Pengantar Pendekatan Konseling. Penggunaan Pendekatan dan Teknik Integratif dalam Konseling. Penggunaan Sarana Religius dalam Konseling. Mengembangkan Kerjasama. Kode Etik Pendampingan dan Konseling. Materi yang menantang tersebut disampaikan oleh para ahli yang sudah menggeluti bidang pendampingan profesional: Dr. Totok S. Wiryasaputra M. Th, Kon. Pas (Direktur Eksekutif AKPI) J.B. Mardikartono S.J Dra. Liana Poedjihastoeti P.G.Dip of Psychology Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari M.Si, Ph.D (Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM) Shirley Angeline Kusuma M.Psi Drs. Afthonul Afif, M.A Lidia M. Santosa S.Pd, M.Si, Kon.Pas PCF Angkatan 17 diikuti oleh 30 peserta tetap dan 2 peserta tambahan. Dari 30 peserta tetap, 7 orang dari Gereja Katolik, sedangkan 23 orang dari Gereja Kristen dengan berbagai denominasi. Komposisi peserta adalah 16 perempuan dan 14 laki-laki. Kita juga melihat keterlibatan dan minat kaum awam dengan komposisi 16 awam, 11 pendeta, 2 imam, dan 1 frater. Keuskupan Agung Semarang (Paroki Kumetiran) mengirimkan perwakilan (2 awam) untuk secara serius belajar menjadi konselor pastoral. Program PCF masih berlanjut sampai bulan Mei 2021 karena para peserta yang ingin menjadi konselor pastoral profesional masih harus melaksanakan praktikum (400 jam konseling) dan mengambil 4 Modul Lanjutan. Modul Lanjutan menawarkan beberapa tema: Spiritual Direction. Terapi Trauma. Orang dengan Gangguan Jiwa. Konseling Peka Budaya. Konseling Anak. Konseling Remaja. Pendampingan Lansia. Pendampingan Kedukaan. Melalui program PCF, PPY ingin menanggapi tantangan-tantangan jaman secara konkret melalui pendampingan psikologis-spiritual. PPY mengajak paroki-paroki yang dikelola oleh rekan-rekan Jesuit untuk menawarkan program Modul Lanjutan kepada pelayan pastoral atau umat yang berminat untuk menambah ketrampilan dalam pendampingan terhadap sesama. Ernest Justin, SJ

Pelayanan Gereja

EKM Semongko: Semangat Orang Muda untuk Berkolaborasi!

Ekaristi Kaum Muda (EKM) dengan tagline “Semongko: Semangat Orang Muda Untuk Berkolaborasi” diselenggarakan oleh tim EKM Gereja Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta bersama Kolese St. Ignatius pada Rabu (28/10/2020). Kegiatan ini dilakukan dalam partisipasi parayaan hari Sumpah Pemuda sekaligus juga memperingati Pesta Santo Simon dan Santo Yudas, Para Rasul. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Rm. Effendi Kusuma S, SJ serta didampingi oleh Diakon Hugo Bayu, SJ. Sebelum perayaan Ekaristi, narasi singkat kisah Santo Simon dan Yudas dibacakan. Kemudian dilanjutkan dengan doa mohon perlindungan dari wabah virus corona dan pemutaran video visualisasi singkat yang isinya mengingatkan kita akan pentingnya Ekaristi, meskipun kini hanya dapat diikuti melalui live streaming. Hal tersebut tidaklah boleh menurunkan semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Tak hanya itu juga, Rm Effendi dalam homilinya mengingatkan kaum muda untuk tetap semangat dan produktif dalam hidup keseharian kita di masa pandemi ini. Dalam homilinya, Rm. Effendi mengajak kita untuk selalu mengingat bahwa kita dipanggil dengan cara yang istimewa oleh Yesus Kristus. Kita dipanggil untuk membangun Kerajaan Allah di bumi Indonesia. Iman Katolik itu menggerakkan kita dan membuat kita mampu mengatakan “Saya 100% Indonesia, saya 100% Katolik!” Selain itu, beliau juga mengingatkan bahwa keanekaragaman yang kita miliki ialah sebuah potensi kekayaan yang sangat besar. Pada akhir homili, Rm. Effendi berpesan, “Hiduplah dalam 3K; Kasih, Komunitas, dan Kolaborasi.” Kemudian homili ditutup dengan beberapa pantun untuk menyemangati para umat, khususnya kaum muda. Misa pun berlangsung dengan khidmat dan diakhiri dengan menyanyikan lagu Bangun Pemuda-Pemudi. Cornelia Marissa

Pelayanan Gereja

94 Tahun Gereja Kotabaru: Aksi, Refleksi, dan Bertanggung Jawab

Sabtu, 26 September 2020, Gereja Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta merayakan ulang tahun ke-94, dengan tema “Aksi, Refleksi, dan Bertanggung Jawab”. Acara diawali dengan Perayaan Ekaristi pukul 16.30 WIB dan dilanjutkan dengan perayaan malam puncak pukul 19.00 WIB. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini umat hanya mampu mengikuti seluruh rangkaian acara melalui live streaming dari kanal YouTube Santo Antonius Kotabaru. Namun, hal itu tidak menyurutkan antusiasme para umat dan semangat pelayanan para panitia dalam menyelenggarakan perayaan pesta ulang tahun ini. Perayaan pesta ulang tahun ke-94 ini diawali dengan video slide show selama kurang lebih tiga menit yang menampilkan foto-foto Gereja Kotabaru tempo dulu. Selesai pemutaran, Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh empat romo, yakni Rm. Macarius Maharsono, SJ, Rm. Floribertus Hasto R., SJ, Rm. Mario Tomi, SJ, Rm. Thomas, SJ dan Diakon Pieter Dolle pun dimulai. Seperti biasa, misa diawali dengan lagu pembuka, tanda salib dan sapaan singkat yang pada kesempatan ini disampaikan oleh Romo Mahar. Kemudian dilanjutkan dengan bacaan pertama dari Flp 2: 1-5 oleh lektor, bacaan injil dari Mat 21: 28-32, dan homili oleh Rm. Hasto. Dalam homilinya, Rm. Hasto mengajak umat untuk merefleksikan bacaan injil hari itu. Beliau mengatakan “kita harus berani untuk meneliti dan memeriksa diri kita secara sungguh, serta mau untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Yesus tidak pernah menuntut kesempurnaan dari para umatnya. Banyak murid Yesus yang melakukan kesalahan namun berani untuk kembali kepada Yesus dan bertobat. Itulah yang diinginkan Yesus dari umat-umatnya.” Hal inilah yang tampak pada Gereja Katolik Santo Antonius Padua Kotabaru Yogyakarta yang pada usianya ke-36 menyebut dirinya sebagai “Gereja Terbuka”. Maksudnya adalah gereja harus bisa menjadi pintu rumah Bapa yang selalu terbuka kepada umat yang datang untuk mencari Allah dan memperluas pelayanannya. Hal ini pun terbukti hingga sekarang. Banyak dari para pengurus atau tim pelayanan Gereja Kotabaru yang berasal dari berbagai Gereja. Gagasan ini dicetuskan oleh Rm. Wiryapranata kala itu yang ternyata sejalan dengan gagasan dari Paus Fransiskus. Bagi beliau menjadi umat katolik yang baik bukanlah seseorang yang taat mengikuti segala bentuk pertemuan iman di gereja atau mengikuti misa sebanyak enam kali pada masa itu, melainkan dengan menghayati imannya secara konkret dalam kehidupan bermasyarakat. “Keberanian untuk berubah tidak ditentukan oleh usia melainkan Roh Kudus yang berkarya dalam hati seseorang,” lanjut Rm. Hasto untuk mengakhiri homilinya. Perayaan Ekaristi pun berjalan khidmat hingga akhir dan ditutup dengan pengumuman dari perwakilan mudika mengenai acara malam puncak HUT Gereja. Selang satu setengah jam, kanal YouTube Gereja Santo Antonius Kotabaru kembali memulai siaran langsung Malam Puncak. Acara dibuka dengan sambutan dari Severina Jenita atau yang kerap disapa Kak Jeje, selaku pembawa acara pada malam hari ini. Kemudian dilanjutkan dengan video storytelling dari beberapa umat, pengumuman lomba-lomba yang telah diadakan, dan selingan lagu. Melalui video yang ditampilkan, umat diajak untuk bersama sama merefleksikan kembali segala tindakan yang dilakukan sehari-hari, melalui berbagai kisah yang diperankan oleh tokoh. Dengan berbagai latar belakang dan keresahan yang dialami tokoh dalam visualisasi, diharapkan dapat menjangkau berbagai lapisan umat, dari anak-anak, orang muda, hingga dewasa, dengan berbagai permasalahan yang banyak dijumpai. Di penghujung acara ditampilkan video koor virtual dari perwakilan lingkungan dan ucapan selamat dari para romo serta harapan bagi umat maupun gereja. Tak hanya itu, para umat pun banyak yang mengirimkan ucapan selamat yang dibacakan oleh MC, sebelum akhirnya ia pamit undur diri dan menutup acara. Maria Ludwina & Maria Angelique

Pelayanan Gereja

Serah Terima Paroki St. Petrus Kanisius, Wonosari dari Serikat Jesus kepada Keuskupan Agung Semarang

Minggu, 9 Agustus 2020, penggembalaan Paroki St. Petrus Kanisius, Wonosari resmi diserahkan dari Serikat Jesus ke Keuskupan Agung Semarang. Ekaristi konselebrasi dipimpin oleh uskup Keuskupan Agung Semarang Mgr. Robertus Rubiyatmoko didampingi oleh Provinsial Serikat Jesus Rm. B. Hari Juliawan, SJ, pastor paroki lama dan baru serta para pastor paroki di Gunungkidul. Dalam sambutannya, Mgr. Rubiyatmoko sangat mengapresiasi kerja keras para Jesuit di Wonosari. Pada hari sebelumnya, 8 Agustus 2020 dilakukan timbang terima paroki dengan disaksikan oleh Vikaris Episkopal Yogyakarta Rm. Adrianus Maradiyo, Pr, Ekonom Serikat Yesus Rm. J. Sigit Prasaja, SJ, dan Ekonom Keuskupan Agung Semarang Rm. I. Aria Dewanto, SJ. Sesudah timbang terima dan serah terima paroki, dua Jesuit terakhir di Wonosari, Rm. M. Irwan Susiananta, SJ dan Rm. JB. Clay Pareira, SJ kemudian digantikan oleh dua imam diosesan, Rm. N. Sukarno Siwi, Pr dan Rm. I. Sapta Adi, Pr. Sejak akhir tahun 1923, dua imam Serikat Jesus, Rm. Henricus van Driessche, SJ dan Rm. Franciscus Xaverius Strater, SJ mulai berkarya di Wonosari. Dengan dibantu oleh para katekis awam mereka mewartakan Injil di seluruh penjuru Gunungkidul. Mulai tahun 1932 rumah Bapak Wongsosugoto disewa dan dijadikan kapel. Sekolah misi (Kanisius) juga bertumbuh subur di pelbagai penjuru Gunungkidul. Pada 28 Desember 1935, gedung gereja Wonosari seluas 12 X 15 m diberkati oleh Rm. Strater, SJ. Gereja ini merupakan stasi dari Paroki Kotabaru, Yogyakarta. Kemandirian sebagai paroki ditetapkan pada 12 Juli 1957 lewat pengesahan PGPM Paroki Wonosari. Gunungkidul Handayani yang identik dengan tiwul, belalang, pantai, dan pegunungan karst, mencakup 46,63 % dari luas DIY. Kepak sayap Paroki Wonosari sebagai paroki induk melebar dengan mekarnya dua paroki baru. Stasi St. Petrus dan Paulus Kelor di bagian Timur menjadi paroki mandiri pada 2 Agustus 2006. Stasi St. Yusuf Bandung di bagian Barat menjadi paroki mandiri pada 8 Oktober 2017. Jumlah umat Paroki Wonosari sendiri tercatat setidaknya 4.900 jiwa. Gedung gereja yang baru diberkati pada 27 April 2006 menggantikan gedung gereja lama yang kini menjadi Aula St. Ignatius Loyola. Setelah Serikat Jesus melakukan pemetaan dan pengukuran dalam eksamen karya, dengan diskresi yang panjang, akhirnya diputuskan bahwa paroki ini diserahkan kembali dalam pangkuan Keuskupan Agung Semarang. Selain Jesuit, sudah cukup banyak para imam Diosesan dan MSF yang sebelumnya pernah berkarya bersama di Paroki Wonosari. Kiprah bruder Jesuit juga sangat menguatkan pelayanan para pastor paroki. Selama 97 tahun, puluhan panggilan imam, suster, dan bruder (Pr, SJ, SCJ, SVD, MSF, MSC, AK, OSA, OP, CB, SFS, SMFA, FIC, CSA, dll.) bersemi di tanah Gunungkidul Handayani. Gua Maria Tritis yang diprakarsai sejak 1973 kian berkembang menjadi tempat ziarah yang menawan. Benih iman yang ditanamkan dan dipupuk Serikat Yesus selama 97 tahun di Wonosari akhirnya dikembalikan ke empunya Gereja, yakni Bapak Uskup, agar dilanjutkan dan dikembangkan oleh para imam diosesan. Salah satu katekis senior, Bapak Heribertus Subari yang tinggal di dekat gereja mengatakan bahwa Jesuit sangat berperan dalam kehidupannya. Tuturnya, “Pengalaman paling berkesan dengan Rm. Widiyana, SJ. Beliau yang membimbing saya sebagai menjadi guru dan katekis. Saya diminta mengajar agama katolik di sekolah-sekolah negeri, tanpa imbalan / gaji. Saya hanya diberi jas hujan, payung dan senter oleh Romo. Kondisi jalan waktu itu belum seperti ini. Saya waktu itu naik sepeda onthel  dan mengajar ke lingkungan sampai malam.” Br. Yohanes Sunari, SJ, bruder Jesuit asli Pulutan, Wonosari mengisahkan masa kecilnya. “Saya mengalami pelayanan SJ sejak di SD Kanisius Pulutan II. Para pastor, Rm. Bratakartana atau Rm. Mardiwidayat memimpin misa lingkungan dan pendalaman iman dengan semangat.  Rm. L. Sutarno, SJ sebagai romo muda melayani misa lingkungan sampai terperosok di jalan gelap dan licin sehabis hujan. Kami bersama umat menarik dan mendorong mobil jip tua tersebut. Saya juga mengikuti pendalaman iman lingkungan setiap minggu ketiga di hari Kamis malam oleh Br. Kirja. Minat umat sangat luar biasa sehingga lesehan di halaman luar rumah. Pendalaman iman lingkungan lebih diminati daripada rekoleksi di kapel.” Sebagai suster kelahiran Gunungkidul dan pernah berkarya di sana, Sr. M. Magda, AK mengatakan, “Romo-romo SJ adalah pelayanan total, semangat kemiskinan, kesederhanaan, kerja keras, kalau misa itu komunikatif dengan umat, semua disapa. Romo-romo SJ memberi kekuatan iman. Saya ingin jadi Suster supaya bisa ramah, lembut seperti Rm. Puja Harsana, SJ. Romo-romo SJ sangat membantu, mendukung, ngopeni karya, dan hidup para Suster AK.” Adieu, Paroki Wonosari! Terima kasih atas kebersamaan, suka dan duka bersama Serikat Yesus selama 97 tahun.  Terima kasih karena turut menggemblengku dengan baptisan, keceriaan sekolah Minggu, keseruan lomba misdinar, misa pelajar hari Jumat, dan tempatku merayakan misa perdana. Dengan langkah haru aku menyaksikanmu berpisah dari Serikat Yesus, tetapi engkau selalu menjadi Rahim imanku. Rm. Surya Awangga, SJ, Jesuit kelahiran Wonosari. Pemegang Kartu Baptis Paroki Wonosari LB XX/ No. 168.

Pelayanan Gereja

Pasar Online untuk Menghadapi Efek Pandemi Covid-19

Situasi Pandemi covid-19 memang membuat banyak hal menjadi kacau. Namun,semangat dan pengharapan dalam pribadi seseorang diharapkan terus berkobar. Tak mau menyerah dengan keadaan, begitulah yang tergambarkan dalam benak para penggagas pasar online Gereja Santa Theresia Bongsari. Kala itu, hadir Mas Triyanto, Cirilus Febrianto dan Frans Heri  berjumpa dan berbincang terkait situasi umat paroki di tengah pandemi covid-19. Mereka mengutarakan keprihatinannya atas kehidupan sosial ekonomi  umat akibat dampak covid19. Ada umat yang kehilangan pekerjaan karena PHK, ada yang sama sekali tidak dapat order kerjaan, ada yang pendapatannya berkurang drastis dan masih banyak hal lagi yang memusingkan. Mereka pun menyampaikan gagasannya pada Pastor Paroki untuk membentuk wadah yang bisa membantu umat berjualan. Martinus Triyanto mengugkapkan, “semangat dasar dari pembentukan pasar online Gereja Santa Theresia Bongsari adalah kepedulian terhadap situasi berat yang dihadapi umat. ” Sedangkan Cirilius Febriato dan Frans Heri bercerita, ” Sebetulnya awalnya kami  tidak punya rencana sama sekali, apalagi terkait dengan rencana ke depan bagaimana juga belum jelas. Pokoknya kami harus bertemu romo dulu untuk membicarakan pemikiran dan gerakan batin ini. Prinsip kita learning by doing. Jalankan sambil belajar… soalnya secara teknis dan kewenangan pun, kami sadar bahwa kami bukan siapa-siapa. Maka lahirlah wadah Pasar online Santa Theresia Bongsari untuk memfasilitasi umat berjualan sebagai bentuk kehadiran Gereja di tengah kegalauan umat menghadapi pandemi covid-19. ” Rm Eduardus Didik Chahyono SJ, selaku Pastor Paroki Santa Theresia mendukung upaya tersebut. Tanpa terlalu ribet dengan persoalan organisasi, segeralah dipilih media sosial yang memungkinkan perjumpaan antar penjual dan pembeli ini terjadi. Sejumlah orang merelakan dirinya untuk menjadi admin media sosial tersebut. Umat begitu gembira dengan kehadiran pasar online St. Theresia Bongsari. Kebingungan yang tadinya menyelimuti hati umat kini sedikit tersibak. Harapan dan antusias kembali menyala. Umat dimungkinkan untuk kembali menekuni dan menapaki kehidupannya. Pelan-pelan tapi pasti Pasar online St Theresia menampakkan kegairahannya dan manfaatnya bagi umat. Sisilia Dewayani, selaku anggota group,menyatakan, ” Kami senang dengan wadah pasar online. Wadahnya bagus dan sangat bermanfaat membantu perekonomian umat. ” Pada 21-27 Juni 2020, diadakan periode berhadiah bagi para pembeli di Pasar Online St. Theresia. 4 pemenang mendapatkan hadiah paket menu makanan istimewa. Selanjutnya, masih Pasar online masih akan mengadakan undian bagi-bagi hadiah untuk para pembeli. Para sponsor berkenan untuk mendukung gairah bertransaksi dengan menyediakan hadiah-hadiah yang menarik. Sungguh sebuah gerakan  istimewa yang lahir dan hidup karena dasar cinta, perhatian dan kepedulian. Pandemi Covid-19 tak mematikan jiwa dan hati manusia. Eduardus Didik Cahyono, SJ

Pelayanan Gereja

Berita Duka Romo Franciscus Xaverius Widyatmaka, SJ

Romo Widy, atau sering dipanggil Romo Djien, mengembuskan nafas terakhir pada hari Sabtu, 27 Juni 2020, pukul 04.30 WIB, di Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta. Romo Widy lahir di Semarang pada 22 Maret 1952 dari pasangan Bp. Jonatan Kusdianto Adiwinata dan Ibu Elizabeth Listyani Sutantyo. Ia dibaptis dan menerima sakramen penguatan di Gereja St. Yusup, Gedangan, Semarang yang merupakan paroki asalnya. Setelah lulus dari SMA Kolese Loyola Semarang, Romo Widy memutuskan untuk mengikuti panggilannya menjadi imam dengan mendaftar di Kelas Persiapan Atas (KPA) Seminari Menengah Mertoyudan dan setahun kemudian melamar menjadi anggota Serikat Jesus. Ia mulai menjalani masa novisiat di St. Stanislaus Girisonta pada 31 Desember 1973 dan mengucapkan kaul pertamanya sebagai anggota Serikat Jesus pada 1 Januari . Selanjutnya, Widy muda melanjutkan pendidikan filsafat di Jakarta dari 1976 – 1979 dan menjalani Tahun Orientasi Kerasulan (ToKer) sebagai moderator di SMA Kolese Kanisius, Jakarta dari 1979 – 1981. Tahap pendidikan teologi ia selesaikan di FTW Yogyakarta tahun 1981 – 1984. Widy muda ditahbiskan sebagai diakon di Kapel Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan pada 12 Oktober 1983 dan menerima tahbisan imamat dalam upacara yang meriah di Gedung Olahraga Kridosono, Yogyakarta. Kedua tahbisan ini ia terima dari Kardinal Julius Darmaatmadja. Setelah tahbisan imamat, Romo Widy menjalani perutusan sebagai Moderator SMA Kolese Kanisius Jakarta selama dua tahun (1984-1985). Selanjutnya ia menjalani tugas perutusannya di sebagai pastor paroki di KAS dan KAJ dengan rincian tugas di Paroki St. Perawan Maria Ratu Jakarta tahun 1987-1988, Paroki St. Theresia Jakarta tahun 1989-1991, Paroki St. Martinus Weleri tahun 1991-1996, Paroki St. Antonius Padua Muntilan tahun 2001-2004, Paroki St. Petrus Paulus tahun 2004-2009, Paroki St. Yohanes Penginjil tahun 2009-2011, dan Paroki St. Anna dari tahun 2014 hingga wafatnya 27 Juni 2020. Salah satu hal yang diingat para Jesuit ialah ungkapan “Bejo kowe…” Artinya “Kamu masih untung…” Dari sana, Romo Widy mau melihat sisi positif dari sebuah peristiwa-peristiwa sedih dan malang. Ia juga menggunakan ungkapan itu untuk mengingatkan siapapun agar tidak terlena dengan kemapanan dan kenyamanan. Seperti dikatakan oleh St. Ignatius dalam Latihan Rohani kepada retretan agar dalam saat desolasi mengingat bagaimana ia mengalami konsolasi, dan pada saat konsolasi tidak menganggap itu sebagai usahanya sendiri melainkan rahmat Allah. Rahmat Allah yang samalah yang kiranya menjadi pegangannya dalam masa-masa sakit sebelum kemudian menikmati kebahagian Allah yang ia imani. Romo Widyatmaka, doakanlah kami yang sedang berziarah di dunia ini. Communicator Serikat Jesus Provinsi Indonesia

Pelayanan Gereja

Berita Duka Mgr. Julianus Sunarka, SJ

Mgr. Julianus Sunarka, S.J dalam usia 79 tahun mengembuskan nafas terakhir pada hari Jumat, 26 Juni 2020 pukul 13.50 WIB di Rumah Sakit St. Elisabeth, Semarang. Mgr. Sunarka lahir di Yogyakarta, 25 Desember 1941 dari pasangan Alm. Bapak Sakarias Wagijo Soetadikrama dan Alm. Ibu Elisabeth Ngadiyah Soetadikrama. Ia menerima Sakramen Baptis pada umur 11 tahun dan Sakramen Krisma pada umur 12 tahun di Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu. Di masa kecilnya, Mgr. Sunarka menempuh pendidikan dasar di Klepu, Yogyakarta, lalu melanjutkan pendidikan calon guru di SGB (1954-1958) dan SGA Ambarawa (1959-1962). Sembari belajar dan mengajar, ia mencari tambahan penghasilan dengan menjadi pedagang di pasar Ambarawa. Setamat sekolah di Ambarawa, ia mengikuti ketertarikannya untuk menjadi imam dengan mendaftar di Kelas Persiapan Atas (KPA) di Seminari Menengah St. Petrus Kanisius, Mertoyudan (1962-1963) dan setahun kemudian melamar menjadi anggota Serikat Jesus. Mgr. Narko muda mulai menjalani masa formasi awal di Novisiat St. Stanislaus Kostka, Girisonta pada 7 September 1963 dan mengucapkan Kaul Pertama pada 8 September 1965. Formasi studi Filsafat ia jalankan selama tiga tahun di kota Nijmegen, Belanda dan menjalani masa Tahap Orientasi Kerasulan (TOK) di Yayasan Pendidikan Kanisius Surakarta. Tahun 1971 ia menjalani formasi Teologi di Institut Filsafat & Teologi Kentungan dan menerima tahbisan diakon dari tangan Mgr. Julius Kardinal Darmoyuwono pada 17 September 1975 serta tahbisan imamat pada 3 Desember 1975 di Gereja St. Antonius Kotabaru – Yogyakarta. Setelah tahbisan ia pernah berkarya antara lain sebagai Pastor Paroki Weleri (1975 – 1977), Ekonom KAS (1977 – 1985), Rektor Seminari Tinggi Kentungan (1985 – 1990), Ekonom Provinsi (1991 – 1996), Komisi Kerasulan Sosial KWI (1997 – 2000) dan beberapa tugas lain di yayasan Serikat Jesus. Mgr. Sunarka dikenal umat sebagai seorang pribadi dan Jesuit yang hangat dengan semua orang. Sebagai Uskup Purwokerto, ia aktif membina hubungan dengan semua lapisan masyarakat untuk memajukan kesejahteraan bersama. Talentanya untuk mencari sumber air ia gunakan untuk membantu masyarakat menemukan sumber air bersih. Pada tanggal 26 Desember 2016, Mgr. Sunarka mengajukan permohonan pengunduran diri ke Vatikan dan pada tahun 2017 berpindah ke Wisma Emmaus, Girisonta, tempat para Jesuit senior tinggal. Disana ia melanjutkan tugas perutusan sebagai pendoa bagi Gereja dan Serikat Jesus sampai wafatnya. Mgr. Sunarka, doakanlah kami yang sedang berziarah di dunia ini. Communicator Serikat Jesus Provinsi Indonesia

Pelayanan Gereja

Vigili Kelahiran Pancasila

Gereja St. Theresia, Bongsari mengadakan vigili Kelahiran Pancasila, pada 31 Mei 2020. Acara ini bekerja sama dengan komunitas Persaudaraan Lintas Agama dan turut mengundang tokoh-tokoh lintas agama di Kota Semarang untuk berdoa bagi NKRI yang sedang menghadapi wabah covid-19 sekaligus untuk berefleksi tentang arti Pancasila dalam situasi seperti ini. Acara ini juga dihadiri oleh Bhiku Cattamano (Budha), Indriani Hadisumarta (Konghucu), Ida Bagus Gde Winaya(Hindu), Pdt Sediyoko (Kristen Protestan), Ahmad Sajidin (Islam), Arifin (Penghayat Kepercayaan Komunitas Sapta Dharma) dan Setyawan Budi (Pelita). Proses acara berlangsung dengan lancar dengan diawali menyanyikan lagu Indonesia. Kemudian dilanjutkan doa oleh Rm Didik untuk Tanah Air dilanjutkan dengan refleksi Pancasila makna Pancasila. Dalam refleksinya tersebut, Rm Didik bercerita tentang “Blangkon”. Blangkon adalah penutup kepala yang biasa dipakai masyarakat Jawa. Dalam pandangan filosofis masyarakat Jawa terkait “Blangkon” adalah sebagai “jagad gede“. Masyarakat Jawa berjumpa dengan sesuatu yang Agung dan yang Ilahi dan di sana terkandung juga kebijaksanaan dan tuntunan hidup agar manusia selamat. Sedangkan orang yang memakainya, dipandang sebagai “jagad cilik“. Maksudnya adalah, manusia selalu dalam tekanan antara yang baik dan yang jahat. Setiap manusia itu membutuhkan pegangan dan tuntunan hidup. Maka ketika seseorang menggunakan “Blangkon”, ia siap berserah pada Sang Jaga Gede dan siap menyelaraskan hidupnya dengan nilai-nilai kebijaksanaan agar selamat.” Maka, setiap manusia di Indonesia pada dasarnya membutuhkan pegangan dan tuntunan hidup. Dalam konteks Indonesia ini Pancasila dapat menjadi “platform”. Pancasila dengan nilai-nilainya menguasai cara berpikir,cara merasa dan cara bertindak masyarakat Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Indonesia beruntung memiliki Pancasila yang dapat mempersatukan masyarakat. Begitu juga dengan Covid-19. Selain telah memakan korban jiwa dan harta benda, Covid-19 telah menawarkan pelajaran yang berharga. Covid 19 dapat menunjukkan kebobrokan sistem masyarakat kita dimana ada sekelompok orang yang seenaknya tidak mengindahkan protokol dan akhirnya membuat sengsara bangsa karena PSBB makin diperpanjang. NKRI pantas bersyukur karena memiliki Pancasila yang nilai-nilainya berakar kuat dalam kehidipan warganya. Hal ini tampak ketika masyarakat dapat bahu membahu peduli sesama melawan virus corona dan memperhatikan kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya. Covid-19 telah menyerang masyarakat tanpa diskriminasi maka kita diajak untuk melawannya tanpa diskriminasi juga. Dalam kehidupan pada masa “new normal“, harapannya kehidupan bermasyarakat di Indonesia sudah tidak ada lagi yang bersikap diskriminatif.” Semoga bangsa kita tidak ada lagi orang yang seenaknya atau dengan penuh intensi merusak Pancasila ini. Suasana doa bersama untuk Negeri ini berakhir dengan amat syahdu ketika para pemuka agama saling bergantian berdoa dengan kekhasannya masing-masing. Acara ditutup dengan menyanyikan lagu “Garuda Pancasila” dan diakhir berkat meriah oleh Rm. Didik. Edwardus Didik Cahyono