Pilgrims of Christ’s Mission

Feature

Feature

Mengenal Single Parents

Sebagai seorang yang masih single dan belum menjadi seorang parent, saya sering bertanya-tanya, apa yang menyebabkan seseorang memilih untuk menjadi seorang single parent. Dalam banyak kisah, ada pasangan-pasangan yang memutuskan untuk berpisah, bercerai secara resmi, atau ada orang-orang yang meninggalkan pasangan dan anak-anaknya. Sebagai seorang Katolik yang meyakini bahwa pernikahan yang telah disatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia, awalnya saya gagal paham, mengapa orang memutuskan untuk berpisah. Rasa penasaran dan ketidakpahaman saya itu menimbulkan pertanyaan lain tentang dampak single parenting bagi anak-anaknya. Hal ini membawa saya melakukan penelitian tentang isu ini dan melibatkan diri dalam komunitas single parents Indonesia in motion (SPINMOTION) sejak tahun 2015.  Single Parent: Apa dan Bagaimana Single parent adalah sebuah kondisi di mana seseorang mengasuh anak tanpa pasangan. Single parenting bisa terjadi karena berbagai hal, yakni adanya perceraian secara legal (cerai hidup), meninggalnya salah satu orang tua (cerai mati), adanya perpisahan (tanpa cerai resmi), penelantaran (salah satu pasangan meninggalkan keluarga), seseorang yang memilih tidak menikah setelah mengalami kehamilan tidak dikehendaki, adopsi anak oleh seseorang yang belum atau tidak menikah, atau inseminasi pada ibu tunggal. Sekitar dua tahun lalu, ada anggota baru di SPINMOTION dengan kriteria berbeda. Ia masih terikat dalam pernikahan resmi, namun ia menjadi “orang tua tunggal” dalam keluarga karena pasangan tidak bisa berfungsi optimal, misalnya karena mengalami penyakit kronis tertentu, gangguan mental, maupun disabilitas lainnya. Dari pengalaman saya menemani komunitas SPINMOTION, sebetulnya tidak ada satu orang pun yang secara sepenuh hati dengan sukarela dan sukacita memilih menjadi seorang single parent. Perpisahan seringkali menjadi pilihan terakhir yang harus diambil karena relasi yang terjalin justru merugikan salah satu atau kedua belah pihak.  Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terdapat 3,97 juta atau 1,46% penduduk Indonesia yang memiliki status pernikahan cerai hidup hingga akhir Juni 2021. Dalam masa pandemi Covid-19, kasus kekerasan dalam rumah tangga mengalami peningkatan, dan kasus perceraian pun meningkat. Selain itu, angka kematian sebagai dampak langsung dari pandemi Covid-19 juga menambah jumlah single parents di Indonesia.  Terdapat berbagai konsekuensi dan dampak dari kondisi seseorang sebagai single parent. Dampak emosional seperti kesepian, minder, tidak berdaya kebingungan identitas mungkin terjadi akibat perubahan status menjadi single parent. Masih ada dampak finansial dan sosial terkait dengan status hidup dan relasinya dengan anak. Stigma, diskriminasi, dan penolakan sering dialami oleh para single parents, bahkan terkadang dari orang terdekat mereka. Salah satu single mother pernah berbicara pada saya demikian, “Ketika suami saya meninggal, saya baru tahu bahwa saya juga terkonfirmasi positif HIV. Kalau boleh jujur, hal yang paling berat buat saya bukan status HIV positif, tapi kenyataan bahwa saya sekarang berstatus sebagai ibu tunggal. Saya harus apa-apa sendiri sekarang. Biasanya kan ada suami untuk berbagi keluh kesah, berbincang, apalagi soal anak, tapi sekarang saya harus pikir sendiri apa yang harus saya lakukan,” Di sisi lain, ada dampak berupa peningkatan kerentanan anak, dengan orang tua tunggal.   Hal ini terkait masalah emosi, pendidikan dan prestasi, kesehatan, pekerjaan dan ekonomi, relasi dengan orang lain, serta masalah dalam perilaku. Anak-anak dalam keluarga dengan orang tua tunggal bisa jadi kurang memiliki pengalaman untuk menjalin kedekatan maupun memperoleh kontrol dari sosok laki-laki dewasa dan perempuan dewasa sekaligus. Hal ini dapat berdampak pada bagaimana persepsi mereka hingga dewasa kelak.  Tidak bisa dipungkiri, praktik pengasuhan single parents mengalami banyak tantangan. Single parents harus menjalani peran ganda sebagai ayah dan ibu sekaligus, sebagai pencari nafkah serta mengurus rumah dan mengasuh anak. Konsekuensinya, waktu untuk menjalin kedekatan maupun untuk mengajarkan kedisiplinan pada anak bisa jadi kurang. Beberapa single parent yang berpisah atau cerai hidup kadang juga kesulitan untuk menjelaskan ke anak tentang kondisi pernikahan kedua orang tuanya, terlebih jika masih tersisa konflik di antara mereka. Co-parenting atau mengasuh bersama bisa jadi pilihan, namun kenyataannya seringkali tidak semudah itu. Opsi lain yang sering dijalankan oleh para single parents adalah bekerja sama dengan keluarga besar untuk mengasuh anak. Co-parenting maupun pengasuhan oleh keluarga besar mengalami tantangan yang sama, yakni konsistensi. Dari mini riset yang saya lakukan pada 2018, ibu tunggal, terlebih yang bercerai dengan suaminya, cenderung mengasuh anaknya dengan kehangatan yang tinggi. Kehangatan yang tinggi ini menimbulkan kepercayaan dan kelekatan anak terhadap ibu. Akibatnya, ada anak yang enggan menuruti orang lain selain ibu, dan anak menunjukkan sikap protektif pada ibu. Di sisi lain, single parents rentan melakukan praktik pengasuhan yang inefektif, misalnya dengan menakut-nakuti atau mengancam anak, bahkan melakukan kekerasan fisik dan verbal pada anak. Hal semacam ini umumnya terjadi karena kelelahan yang dialami single parents dalam menjalankan tanggung jawabnya. Permasalahan dalam pengasuhan juga umumnya muncul lagi ketika ayah maupun ibu memiliki pasangan baru.  Single Parents dan Pendidikan Iman Dalam pengalaman saya menemani para single parents, ketika mengalami masa-masa sulit maupun ketika sudah menjadi single parents, umumnya mereka melakukan upaya untuk semakin dekat pada Tuhan. Bagi para ibu tunggal, umumnya mereka mengenalkan sosok Tuhan dan tokoh agama sebagai sosok ayah yang bisa dijadikan sandaran sekaligus panutan. Meski demikian, beberapa single parents merasa kesulitan untuk mengajarkan hal ini pada anak-anak mereka. Dalam banyak kasus, kesulitan tersebut berkaitan dengan kondisi para single parents yang juga mengalami pergulatan iman dalam diri mereka. Tantangan ini biasanya coba diatasi dengan melibatkan orang lain dalam pendidikan iman anak. Keterlibatan dan dukungan dari orang lain adalah salah satu kebutuhan utama bagi seorang single parent. Dukungan emosional berupa penguatan, apresiasi, penerimaan, orang-orang yang bersedia mendengarkan keluh kesah, tempat berbagi saran dan informasi, serta perasaan senasib sepenanggungan adalah hal-hal yang bisa membantu para single parents berfungsi lebih optimal. Di tengah kenyataan bahwa keluarga mereka tidak lagi utuh, kehadiran komunitas dapat menjadi keluarga baru bagi single parents. Kenyataan ini menjadi undangan bagi Gereja untuk menampilkan wajah Allah yang penuh kasih dan kerahiman-Nya yang memancar bagi semua orang, termasuk para single parents. Kontributor : Stella Vania Puspitasari, M.Psi. – Psikolog

Feature

London Virtual Marathon 2021

2021 merupakan tahun Spesial bagi Komunitas Serikat Jesus Indonesia. Selain memperingati HUT Emas Provinsi Jesuit Indonesia, juga memperingati Ignatius500 (Peringatan 500 tahun Pertobatan St. Ignatius), dimana akan dimulai pada tanggal 11 September 2021. Sejalan dengan semangat “man and woman for and with others”, kami para Jesuit akan berlari dan mengajak saudara-saudara kami sekalian untuk dapat berbagi untuk sesama. Bagi kami berlari adalah bagian integral dari olah fisik dan rohani. Keduanya membutuhkan daya tahan, keteguhan dan kedisiplinan. Berlari menjadi gestur dan aktivitas menemukan Tuhan dalam tubuh dan jiwa yang sehat. Dan, beberapa dari kami akan berlari sejauh 42,195 Km dalam acara London Marathon Virtual 2021 yang diadakan pada tanggal 3 Oktober. London Marathon biasanya menjadi sarana bagi para pelari amatir seperti kami untuk mencari donasi bagi kebaikan. Izinkan kami para pelari marathon Jesuit menggunakan momen ini untuk mengetuk hati para calon donatur untuk membantu biaya formasi pendidikan Jesuit muda. Mengangkat tagline “Jesuit Berlari Marathon, Anda Berdonasi,” kami memohon kemurahan hati Bapak, Ibu, dan saudara-saudari sekalian untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan ini dengan cara berdonasi melalui link ini https://jipdo.aktivin.id/donate Terima kasih.

Feature

Bersama dalam Pandemi Covid 19

Beberapa lembaga ikut terlibat dalam upaya mempercepat proses vaksinasi bagi masyarakat. Beberapa sekolah dan paroki, seperti SMA Kanisius dan SMA Loyola,  yang dikelola oleh Serikat Jesus sudah mengambil inisiatif ini. SMA Kolese de Britto dan Paroki St. Hati St. Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB), Tangerang mengikuti upaya proses percepatan vaksinasi ini di lingkungan mereka masing-masing. SMA Kolese de Britto Yogyakarta menyelenggarakannya dalam menyambut tahun ajaran baru 2021/2022 dengan 1.000 dosis vaksin untuk siswa, keluarga siswa, alumni, dan keluarga pegawai. Kegiatan ini merupakan kerja sama sekolah, Tim Satgas Covid 19 JB, Satgas Covid Alumni JB, dan JB medis. Kegiatan yang didukung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Puskemas Depok III dan Polsek Depok Barat ini dilakukan Pelaksanaan vaksinasi dilaksanakan dua kali, yaitu pada hari Minggu, 11 Juli 2021 dan 18 Juli 2021 mulai pukul 08.00 WIB. Vaksinasi pada Minggu, 11 Juli 2021 diprioritaskan bagi para siswa dan keluarga inti siswa. Sedangkan vaksinasi pada Minggu, 18 Juli 2021 diprioritaskan bagi alumni dan keluarga pegawai. SMA Kolese de Britto merupakan sekolah pertama di Sleman yang menyelenggarakan vaksinasi untuk anak usia sekolah Paroki HSPMTB, Tangerang mengadakan program vaksinasi ini untuk sekolah SMA Strada St. Thomas Aquino, siswa SMK Strada Daan Mogot (Damos), umat Katolik Paroki Tangerang  dan Dekenat Tangerang I, dan masyarakat sekitar pada 3 Agustus 2021 mulai pagi. Acara yang berjalan dengan lancar ini terlaksana atas kerjasama banyak pihak, yakni Walubi, Institusi TNI, Sekolah Strada St. Thomas cabang Tangerang, dan Tim Pusat Penanggulangan Covid-19 (TPPC) Paroki Tangerang. Tercatat 1.010 orang memanfaatkan kesempatan ini.  Selain vaksinasi, dua lembaga yaitu Studi Audio Visual (SAV), Yogyakarta dan Pusat Tenaga Pendamping Masyarakat (PTPM), Yogyakarta berinisiatif mengadakan shelter isolasi mandiri bagi invidu yang bergejalan ringan atau tanpa gejala Covid 19. P. Effendy Sunur menjawab keresahan dan kesulitan masyarakat warga Kecamatan Gedongtengen, Yogyakarta yang membutuhkan shelter untuk isolasi mandiri (isoman). Proses untuk mewujudkan shelter isoman karena kendala kesibukan dan ketersediaan sumber-sumber daya. Tingginya angkat penularan di DI Yogyakarta praktis membuat fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan kewalahan. Syukurlah, kendala-kendala itu akhirnya berbuah dengan munculnya tenaga-tenaga relawan termasuk para dokter dari UGM. Ada tenaga dokter yang bersedia untuk mendampingi, relawan-relawan yang bersedia menemani mereka yang isolasi dan dukungan finansial dari beberapa donatur. Tanggal 12 Juli 2021, orang pertama yang menjalani isoman mulai tinggal di Wisma PTPM. Masyarakat sekitar yang awalnya resah, akhirnya bisa menerima perubahan fungsi Wisma PTPM sebagai shelter isoman.  Pandemi ini menjadi tantangan bersama yang membutuhkan kerjasama dan kesediaan untuk menghadapinya. Dari sini, kita belajar untuk mendalami hidup bersama sebagai sebuah perhatian terhadap mereka yang sedang mengalami kesusahan dan bukan untuk menarik dan mengunci diri. Kontributor : P. Ignatius Suryadi P., S.J. – Tangerang; P. Effendy Kusuma Sunur, S.J, – PTPM; H. J. Sriyanto – SMA De Britto

Feature

Kursus Social Media Marketing à la Kolese Hermanum

Di zaman digital ini, media sosial merupakan hal yang tak dapat dipisahkan lagi dengan hidup semua orang. Hampir seluruh penduduk dunia ini terlibat di dalam hiruk pikuk media sosial, entah sebagai “produser konten” ataupun hanya sebagai penikmat saja. Adanya perkembangan tampilan yang semakin menarik dari setiap media sosial juga membuat pengguna betah berlama-lama berada di dalamnya. Pandemi covid-19 ini juga semakin menjadikan media sosial sebagai dunia baru yang memungkinkan setiap orang berjumpa, berkumpul, dan berbagi informasi tanpa harus bertemu secara fisik. Keadaan ini kemudian mengundang para Jesuit muda untuk ambil bagian dalam dinamika media sosial dengan menghadirkan konten-konten yang positif. Bekerja sama dengan Samita Daniswara Mandiri, Sanggar Prathivi menyelenggarakan kegiatan kursus Social Media Marketing bagi para skolastik yang tinggal di Kolese Hermanum. Kursus ini berlangsung selama tiga hari, yaitu pada tanggal 19, 21, dan 22 Juli 2021. Tujuan dari kegiatan ini adalah menajamkan kembali kemampuan managemen para skolastik dalam bermedia sosial. Adapun pemberi materi dalam kursus ini adalah Bpk. Ivan Daniswara, Ibu Putri, dan Chloe.  Pada hari pertama (19/7), kursus diawali dengan penjelasan mengenai beberapa istilah yang sering digunakan dalam media sosial, misalnya algoritma, engagement, clickbait, bio, hashtag, dll. Kemudian pada sesi sore hari, peserta diajak untuk mendiskusikan langkah-langkah dalam menentukan target audiens, cara dalam menyampaikan pesan, dan sarana media sosial yang dipakai.  Pada hari kedua (21/7),  para peserta diberi penjelasan mengenai strategi untuk mendapatkan perhatian audiens dengan mengoptimasi bio pada akun sosial media yang dimiliki. Bio yang semakin jelas, detil, dan menarik akan mempermudah orang lain dalam mengenali siapa dan apa tujuan dari akun yang dilihat. Untuk mendapatkan perhatian banyak orang, peserta juga diajak untuk menentukan hashtag dan caption yang tepat dalam membuat sebuah postingan. Para peserta juga diminta untuk berdiskusi mengenai pembuatan kalender dalam membuat postingan.   Di hari ketiga (22/7), kreativitas peserta diuji dalam kegiatan membuat contoh postingan berupa video singkat. Proses pembuatan video dilakukan secara pribadi di unit masing-masing. Sore harinya, peserta mempresentasikan video yang telah diposting melalui sosial media tertentu dan melihat bagaimana tanggapan-tanggapan yang muncul dari para audiens.  Tentu apa yang telah didiskusikan bersama selama tiga hari itu bukanlah sesuatu yang sama sekali baru bagi para peserta. Kendati demikian, kegiatan ini bermanfaat sebagai ruang untuk mengevaluasi apa yang selama ini sudah dilakukan oleh para Jesuit muda dalam memperluas “Kabar Gembira” di dunia digital, khususnya sosial media. Harapannya melalui kursus ini konten-konten positif yang dibuat juga dapat lebih efektif tersebar kepada banyak orang.  Kontributor : Alexius Aji Pradana, S.J.

Feature

Maria Della Strada : Mendekatkan kepada Sang Putera, menyatukan kepada Allah Bapa (bagian 2)

3. Kedekatan dengan Tuhan Yesus Dalam Latihan Rohani, ketika menyampaikan bahan peremenungan tentang penampakan Yesus yang bangkit, St. Ignatius menyajikan bahan pertama “Penampakan kepada Bunda Maria” (Latihan Rohani 219-226, 299). Dikatakan bahwa meskipun tidak ditulis dalam Kitab Suci St. Ignatius mengajak dengan akal sehat meyakininya. Artinya, kalau kepada banyak orang lain saja menampakkannya apalagi kepada Bunda Maria. Mau dikatakan bahwa kedekatan Maria dalam hidup Yesus dan di jalan salib dan di bawah salib juga mengantar ke penampakan kemuliaan. Lagi, digarisbawi kedekatan Maria dengan Yesus. Peristiwa-peristiwa yang mengisahkan kehadiran Maria dalam perjalanan rohani St. Ignatius adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika Ignatius menjalani peziarahan. Peziarahan yang semula adalah peziarahan fisik dan bentuk dari penitensi perjalanan pertobatan berkembang menjadi peziarahan dalam Tuhan dan peziarahan merasul bersama teman-temannya. Kenyataan bahwa Maria demikian dekat dengan Yesus, sejak misteri kelahiran hingga di bawah salib, membuat St. Ignatius dalam perjalanan rohaninya selalu mendekatkan diri pada Maria. Kerinduan Ignatius untuk makin mengenal, makin mencintai dan makin mengikuti Yesus9 diwujudkan dengan selalu mohon dan mendekatkan diri pada Maria. Kebenaran peranan Maria mendekatkan St. Ignatius dan teman-temannya pada Yesus menjadikan Ignatius tanpa ragu-ragu menegaskan bahwa Maria dalah Bunda Serikat.10 Dalam hidup rohani St. Ignatius, Bunda Maria tidak pernah hadir berdiri sendiri. Bunda Maria selalu muncul bersama dengan Yesus atau setidaknya dalam konteks St. Ignatius mau mengikuti lebih dekat Tuhan Yesus. Selanjutnya ketika sebagai Jendral Serikat menimbang-nimbang aturan kemiskinan Serikat Yesus sebagai bagian cara hidup mengikuti Yesus, St. Ignatius merayakan ekaristi Bunda Maria.11 Terkait dengan demikian mencolok kehadiran Bunda Maria dalam perjalanan rohani St. Ignatius, dalam hal ini kita tidak perlu ragu meneladannya karena konteks dan maknanya mendekatkan kepada Yesus. Dalam bahasa Konsili Vatikan II Bunda Maria selalu muncul dalam terang karya Tuhan Yesus.12 Hal tersebut juga tidak sulit diterangkan karena Bunda Maria mendalami kedekatan dengan Yesus sejak dini. Sementara orang sering mengatakan bahwa Maria sebelum menerima Yesus dalam rahim fisiknya sudah lebih dulu menyambut dalam rahim imannya. Berbahagia dan bersyukurlah kita dan mari terus meneladan Bunda Maria dan tidak berhenti memohon untuk didekatkan dengan Yesus. 4. Berjalan bersama Bunda Maria Maria della Strada. Maria melindungi orang yang sedang melakukan perjalanan. Maria menyertai kita yang sedang berjalan dari peristiwa hidup yang satu ke peristiwa hidup lainnya. Pada saatnya kebenaran penyertaan Bunda Maria menjadikan kita berjalan bersamanya. Memperhatikan yang terjadi sebelum Ignatius dan teman-temannya tiba di Roma dan menghormati Maria della Strada dan memperhatikan ke depan setelah Serikat hidup dan menjalankan kerasulannya, sekarang kita bisa memahami mengapa figur Maria della Strada cocok untuk mengungkapan kehidupan dan kerohanian Ignatius dan teman-teman. Figur tersebut selain mengingatkan peranan Maria dalam perjalanan rohani Ignatius juga mengingatkan bahwa kita semua sedang dalam perjalanan dengan seluruh peristiwa dan situasi hidup kita. Muara dari peziarahan itu adalah makin didekatkan dengan Yesus dan disatuan dengan Allah Bapa. Manakala kita bingung di tengah belantara peristiwa dan aneka situasi hidup sehari-hari, kehadiran Maria della Strada mengundang kita untuk sejenak hening menimba kekuatan, memetik inspirasi maupun mohon diterangi. Atau ketika pada suatu saat merasa demikian bahagia, misalnya karena suatu keberhasilan, kita diajak untuk bersyukur dengan mengangkat jiwa kepada Tuhan, memuliakannya seperti dalam Kidung Magnificatnya (Lukas 1, 46-55). Selangkah lebih maju, lebih daripada mengalami didampingi Bunda Maria, entah sebarapa ukuran dan kualitasnya, pada gilirannya kita sendiri juga mesti berjiwa besar dan murah hati untuk menjadi teman perjalanan peziarahan banyak orang. Dengan sejenak mengingat sejarah, bukankah kehadiran Yayasan Strada selama ini melalui para guru, karyawan dan para jesuit    yang terlibat dari waktu ke waktu, serta orang tua murid dan banyak siswa merupakan sebuah perjalanan pedagogis bersama Bunda Maria? Dengan sejenak  hening mengingat inspirasi Maria della Strada khususnya, serta kehadiran Bunda Maria dalam sejarah rohani St. Ignatius, kita diajak untuk mensyukuri karya Tuhan dan merasakan dalam-dalam rasa syukur penuh kerendahan hati betapa Tuhan berkenan melibatkan kita dalam karya-Nya. Untuk membantu memperhatikan pengalaman dan pembelajaran dalam setiap peristiwa, St. Ignatius mewariskan doa pemeriksaan kesadaran. Ini merupakan cara doa yang dinamis dan relevan dalam perjalanan hidup dari peristiwa ke peristiwa. Doa yang intinya mendekatkan diri dengan kehadiran Tuhan dalam peristiwa hidup harian ini memiliki tujuan untuk selalu memurnikan hati, mengembangkan kebijaksanaan hidup serta menyatukan selalu dengan kehadiran dan karya Tuhan. Memurnikan hati muncul dari pengalaman men-check motivasi-motivasi yang menyertai peristiwa-peristiwa hidup di dalamnnya kita melibatkan diri. Mengembangkan kebijaksanaan lahir sebagai buah pembelajaran dari setiap keputusan yang kita ambil setiap hari. Kesatuan dengan karya Tuhan karena dengan doa ini kita menghadirkan dan menempatkan diri dalam Tuhan yang terus hadir dan bekerja untuk kita. 5. Penutup : La Señora del Camino Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan mengutip lirik lagu bahasa Spanyol, La Señora del Camino (Maria della Strada) yang ditulis oleh seorang jesuit Colombia, Luis Sarasa S.J.13 Lirik lagu ini menghadirkan secara ringkas makna Maria della Strada dan kerinduan kita semua untuk didekatkan kepada Yesus dan disatukan dengan Bapa dalam hidup dan karya. Dengan begitu hidup ini menjadi lebih bermakna, baik bagi diri sendiri maupun sesama. Señora del Camino (Bunda penopang jalan) muéstrame la vía (tunjukkan kepadaku jalan) para llegar al Padre (untuk sampai kepada Bapa) al lado de tu Hijo (berada di samping Puteramu) Señora del Camino (Bunda penopang jalan) en mi oración te pido (dalam doaku, kumohon) que no me dejes nunca, (jangan pernah tinggalkan daku,) me siento como un niño. (kumerasa bagai seorang anak.) Dame tu luz para avanzar (Berikan terangmu untuk melangkah maju) y en la noche oscura guíame. (dan di malam gelap, bimbinglah aku.) Hazme transparente (Jadikan aku terbuka) como fue tu vientre (seperti rahim kandungmu) para dar a luz la vida. (untuk melahirkan kehidupan.) Ponme con tu Hijo, (Tempatkan aku bersama Puteramu) Señora del Camino. (Bunda Maria, Bunda penopang jalan.) Kontributor : L. A. Sardi S. J. – Roma, 24 Mei 2021 Referensi : 9 Permohonan “Minggu Kedua” dalam Latihan Rohani St. Ignatius: “Pengertian yang mendalam tentang Tuhan yang telah menjadi manusia bagiku, agar lebih mencintai lebih dalam dan mengikuti-Nya lebih dekat” (Latihan Rohani 104). 10 Pedro Arrupe Arrupe dengan mengingat ungkapan St. Stanislus Kostka “Maria Bunda Tuhan adalah bundaku” menunjukkan bahwa ungkapan tersebut menjelaskan pengalaman dan keyakinan semua anggota Serikat

Feature

Sebuah Kontemplasi Pertobatan dan Percakapan Imajiner di Awal Tahun Ignatian : Rencana Ignatius

Ketika pandemi Covid-19 masih terus menghantui bumi, Tuhan Allah tidak pernah jeda membaca dan mendengarkan kiriman permohonan doa umat manusia. Hanya di hari Sabtu ia sengaja melepas lelah, membiarkan beberapa pesan dan permohonan dalam status ‘belum dibaca.’ Waktu jeda ini biasa dipakai untuk berjalan-jalan di taman firdaus pagi hari.  Pada saat makan siang, biasanya Tuhan Allah mengundang para kudus makan bersama. Dari yang sudah-sudah, tidak ada perbincangan yang serius, biasanya ngobrol santai tentang cuaca, binatang unik, atau hal-hal lucu di surga.  Yang tampak cukup serius hanya soal candaan statistik penghuni neraka yang konon menyerupai statistik pasien Covid-19 di bumi. Tapi sabtu itu agak berbeda. Para kudus yang diundang waktu itu semua Jesuit, yaitu Xaverius dan Faber. Tuhan Allah membuka makan siang langsung dengan pertanyaan, layaknya mengawali rapat kabinet.   “Ini saya tidak mengerti. Bapa kalian, kok mengajukan cuti sebagai pendoa tetap di surga. Iya… Ignatius mengajukan permohonan kembali turun ke bumi satu tahun atau kalau boleh sampai akhir masa pandemi Covid-19.”  “Tuhan Allah, memang pada waktu itu Bapa Ignatius pernah berseloroh kadang kakinya gatel. Pengen peregrinasi lagi, tapi pakai rute jalan-jalan Asia. Alasannya, kulinarinya macem-macem. Gitu.”  Faber hanya senyum-senyum ketika melihat Xaverius baru saja, tanpa sadar, mengungkapkan keinginannya melihat Jepang.   “Faber kamu tahu sesuatu tentang rencana Ignatius ini?” “Wahh… duh. Hamba kurang tahu Tuhan Allah. Kebetulan kami tidak pernah membicarakan rencana ini. Tapi dugaan saya Bapa Ignatius agak bosan saja di sini. Bagi seorang yang lahir untuk berjuang seperti dia, kebahagiaan dan kenyamanan tentulah terasa bagai siksaan.”  “Ah bisa jadi dia tergoda kemuliaan digital Tuhan Allah,” sahut Xaverius.  “Apa itu” “Ini pikiran manusiawi saya saja Tuhan Allah. Tahun ini kan genap 500 tahun sejak pertobatannya di Pamplona. Kebetulan, saya juga sering mendapat cerita dari bumi bahwa sejak pandemi Covid-19, Latihan Rohani dan Spiritualitas Ignatian, justru laris. Retret online laris dibanjiri umat dan anak muda. Para Jesuit juga giat sekali mempromosikan doa yang diajarkan Bapa Ignatius, yaitu eksamen, kontemplasi, percakapan rohani, dan lain sebagainya. Mungkin bapa Ignatius hanya ingin sekadar merasakan rasa bangga atas semua itu.”  “Atau juga Bapa Ignatius sekadar pengen aplicatio sensuum, coba-coba seperasaan dengan teman-teman Jesuit yang sering harus berdiskresi di tengah rasanya nunggu notifikasi WA. Ikut menelisik jenis gerak batin baru: desonan. Semacam sensasi hybrid desolasi dan konsolasi yang ditandai rasa-perasaan yang pada saat bersamaan sekaligus ngarep rame dan sepi kudos, likes, loves, fyp, emoticon di hape dan hati mereka. Konon desonan ini yang kadang terasa mengecoh, terasa dekat-sekaligus jauh dari Allah.” “Jadi menurut kalian, Bapa Ignatius itu seperti ingin refreshing dan riset di bumi?”  Faber maupun Xavier terbahak bersama. Percakapan tentang permohonan Ignatius lalu beralih ke topik seputar cuaca yang tidak menentu, rahmat-rahmat unik yang dimohon para Jesuit, teka-teki berimbangnya jumlah orang miskin dan kaya yang tembus masuk surga sejak pandemi, tebak-tebak kembang-ciutnya harapan kaum muda setelah pandemi di bumi berlalu.  Malam hari Tuhan Allah bermenung. “Apa yang kurang dari surgaku ini, hingga Ignatius tidak kerasan? Dialah influencer andal yang sukses mempersuasi umat menginginkan tempat ini. Apa kata warga surgaku kalau mereka tahu Ignatius malah ingin kembali ke bumi?”  Pertanyaan dan praanggapan itu Tuhan Allah bawa sambil membaca lagi isi surat permohonan Ignatius kembali turun ke bumi setelah 500 tahun pertobatannya. “Tuhan Allah, saya mohon diizinkan turun ke bumi. Saya hanya ingin lebih memahami apa yang terjadi di dunia dan pada saudara-saudara saya di Serikat. Belakangan ini, jumlah mereka di seluruh bumi terus berkurang 300 per tahun. Pun pula beberapa kali saya berjumpa saudara-saudara saya se-Serikat yang ternyata masih muda di sini atau di api penyucian. Secara unik, grafik statistik Jesuit yang langsung lolos ke sini juga rasanya berbanding terbalik dengan grafik lingkar perut mereka. Yang transit jauh lebih tinggi. Tanpa mengakrabi dunia lagi, rasanya saya sulit membantu tugas Tuhan Allah menjawab doa-doa yang dikirim umat bumi dengan tepat, arif dan bijaksana, lebih doa-doa kawan saya yang saat ini duduk sebagai superior seperti yang dulu saya jalani.” “Dengan kalimat apa, rencana ini perlu Aku tanggapi?” Kontributor : Adi Bangkit, S.J.

Feature

MARIA DELLA STRADA : Mendekatkan kepada Sang Putera, menyatukan kepada Allah Bapa (Bagian 1)

Oleh: L. A. Sardi S. J. Tulisan ini menyajikan penjelasan tentang Maria della Strada dalam hubungannya dengan hidup rohani St. Ignatius Loyola. Perjalanan rohani St. Ignatius diwarnai oleh kehadiran Bunda Maria; mulai dari awal pertobatannya hingga saat terakhir ketika berada di Roma. Maria della Strada (bahasa Italia) berarti Maria Sang Jalan atau Maria pelindung jalan. Gagasannya adalah bahwa Maria melindungi jalan-jalan kota Roma. Tetapi akhirnya juga berarti melindungi ‘pejalan’, ‘peziarah’, atau orang-orang yang melewati jalan itu sehari-hari. Gagasan lain adalah tentang harapan bahwa orang-orang bisa berhenti sejenak di tengah-tengah perjalanan lalu berdoa sebentar di kapel itu. Pemahaman lain, dalam praktik sehari-hari, orang-orang katolik Italia seringkali sebelum bepergian  jauh (menggunakan mobil, bus, atau angkutan umum lainnya) selalu berdoa “Maria della Strada, doakanlah kami.” Dalam hal ini, “Maria della Strada” juga bisa diartikan sebagai “Maria pelindung orang-orang yang sedang di jalan (dalam perjalanan), doakanlah kami.” Pemaknaan-pemaknaan ungkapan tersebut mau menunjuk kebenaran bahwa Bunda Maria menyertai perjalanan. Bila ungkapan tersebut kita gunakan untuk memahami pengalaman rohani St. Ignatius, yang menyebut diri sebagai peziarah, akan menjelaskan kenyataan bahwa St. Ignatius merasakan disertai, dikuatkan, dijaga, dan dibimbing dalam peziarahan hidupnya.     Itulah mengapa selanjutnya, peranan Maria terus disadari sebagaimana nampak misalnya dalam rumusan doa persembahan penting dalam Latihan Rohani, “O, Tuhan semesta abadi, dengan kurnia dan pertolongan-Mu, kuhaturkan persembahanku di Kebaikan-Mu yang tak terhingga, di hadapan Bunda-Mu teramat mulia dan sekalian Santo-santa istana surga …” (Latihan Rohani 98); dan ada dalam pengucapan kaul para jesuit, “… berkaul kepada keagungan Ilahi-Mu di hadapan Perawan Tersuci Maria dan segenap penghuni surga, …” (Konstitusi S. J., 527). Mau ditegaskan bahwa sejak awal pertobatannya, saat berziarah jalan kaki tanpa bekal ke Yerusalem maupun dalam mengemban pemerintahan Serikat dan karya-karyanya Ignatius mengalami dukungan Bunda Maria. Ibarat dalam perjalanan, Maria selalu di jalan yang ditempuh Ignatius. Dalam tradisi katolik keluarga Loyola, Ignatius sendiri sudah melihat kehadiran Maria sejak kecil. Di rumahnya ada gambar Maria menerima kabar gembira yang dibawa oleh kakak ipar, Magdalena Arraoz. Gambar ini pemberian dari ratu Elisabeth Katolik oleh karena kedekatan Magdalena dengan sang ratu. Suku bangsa Bask sendiri memiliki tenmpat peziarahan Maria Arranzazu, ke sana pertama kali Ignatius mengawali peziarahannya setelah bertobat. Tidak jauh dari rumah Ignatius ada tempat doa yang bernama Ermita Nuestra Señora de Olatz. Maria della Strada1 Bisa kita ketahui riwayat Maria della Strada menjadi pelindung Serikat Yesus dan selanjutnya disebarluaskan oleh para jesuit di banyak tempat. Riwayat tersebut pertama-tama terkait dengan kedatangan Ignatius dan sahabat- sahabatnya dalam mempersembahkan diri kepada Gereja di bawah Paus di Roma yang juga merupakan asal usul kelahiran Serikat Yesus. Maria della Strada adalah gambar Maria yang pertama kali dihormati di dalam Serikat Yesus yang baru lahir. Lebih daripada itu Maria della Strada diperingati secara liturgis oleh Serikat Yesus pada tanggal 24 Mei. Peringatan liturgis ini merupakan kesempatan    rohani bagi para jesuit dan banyak rekannya untuk menyadari bahwa mereka itu hidup sebagai peziarah seperti diinspirasikan oleh St. Ignatius Loyola, sang peziarah dalam Tuhan. Tercatat bahwa keberadaan Maria della Strada dimulai pada tahun 425. Pada tahun itu keluarga Astalli yang membangun tempat suci Bunda Maria di kota tua Roma. Bunda Maria yang ditempatkan di situs tersebut disebut “Madonna degli Astalli”. Selanjutnya di tempat doa yang didirikan oleh keluarga Astalli ini dipasang gambar Madona della Strada atau Maria della Strada hasil karya anonim dari seni aliran roma antara abad XV dan XVI. Ignatius dan teman-temannya tiba ketika tempat suci Bunda Maria itu sudah menjadi Maria della Strada. Mereka dikenal oleh banyak orang karena semangat merasul dan karya-karyanya, kendati belum merupakan Serikat yang disetujui Paus. Ignatius dan teman-temannya tinggal dekat Maria della Strada dan sering berkotbah dan merayakan ekaristi di gereja Maria della Strada. Setelah Serikat disahkan oleh Paus Paulus III pada tahun 1540, gereja Maria della Strada diserahkan kepada Serikat Yesus oleh Paus yang sama pada bulan Februari 1541. Pedro Codacio, seorang imam diocesan yang bergabung dengan Serikat Yesus dan merupakan jesuit Italia pertama ditugaskan untuk bekerja di Gereja tersebut. Pada tahun 1568, Kardinal Alessandro Farnese memulai membangun Gereja Gesú di Roma, sebagai gereja induk para Jesuit. Ketika gereja Maria della Strada dirobohkan, selanjutnya gambar Maria della Strada ditempatkan dalam salah satu kapel Gereja Gesú. Sejak itu sampai sekarang di dalam gereja del Gesú terdapat kapel Maria della Strada. Mulai tahun 1551 Gereja del Gesú menjadi tempat keberadaan Jendral Serikat hingga Serikat dibubarkan pada tahun 1773. Penempatan Maria della Strada dalam konteks ke-jesuitan bisa diterangkan dari sisi inspirasi strategis yang meriwayatkan kerohanian Serikat Yesus yang diwariskan oleh St. Ignatius. Gereja Gesú dibangun dan dipersembahkan untuk Bapa, Santa Maria dan Yesus. Dalam Gereja Gesú María della Strada ditempatkan di antara dua altar, yaitu altar St. Ignatius dan altar besar Nama Yesus. Penempatan demikian ini mau menegaskan peranan Santa Maria dalam peziarahan untuk didekatkan kepada Yesus Sang Putera dan disatukan kepada Bapa. Setidaknya demikian yang terjadi pada St. Ignatius dan demikian diharapkan dialami oleh para jesuit dan rekan-rekan kerjanya: Didekatkan dengan Sang Putera, disatukan dengan Allah Bapa. Selain itu penempatan Maria della Strada juga bisa dijelaskan dengan arsitektur Gereja Gesú beserta ikon-ikonnya. Dalam keutuhan arsitektur dan ikon-ikon yang ada di Gereja Gesú mau ditunjukkan gagasan penting tentang triple coloqui atau wawancara tiga pribadi yang diajarkan oleh St. Ignatius dalam Latihan Rohani atau sering disebut Retret Agung atau Retret Sebulan2. Dalam Latihan Rohani St. Ignatius menganjurkan supaya terkait dengan permohonan- permohonan penting dan istimewa, melakukan doa triple coloqui atau wawancara dengan tiga pribadi. Mohon kepada Maria supaya mendapatkan rahmat dari Sang Putera dan Tuhannya; mohon kepada Sang Putera supaya Ia memperolehkan rahmat yang dimohon: mohon yang sama kepada Bapa agar Bapa sendiri mengabulkan rahmat yang dimohon (Bdk. Latihan Rohani 147). Pada tahun 1638 Maria della Strada diresmikan secara kanonis dan makin dihormati oleh banyak pengunjung. Penghormatan ini mendorong Paus Leo XIII pada tahun 1890 menetapkan pesta liturgis Maria della Strada pada tiap 24 Mei kepada Serikat Yesus. Melalui banyak jesuit di seluruh dunia Serikat Yesus menyebarkan pesta liturgis ini dengan membagikan inspirasi rohaninya. Tidak sedikit kapel, tempat di lingkungan Serikat atau kelompok karya yang selanjutnya menggunakan nama Maria della Strada. Saya

Feature

Kami Bersama Rakyat Myanmar: Aksi Solidaritas Masyarakat Indonesia pada KTT ASEAN

Hingga sekarang, situasi di Myanmar tidak ada kemajuan berarti untuk pulih kembali sebagai negara yang demokratis dan damai. Sejak 1 Februari 2021, ketika junta militer melakukan kudeta dan menahan Konselor Aung San Suu Kyi dan Presiden Myanmar Win Myint, rakyat Myanmar hidup dalam situasi genting, tidak aman, dan mengalami kekerasan dari junta militer. Aksi-aksi protes damai ditanggapi dengan kekerasan dan pembunuhan. Mereka bagaikan domba tanpa gembala. Seruan untuk menghentikan kekerasan dan pembunuhan dari lembaga-lembaga dan badan dunia serta para pegiat hak-hak asasi manusia serta kelompok-kelompok religius tidak dihiraukan sama sekali oleh junta militer. Puluhan ribu orang terpaksa mengungsi ke tempat yang aman. Baru-baru ini diberitakan bahwa ada sekitar sekitar 25 ribu orang dari etnis Karen yang mengungsi ke Thailand, karena dibombardir lewat udara oleh militer. Untuk membantu mencari solusi atas situasi di Myanmar ini, Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Jakarta, pada tanggal 24 April 2021 yang lalu. Pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah KTT ini. Salah satu agenda pertemuan tersebut adalah mendiskusikan solusi krisis yang sedang terjadi di Myanmar. Pemimpin junta militer yang menggulingkan pemerintahan yang syah, Jendral Min Aung Hlaing diundang untuk menghadiri pertemuan ini. Sementara itu National Unity Government of Myanmar (NUG) yang baru saja dibentuk mewakili rakyat Myanmar tidak diundang. Hal ini menimbulkan kekecewaan rakyat Myanmar dan reaksi keras dari para pegiat hak-hak asasi manusia, komunitas lintas-iman, masyarakat sipil dan individu-individu yang mempunyai perhatian atas kondisi di Myanmar.  Pada tanggal 21 April, saya mendapatkan pesan WA dari teman-teman Myanmar, meminta bantuan warga Indonesia untuk membuat sesuatu dalam menanggapi KTT ASEAN tersebut. Pesan itu “menggelisahkan” saya yang selama ini tidak tahu harus berbuat apa untuk mengungkapkan solidaritas kami dengan rakyat Myanmar. Hal yang langsung muncul di benak saya adalah berdoa bagi mereka. Setiap hari kami memang selalu memasukkan intensi misa untuk rakyat Myanmar dalam misa komunitas. Namun cukupkah itu? Bagaimana agar doa itu bisa didengar tidak hanya oleh Tuhan tetapi juga oleh masyarakat lebih luas? Maka berburu waktu agar tidak kehilangan kesempatan, saya langsung menghubungi jaringan individu dan lembaga-lembaga yang mempunyai kepedulian terhadap penderitaan rakyat Myanmar. Gayung pun bersambut! Sepuluh lembaga masyarakat sipil dan lembaga sosial keagamaan serta individu-individu bersepakat untuk membuat doa bersama lintas agama secara online.  Dalam waktu singkat, sepuluh lembaga non pemerintah dan lembaga-lembaga sosial keagamaan serta puluhan individu bersepakat untuk mengadakan doa bersama dengan platform zoom pada malam sebelum perhelatan KTT dilaksanakan, yakni 23 April 2021. Kegiatan doa dapat dilihat dalam link berikut: https://youtu.be/NEBHM36LZLk. Intensi doa untuk mengungkapkan solidaritas dengan rakyat Myanmar yang ditinggalkan oleh Negara-negara Asia Tenggara dengan tidak mengundang perwakilan mereka, sebaliknya malah mengundang jenderal junta militer yang melakukan kekerasan dan represi terhadap mereka. Doa dihadiri oleh enam puluh orang dari perwakilan sepuluh lembaga dan individu-individu lain yang mendukung. Sebagai inisiator utama, saya memberikan kata pembukaan dan kemudian dilanjutkan dengan pembacaan pernyataan dari wakil lembaga-lembaga pendukung dan memuncak pada doa dari tujuh agama dan kepercayaan (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu dan Sunda Wiwitan). Ada lima poin tuntutan yang diungkapkan dalam doa tersebut, yakni: Menolak kehadiran wakil junta militer, Jenderal Min Aung Hlaing dalam KTT ASEAN dan meminta mengundang perwakilan dari National Unity Government of Myanmar sebagai wakil syah rakyat Myanmar; Mendesak Junta militer untuk melepaskan dengan segera dan tanpa syarat Aung San Suu Kyi dan Win Myint serta tahanan politik lainnya; Mendesak junta militer dengan segera mengakhiri segala bentuk kekerasan dan pembunuhan terhadap rakyat Myanmar, termasuk masyarakat rohingya; Memberikan akses bagi delegasi ASEAN dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ke negara Myanmar untuk melakukan monitoring, menghentikan kekerasan junta militer dan membantu bernegosiasi untuk menemukan solusi secara demokratis, damai, dan inklusif yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Disamping kegiatan doa, pada tanggal 24 April, saat berlangsung KTT, juga diadakan aksi damai yang bertajuk “Gowes for Democracy”, yang diinisiasi oleh Komunitas “Milk Tea Alliance Indonesia” dan didukung oleh lembaga-lembaga masyarakat sipil dan lembaga sosial berbasis agama serta individu-individu lainnya. Kegiatan ini diikuti sekitar 70 pesepeda dari berbagai lembaga dan kelompok masyarakat. Acara dimulai dari kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat menuju tempat perhelatan KTT di kantor Sekretariat ASEAN,  Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Acara dibuka dengan konferensi pers untuk membacakan pernyataan bersama yang isinya tuntutan-tuntutan seperti yang dinyatakan dalam doa lintas iman di atas. Foto kegiatan dapat dilihat di link berikut: https://drive.google.com/drive/folders/1mJCupS8fcMuGqWokNVY3JtsYktR_ChC_?usp=sharing  Aksi gowes tersebut sempat dihentikan polisi tiga kali. Penghentian ketiga terjadi di Jalan Sudirman dekat Patung Pemuda Membangun. Di situ sempat terjadi ketegangan antara polisi dan peserta aksi, yang videonya sempat viral di twitter @Idmilktea. Video tersebut saya ambil di tempat kejadian, dapat dilihat dalam link berikut: https://youtu.be/U6mz6_lEbCM  Atas situasi Myanmar, KTT ASEAN menelurkan lima kesepakatan, yakni: Kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri; Dialog konstruktif antara semua pihak yang terlibat harus dimulai untuk menemukan solusi damai demi kepentingan rakyat Myanmar; Utusan khusus ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog, dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN; ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan lewat AHA Centre. Utusan khusus dan delegasi ASEAN akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak yang berkepentingan. Ada berbagai tanggapan atas hasil kesepakatan ASEAN ini. Rakyat Myanmar dan para aktivis kemanusiaan tidak puas karena rakyat Myanmar tidak terwakili dalam KTT tersebut. Di samping itu juga tidak ada pernyataan yang menuntut junta militer untuk melepaskan sesegera mungkin dan tanpa syarat para tahanan politik. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, Perdana Menteri Malaysia dan Singapura sebenarnya menuntut pembebasan para tahanan politik ini, namun tidak masuk dalam hasil keputusan akhir. Ada juga tanggapan lain bahwa hasil kesepakatan KTT ASEAN ini sangat kuat dan secara terang-terangan disampaikan di depan jenderal junta militer yang hadir dalam KTT tersebut. Namun demikian, Jenderal Min Aung Hlaing tidak jelas komitmennya untuk menjalankan kesepakatan itu. Bahkan sehari setelah kesepakatan ASEAN keluar masih terjadi kekerasan dan pembunuhan empat rakyat Myanmar yang mengadakan protes damai. Selain itu dua hari setelah KTT tersebut juga terjadi pecah konflik antara militer etnik Karen dengan junta militer yang menyebabkan sekitar 25 ribu lebih warga Karen mengungsi ke Thailand.  Sementara itu, lewat twitter Josep Borrell, Perwakilan Tinggi Uni Eropa menanggapi hasil KTT ASEAN sebagai sebuah