Pilgrims of Christ’s Mission

Feature

Perjalanan air ke Paroki Malaikat Gabriel Kapi
Feature

Asistensi Pekan Suci yang Memperkaya

Nostri dan rekan berkarya terkasih, Pekan Suci yang lalu Rm. Sudri mengutus saya untuk asistensi Tri Hari Suci dan sosialisasi PNE (Pustaka Neo Edutech) di Keuskupan Agats-Asmat. Uskup Mgr. Aloysius Murwito OFM meminta saya ke paroki Malaikat Gabriel Kapi, yang dikomandani Pater Heribertus Antoine Ola, Pr didampingi Pater Pius Apriyanto, Pr, yang baru ditahbis. Paroki Kapi menjadi perhatian nasional tahun 2018 akibat campak dan gizi buruk. Keadaan sekarang jauh berbeda. Transportasi Air Perjalanan dari Agats ke Kapi menggunakan long boat sungguh luar biasa. Kami berangkat pukul 10 pagi dan tiba pukil 17.30. Rencana semula berangkat 07.30, tetapi karena air masih surut, boat belum bisa melewati air. Setiap kali ke Agats, Pater Heri berbelanja keperluan pastoran, paroki, kios dan pribadi. Yang selalu harus dibeli adalah bahan bakar untuk long boat. Perjalanan ke Kapi menembus beberapa kali potong untuk mempersingkat waktu perjalanan. Perjalanan bervariasi antara sungai besar-laut lepas-kali potong-muara. Kali-kali potong tidak dapat dilewati saat air surut. Menembus kali potong membutuhkan keahlian tersendiri. Ada kali potong yang lebarnya sedikit lebih lebar dari badan boat kami. Kadang kami harus merunduk untuk menghindari cabang-cabang pohon yang terjuntai di atas kami. Kiri kanan hanya hutan belantara yang indah. Kicau burung menyemarakkan perjalanan. Sepanjang perjalanan kami diguyur hujan, hanya sekejap matahari memancarkan sinarnya. Perjalan Agats-Kapi biasanya 6 jam. Transportasi air merupakan transportasi utama di Keuskupan Agats. Kunjungan uskup maupun pelayan pastoral harus memperhatikan kalender air yang disediakan oleh BMKG. Angka 2-3 disebut air koda, keadaan air normal, aman untuk dilalui. Diluar rentang itu perlu waspada. Kalender air membantu memperkirakan waktu pasang surut air, sehingga kegiatan/kunjungan bisa direncanakan. Kali ini saya bisa menumpang pastor paroki Kapi karena dia ke Agats menghadiri rekoleksi keuskupan yang dibawakan Pater Yan Djawa, SVD dari Jayapura. Rekoleksi berlangsung Selasa, 30 Maret pagi, dilanjutkan misa Krisma pada sore hari. Saya bersyukur sore bisa bergabung. Kasula yang digunakan khas Asmat. Masyarakat Peramu Masyarakat Asmat tinggal di daerah rawa, tergolong peramu. Mereka ke hutan bila persediaan sagu habis, atau ke sungai mencari ikan, udang. Di sepanjang sungai/laut terdapat bevak yang digunakan untuk bermalam saat mereka mencari sagu atau makanan lain di hutan. Incest Perkawinan sedarah di Kapi dan beberapa wilayah tak terhindarkan karena lingkungan yang tertutup. Berkunjung ke wilayah lain hanya bisa dilakukan dengan boat sedangkan masyarakat umumnya hanya memiliki perahu kecil yang tidak bisa dipakai untuk jarak jauh. Untuk mengatasi keadaan ini keuskupan mengadakan kegiatan OMK per dekenat. Sesudah Paskah, 18-25 April, kegiatan OMK dekenat dipusatkan di Kapi. Orang-orang muda belajar berkebun, memasak, memproses sagu, dan belajar saling mengenal satu sama lain. Puasa Internet Kapi belum memiliki koneksi internet. Listrik menggunakan generator yang menyala pkl. 18.00-06.00. Kabel listrik sudah terpasang oleh PLN, namun belum teraliri. Kejadian Luar Biasa (KLB) 2018 Tahun 2018 tahun kelam bagi paroki Kapi, karena menjadi perhatian nasional akibat laporan penyakit campak dan gizi buruk. Perhatian muncul setelah uskup berkunjung bersama seorang dokter dari Jakarta. Sang dokter terkejut melihat banyak anak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit, dan banyak yang menunjukkan gejala campak. Saat itu Kapi masih berstatus kuasi paroki. Sejak diliput Kompas banyak wartawan datang meliput. Dinas Kesehatan seperti tersengat. Perubahan mulai tampak sejak Kapi menjadi paroki dan dikomandani Pater Heri. Warga tampak bersih, kulit mereka sehat. Kebiasaan mandi, menjaga kebersihan diri dan lingkungan semakin tampak. Pemberdayaan Umat Kapi Pastor paroki berusaha memberdayakan umat yang seluruhnya masyarakat Asmat, dengan mengolah dan menjual tepung sagu, menanam sayur, keladi dan padi. Pemberdayaan ini diharapkan bisa meningkatkan gizi dan ekonomi umat. Tri Hari Suci Kamis Putih dan Jumat Agung saya menemani pastor paroki di Kapi. Sabtu Paskah saya ikut Pater Pius ke stasi St. Petrus dan Paulus As’atat. Perjalanan ke As’atat menembus hujan dan angin. Perayaan Malam Paskah sungguh menyentuh, dilingkupi oleh cahaya redup dan hembusan angin. Setelah perayaan kami langsung kembali ke Kapi. Perjalanan pulang yang dingin kami nikmati sambil sesekali melihat kerlap-kerlip kunang-kunang. Sawaerma Dalam perjalanan pulang ke Agats, tak terduga saya bisa bertemu Pater Vincent Paul Cole, Maryknoll, pastor Amerika yang menjadi misionaris sejak 1979 di Sawaerma. Pater membangun gereja Kristo Amore (Kristus Bangkit) yang penuh dengan ukiran Asmat. Tiang-tiang gereja menggambarkan unsur dunia dan ilahi. Semua ukiran kayu swadaya umat. Ada 12 tungku di dalam gereja. Setiap tungku dikelilingi oleh 2 keluarga. Tidak ada kursi dalam gereja, umat dan imam duduk di lantai. Umat membaca Kitab Suci pada Tungku Sabda dan imam merayakan Ekaristi pada Tungku Ekaristi yang letaknya berhadapan. Tidak habisnya saya mengagumi gereja agung, artistik dan megah ini. PNE Sebelum dan sesudah asistensi saya meluangkan waktu untuk mengenalkan Pustaka Neo Edutech, kreasi Rm. Sudri dan tim. Para guru terheran-heran. Mereka bisa mengakses materi dan video pelajaran tanpa harus menggunakan jaringan internet. Ini pengalaman pertama mereka menggunakan intranet. Akhir Kata Pengalaman Pekan Suci di Keuskupan Agats-Asmat sungguh memperkaya. Saya belajar banyak dari pastor paroki yang mampu berkreasi di tengah himpitan keterbatasan. Alam menyediakan yang dibutuhkan. Kontributor: Dismas Tulolo, SJ

Feature

Kesahajaan Umat Dayak di Paroki Botong

Berada di Kalimantan, tentu saja yang terbayang adalah kebun sawit dan tambang. Namun, pengalaman saya berada di Botong, Kualan Hulu, Ketapang, Kalimantan Barat, dua hal tersebut tidak ada sama sekali. Di Botong, saya bisa menikmati indahnya alam Kalimantan dengan hutan yang luas dan sungai yang mengalir deras serta dapat hidup bersama orang-orang dayak yang ramah dan pekerja keras. Di tempat ini, kita bisa melihat dengan jelas keaslian orang dayak dan juga alam yang dijaga oleh mereka. Sekitar enam bulan yang lalu, seorang Jesuit telah hadir di Pra Paroki Santa Maria, Botong, Ketapang, yaitu Rm. A. Mardi Santosa, S.J. Paroki ini akan diserahkan kepada Serikat Jesus untuk mengawali Paroki SJ yang berada di Kalimantan. Menurut Rm Mardi, paroki ini dipilih karena “kebersahajaan” orang-orang di desa Botong ini menarik untuk kita dampingi. Orang-orang Dayak di Botong merupakan orang Dayak murni yang belum tercampur budaya dari suku lain. Juga alam di sini masih sangat asri dan belum masuk industri perkebunan besar. Perkebunan dan hutan masih dikelola secara klan/keluarga. Maka, berada di tempat ini seperti cita-cita Jesuit dalam Universal Apostolic Preferences yaitu untuk mengajak semua orang mendalami dan mengambil tindakan perubahan seturut Injil.” Pra-paroki Botong terletak di ujung utara Keuskupan Ketapang. Daerah ini sangat terpencil. Untuk menjangkau tempat tersebut menggunakan kendaraan tidaklah mudah karena hanya bisa dijangkau kendaraan roda dua melalui jalan yang sulit. Untung saja saya berada di sana saat kemarau sehingga jalan tidak terlalu buruk. Meskipun begitu, saya masih menemui kesulitan karena tidak terbiasa off road. Tiba di Pastoran Botong membuat saya lega karena akhirnya sampai juga di lokasi. Kulit saya perih dan memerah karena panas yang membakar kulit. Namun semua itu terlupakan ketika disambut umat yang ramah dan ceria. Kami bercerita dan bersenda gurau bersama-sama ditemani kopi asli Kalimantan dan juga gorengan khas mereka. Kami semua merasa lega telah sampai lokasi dengan selamat tanpa lecet sedikitpun. Saya berada di tempat ini selama pekan suci. Saya bertugas membantu mempersembahkan misa atau ibadat, baik di paroki maupun stasi. Empat hari pertama saya berada di Gereja Botong dan stasi-stasi terdekat dengan menggunakan motor dan empat hari berikutnya saya keliling stasi-stasi dengan menggunakan perahu. Saya merasakan bahwa ini menjadi pengalaman yang sangat menarik. Untuk menjangkau sebuah lokasi pelayanan tidaklah semudah dan semurah seperti di Jawa. Juga sangat melelahkan. Namun berbagai kesulitan dan kelelahan tersebut hilang begitu bertemu penduduk sekitar yang sangat ramah dan air sungai yang jernih segar. Memang tidak semua sungai di sana berair jernih dan segar karena adanya tambang emas ilegal. Hal lain yang juga saya lihat menarik di sana adalah betapa orang-orang di sana memiliki karakter pekerja keras. Di tengah cuaca yang panas dan terik, mereka bersama-sama menanam atau menuai padi di tengah hutan. Selain itu, mereka juga bekerja sama memotong kayu di hutan untuk membangun sebuah rumah. Ada juga yang bercerita kepada saya kalau tangannya bengkak karena harus potong kayu yang besar dan keras. Menarik juga ketika tahu bahwa mayoritas orang di sana memiliki hobi sama, yaitu memancing ikan baong. Mari kita bersama-sama berdoa untuk perkembangan umat di Botong agar mendapatkan rahmat melimpah untuk mensyukuri dan merawat alam yang indah ini serta merasakan bagaimana Tuhan bekerja bersama mereka dalam hidup ini. Kontributor: Windar Santoso, SJ

Feature

Situasi di Myanmar

Mainglarba,  Peace & Love, Salam untuk semuanya! Rakyat Myanmar beberapa minggu terakhir berada dalam kesedihan karena kudeta militer sejak 2 Februari 2021. Pihak militer mengklaim bahwa situasi ini terjadi karena kesalahan/kecurangan hasil pemilu tahun 2020 yang tidak dapat diterima. Kami kehilangan ketidakadilan dan juga hak asasi manusia. Militer menangkap (dan bahkan membunuh) orang-orang yang tidak bersalah. Mantan presiden U Win Myint, Aung San Su Kyi dan beberapa pemimpin terpilih ditahan sejak 1 Februari 2021, oleh militer dan sejauh ini tidak ada informasi.  Di sisi lain, jumlah penularan virus Covid-19 semakin meningkat, jumlah penduduk miskin semakin banyak, dan banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Tidak hanya orang miskin yang terkena dampaknya, tetapi juga banyak remaja yang sekarang putus sekolah. Perekonomian, reformasi sistem kesehatan masyarakat dan pendidikan juga tersendat. Selama ini, harapan satu-satunya bisa dilihat dari aksi CDM (civil disobedience movement) yang dilakukan jutaan orang di pelbagai tempat di Myanmar. Orang-orang turun ke jalan dan mencoba untuk menunjukkan penolakan mereka terhadap kudeta militer dan keinginan demokrasi sejati. Mereka menuntut pembebasan segera para pemimpin yang ditahan pihak militer tanpa alasan. Masyarakat Myanmar berharap negara-negara tetangga dan negara-negara besar lainnya mengambil tindakan atas situasi ini. Ada pertanda baik bahwa beberapa pemimpin dunia dan lembaga internasional dengan sigap menuntut agar militer Myanmar segera membebaskan para tahanan politik dan menghormati suara rakyat serta hasil pemilu. Kami masih belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun saya berharap Myanmar tetap dapat membangun kebebasan, keadilan, dan demokrasi yang sejati. Merupakan berkah bagi Myanmar bahwa para pemuda bersemangat untuk memimpin protes di jalanan dengan berbagai cara yang kreatif. Mereka menjadi sukarelawan yang bekerja dengan penuh semangat, dalam persatuan dan tanpa rasa takut. Para Jesuit di Myanmar juga menemukan cara-cara kreatif untuk melibatkan kaum muda untuk bergerak dan dapat menggunakan kesempatan ini secara konstruktif. Misalnya, inisiatif Tim Medis dari kelompok Magis yang memberikan penghiburan, membawa banyak orang untuk ditemani dan hadir berada di sana bersama masyarakat. Belum lama ini, media sosial Facebook, Whatsapp, dan beberapa aplikasi komunikasi di Myanmar mulai dimonitor oleh pemerintah. Oleh karena itu, para Jesuit di Myanmar kini beralih ke aplikasi “Signal” untuk berkomunikasi satu sama lain.  Momen Bola Meriam untuk Myanmar Saya juga mendorong orang-orang Myanmar dan Jesuit di sana, dengan refleksi sederhana ini. Kebetulan kudeta ini terjadi saat kita akan melewati tahun Ignasian. Saya melihat bahwa momen kudeta ini ibarat “bola meriam” menghantam kami. Seperti bola meriam Ignatius di Pamplona, mental Ignasius hancur, dan dia menderita luka fisik. Tetapi  “bola meriam” itu menyediakan suatu kesempatan baginya untuk berhenti dan memulai proses pertobatannya. Kita tahu, setelah proses penyembuhan di Loyola, Ignatius menjadi pribadi baru dengan mimpi-mimpi baru. Menyangkut masalah di Myanmar, kami sekarang berada dalam momen bola meriam. Kami dihancurkan, menderita, dan dalam situasi yang tidak pasti. Kami harus mengubah situasi dan menemukan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang terjadi. Semoga momen terluka ini menjadi kesempatan yang bermanfaat bagi Myanmar untuk bangkit dan menjadi negara demokrasi sejati. Saudara-saudara, saya meminta tolong agar membawa Myanmar dalam doa-doa Anda agar Tuhan mendengar permohonan kami dan menyelamatkan Myanmar. Tuhan memberkati kita semua. Kontributor: James Naw Kham, SJ – Skolastik Myanmar

Feature

Surat Mgr. Charles Kardinal Maung Bo Kepada Rakyat Myanmar & Komunitas Internasional

3 Februari 2021 Teman-teman yang terkasih,  Sebagai seorang pemimpin rohani, saya menuliskan surat ini sebagai ungkapan empati jutaan orang saat ini. Saya menulis surat ini untuk bangsaku yang tercinta, para pemimpin sipil, Tatmadaw (tentara Myanmar) dan komunitas internasional.  Saya telah menyaksikan dengan penuh kesedihan hatia peristiwa kelaman dan sejarah kita dan menyaksikan dengan penuh harapan daya juang bangsa kita dalam perlawanan mereka mempertahankan martabat. Kita berjalan melalui saat-saat yang menantang dalam sjearah. Saya menuliskan surat ini dengan penuh kasih terhadap semua dalam upaya mencari jalan keluar yang bertahan lama sambil berdoa agar masa kekelaman yang melingkupi bangs akita bisa berakhir selama-lamanya.  Kepada Bangsa Myanmar yang tercinta Saya ingin membagikan rasa persahabatan saaat ini bagi kalian semua yang sedang menghadapi peristiwa mendadak, dan mengejutkan yang sedang terbentang dihadapan kita. Saya mengajak masing-masing dari anda untuk tetap tenang dan menjauhi kekerasan. Sudah cukup banyak darah yang kita tumpahkan. Jangan lagi ada darah yang tertumpah di negeri ini. Bahkan pada saat genting sekarang inipun, saya meyakini bahwa perdamaian adalah satu-satunya cara, perdamaian itu mungkin. Selalu ad acara-cara tanpa kekerasan untuk mengungkapkan protes-protes kita. Peristiwa yang terjadi ini adalah akibat dari kurangnya dialog dan komunikasi dan perdebatan tanpa akhir dari pandangan-pandangan yang berbeda. Saat ini hendaknya kita tidak memperpanjang kebencian. Hendaknya semua pemimpin komunitas dan pemimpin agama berdoa dan menggerakan komunitas-komunitas untuk bereaksi secara damai atas peristiwa-peristiwa ini. Berdoalah bagi semua, berdoa bagi segalanya, dan menjauhi segala bentuk provokasi.  Kita juga sedang menghadapi pandemi. Tenaga-tenaga medis kita yang gagah berani telah menyelamatkan banyak nyawa. Kami memahami penderitaan anda. Beberapa telah mengundurkan diri sebagai bentuk protes, tapi saya mohon jangan tinggalkan bangsamu saat mereka membutuhkan anda saat ini.  Kepada Jenderal Tatmadaw dan Keluarga para Tatmadaw Dunia terkejut dan bersedih atas apa yang terjadi. mengungkapkan kemarahan mereka atas apa yang terjadi ini. Dunia sangat kagum ketika tahun 2015, militer menjalankan transisi damai kepada pemerintah yang terpilih. Saat ini dunia mencoba untuk memahami apa yang salah setelahnya. Apakah Tatmadaw dan otoritas sipil kurang berdialog?  Kita telah melihat banyak penderitaan dalam konflik. Tujuha decade pertumpahan dan penggunaan kekerasan tidak menghasilkan apa-apa. Kalian menjanjikan perdamaian dan demokrasi sejati. Demokrasi adalah lapisan harapan bagi penyelesaian masalah-masalah di negeri yang dulu kaya ini. Saat ini, jutaan orang memilih demokrasi. Bangsa kita percaya pada peralihan kekuasaan secara damai. Saat ini Tatmadaw secara sepihak telah mengambil alih. Peristiwa ini mengejukan dunia dan bangsa Myanmar. Tuduhan atas kecurangan Pemilu dapat diselesaikan lewat dialog di hadapan pengamat yang netral. Suatu kesempatan besar hilang. Banyak pemimpin dunia mengecam dan akan terus mengecam langkah yang mengejutkan ini.  Sekarang anda, (Tatmadaw), menjanjikan demoraksi yang lebih besar – setelah penyelidikan dan pemilihan yang lain. Bangsa Myanmar capek dengan janji-janji kosong. Mereka tidak pernah menerima pernyataan palsu. Anda menjanjikan akan mengadakan pemilihan multi partai setelah satu tahun. Bagaimana anda akan mendapatkan kepercayaan bangs akita? Mereka hanya akan percaya saat kata-kata diwujudkan dalam tindakan-tindakan yang tulus.  Derita dan kekecewaan mereka harus dipahami. Tindakan anda perlu membuktikan bahwa anda mencintai mereka, memperhatikan mereka. Sekali lagi saya mohon kepada anda, perlakukanlah mereka dengan damai dan penuh martabat. Jangan lagi ad kekerasan antara bangsa Myanmar yang terkasih.  Sayang sekali, para wakil rakyat yang terpilih dari partai NLD kiniditahan. Demikian juga para penulis, aktivis, dan kaum muda. Saya sungguh meminta agar Anda menghargai hak mereka dan membebaskan mereka. Mereka bukanlah tawanan perang; mereka adalah tahanan proses demokratis. Anda menjanjikan demokrasi, maka mulailah dengan membebaskan mereka. Dunia akan memahami Anda. Kepada Daw (Nyonya) Aung San Suu Kyi, Presiden U Win Myint, dan para Pemimpin yang terkasih Yang terkasih para pemimpin Partai NLD: Anda semua berada dalam situasi tak menguntungkan dari perjuangan tanpa henti untuk membawa demokrasi ke negeri ini. Peristiwa tak terduga ini telah menjadi anda semua tahanan. Kami berdoa dan memohon dengan sangat agar para pihak terkait segera membebaskan Anda secepatnya. Daw Aung San Suu Kyi, Anda hidup dan mengorbankan hidupmu bagi bangsa kita. Anda akan selalu menjadi suara bangsa kita. Hari ini adalah hari yang menyakitkan. Anda tahu dengan jelas kegelapan, dan anda mengenal terang di dalam bangs aini. Bukan saja Anda menjadi puteri tercinta dari bapa bangsa ini, Jenderal Aung San, tetapi Anda juga menjadi Amay (Ibu) Suu bagi bangs aini. Kebenaran akan terungkap. Tuhan adalah hakim akhir bagi kebenaran. Tapi Tuhan menunggu. Saat ini saya ingin bersimpati dengan kesusahanmu dan berdoa semoga anda sekali berjalan di tengah bangsamu dan membangkitkan semangat mereka.  Pada saat ini, saya ingin menegaskan bahwa insiden ini terjadi karena kurangnya dialog dan komunikasi, dan kurangnya penerimaan satu sama lain. Mohon dengarkanlah satu sama lain.  Kepada Seluruh Komunitas Internasional Kami sungguh berterima kasih atas segala bentuk keprihatinan dan perhatian anda semua. Kami juga berterima kasih atas penemanan anda yang penuh bela rasa. Semua itu sungguh berarti bagi kami. Tetapi sejarah secara menyakitkan telah menunjukkan bahwa kesimpulan dan penilaian yang terburu-buru pada akhirnya tidak membawa keuntungan bagi bangsa kami. Sanksi dan dan kutukan hanya membawa sedikit hasil, dan terlebih menutup pintu bagi dialog. Tindakan-tindakan kerasa semacam ini menjadi kesempatan yang besar bagi negara-neara adi daya yang mengincar sumber-sumber daya kami. Kami mohon jangan paksa orang-orang yang menjadi keprihatinan anda menukarkan kedaulatan mereka. Komunitas internasional perlu masuk dalam realitas, memahami dengan baik sejaran dan politik ekonomi Myamar. Sanksi beresiko pada kehancuran ekonomi, dan mencampakkan jutaan orang ke dalam kemiskinan. Satu-satunya cara ialah dengan ikut serta dalam rekonsiliasi. Apa yang terjadi ini sungguh menyakitkan dan memporak-porandakan bangsa kami. Saya menuliskan surat ini untuk membesarkan hati semua orang. Saya tidak menulisnya sebagai seorang politikus. Saya percaya semua pihak yang berkepentingan di negara ini menginginkan yang terbaik untuk seluruh rakyat. Saya menuliskan surat ini dalam doa dan harapan bagi bangsa ini, bahwa tanah berharga dari orang-orang yang penuh rahmat ini akan memasuki panggung global sebagai sebuah komunitas yang berdamai dengan penuh harapan dan damai. Mari kita selesaikan segala pertengkaran ini dengan jalan dialog.     Perdamaian itu mungkin. Perdamaian adalah satu-satunya jalan. Demokrasi adalah satu-satunya terang yang menuntun pada jalan itu.  Mgr. Charles Kardinal Maung Bo Uskup Agung Keuskupan Agung Yangon, Myanmar Ketua Presidium Konferensi Waligereja Myanmar Ketua Presidium Konferensi Uskup se-Asia Tokoh Agama untuk

Feature

Wisma Dewanto: Menumbuhkan Sebuah Taman di Tengah Urban Jakarta

Unit Wisma Dewanto, bagian dari Komunitas Kolese Hermanum Jakarta, memang sudah kita kenal dari waktu ke waktu sebagai rumah Serikat yang asri sekaligus antik. Aslinya sebuah rumah Belanda yang dibangun pada tahun 1909 oleh arsitek P. A. J. Moojen, Wisma Dewanto sekarang dihuni oleh dua pater unit, lima skolastik Indonesia, dua skolastik Myanmar, dan dua anjing ras Kanaan.  Wisma Dewanto dan lingkungan Kramat VII sekitarnya menawarkan atmosfer yang kontras dengan jalan-jalan sibuk yang mengelilinginya. Rumah ini tampil mencolok dengan lingkungan hijau beserta karakteristik bangunannya yang sederhana tetapi klasik nan anggun. Tidak seperti kebanyakan rumah di Jakarta yang menutup semua lahan kosong dengan beton, Wisma Dewanto mempertahankan sebuah halaman dengan rumput dan aneka tumbuhan. Sebatang pohon flamboyán besar berdiri tegak di tengah halaman dan sering berbunga merah yang gugur menaburi halaman secara indah. Sejak wabah Covid-19 merebak, sisi timur dari halaman disulap menjadi kebun sayuran kecil yang berisi cabai, kelor, pak choy, jahe, selada, kemangi, dan kangkung; sebagian ditanam di tanah, sebagian di hidroponik, dan sebagian dalam polybag. Selain itu, juga dipelihara kurang lebih 300 ekor lele dalam lima ember ukuran 100-liter yang ditata sedemikian rupa untuk sekaligus mensirkulasi air hidroponik.  Wisma Dewanto dan lingkungan Kramat VII sekitarnya menawarkan atmosfer yang kontras dengan jalan-jalan sibuk yang mengelilinginya. Rm. Nugroho Widiyono (Rm. Nugie) dan Fr. Craver Swandono (Upet) memprakasai usaha ini di bulan-bulan awal pandemi. Permulaannya sangat sederhana. Sistem hidroponik awalnya dibuat dari pipa-pipa PVC yang tidak digunakan dari unit Johar Baru dan rangka untuk menopangnya diambil dari besi bekas di bengkel STF Driyarkara. Satu set hidroponik terdiri dari enam pipa dengan masing-masing pipa memiliki 12 lubang untuk menanam sayuran.  Proyek sayuran kemudian meluas dengan memanfaatkan sebuah lahan sempit 10m x 0.5m di sepanjang pagar. Lahan yang mulanya hanya berisi tanah kering dan sisa material sekarang telah ditanami sayuran dari ujung ke ujung. Ruang tambahan bahkan diadakan dengan membuat tatakan sepanjang 6m yang digantung pada pagar untuk tanaman-tanaman yang dalam polybag dan gelas plastik bekas. Tanaman-tanaman kecil tersebut juga sering kali dibagikan sebagai oleh-oleh bagi tamu-tamu yang mampir di Wisma Dewanto. Pernah juga, umat sekitar yang berminat dipersilakan datang untuk mengambil kemangi-kemangi yang sudah tersedia dalam polybag.  Tak lama kemudian, ide untuk membudidayakan lele pun muncul. Yang mulanya hanya satu ember kemudian cepat berkembang menjadi lima ember dalam tiga bulan. Tidak mudah memang pada awalnya karena angka kematian yang tinggi dan ukuran lele yang kerdil. Akan tetapi, Rm. Nugie dan Fr. Upet segera menemukan selah-nya dan pertumbuhan lele membaik. Sejak itu, lele sudah dipanen selama delapan kali.    Wisma Dewanto telah menjadi semacam landmark di daerah Kramat. Sebagai rumah Belanda kuno yang paling terpelihara di daerah ini, Wisma Dewanto telah menarik perhatian dari pasangan yang ingin foto pre-wedding, anak-anak sekolah yang membutuhkan tempat pengambilan gambar untuk gerak dan lagu, sampai pengamat bangunan-bangunan bersejarah Jakarta. Kerindangan pohon-pohon di sekitar Wisma Dewanto juga menciptakan suasana ideal bagi seorang penjual mie ayam di depan rumah yang mana para pelanggan bisa menikmati istirahat makan siang di bawah angin sepoi-sepoi.  Kendati demikian, sumbangan paling utama dari ruang hijau di Wisma Dewanto tentu adalah pertama-tama tersedianya lingkungan yang sehat bagi para Jesuit penghuninya. Hal ini makin terasa manfaatnya di tengah situasi pandemi dengan kuliah-kuliah dan kegiatan-kegiatan daring yang mengharuskan duduk berjam-jam di depan layar. Sekadar berjalan-jalan di halaman yang rindang di sela-sela kelas daring selalu dapat memberikan kesegaran dan ketenangan tertentu. Lingkungan Wisma Dewanto membuat rasa dekat dengan alam tetap mungkin bahkan di tengah kota Jakarta yang padat dan penuh polusi. Kita berharap rumah ini dapat menjadi inspirasi—bahkan budaya tandingan terhadap budaya urban Jakarta yang sering kali mengabaikan ruang terbuka hijau.  Kontributor: Teilhard Aurobindo Soesilo, SJ

Feature, Komunikator

Terlibat dalam Ekosistem Digital

Internet telah menjadi kebutuhan banyak orang dewasa ini. Perannya dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik di dunia global semakin penting. Riset dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Indonesia Survey Center (ISC) bulan Juni 2020, memperlihatkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia di tahun 2019-2020 sudah mencapai 196.71 juta jiwa dari total 266.91 juta penduduk Indonesia. Riset tentang penggunaan media sosial di Indonesia dari Data Reportal bersama Hootsuit dan We Are Social pada Januari 2020 menyebutkan bahwa ada 160 juta pengguna media sosial di Indonesia. Para pengguna internet ini menghabiskan waktu rata-rata 7 jam 59 menit dan secara khusus di media sosial selama 3 jam 26 menit. Dari segi demografi diperlihatkan kelompok umur 25-34 tahun (20,6% laki-laki dan 14.8% perempuan) dan rentang usia 18-24 tahun (16.1% laki-laki dan 14.2% perempuan) sebagai kelompok umur terbanyak berselancar di dunia maya. Kelompok usia 18 – 34 ini sering disebut the digital natives. Konteks ini tentu mempengaruhi juga cara orang muda menerima informasi yang mereka dapat dari internet dan secara khusus melalui media sosial. Undangan memeluk dunia digital Realitas di atas jelas mengubah lanskap, cara berkomunikasi dan bertindak orang-orang muda di Indonesia terutama dalam mengakses informasi yang ingin mereka ketahui. Realitas seperti ini menjadi tanda-tanda zaman yang menjadi undangan bagi Serikat Jesus untuk belajar berkomunikasi dengan orang-orang muda zaman sekarang. Terlebih dari itu, Serikat Jesus diundang untuk mengenali bagaimana Allah hadir dalam bahasa, bentuk dan platform teknologi komunikasi dewasa ini dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Penggunaan platform media sosial Serikat Jesus Provinsi Indonesia merupakan sarana yang dipakai untuk berdialog dengan realitas itu. Serikat Jesus berupa menyampaikan dan menawarkan informasi dalam semangat, tradisi dan karya kerasulan Provinsi yang bersumber pada spiritualitas Ignasian dalam platform yang akrab dengan dunia sekarang. SJ Provindo melalui akun Promosi Panggilan SJ sudah hadir di media sosial sejak tahun 2017 untuk menyajikan informasi serta kisah hidup dan panggilan seorang Jesuit. Pertengahan tahun 2018, SJ Provindo melalui akun Jesuit Insight kembali hadir di media sosial sebagai perwakilan wajah muda Serikat dalam membagikan refleksi dan insight atas situasi dunia melalui kacamata Ignasian. Kedua akun sosial media tersebut saat ini dikelola oleh para Bruder dan Frater skolastik yang masih menjalani studi di Jakarta dan Jogja. Provinsi juga hadir di melalui akun resmi media sosial @jesuitindonesia untuk menyajikan informasi resmi Provinsi tentang kegiatan-kegiatan yang dikelola dan dipercayakan kepada Jesuit di Indonesia.  Selain Serikat Jesus, tarekat dan keuskupan, juga mulai memanfaatkan media sosial. Bahkan, refleksi dari agama islam, protestan, hindu, budha, dan penganut kepercayaan menambah keragaman sudut pandang refleksi spiritual. Keragaman ini merupakan kekayaan yang membantu refleksi iman pribadi bagi seseorang. Kolaborasi dan Jejaring Salah satu hal yang menarik dalam upaya membangun kehadiran di dunia media digital ini ialah peluang kolaborasi dan keterlibatan orang-orang muda awam. Salah satu hasil dari kolaborasi itu ialah seri Setiap Jumat Podcast (SJ Podcast) di aplikasi music streaming Anchor.fm, Spotify, dan Apple Podcast. SJ Podcast telah mengudara sebanyak 12 episodes dan setiap episodenya berisi sharing pengalaman serta pergulatan hidup orang muda dan direfleksikan dengan kacamata Latihan Rohani St. Ignatius Loyola. Para frater dari Kolese Hermanum Jakarta bekerjasama dengan orang-orang muda dari Magis untuk mebuat refleksi-refleksi dalam podcast ini sejak akhir tahun 2019. Pembuatan SJ Podcast telah memberikan banyak kesempatan para Jesuit muda dan rekan muda Magis untuk belajar dan bertumbuh bersama. Mereka yang terlibat menjadi tim kreatif menemukan wadah untuk berbagi pengolahan hidup harian mereka. SJ Podcast juga menjadi kesempatan untuk mendengarkan cerita-cerita personal anak muda melalui akun Instagram @setiapjumatpodcast sebagai sarana interaksi dengan pendengar setia mereka. SJ Podcast yang mengudara selama tahun 2020 ini sudah diputar lebih dari 5.000 kali dan telah menemani orang muda katolik di Indonesia berefleksi. Saat ini SJ Podcast sedang dalam proses evaluasi untuk melihat peluang dan konteks baru kehadirannya. Peluang kreatif platform digital juga ditangkap dalam menawarkan Latihan Rohani kepada orang muda dan awam di tengah masa pandemi. Pembatasan sosial selama pandemi ternyata melahirkan kreativitas dalam melihat dan menemani perjalanan rohani rekan-rekan awam dan orang-orang muda dalam bentuk Latihan Rohani Perdana (LRP) yang diadaptasi dari buku The First Spiritual Exercises karangan Michael Hansen. Para peserta LRP melakukan doa setiap hari secara pribadi di rumah masing-masing dan setiap akhir pekan melakukan percakapan rohani dalam kelompok kecil secara daring bersama fasilitator melalui platform digital. Pada tahun 2020, LRP terlaksana dalam 3 gelombang dengan total 300 retretan. Pendekatan seperti ini menginspirasi banyak orang untuk ikut retret, menjadi fasilitator, atau menjadi pengurus LRP. Pesertanya berasal dari berbagai tempat di Indonesia dan luar negeri. Menemukan Makna dan Kedalaman Dunia digital, termasuk media digital, yang sedang terus kita kenali ini seperti pisau bermata dua. Bersama kesempatan, kecepatan dan kemudahan yang ditawarkannya dalam menyebarkan informasi dan beragam hal-hal lain, dunia digital mempunyai hal-hal yang bisa menganggu. Dalam media sosial banyak informasi yang tersebar yang kadang-kadang juga menjadi bagian dari promosi, propaganda dan penyebaran ideologi. Seseorang dihadapkan pada pilihan-pilihan berita dan informasi yang harus dia proses. Yang sering terjadi ialah begitu seseorang percaya dengan informasi tertentu, maka biasanya dia akan cenderung pada sumber-sumber sejenis. Informasi yang berbeda atau malah bertentangan dan kritis cenderung dianggap keliru dan harus dihindari. Di balik seluruh proses dunia digital, ada yang disebut algoritma yaitu proses untuk menetapkan instruksi dan aturan-aturan kuantitatif dalam rangkaian kompleks untuk menyaring informasi dalam proses pengambilan keputusan. Algoritma mengenali pola-pola dan cara kita berinteraksi di dunia digital, termasuk interaksi di dunia digital,  untuk kemudian menawarkan dan meramalkan apa yang akan kita lakukan. Karena itu, tantangannya bagi orang muda ialah sejauh mana sikap kritis berpikir dan bersikap masih bisa tetap dipertahankan. Perjalanan rohani bagaimanapun mengandalkan kemampuan kita untuk bertanya untuk menemukan kehadiran Allah yang tidak serta merta terang benderang. Refleksi menjadi bagian penting untuk melatih ketajaman indera spiritual mengenali kehadiran Allah dan membedakannya dari roh-roh lain. Dalam konteks kekinian dunia dan media digital, refleksi ini membantu kita untuk melihat bagaimana Kristus hadir dan berjuang dalam konteks dunia digital dan algoritma-algoritma yang membentuknya. Mungkin saja kita diundang berefleksi dan menganalisis lebih dalam pengaruh algoritma ini dalam proses pembentukan kehidupan bersama manusia dan hidup bersama Allah. Keberanian dalam Kekinian Berkat keterbukaan kita pada media baru ini,

Feature

Virtual Talk with Julius Kardinal Darmaatmadja: Apa itu Sehat yang Apostolis?

Kesehatan menjadi salah satu isu paling dicari kebanyakan orang saat ini. Pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab orang di seluruh dunia lebih memperhatikan kesehatan. Dalam kesempatan wawancara virtual bersama tim Komunikator SJ akhir Januari 2021, Bapak Julius Kardinal Darmaatmadja membagikan beberapa tips hidup sehat selama masa pandemi serta pesannya untuk para Nostri dan umat Katolik. Tips Hidup Sehat ala Kardinal Julius Menurut Bapak Kardinal, ada tiga tanda-tanda sederhana bahwa kita memiliki hidup yang sehat, yaitu: bisa makan enak, tidur enak, dan badan merasa segar. Tiga tanda tersebut dibuat oleh Bapak Kardinal jika beliau ingin memprediksi bahwa dirinya sehat atau tidak. Dalam kesehariannya, Bapak Kardinal mencoba untuk teratur menjaga waktu istirahatnya dengan tidur pukul 10 malam dan bangun 4 pagi serta siesta pukul 2 sampai 4 sore. Dengan istirahat yang cukup, beliau dapat memelihara kesehatan dengan baik. Pola makan juga ia usahakan untuk dapat diatur dengan baik. Pada pagi dan siang hari, Bapak Kardinal makan nasi seperti biasa. Sedangkan pada sore hari, beliau membiasakan makan kentang. Beliau juga mulai menghindari makan yang mengandung gluten seperti roti dan gandum karena dapat mempengaruhi kesehatan prostatnya.  Selain menjaga pola makan dan waktu istirahat, Bapak Kardinal juga rutin memeriksakan kondisi kesehatannya ke dokter setiap 2 bulan sekali. Kebiasaan kontrol kesehatan ini sudah beliau lakukan secara rutin sejak menjadi Provinsial SJ Provindo pada tahun 1981. Beliau merasakan manfaat cek kesehatan ini untuk mengetahui riwayat penyakit yang perlu di antisipasi lebih lanjut seperti kondisi kesehatan retina matanya yang sudah menurun. Wisma Emmaus bekerja sama dengan Klinik Pramita Salatiga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan  kepada para Jesuit sepuh secara rutin. Mereka mengirimkan perawat untuk mengambil sampel darah semua romo yang ada di Emmaus. Dengan demikian, para romo dapat mengetahui kondisi terbaru kesehatan mereka secara rutin. Bapak Kardinal juga merasakan bahwa para Romo sepuh sangat dilindungi oleh Serikat melalui komunitas, sehingga Wisma Emmaus dibuat menjadi steril. Setiap orang yang bekerja dan melayani di Emmaus ikut di karantina bersama para para penghuninya. Mereka diminta untuk tinggal selama 2-3 pekan dan tidak diperkenankan pulang ke rumah. “Kami semua yang ada di Emmaus itu sehat. Dengan demikian tidak ada pengaruh Covid-19 meskipun ada juga yang meninggal (Romo Theo Wolf, SJ) karena serangan jantung,” ungkap Bapak Kardinal. Pengalaman Menghadapi Pandemi Pada masa kemerdekaan, Bapak Kardinal pernah mengalami wabah pes. Beliau mengatakan pandemi pada zaman tersebut berbeda seperti sekarang. Pandemi yang dialami pada saat itu bisa berlalu dengan cepat. Paling lama 6 bulanan sudah selesai. Namun, pandemi Covid-19 yang terjadi sekarang ternyata masih berlarut-larut dan belum menunjukkan penurunan. Namun, Bapak Kardinal juga melihat pandemi Covid-19 sebagai kesempatan untuk merefleksikan kehidupan kita, terlebih kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup terutama isu pemanasan bumi. Kecuali pandemi Covid-19, Bapak Kardinal merasa ada yang lebih mengancam dan sama kritisnya untuk kita sadari, yaitu pemanasan bumi yang harus diatasi oleh semua bangsa dan umat manusia saat ini. Bapak Kardinal juga mensyukuri bahwa Gereja Katolik solider dan ikut mempromosikan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah dengan sebaik-baiknya. Gereja-Gereja ditutup dan perayaanEkaristi juga dilaksanakan secara daring. “Dengan tidak mengikuti perayaan ekaristi seperti pada biasanya, saya merasakan iman umat tetap terjaga dengan baik. Penghayatan iman mereka lebih personal terhadap pribadi Tuhan Yesus Kristus, meskipun tanpa sarana ekaristi dan lainnya. (Penghayatan iman mereka) dapat berjalan dengan baik, ini suatu keuntungan,” ungkap Bapak Kardinal.  Beliau tidak mengkhawatirkan apapun bahwa iman umat karena pandemi ini menjadi surut. Bahkan, umat juga bekerjasama dan berkolaborasi membuat usaha-usaha bantuan bagi mereka yang terdampak pandemi. Bapak Kardinal memberi contoh gerakan Caritas Christmas Cross Challenge (4C) yang dilaksanakan Asosiasi Alumni Jesuit Indonesia (AAJI) bersama LDD KAJ dan KARINA KWI sebagai bentuk solidaritas umat pada mereka yang membutuhkan bantuan di masa pandemi. Gerakan ini menjadi salah satu bukti iman umat terus berkembang dan tidak berhenti pada memikirkan keselamatan diri sendiri. Pesan untuk Jesuit dan Umat Katolik Pada akhir wawancara virtual, Bapak Kardinal menyampaikan pesan untuk para Nostri dan umat katolik di luar sana. Kita diminta untuk terus menjaga kesehatan dengan sebaik-baiknya, karena Tuhan masih ingin memakai kita melalui pekerjaan dan kerasulan yang kita jalani saat ini. Menurut Bapak Kardinal, dengan menjaga kesehatan berarti secara tidak langsung kita telah membantu Tuhan agar hasil pekerjaan kita tetap baik dan tidak terganggu. Semoga kita juga dapat terus berusaha untuk menjaga kesehatan di tengah pandemi seperti yang dilakukan oleh Bapak Kardinal dengan istirahat cukup, makan makanan yang bergizi, dan rutin memeriksakan kesehatan ke dokter. (SEP) Kontributor: Tim Komunikator SJ