Nostri dan rekan berkarya terkasih,
Pekan Suci yang lalu Rm. Sudri mengutus saya untuk asistensi Tri Hari Suci dan sosialisasi PNE (Pustaka Neo Edutech) di Keuskupan Agats-Asmat. Uskup Mgr. Aloysius Murwito OFM meminta saya ke paroki Malaikat Gabriel Kapi, yang dikomandani Pater Heribertus Antoine Ola, Pr didampingi Pater Pius Apriyanto, Pr, yang baru ditahbis. Paroki Kapi menjadi perhatian nasional tahun 2018 akibat campak dan gizi buruk. Keadaan sekarang jauh berbeda.
Transportasi Air
Perjalanan dari Agats ke Kapi menggunakan long boat sungguh luar biasa. Kami berangkat pukul 10 pagi dan tiba pukil 17.30. Rencana semula berangkat 07.30, tetapi karena air masih surut, boat belum bisa melewati air. Setiap kali ke Agats, Pater Heri berbelanja keperluan pastoran, paroki, kios dan pribadi. Yang selalu harus dibeli adalah bahan bakar untuk long boat.
Perjalanan ke Kapi menembus beberapa kali potong untuk mempersingkat waktu perjalanan. Perjalanan bervariasi antara sungai besar-laut lepas-kali potong-muara. Kali-kali potong tidak dapat dilewati saat air surut. Menembus kali potong membutuhkan keahlian tersendiri. Ada kali potong yang lebarnya sedikit lebih lebar dari badan boat kami. Kadang kami harus merunduk untuk menghindari cabang-cabang pohon yang terjuntai di atas kami. Kiri kanan hanya hutan belantara yang indah. Kicau burung menyemarakkan perjalanan. Sepanjang perjalanan kami diguyur hujan, hanya sekejap matahari memancarkan sinarnya. Perjalan Agats-Kapi biasanya 6 jam.
Transportasi air merupakan transportasi utama di Keuskupan Agats. Kunjungan uskup maupun pelayan pastoral harus memperhatikan kalender air yang disediakan oleh BMKG. Angka 2-3 disebut air koda, keadaan air normal, aman untuk dilalui. Diluar rentang itu perlu waspada. Kalender air membantu memperkirakan waktu pasang surut air, sehingga kegiatan/kunjungan bisa direncanakan. Kali ini saya bisa menumpang pastor paroki Kapi karena dia ke Agats menghadiri rekoleksi keuskupan yang dibawakan Pater Yan Djawa, SVD dari Jayapura. Rekoleksi berlangsung Selasa, 30 Maret pagi, dilanjutkan misa Krisma pada sore hari. Saya bersyukur sore bisa bergabung. Kasula yang digunakan khas Asmat.
Masyarakat Peramu
Masyarakat Asmat tinggal di daerah rawa, tergolong peramu. Mereka ke hutan bila persediaan sagu habis, atau ke sungai mencari ikan, udang. Di sepanjang sungai/laut terdapat bevak yang digunakan untuk bermalam saat mereka mencari sagu atau makanan lain di hutan.
Incest
Perkawinan sedarah di Kapi dan beberapa wilayah tak terhindarkan karena lingkungan yang tertutup. Berkunjung ke wilayah lain hanya bisa dilakukan dengan boat sedangkan masyarakat umumnya hanya memiliki perahu kecil yang tidak bisa dipakai untuk jarak jauh. Untuk mengatasi keadaan ini keuskupan mengadakan kegiatan OMK per dekenat. Sesudah Paskah, 18-25 April, kegiatan OMK dekenat dipusatkan di Kapi. Orang-orang muda belajar berkebun, memasak, memproses sagu, dan belajar saling mengenal satu sama lain.
Puasa Internet
Kapi belum memiliki koneksi internet. Listrik menggunakan generator yang menyala pkl. 18.00-06.00. Kabel listrik sudah terpasang oleh PLN, namun belum teraliri.
Kejadian Luar Biasa (KLB) 2018
Tahun 2018 tahun kelam bagi paroki Kapi, karena menjadi perhatian nasional akibat laporan penyakit campak dan gizi buruk. Perhatian muncul setelah uskup berkunjung bersama seorang dokter dari Jakarta. Sang dokter terkejut melihat banyak anak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit, dan banyak yang menunjukkan gejala campak. Saat itu Kapi masih berstatus kuasi paroki. Sejak diliput Kompas banyak wartawan datang meliput. Dinas Kesehatan seperti tersengat. Perubahan mulai tampak sejak Kapi menjadi paroki dan dikomandani Pater Heri. Warga tampak bersih, kulit mereka sehat. Kebiasaan mandi, menjaga kebersihan diri dan lingkungan semakin tampak.
Pemberdayaan Umat Kapi
Pastor paroki berusaha memberdayakan umat yang seluruhnya masyarakat Asmat, dengan mengolah dan menjual tepung sagu, menanam sayur, keladi dan padi. Pemberdayaan ini diharapkan bisa meningkatkan gizi dan ekonomi umat.
Tri Hari Suci
Kamis Putih dan Jumat Agung saya menemani pastor paroki di Kapi. Sabtu Paskah saya ikut Pater Pius ke stasi St. Petrus dan Paulus As’atat. Perjalanan ke As’atat menembus hujan dan angin. Perayaan Malam Paskah sungguh menyentuh, dilingkupi oleh cahaya redup dan hembusan angin. Setelah perayaan kami langsung kembali ke Kapi. Perjalanan pulang yang dingin kami nikmati sambil sesekali melihat kerlap-kerlip kunang-kunang.
Sawaerma
Dalam perjalanan pulang ke Agats, tak terduga saya bisa bertemu Pater Vincent Paul Cole, Maryknoll, pastor Amerika yang menjadi misionaris sejak 1979 di Sawaerma. Pater membangun gereja Kristo Amore (Kristus Bangkit) yang penuh dengan ukiran Asmat. Tiang-tiang gereja menggambarkan unsur dunia dan ilahi. Semua ukiran kayu swadaya umat. Ada 12 tungku di dalam gereja. Setiap tungku dikelilingi oleh 2 keluarga. Tidak ada kursi dalam gereja, umat dan imam duduk di lantai. Umat membaca Kitab Suci pada Tungku Sabda dan imam merayakan Ekaristi pada Tungku Ekaristi yang letaknya berhadapan. Tidak habisnya saya mengagumi gereja agung, artistik dan megah ini.
PNE
Sebelum dan sesudah asistensi saya meluangkan waktu untuk mengenalkan Pustaka Neo Edutech, kreasi Rm. Sudri dan tim. Para guru terheran-heran. Mereka bisa mengakses materi dan video pelajaran tanpa harus menggunakan jaringan internet. Ini pengalaman pertama mereka menggunakan intranet.
Akhir Kata
Pengalaman Pekan Suci di Keuskupan Agats-Asmat sungguh memperkaya. Saya belajar banyak dari pastor paroki yang mampu berkreasi di tengah himpitan keterbatasan. Alam menyediakan yang dibutuhkan.
Kontributor: Dismas Tulolo, SJ