Berada di Kalimantan, tentu saja yang terbayang adalah kebun sawit dan tambang. Namun, pengalaman saya berada di Botong, Kualan Hulu, Ketapang, Kalimantan Barat, dua hal tersebut tidak ada sama sekali. Di Botong, saya bisa menikmati indahnya alam Kalimantan dengan hutan yang luas dan sungai yang mengalir deras serta dapat hidup bersama orang-orang dayak yang ramah dan pekerja keras. Di tempat ini, kita bisa melihat dengan jelas keaslian orang dayak dan juga alam yang dijaga oleh mereka.

Sekitar enam bulan yang lalu, seorang Jesuit telah hadir di Pra Paroki Santa Maria, Botong, Ketapang, yaitu Rm. A. Mardi Santosa, S.J. Paroki ini akan diserahkan kepada Serikat Jesus untuk mengawali Paroki SJ yang berada di Kalimantan. Menurut Rm Mardi, paroki ini dipilih karena “kebersahajaan” orang-orang di desa Botong ini menarik untuk kita dampingi. Orang-orang Dayak di Botong merupakan orang Dayak murni yang belum tercampur budaya dari suku lain. Juga alam di sini masih sangat asri dan belum masuk industri perkebunan besar. Perkebunan dan hutan masih dikelola secara klan/keluarga. Maka, berada di tempat ini seperti cita-cita Jesuit dalam Universal Apostolic Preferences yaitu untuk mengajak semua orang mendalami dan mengambil tindakan perubahan seturut Injil.”
Pra-paroki Botong terletak di ujung utara Keuskupan Ketapang. Daerah ini sangat terpencil. Untuk menjangkau tempat tersebut menggunakan kendaraan tidaklah mudah karena hanya bisa dijangkau kendaraan roda dua melalui jalan yang sulit. Untung saja saya berada di sana saat kemarau sehingga jalan tidak terlalu buruk. Meskipun begitu, saya masih menemui kesulitan karena tidak terbiasa off road.
Tiba di Pastoran Botong membuat saya lega karena akhirnya sampai juga di lokasi. Kulit saya perih dan memerah karena panas yang membakar kulit. Namun semua itu terlupakan ketika disambut umat yang ramah dan ceria. Kami bercerita dan bersenda gurau bersama-sama ditemani kopi asli Kalimantan dan juga gorengan khas mereka. Kami semua merasa lega telah sampai lokasi dengan selamat tanpa lecet sedikitpun.

Saya berada di tempat ini selama pekan suci. Saya bertugas membantu mempersembahkan misa atau ibadat, baik di paroki maupun stasi. Empat hari pertama saya berada di Gereja Botong dan stasi-stasi terdekat dengan menggunakan motor dan empat hari berikutnya saya keliling stasi-stasi dengan menggunakan perahu. Saya merasakan bahwa ini menjadi pengalaman yang sangat menarik. Untuk menjangkau sebuah lokasi pelayanan tidaklah semudah dan semurah seperti di Jawa. Juga sangat melelahkan. Namun berbagai kesulitan dan kelelahan tersebut hilang begitu bertemu penduduk sekitar yang sangat ramah dan air sungai yang jernih segar. Memang tidak semua sungai di sana berair jernih dan segar karena adanya tambang emas ilegal.

Hal lain yang juga saya lihat menarik di sana adalah betapa orang-orang di sana memiliki karakter pekerja keras. Di tengah cuaca yang panas dan terik, mereka bersama-sama menanam atau menuai padi di tengah hutan. Selain itu, mereka juga bekerja sama memotong kayu di hutan untuk membangun sebuah rumah. Ada juga yang bercerita kepada saya kalau tangannya bengkak karena harus potong kayu yang besar dan keras. Menarik juga ketika tahu bahwa mayoritas orang di sana memiliki hobi sama, yaitu memancing ikan baong.
Mari kita bersama-sama berdoa untuk perkembangan umat di Botong agar mendapatkan rahmat melimpah untuk mensyukuri dan merawat alam yang indah ini serta merasakan bagaimana Tuhan bekerja bersama mereka dalam hidup ini.
Kontributor: Windar Santoso, SJ