Pilgrims of Christ’s Mission

karya pelayanan

Penjelajahan dengan Orang Muda

F.O.M.O. : Filter Out Masalah dan Obsesimu 

Kolaborasi MAGIS Jakarta dan OMK HSPMTB Tangerang Gaya hidup fancy, seperti fashion terbaru, liburan keluar negeri, gadget termutakhir, pencapaian seseorang, dan lainnya, banyak bermunculan di media sosial. Bagi sebagian orang, hal tersebut menimbulkan tekanan emosional tersendiri, seperti perasaan terobsesi untuk mengikuti tren atau merasa kurang update terhadap sesuatu. Perasaan emosional yang muncul itu merupakan salah satu dampak  penggunaan media sosial. Bagi orang muda khususnya, ketika tidak bisa mengikuti  tren terbaru, muncullah perasaan tertinggal dan tidak percaya diri.  Menghindar dari media sosial mungkin sulit bagi sebagian besar orang muda. Apalagi kini, media sosial menjelma menjadi sarana yang efektif guna mengekspresikan dan membangun citra diri (personal  branding). Tak sedikit orang muda terobsesi dengan media sosial dan menjadikannya sebagai ajang pamer. Di lain sisi, perasaan terobsesi berlebih atau kecenderungan untuk terus membandingkan diri sendiri dengan konten media sosial akan memberikan dampak pada kesehatan mental orang muda.  Berangkat dari fenomena itu, Magis Jakarta berkolaborasi dengan Orang Muda Katolik Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB) Paroki Tangerang menggelar talkshow tentang penggunaan media sosial yang berpengaruh pada  kesehatan mental, dengan tema ‘’FOMO: Filter Out Masalah & Obsesimu’’. Acara ini diselenggarakan pada Minggu, 4 Februari 2024 di Selasar Gereja HSPMTB Tangerang dan dihadiri oleh 90 orang peserta yang mayoritas adalah orang muda.  Talkshow yang diselenggarakan ini juga merupakan rangkaian kegiatan Ekaristi Kaum Muda yang menjadi ajang kolaborasi MAGIS Jakarta dengan OMK berbagai paroki di Keuskupan Agung Jakarta. Dalam kesempatan ini, Alexander Yosua (MAGIS Jakarta 2021), menggandeng Angelia Juwita dari OMK Paroki HSPMTB menjadi ketua panitia EKM. Persiapan telah dimulai sejak akhir tahun 2023. Pengurus dan alumni MAGIS Jakarta berpartisipasi aktif dalam kepanitiaan EKM dalam kolaborasi dengan teman-teman OMK serta Seksi Kepemudaan (SieKep) Paroki HSPMTB.  Talkshow ini difasilitasi oleh Kak Inca Agustina Arifin, M.Psi dan Fr. Albertus Alfian Ferry Setiawan, SJ. Pembahasan berangkat dari tema “Self-love” dan semakin mengerucut pada tema “FOMO (fear of missing out) yang diasosiasikan perasaan takut terasing karena ketinggalan berita atau tren. Istilah tersebut muncul di kalangan Gen Z yang lekat dengan media sosial. Banyak orang di zaman ini yang seakan tidak bisa lepas dari gawai dan media sosial, selalu haus dengan berbagai update. Kelekatan tersebut memunculkan perasaan fomo, yang kemudian mengganggu kesehatan mental seseorang.  Dalam sesi diskusi, para peserta yang hadir diajak memahami pentingnya kesehatan mental, menyadari fenomena fear of missing out, dan cara pencegahannya. Kak Inca mengawali sesi dengan mendefinisikan fomo sebagai rasa “takut merasa “tertinggal’’ karena tidak mengikuti aktivitas tertentu, sebuah perasaan cemas dan takut yang timbul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu yang baru, seperti berita, tren, dan lainnya.” Rasa takut ketinggalan ini mengacu pada perasaan atau persepsi bahwa orang lain bersenang-senang, menjalani kehidupan yang lebih baik, atau mengalami hal yang lebih baik, sedangkan dirinya sendiri tertinggal.  Para peserta talkshow juga diajak Kak Inka agar bisa melakukan deteksi mandiri apakah kita sudah terkena dampak fomo, yakni dengan cara menjawab benar atau  tidak pertanyaan-pertanyaan berikut :  Cara mengetahuinya, apabila kita memiliki sebanyak 3 jawaban benar atau lebih  maka bisa dikategorikan kita telah terkena fomo.  Diketahui ternyata fomo tidak hanya berkaitan perasaan terobsesi saja. Fomo juga menimbulkan dampak-dampak negatif, seperti gangguan pola tidur, kesulitan dalam mengambil keputusan yang benar dan bijaksana, gangguan pada hubungan dengan  orang-orang sekitar yang berarti, produktivitas terganggu, dan sulit fokus. Guna  menghindari itu, Kak Inka memberikan tips atau practical steps to overcome fomo,  yakni dengan cara melatih mindfulness, memahami apa yang dapat memicu perasaan negatif, membatasi penggunaan media sosial, menuliskan jurnal rasa  syukur untuk secara rutin menyadari aspek-aspek positif yang dimiliki, terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang berarti dan sesuai dengan tujuan atau nilai kehidupan, serta memelihara hubungan-hubungan yang berarti dalam hidup.  Fr. Ferry juga menawarkan latihan doa ala Ignatian sebagai  cara ampuh “penangkal” fomo, yaitu Examen Conscientiae. Examen dapat menjadi sarana bagi orang muda zaman sekarang untuk menyadari peristiwa yang dialami, beserta pengalaman dan perasaan dominan. Dalam Examen, orang diajak untuk  menemukan hal-hal yang disyukuri dalam sehari, juga berani menyesali perbuatan perbuatan buruk yang mungkin dilakukan, dan diakhiri dengan membuat niat untuk  menjadi pribadi yang lebih baik. Dominasi perasaan syukur diharapkan dapat  membantu orang muda untuk tidak terobsesi atau tidak lekat pada hal tertentu, atau  setidak-tidaknya mampu membedakan mana yang harus dilakukan dan tidak.  Talkshow yang dimulai pada pukul 14.00 WIB itu selesai pada pukul 16.30 WIB dan dilanjutkan dengan Ekaristi Kaum Muda, yang juga di dalamnya menampilkan teater dari OMK Paroki HSPMTB. EKM dipimpin oleh Pater Alexander Koko, SJ,  moderator MAGIS Jakarta. Dalam homilinya, Pater Koko berharap agar umat semakin dapat mengerti  bentuk cinta dari sekitar dan semakin mampu memberikan cinta pada orang-orang terdekatnya. Bisa jadi ada cinta yang tidak saling memberi dan menerima apabila kita, pelaku cinta, tidak memahami bentuk cintanya, seperti contoh bahasa cinta dari orang muda yang tidak dipahami oleh orangtua.  Suasana senang dan bahagia terlihat dari senyuman dan raut wajah para panitia kegiatan ini setelah seluruh rangkaian acara telah terlaksana. Para peserta dan panitia menutup acara dengan mengabadikan momen bersama. Rasanya tidak ingin mengucapkan “sayonara”. Gerimis di malam itu membuat acara perpisahan Magis Jakarta dan OMK HSPMTB menjadi haru. Usailah euforia persiapan dan pelaksanaan  EKM MAGIS Jakarta dan OMK Paroki HSPMTB. Kini yang  harus terus diupayakan adalah keberanian untuk melepaskan kelekatan dan menggenggam harapan. Esok akan bertemu di lain kesempatan. Kontributor: Samuel Rajagukguk dan Monica Yosinayang

Pelayanan Masyarakat

Kebersamaan, Keberagaman, dan Pengenalan Budaya pada Anak-anak Bongsuwung 

Hari itu tanggal 28 Oktober 2023, bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda. Kami Divisi Kewirausahaan dan Sosial, Keluarga Mahasiswa Antropologi (KEMANT) berkolaborasi dengan Realino SPM. Dalam kerjasama ini kami mengajarkan keberagaman Indonesia pada anak-anak Komunitas Belajar Realino di Bongsuwung. Kami ditemani para volunteer dan suster yang sama-sama tergerak hatinya berbagi pengetahuan sekaligus kebersamaan dengan anak-anak Bongsuwung. Kedekatan anak-anak Bongsuwung sangat terasa ketika kami datang. Ada candaan yang membuat kami, yang baru pertama kali berkunjung ke sana merasakan kehangatan diterima baik. Ini dapat dilihat dan dirasakan lewat sikap-sikap yang mereka ekspresikan. Berbagai latar belakang kami, anak-anak, serta para volunteer Realino yang mengajar bukan menjadi pembatas kebersamaan kami. Kami merefleksikan keanekaragaman sifat anak-anak Bongsuwung bukanlah penghalang bagi kami untuk menyampaikan materi. Sebaliknya, justru itu menjadi poin penting yang mengajarkan kami bersikap lebih sabar dan responsif. Di setiap sesi pengenalan materi, kami merasakan keunikan, keistimewaan masing-masing pribadi anak. Kami menyadari bahwa setiap karakter membawa tantangan dan kegembiraan sendiri. Setiap jenjang kelompok pendidikan anak-anak ini memiliki keunikannya. Kami berusaha mengakomodasi gaya belajar berbeda-beda, mulai dari mewarnai, menggambar, hingga membuat prakarya. Lewat kegiatan ini, kami tidak hanya mendapati keragaman dalam keperibadian anak-anak Bongsuwung, melainkan juga karakter tingkat pemahaman mereka pada materi. Ada yang dengan cepat mengerti. Sementara ada yang perlu bimbingan dalam pengerjaannya. Meskipun demikian, kerja sama tim yang solid antara kami dan Realino SPM, ditambah semangat berbagi pengetahuan, membuat proses pengajaran tetap berjalan lancar. Kami berusaha memberikan pendidikan yang merata, melibatkan setiap anak tanpa memandang perbedaan sifat atau kemampuan mereka. Melalui pengalaman bersama anak-anak Bongsuwung ini, kami belajar bahwa kesabaran dan kerjasama adalah kunci utama dalam memberikan pendidikan yang baik terhadap karakter anak-anak yang berbeda-beda. Dalam memberikan pengajaran, tanpa sadar, kami juga menerima pelajaran berharga tentang keragaman, empati, dan kegigihan dalam menghadapi perbedaan. Tidak terasa waktu berjalan cepat hingga tiba di penghujung acara. Rasanya sangat senang sekaligus bangga melihat hasil karya mereka dimasukkan ke dalam tote bag masing-masing. Melalui hasil karya ini, kami melihat setiap anak memiliki ciri khas dan kreativitas yang unik dan berbeda-beda. Kami pun tidak melewatkan kesempatan untuk mengabadikan momen ini sebagai memori pengalaman, kenangan kami dan tanda kebersamaan di Bongsuwung. Persiapan kegiatan ini tentu jauh dari sempurna. Kami ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga besar Realino SPM untuk keramahan, keterbukaan, dan kerjasama yang kami rasakan selama kegiatan. Acara mengajar di Bongsuwung kami rasakan sangat berkesan. Bagi kami, pendidikan keberagaman kepada anak-anak Bongsuwung bukan hanya sekadar pemenuhan program kerja, melainkan juga peluang membentuk generasi lebih toleran, terbuka pada perbedaan, khususnya pada anak-anak yang terpinggirkan. Tidak hanya itu, pendidikan keberagaman juga memiliki peran penting membentuk rasa cinta terhadap tanah air. Kami berharap melalui pengenalan keanekaragaman budaya dan kehidupan sekitar mereka, anak-anak Bongsuwung akan semakin menghargai nilai-nilai kebangsaan dan semangat persatuan. Ini sejalan dengan semangat Sumpah Pemuda. Kami belajar inilah bentuk kontribusi sederhana mempersiapkan anak-anak, khususnya mereka yang tidak diperhatikan, menjadi generasi penerus bangsa yang cinta tanah air. Mimpinya, mereka siap meneruskan perjuangan para pahlawan kita. Kontributor: Keluarga Mahasiswa Antropologi (KeMAnt) UGM

Karya Pendidikan

“Awaken The Sleeping Giant ”

Temu Alumni Kolese (TAKOL) 2024 Setelah sukses menyelenggarakan TAKOL (TEMU ALUMNI KOLESE) Ke-1 di Kolese Mikael, Surakarta pada tahun 2022, Asosiasi Alumni Jesuit Indonesia (𝐀𝐀𝐉𝐈) yang sekarang berbadan hukum resmi dan terdaftar di Kemenkumham dengan nama Perkumpulan Alumni Kolese Jesuit (𝐏𝐀𝐊𝐉) akan kembali menyelenggarakan kegiatan Temu Alumni Kolese (TAKOL) edisi yang kedua pada tahun 2024 ini dan bertempat di Kolese De Britto, Yogyakarta. Apa yang menjadi spesial dari TAKOL 2024 ini? Penulis mencatat ada beberapa hal penting yang membuat kegiatan Temu Alumni Kolese (TAKOL) 2024 ini menjadi spesial, (1) Temu Alumni Kolese 2024 diselenggarakan di Kolese De Britto, Yogyakarta. Kenapa Yogyakarta? Karena di tahun 2026, Indonesia akan menjadi Tuan Rumah dari kegiatan World Union Jesuit Alumni (WUJA) XI Congress yang akan menjadikan kota Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai lokasi kegiatannya. (2) Tema “Awaken The Sleeping Giant” dipilih sebagai tema TAKOL 2024. Bukan tanpa sebab, namun kegiatan TAKOL 2024 akan menjadi Kegiatan Pembuka dari rangkaian acara yang akan dilakukan sampai ke puncak Acara WUJA XI Congress di tahun 2026. (3) Selain itu, bagi kami alumni Kolese Jesuit di Indonesia, kegiatan ini akan menjadi momen baik selepas dari pandemi covid untuk terus membangun kolaborasi antar Alumni Kolese Jesuit (4). Tahun ini PAKJ menginjak usia organisasi ke-17 di mana pada kesempatan yang sama, PAKJ baru melakukan regenerasi pengurus sejak akhir tahun 2023 untuk masa kepengurusan 2023-2027. Oleh karenanya, TAKOL 2024 akan ditutup dengan perayaan Ekaristi sebagai bentuk syukur atas ulang tahun 𝐀𝐀𝐉𝐈 / 𝐏𝐀𝐊𝐉 yang ke-17 dan pelantikan kepengurusan yang baru. TAKOL 2024 akan diselenggarakan dari hari Jumat, 1 Maret 2024 s/d Minggu, 3 Maret 2024. Berdasarkan data yang masuk per hari ini, sudah ada sekitar 400 Alumni Lintas Kolese yang akan turut berpartisipasi dan meramaikan kegiatan ini. Pada hari ke-1, para peserta akan datang dari seluruh wilayah Nusantara dan melakukan registrasi. Acara TAKOL akan secara resmi dibuka pada sore hari pada saat Welcoming Dinner bersama antar kontingen Alumni Kolese. Hari Sabtu, 2 Maret 2024 merupakan acara paling padat dari TAKOL 2024. Dimulai dengan Exhibition Games antara peserta kontingen yang mempertandingkan cabang olahraga bola basket, sepak bola, tenis meja, dan bulu tangkis dilanjutkan dengan makan siang bersama. Setelah makan siang, acaranya akan dilanjutkan dengan Talkshow. Talkshow pertama adalah PAKJ Talkshow yang dibawakan oleh Ketua PAKJ, Hendra Hudiono dan Ketua Dewan Penasihat Bapak Prof. Ir. Purnomo Yusgiantoro, M.Sc., M.A., Ph.D. dengan topik Awaken the Sleeping Giant. Talkshow kedua akan dibawakan oleh para Alumni (Alumni Talkshow) dengan beberapa topik yang menarik antara lain, Kolaborasi Merawat Bumi (Yustinus Wahyo Nusanto), Pembekalan Keahlian Bermusik (Silvester Alvon Ditya Aru Diskara), Penjelasan Akibat dari Sebuah Peraturan (Engelbertus Wendratama), dan pengembangan Mind, Body & Soul (AM Bebet Darmawan). Kemudian para peserta akan lanjut mengikuti Jesuit Talkshow yang dibawakan oleh P. E. Baskoro Poedjinoegrohi, S.J. dengan topik “Pendidikan Jesuit di Indonesia : Dulu, Masa Kini, dan Masa Depan” dan P. Fransiskus Pieter Dolle, S.J. dengan topik “70 Tahun Berjalan bersama yang tersingkirkan : Karya Jesuit melalui SPM Realino”. Talkshow terakhir dengan Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, P. Benedictus Hari Juliawan, S.J. dengan topik “Provinsial Menyapa Alumni”. Setelah rangkaian talkshow yang menarik, para peserta akan break sebelum masuk ke acara Pentas Kesenian di malam hari. Berbagai penampilan telah dipersiapkan untuk mengisi malam kesenian tersebut seperti Saxophone (Sanggar Tiup), band dari Alumni De Britto dan Alumni Mikael, dan ditutup dengan penampilan dari DJ Maria Valle. Salah satu acara penting yang akan dilakukan pada malam kesenian tersebut adalah Kick Off Road to WUJA XI Congress Yogyakarta tahun 2026. Hari Minggu, 3 Maret 2024 merupakan hari terakhir dari pelaksanaan TAKOL 2024. Di pagi hari akan diselenggarakan Misa Syukur 17th PAKJ dan Pelantikan Pengurus PAKJ masa bakti 2023-2027. Setelah misa, akan dilakukan acara penutupan TAKOL 2024 untuk kemudian setiap peserta akan kembali ke kota masing-masing membawa cerita indah untuk dibagikan. Kontributor: FX Krishna “Macin” Juwono – AAJI

Feature

Ketika Kepentingan dan Kemurnian Bercengkrama di Jombor

Tulisan ini hasil refleksi pandangan kami sebagai pihak yang ‘berkepentingan.’ Mulanya, kami datang sebagai tamu yang ‘terpaksa’ terlibat karena sebuah tuntutan dalam organisasi yang menaungi kami, KEMANT UGM. Namun, kepentingan inilah yang pada akhirnya membawa kami mengenal sebuah ‘penerimaan’ berharga dari keluarga Realino SPM. Kami merasa keluarga ini terbentuk karena sebuah panggilan dengan akar kasih dan kerinduan melayani. Panggilan itulah yang terus Realino pegang sebagai sebuah prinsip, ketaatan, dan komitmen dari tahun ke tahun. Bukan suatu kebetulan ketika Keluarga Mahasiswa Antropologi (KEMANT UGM) diperkenalkan salah satu volunteer dari Realino SPM. Dia adalah ketua organisasi kami sendiri. Jika memang disebut kebetulan, maka kebetulan ini layak untuk dirayakan. Proses merayakan dan dirayakan pada tulisan ini, akan kami fokuskan pada kegiatan di Komunitas Belajar Realino (KBR) di Jombor yang berlangsung pada Sabtu, 28 Oktober 2023. Tepatnya saat itu adalah hari Sumpah Pemuda. KEMANT UGM berkolaborasi dengan Realino SPM melakukan sebuah pengabdian sekaligus kontribusi kepada saudara-saudara kita yang terpinggirkan. Tema yang kami angkat adalah keberagaman. Tema ini kemudian dibungkus dalam sebuah aktivitas yang secara tidak langsung melatih kognitif, psikomotorik, dan afektif anak. Pada jenjang TK, kami ajak mereka mewarnai gambar yang melambangkan kebhinekaan. Di kelompok SD kecil, kami kenalkan mereka tentang wayang. Sedangkan di SD besar kami berbagi ilmu ragam motif batik. Sayangnya, anak-anak pada jenjang SMP yang rencananya akan kami perkenalkan pada bentuk-bentuk wilayah Indonesia, tidak hadir hari itu. Aktivitas-aktivitas di atas sepertinya terkesan sederhana. Dalam persiapan, ternyata rencana kegiatan terus mengundang revisi dan perdebatan ringan antara kami KEMANT UGM. Konsep dan rundown yang kami rancang, pada akhirnya tak bisa jadi pegangan. Kami melaksanakannya tanpa ancang-ancang yang cukup baik. Hal-hal tak terduga, kendala yang muncul di hari-H, cukup membuncah dan menguras tenaga. Semua perasaan dan pikiran itu tidak sekejap lenyap ketika kami sudah berada di lokasi. Kami akui ini pengalaman kami yang pertama kali. Rasanya sangat asing. Ada kesulitan membangun relasi dan melakukan pendekatan kepada anak-anak untuk berinteraksi. Kami belajar mencoba memahami setiap pribadi, membuka diri saling menghargai. Kami belajar membiasakan menanggapi dan membangun hubungan emosional dengan anak-anak yang masih polos. Hal paling penting adalah memposisikan diri tidak menjadikan mereka merasa berbeda dari kami, melainkan sahabat. Kami merasa layak dirayakan karena disambut hangat ketulusan Komunitas Realino SPM yang mengabdikan dirinya bagi kemanusiaan. Kami juga merasa dirayakan sebab mendapat kekuatan dan kebahagiaan dari ketulusan anak-anak di Jombor. Kami mampu berproses karena mendapat bimbingan dan arahan teman-teman volunteer Realino. Kami sanggup menjalankan rencana ini karena belajar dari kejujuran dan keterbukaan anak-anak tentang bagaimana mengungkapkan perasaan dan pemikiran mereka. Kami merayakan pengalaman ini dengan penuh sukacita, gelaran tikar sebagai alas bincang-bincang. Ada banyak warna yang tertuang, sekaligus tawa yang terlukis manis. Kepentingan awal kami dan ketulusan perjumpaan berhasil dipersatukan, bersinergi dan bercengkrama untuk satu tujuan sama, kasih yang memanusiakan sesama. Kami, awalnya, merasa kegiatan ini sebatas tanggung jawab pada organisasi. Namun kemudian, ini berubah menjadi rasa empati dan ingin melakukan yang terbaik bagi anak-anak di Jombor. Kami menyadari bahwa mereka memiliki hak dan kelayakan yang sama untuk meraih mimpi sama seperti anak-anak lainnya. Pasti bukan perkara mudah terus berinovasi supaya dapat menarik minat anak-anak setiap minggunya. Bukan perkara mudah pula terus berkomunikasi di tengah kesibukan pribadi dan kuliah. Realino berhasil bertahan di Jombor dan kami harap akan berkembang untuk waktu yang lama. Inilah perayaan yang kami ingin tuangkan melalui tulisan. Kami harap ini dapat memberikan kelegaan dan kekuatan bagi semua yang membaca, juga dapat merasakan ikatan emosional yang kami rasakan selama berdinamika di Jombor. Kontributor: Keluarga Mahasiswa Antropologi (KeMAnt) UGM

Pelayanan Gereja

SMP Negeri 2 Surakarta Belajar Toleransi di Pondok Pesantren

Sabtu, 27 Januari 2024, Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin, Demak menerima kunjungan dari SMP Negeri 2 Surakarta. Pimpinan Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin, K.H. Abdul Qodir menerima kunjungan dengan penuh hangat dan kasih. Kunjungan ini menjadi sebuah pelajaran penting bagi SMPN 2 Surakarta untuk belajar mengenai toleransi dari pondok pesantren. SMP Negeri 2 Surakarta mengadakan acara kunjungan ke rumah-rumah ibadah dalam rangka merayakan Natal. Sebanyak 88 siswa-siswi Kristen dan Katolik beserta 8 guru pendamping berkunjung ke Klenteng Sam Poo Kong, Katedral Semarang, Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin, dan Vihara Watugong. Setelah mengunjungi keempat rumah ibadah tersebut, siswa-siswi dan guru pendamping diharapkan memiliki pemikiran yang terbuka sehingga toleransi pun semakin bertumbuh. Dalam konteks mengenal Islam, SMP Negeri 2 Surakarta memilih berkunjung ke Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin. Mereka ingin mengenal lebih jauh kehidupan pondok pesantren. Kedatangan siswa-siswi dan guru SMP Negeri 2 Surakarta disambut secara meriah dengan penampilan kesenian rebana. Untuk pertama kalinya mereka melihat secara langsung penampilan kesenian rebana. Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin memiliki tim rebana yang sudah banyak tampil di gereja-gereja Katolik dan Kristen. Para guru merasa terharu dan takjub atas sambutan yang begitu meriah dan hangat. Mereka sungguh bersyukur karena diterima dengan sangat baik dan penuh sukacita. Sambutan dari pihak pesantren mengubah pandangan mereka. Mereka semakin mengenal secara dekat dan tahu seperti apa pola pendidikan yang diterapkan di pesantren. K.H. Abdul Qodir memberikan penjelasan kepada siswa-siswi dan guru bahwa Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin memiliki visi SICMA (Soleh, Inklusif, Cerdas, dan Mampu memimpin). Para santri tidak hanya dididik memiliki kecerdasan tetapi juga dididik memiliki nilai-nilai inklusif. Visi inklusif ditekankan oleh K.H. Abdul Qodir agar para santrinya memiliki pemikiran terbuka sehingga mampu berelasi dengan orang lain tanpa membeda-bedakan agama. Setiap tahun, Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin selalu mengadakan program-program penguatan toleransi beragama bagi para santri. Tahun 2023 yang lalu, mereka mengadakan kunjungan ke Dusun Thekelan, Kecamatan Kopeng untuk belajar mengenai agama Budha dan live in di desa Buntu, kecamatan Kejajar Wonosobo untuk melihat keragaman agama. Desa Buntu merupakan desa laboratorium kebhinnekaan. Selain itu, Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin menerima beberapa kunjungan dari SMA Kolese Loyola, Jesuit Refugee Service (JRS), dan para Magister Novis JCAP. K.H. Abdul Qodir menceritakan juga bahwa ada frater yang belajar di pesantren ini dan tinggal bersama dengan para santri. K.H. Abdul Qodir ingin berbagi pengalaman kepada siswa-siswi dan guru bahwa visi inklusif dari pesantren bukanlah sekadar jargon manis. Visi inklusif selalu dihidupi di dalam hati dan dilaksanakan dalam tindakan sehari-hari. Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin selalu berusaha membangun jembatan kepada semua orang. Dalam hidup ini, sangat diperlukan membangun jembatan dan bukan membangun sekat. Kita perlu membangun relasi dan berbuat baik kepada semua orang karena inti dari ajaran setiap agama adalah kemanusiaan. Gus Dur pernah mengatakan tidak penting apapun agamamu. Jika kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah bertanya apa agamamu. Kontributor: Sch. Wahyu Mega, S.J.

Pelayanan Masyarakat

Kolaborasi Merentang Inspirasi

Perayaan Ulang Tahun ke-102 Penerbit-Percetakan Kanisius dan ke-10 PT Kanisius Bagi insan Kanisius (sebutan untuk karyawan Penerbit-Percetakan Kanisius Yogyakarta) bulan Januari merupakan bulan penuh berkah dan full senyum sukacita. Bagaimana tidak full senyum, bulan Januari adalah momen perayaan ulang tahun Penerbit-Percetakan Kanisius, yang tahun 2024 ini jatuh pada hari Jumat, 26 Januari. Ada beragam rangkaian kegiatan yang telah disiapkan oleh panitia untuk memeriahkan ulang tahun. Tahun ini Penerbit-Percetakan Kanisius genap memasuki usia ke-102. Tentu sebagai salah satu karya Serikat Jesus Provinsi Indonesia ini menjadi salah satu rahmat yang mesti disyukuri, di tengah-tengah ketidakpastian ‘bisnis’ dunia perbukuan dan percetakan, Kanisius masih tetap terus menggulirkan langkah-langkah berkolaborasi dengan banyak pihak. Syukur−Rendah Hati−Murah Hati Ada beberapa acara rutin yang pasti selalu dilaksanakan menjelang puncak acara, tahun ini ada dua acara rutin yang menarik perhatian insan Kanisius. Acara malam refleksi dan apresiasi menjadi acara pertama yang menarik untuk diikuti. Ditemani Pater P. Sunu Hardiyanto, SJ, seluruh insan Kanisius diajak untuk melihat kembali dinamika hidup−baik itu di tempat kerja maupun di tengah keluarga−selama hidup. Ada tiga kata kunci yang diajarkan oleh Pater Sunu untuk berani mensyukuri. Tujuan refleksi karya adalah untuk bersyukur, menghidupi, dan makin membangun semangat kolaboratif. Insan Kanisius diajak untuk bersyukur bahwa dipanggil untuk terlibat dalam pelayanan melalui PT Kanisius. Di tengah situasi yang serba tidak menentu ini, mencari lapangan pekerjaan tentu bukan hal yang mudah. Apalagi persaingan di dunia bisnis yang jauh di luar prediksi. Insan Kanisius diajak untuk kembali mengingat tujuan dari bekerja dan mensyukuri rahmat Allah, bahwa boleh menikmati bekerja di Kanisius. Para peserta juga diajak untuk mensyukuri karya-karya di Kanisius sebagai salah satu bentuk menghidupi kolaborator Missio Dei. Secara lebih konkret, insan Kanisius diajak oleh Pater Sunu untuk menghidupi hidup yang menginspirasi. Bahwa masing-masing insan Kanisius memiliki pengalaman-pengalaman hidup yang beragam, ada saat di atas, ada saat di bawah. Justru dari keberagaman pengalaman itulah insan Kanisius diajak untuk makin menghidupi hidup yang inspiratif. Kata kunci yang dibawa para peserta yang diajarkan oleh Pater Sunu adalah: memiliki rasa syukur, kalau kita mampu bersyukur, kita akan menjadi pribadi yang makin rendah hati. Kalau kita mampu menjadi pribadi yang rendah hati, kita akan makin murah hati. Kolaborasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ko.la.bo.ra.si n (perbuatan) kerja sama n (perbuatan) kerja sama untuk membuat sesuatu. Tindakan kolaborasi ini tidak bisa dilakukan hanya oleh satu pihak saja. Tindakan kolaboratif ini harus dilakukan bersama-sama oleh segenap pihak untuk mewujudkan hidup yang saling menginspirasi. Kolaborasi bisa dilakukan secara internal, saling bersinergi antar bagian di satu tempat kerja. Juga dilakukan secara eksternal, bekerja sama dengan pihak di luar tempat kerja, demi visi yang sama. “Diskresi, bekerja sama, dan bekerja dengan membangun jaringan merupakan tiga perspektif penting bagi cara bertindak kita pada masa kini. Karena Serikat merupakan “suatu tubuh internasional dan multikultural,” berada di dunia yang kompleks, “terpecah dan terpisah-pisah” (KJ 35). Kutipan dari KJ 35 ini rasa-rasanya tetap aktual untuk dilakukan dan diwujudkan, bahkan di tengah dunia yang kompleks saat ini. Proses berkolaborasi tidak datang begitu saja, namun melalui lika-liku perjalanan panjang dan penuh risiko. Untuk berkolaborasi dibutuhkan diskresi, kerja sama, dan jaringan untuk bertindak sesuai visi. Merentang Inspirasi Di usia yang sudah lebih dari 100 tahun ini, PT Kanisius terus-menerus ingin berbagi inspirasi bagi makin banyak orang. Kata merentang dipilih untuk menggambarkan keseriusan untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak lain yang memiliki visi yang sama. Inspirasi terus kami gaungkan untuk memberikan sumbangan yang nyata bagi bangsa dan negara, seturut spirit para pendiri kami. Inspirasi akan makin bergaung jika kita berani membangun jejaring. Jejaring membantu memunculkan gagasan-gagasan baru, menjadikan seorang pemimpin makin kreatif dan makin mampu bekerja sama, dengan demikian pekerjaan serta tugas-tugas bisa dilaksanakan secara lebih efektif. Jejaring ini diarahkan untuk mencapai tujuan, tidak demi jejaring itu sendiri, maka diperlukan penegasan rohani. Kontributor: Paulus Widiantoro – PT Kanisius

Pelayanan Masyarakat

“Mencari dan Menemukan Tuhan dalam Segala”

“Carilah Tuhan dalam segala sehingga seluruh dunia penuh dengan kehadiran cinta.” Mungkin kutipan singkat dari Pater Anthony De Mello, S.J. itu dapat menggambarkan isi pengalaman berharga yang kucari dan kutemukan selama aku melanglang buana bersama rekan-rekan terkasih di Seksi Pengabdian Masyarakat (SPM) Realino, Yogyakarta. Kisah yang kubagikan kali ini akan bercerita mengenai orang-orang hebat yang kutemui saat melakukan survei Beasiswa Pendidikan Realino. Kali pertama aku memulai perjalanan ini adalah dengan mengambil kesempatan terlibat membantu pendaftaran dan survei Beasiswa Pendidikan Realino. Secara singkat, beasiswa ini merupakan wadah bagi anak-anak yang mengalami kesulitan finansial untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Di sini, aku melihat banyak sekali orang yang sangat antusias mendaftar. Namun, dibalik antusiasme yang terlihat, ternyata mereka menyimpan segudang permasalahan hidup yang akhirnya membawa mereka sampai ke Realino SPM. Kisah pertama adalah ketika hatiku tersentuh mendengarkan cerita perjuangan seorang ibu yang membesarkan anaknya sendirian dengan segala keterbatasan. Sang ibu bercerita bahwa ia berpisah dengan suaminya karena tidak mau meninggalkan iman kepercayaan demi pasangannya. Hatiku sangat tersentuh. Sang Ibu tetap memegang teguh iman meskipun harus melalui banyak kepahitan di dalam hidupnya. Kisah kedua, aku berjumpa dengan situasi seorang anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya yang sudah berpisah. Kedua orang tuanya sudah tidak mau mengurusnya lagi sejak kecil. Beruntungnya, ada paman dan bibi yang mau merawat dan memperhatikannya, meskipun hidup mereka juga sangat terbatas. Dalam kesempatan refleksi, aku melihat bahwa perceraian atau perpisahan orang tua menjadi hal yang sangat buruk dan sedemikian berdampak pada anak dalam keluarga tersebut. Apalagi ketika anak akhirnya juga harus menjadi korban keegoisan orang tuanya. Kisah ketiga lebih menyayat hati. Seorang ibu yang selain berjuang mencari rezeki demi kebutuhan hidup dan pendidikan, dia juga harus kuat menerima kenyataan anaknya menjadi korban pelecehan seksual dan bullying. Beliau menguatkan hati anaknya di saat hatinya juga hancur. Apalagi seringkali anaknya berpikir bahkan pernah mencoba untuk mengakhiri. Ibu itu berusaha sekuat tenaga mencari sekolah terbaik meskipun sebetulnya tidak sanggup membiayai. Dia punya harapan besar agar anaknya tidak terus-menerus mengalami trauma. Sang ibu, beliau tetap memperjuangkan yang terbaik di tengah segala keterbatasannya. Ketiga kisah di atas adalah pengalaman perjumpaan yang menyentuh pikiran dan hati selama survei beasiswa. Perjumpaan dengan mereka menyadarkanku betapa kuatnya mereka menghadapi dan menjalani hari dengan segala perjuangan jatuh bangun sambil tetap beriman kepada Tuhan. Pada awalnya, aku berefleksi bahwa pasti mereka tidak langsung menerima begitu saja. Namun aku percaya bahwa keikhlasan hati dan kekuatan dari Tuhan menjadikan mereka mampu menerima segala sesuatu yang harus mereka jalani. Sisi pengalaman survei beasiswa lainnya adalah jalur atau rute survei menuju rumah-rumah keluarga calon penerima. Perjalanan survei beasiswa ini tidak selalu mudah dan menyenangkan. Adakalanya kami menemui berbagai tantangan dan kesulitan saat proses survei, seperti harus melewati lokasi yang ekstrem, takut menemui orang jahat, cuaca yang tidak mendukung, jalan yang terjal berkelok-kelok, dan sebagainya. Menariknya ketika hal itu terjadi, dalam refleksiku, Tuhan selalu mengirimkan malaikat-malaikat-Nya dalam wujud sesama manusia untuk menolong kami. Aku memahami itu sebagai bentuk pertolongan Tuhan atas niat baik yang hendak kami lakukan. Sahabatku, Faiz juga selalu menguatkan aku bahwa dengan mengatakan, “Anggaplah ini sebagai bentuk pelayanan dan pengabdian kita kepada Tuhan.” Selain mendapatkan pengalaman tentang kehidupan, kami juga diajarkan untuk dapat membuat pilihan atau keputusan bagi mereka atas beasiswa ini. Menurutku, “membuat pilihan dan keputusan adalah alasan utama kita datang bertemu mereka dan menemukan kehendak Tuhan di dalamnya.” Semoga keputusan yang telah kami sepakati merupakan kehendak Tuhan atas perjuangan dan doa yang mereka panjatkan selama ini. Aku berpesan untuk kita semua, “Jadilah malaikat untuk orang lain kapan pun kau bisa, sebagai cara untuk berterima kasih kepada Tuhan atas cinta yang diberikan kepada kita.” Perjumpaanku dengan mereka menunjukkan kepadaku bahwa bertemu dengan Tuhan bukanlah sebuah kebetulan atau menunggu waktu yang pas. Kita dapat menemukan Tuhan kapanpun dan di manapun, ketika kita mau mencari dan membuka diri akan kehadiran Tuhan. Kontributor: Anny Angelina S – Volunteer SPM Realino

Feature

Dari Pingit Kami Belajar Melayani

Pingit merupakan tempat yang pasti banyak dikenang oleh seluruh anggota kelompok kami. Bagaimana tidak? Tempat tersebut menjadi destinasi pelayanan yang paling berbeda karena waktu pelayanannya di malam hari dan tentu saja pengalaman-pengalaman kami menghadapi anak-anak di kelas SD besar secara spesifik. Permulaan pelayanan kami bisa dibilang tidak baik. Keterlambatan beberapa anggota mengharuskan anggota lainnya meninggalkan mereka di hotel untuk berangkat lebih dahulu. Tentu keputusan tersebut sulit dilakukan apalagi setelah tahu bahwa anggota-anggota yang terlambat ini sebenarnya berada di belakang bus. Keterlambatan juga tidak hanya terjadi sekali di dalam Mission Trip ini, tetapi lebih dari sekali. Perlu adanya konsekuensi supaya kami semua bisa belajar dari kesalahan-kesalahan dan menumbuhkan sikap disiplin sebagai karakter. Kelas SD besar ini menjadi semacam spotlight bagi kami karena kericuhan yang terjadi di dalamnya. Kelas yang diawali dengan hanya enam orang yang mengurusnya, berubah menjadi hampir sekelompok yang harus turun tangan untuk membantu. Kelas SD besar ini diawali dengan bersih-bersih dan di situlah enam anggota awal mulai merasa kewalahan. Kelas yang harus dibersihkan dipenuhi dengan benturan meja, teriak anak-anak dalam bahasa Jawa, teriakan kata-kata kotor, dan juga bercandaan tidak pantas di dalam kelas. Mungkin tidak dikatakan secara verbal, tetapi tatapan mata dari enam anggota awal itu kepada satu sama lain mengatakan hal yang sama bahwa ini akan menjadi kelas yang sulit. Dengan suara yang sedikit lebih tegas, akhirnya kelas tersebut bisa dikendalikan dan semua sudah mulai tenang. Sejujurnya, kelas tersebut walaupun sudah mulai tenang tetap diisi oleh sahutan dari sana-sini dalam bahasa yang tidak kami mengerti artinya. Ada beberapa kata yang terdengar kasar tetapi tidak bisa juga kami menafsirkan makna asli dari kata tersebut. Perhatian kami tertuju kepada salah satu anak di dalam kelas itu. Ia bernama Adit. Adit tiba-tiba lari keluar kelas saat sedang pengenalan. Jika boleh jujur, tim kami sudah tidak menghiraukannya karena memang dialah si pembuat onar dan susah diatur. Dia pulalah tersangka utama pelaku candaan tidak pantas. Saat Adit kembali, dia membawa kipas angin besar, menempatkan di mejanya, dan menyalakannya. Tentu saja, kelas yang sudah mulai bisa diatur kembali kacau. Anak-anak berlari mengerumuni kipas tersebut, membentur-benturkan meja, dan semua jadi berantakan lagi. Semua anggota tim saling menatap dan bisa ditebak apa yang mereka pikirkan. Akhirnya, tim memulai aktivitas pertamanya, yaitu cerdas cermat. Baru saja memasuki pertanyaan matematika ketiga, kami semua sepakat bahwa anak-anak benar-benar tidak akan menghiraukan kami dan terus berteriak-teriak. Kami tahu bahwa anak-anak lebih menyukai pelajaran IPS. Oleh karena itu, kami berbalik ke arah situ saja. Semua berjalan lebih lancar. Dari menebak negara berdasarkan bendera hingga mengingat Pancasila. Lalu sampailah pada permainan rantai kata. Anak-anak membentuk sebuah rantai dimana setiap orang akan mengucapkan kata menurut kategori yang diberikan. Pertama-tama, kategori yang diberikan adalah kata yang diawali dengan huruf K. Kucing, kancing, keledai hingga sampailah giliran Adit. Dengan santai dan percaya diri, ia menyebut kata tidak sopan dan tidak pantas. Permainan berlanjut dan akhirnya para anggota memutuskan untuk melakukan kategori binatang dalam permainan rantai kata ini. Kucing, babi, burung. Akhirnya kembali lagi kepada Adit. Adit ini menunjuk salah satu anggota dan dengan lantangnya mengatakan anjing tetapi dalam bahasa Jawa kasar. Pada titik itu, sudah banyak dari para anggota kelompok kami yang sudah mengerumuni pintu dan melihat penyebab dari keributan ini sambil siap-siap membantu enam orang anggota tim awal ini. Disambut juga oleh Adit yang melemparkan pakaian dalam di area kelas. Akhirnya, para anggota menegur anak-anak di kelas itu dengan keras. Kami menginginkan mereka tahu bahwa perilaku mereka tidak pantas dilakukan. Anak-anak ini masih muda dan Perkampungan Sosial Pingit ini seharusnya sebuah tempat belajar, tempat mereka mendapat edukasi. Kami menjadi penasaran, hal apa saja yang mempengaruhi mereka sehingga tidak ada rasa hormat atau tata krama, setidaknya kepada kami? Di tempat pelayanan ini, kami benar-benar diajarkan bagaimana caranya bersabar dan tentu banyak pembelajaran yang kami dapatkan. Kami belum pernah menjadi guru. Ketika menjadi guru seperti saat ini, kami jadi tahu perasaan mereka saat menghadapi kelas yang begitu sulit diatur. Kini kami mengerti betapa lelah dan sulitnya mengontrol emosi dengan baik dalam situasi-situasi seperti ini. Selain belajar bersabar, kami juga bisa lebih mengapresiasi guru-guru yang tidak hanya mengelola satu kelas, tetapi banyak kelas dalam waktu delapan jam. Kami juga ingin menyebut nama yang sangat bangga untuk kami tuliskan di sini, Olivia. Olivia adalah salah satu anak kelas SD besar yang sangat ribut dan sulit untuk tenang. Ia tetap diam dan justru menasehati teman-temannya saat mereka berkata kasar atau berperilaku tidak sopan meskipun ia tidak dihiraukan. Ia juga menghampiri anggota-anggota yang bertugas dan menyemangati mereka yang sudah terlihat kewalahan menghadapi anak-anak lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia memang dipengaruhi lingkungan mereka, tetapi semua kembali lagi kepada sikap dan reaksi individu sendiri atas pengaruh lingkungan. Olivia membuktikan bahwa ia bisa dan tetap tegas kepada karakternya dan tidak menjadi seperti yang lain di dalam kelas itu. Ia membuat kami percaya bahwa kami juga bisa demikian dan tidak membiarkan hal negatif mempengaruhi kami dan menyalahkannya hanya karena lingkungan kami. Sebuah perjalanan naik dan turun melayani Perkampungan Sosial Pingit. Emosi-emosi yang meluap dan juga kejadian-kejadian tidak diduga terjadi di sini. Mungkin ada banyak hal yang bisa dikatakan jika ditanya, “Bagaimana pengalamanmu di Perkampungan Sosial Pingit?” Dari sekian banyak kata yang bisa diungkapkan, seluruh kelompok kami pasti setuju dengan satu kata: mengesankan. Kontributor: Siswa-siswi Universitas Pelita Harapan College