Kolaborasi MAGIS Jakarta dan OMK HSPMTB Tangerang
Gaya hidup fancy, seperti fashion terbaru, liburan keluar negeri, gadget termutakhir, pencapaian seseorang, dan lainnya, banyak bermunculan di media sosial. Bagi sebagian orang, hal tersebut menimbulkan tekanan emosional tersendiri, seperti perasaan terobsesi untuk mengikuti tren atau merasa kurang update terhadap sesuatu. Perasaan emosional yang muncul itu merupakan salah satu dampak penggunaan media sosial. Bagi orang muda khususnya, ketika tidak bisa mengikuti tren terbaru, muncullah perasaan tertinggal dan tidak percaya diri.
Menghindar dari media sosial mungkin sulit bagi sebagian besar orang muda. Apalagi kini, media sosial menjelma menjadi sarana yang efektif guna mengekspresikan dan membangun citra diri (personal branding). Tak sedikit orang muda terobsesi dengan media sosial dan menjadikannya sebagai ajang pamer. Di lain sisi, perasaan terobsesi berlebih atau kecenderungan untuk terus membandingkan diri sendiri dengan konten media sosial akan memberikan dampak pada kesehatan mental orang muda.
Berangkat dari fenomena itu, Magis Jakarta berkolaborasi dengan Orang Muda Katolik Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB) Paroki Tangerang menggelar talkshow tentang penggunaan media sosial yang berpengaruh pada kesehatan mental, dengan tema ‘’FOMO: Filter Out Masalah & Obsesimu’’. Acara ini diselenggarakan pada Minggu, 4 Februari 2024 di Selasar Gereja HSPMTB Tangerang dan dihadiri oleh 90 orang peserta yang mayoritas adalah orang muda.
Talkshow yang diselenggarakan ini juga merupakan rangkaian kegiatan Ekaristi Kaum Muda yang menjadi ajang kolaborasi MAGIS Jakarta dengan OMK berbagai paroki di Keuskupan Agung Jakarta. Dalam kesempatan ini, Alexander Yosua (MAGIS Jakarta 2021), menggandeng Angelia Juwita dari OMK Paroki HSPMTB menjadi ketua panitia EKM. Persiapan telah dimulai sejak akhir tahun 2023. Pengurus dan alumni MAGIS Jakarta berpartisipasi aktif dalam kepanitiaan EKM dalam kolaborasi dengan teman-teman OMK serta Seksi Kepemudaan (SieKep) Paroki HSPMTB.
Talkshow ini difasilitasi oleh Kak Inca Agustina Arifin, M.Psi dan Fr. Albertus Alfian Ferry Setiawan, SJ. Pembahasan berangkat dari tema “Self-love” dan semakin mengerucut pada tema “FOMO (fear of missing out) yang diasosiasikan perasaan takut terasing karena ketinggalan berita atau tren. Istilah tersebut muncul di kalangan Gen Z yang lekat dengan media sosial. Banyak orang di zaman ini yang seakan tidak bisa lepas dari gawai dan media sosial, selalu haus dengan berbagai update. Kelekatan tersebut memunculkan perasaan fomo, yang kemudian mengganggu kesehatan mental seseorang.
Dalam sesi diskusi, para peserta yang hadir diajak memahami pentingnya kesehatan mental, menyadari fenomena fear of missing out, dan cara pencegahannya. Kak Inca mengawali sesi dengan mendefinisikan fomo sebagai rasa “takut merasa “tertinggal’’ karena tidak mengikuti aktivitas tertentu, sebuah perasaan cemas dan takut yang timbul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu yang baru, seperti berita, tren, dan lainnya.” Rasa takut ketinggalan ini mengacu pada perasaan atau persepsi bahwa orang lain bersenang-senang, menjalani kehidupan yang lebih baik, atau mengalami hal yang lebih baik, sedangkan dirinya sendiri tertinggal.
Para peserta talkshow juga diajak Kak Inka agar bisa melakukan deteksi mandiri apakah kita sudah terkena dampak fomo, yakni dengan cara menjawab benar atau tidak pertanyaan-pertanyaan berikut :
- Apakah aku cenderung membandingkan diri dengan orang lain secara berlebihan, terutama lewat media?
- Apakah aku mempunyai keinginan kuat untuk terus terkoneksi dengan orang lain, baik lewat sosmed?
- Apakah aku memutuskan untuk mengikuti seluruh aktivitas/event yang terjadi di sekitar secara impulsif (tanpa banyak pertimbangan) karena takut “tertinggal’’?
- Apakah pikiranku dipenuhi oleh apa yang dilakukan orang lain atau mungkin dilewatkan olehku?
- Apakah ada kebutuhan untuk terus up-to-date dengan apa yang dilakukan orang lain?
- Apakah aku terobsesi terus menerus mengecek sosmed?
- Apakah aku sulit menolak undangan untuk mengikuti aktivitas yang seru dan menyenangkan meskipun bersamaan dengan hal-hal yang lebih penting?
- Apakah aku merasa cemburu dan iri hati dengan orang lain yang dianggap lebih dariku?
- Apakah aku terobsesi untuk mengikuti event-event yang dianggap dapat meningkatkan status sosial?
- Apakah aku mengalami kesulitan untuk terputus ‘’offline’’ dari gawai atau media social karena takut “tertinggal’’ informasi?
Cara mengetahuinya, apabila kita memiliki sebanyak 3 jawaban benar atau lebih maka bisa dikategorikan kita telah terkena fomo.
Diketahui ternyata fomo tidak hanya berkaitan perasaan terobsesi saja. Fomo juga menimbulkan dampak-dampak negatif, seperti gangguan pola tidur, kesulitan dalam mengambil keputusan yang benar dan bijaksana, gangguan pada hubungan dengan orang-orang sekitar yang berarti, produktivitas terganggu, dan sulit fokus. Guna menghindari itu, Kak Inka memberikan tips atau practical steps to overcome fomo, yakni dengan cara melatih mindfulness, memahami apa yang dapat memicu perasaan negatif, membatasi penggunaan media sosial, menuliskan jurnal rasa syukur untuk secara rutin menyadari aspek-aspek positif yang dimiliki, terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang berarti dan sesuai dengan tujuan atau nilai kehidupan, serta memelihara hubungan-hubungan yang berarti dalam hidup.
Fr. Ferry juga menawarkan latihan doa ala Ignatian sebagai cara ampuh “penangkal” fomo, yaitu Examen Conscientiae. Examen dapat menjadi sarana bagi orang muda zaman sekarang untuk menyadari peristiwa yang dialami, beserta pengalaman dan perasaan dominan. Dalam Examen, orang diajak untuk menemukan hal-hal yang disyukuri dalam sehari, juga berani menyesali perbuatan perbuatan buruk yang mungkin dilakukan, dan diakhiri dengan membuat niat untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dominasi perasaan syukur diharapkan dapat membantu orang muda untuk tidak terobsesi atau tidak lekat pada hal tertentu, atau setidak-tidaknya mampu membedakan mana yang harus dilakukan dan tidak.
Talkshow yang dimulai pada pukul 14.00 WIB itu selesai pada pukul 16.30 WIB dan dilanjutkan dengan Ekaristi Kaum Muda, yang juga di dalamnya menampilkan teater dari OMK Paroki HSPMTB. EKM dipimpin oleh Pater Alexander Koko, SJ, moderator MAGIS Jakarta. Dalam homilinya, Pater Koko berharap agar umat semakin dapat mengerti bentuk cinta dari sekitar dan semakin mampu memberikan cinta pada orang-orang terdekatnya. Bisa jadi ada cinta yang tidak saling memberi dan menerima apabila kita, pelaku cinta, tidak memahami bentuk cintanya, seperti contoh bahasa cinta dari orang muda yang tidak dipahami oleh orangtua.
Suasana senang dan bahagia terlihat dari senyuman dan raut wajah para panitia kegiatan ini setelah seluruh rangkaian acara telah terlaksana. Para peserta dan panitia menutup acara dengan mengabadikan momen bersama. Rasanya tidak ingin mengucapkan “sayonara”. Gerimis di malam itu membuat acara perpisahan Magis Jakarta dan OMK HSPMTB menjadi haru. Usailah euforia persiapan dan pelaksanaan EKM MAGIS Jakarta dan OMK Paroki HSPMTB. Kini yang harus terus diupayakan adalah keberanian untuk melepaskan kelekatan dan menggenggam harapan. Esok akan bertemu di lain kesempatan.
Kontributor: Samuel Rajagukguk dan Monica Yosinayang