Pilgrims of Christ’s Mission

Jesuits

Pelayanan Gereja

Bertualang di Bethlehem van Java

Sabtu, 27 April 2024, misdinar Gereja St. Yusup Gedangan mengadakan acara studi rohani Bethlehem van Java Misdinar ke kerkhof Muntilan, Museum Misi Muntilan, dan Gua Maria Sendangsono. Frater Yohanes Chrysostomus Wahyu Mega, S.J., pendamping misdinar, mengadakan program ini untuk misdinar dan beberapa tokoh lintas agama. Fr. Wahyu berharap melalui studi rohani Bethlehem van Java, misdinar Gedangan dapat memahami sejarah lahirnya misi kekatolikan di tanah Jawa, menumbuhkan semangat kekatolikan, dan toleransi antarumat beragama.   Beberapa tokoh lintas agama yang menemani kami adalah K.H. Khoirul Anwar (Pengasuh Ponpes Al-Insaniyyah, Salatiga), K.H. Abdul Qodir (Pengasuh Ponpes Roudhotus Sholihin, Demak), Ibu Rabi’atul Adawiyah, Ibu Naily Illyun, Bapak Lutfi (ketiganya adalah dosen UIN Walisongo, Semarang), Pendeta Setiawan Budi (Koordinator Persaudaraan Lintas Agama), Ibu Eva Yuni (Staf Bimas Katolik) dan Sr. Lutgardis, O.P. Ini pertama kalinya bagi kami mengalami perjumpaan dengan tokoh lintas agama.   Di Kerkhof Muntilan, kami mengunjungi makam Kardinal Justinus Darmojuwono yang merupakan kardinal pertama Indonesia. Selanjutnya kami mengunjungi makam Pater F. van Lith, S.J, Pater Hoevenaars, S.J. dan beberapa makam pater Jesuit Belanda lainnya. Tempat ini sangat jauh dari kesan menyeramkan tetapi sangat sejuk dan nyaman untuk berdoa.   Dalam bahasa Belanda, kerkhof memiliki arti halaman gereja. Berasal dari dua suku kata, yakni kerk yang bermakna gereja dan hoff yang berarti halaman. Mungkin karena sudah menjadi tradisi bangsa Eropa, khususnya Belanda, bahwa kuburan biasanya ditempatkan tidak jauh dari bangunan gereja. Kata kerkhof lambat laun menjadi sebutan yang familiar untuk kuburan atau pemakaman bangsa Belanda.     Setelah dari kerkhof kami menuju Museum Misi Muntilan. Sesampainya di Museum Misi, kami disambut oleh Bapak Seno. Kami dibagi menjadi dua kelompok besar untuk museum tour. Kami merasa takjub karena Museum Misi Muntilan menyimpan banyak sejarah mengenai perkembangan Agama Katolik. Kami melihat barang-barang peninggalan zaman dahulu seperti peralatan misa, altar dan mimbar dari kayu, jubah rama dan uskup, tongkat gembala, lonceng, dan masih banyak lagi.   Kami belajar tentang jejak sejarah Keuskupan Agung Semarang dan sejarah Gereja Katolik yang ada di Semarang. Ada satu peninggalan dari Pater van Lith, S.J. dan Pater Hoevenaars, S.J. yang menarik, yaitu doa Bapa Kami versi Bahasa Jawa. Kedua Pater ini dengan caranya sendiri menerjemahkannya ke dalam Bahasa Jawa.   Destinasi terakhir adalah Gua Maria Sendangsono. Sedikit informasi, Gua Maria ini masih bersangkutan dengan dua lokasi sebelumnya (Kerkhof Muntilan dan Museum Misi). Gua Maria Sendangsono adalah tempat di mana Pater van Lith , S.J. membaptis 171 orang Jawa. Peristiwa ini terjadi pada 14 Desember 1904. Kini, Sendangsono menjadi salah satu tempat ziarah yang sangat populer.   Di Gua Maria Sendangsono kami mengunjungi makam Barnabas Sarikromo. Awalnya ia memiliki penyakit kudisdi kaki dan sudah melakukan pengobatan dengan berbagai cara namun tidak kunjung sembuh. Suatu ketika ia bersemedi untuk mendapatkan kesembuhan. Ia mendengar bisikan untuk berjalan ke arah timur laut. Dikarenakan kondisi kakinya yang tidak memungkinkan untuk berjalan, Sarikromo pun menuju arah timur laut dengan cara mengesot. Perjalanan itu membawanya bertemu dengan dua Jesuit, yaitu Bruder Kersten, S.J. dan Pater van Lith, S.J,. Sarikromo memperoleh kesembuhan dan kemudian dibaptis oleh Rama van Lith.   Kami mendapatkan banyak sekali pengalaman dan pengetahuan dari ketiga tempat tersebut. Kami juga jadi tahu tentang kisah para tokoh penting, seperti Pater F. van Lith, S.J., Pater Hoevenaars, S.J. Bruder Kersten, S.J. dan Bapak Barnabas Sarikromo. Kisah-kisah mereka semakin membuat kami bangga sebagai orang Katolik Jawa. Kami semakin terbakar bukan hanya untuk menjadi Katolik tetapi untuk menghidupi iman Katolik.   Kontributor: Michelle Kanaya – Misdinar St. Yusup Gedangan

Penjelajahan dengan Orang Muda

“By Lifting Others, We Rise Together”

Reportase Ekaristi Kaum Muda Unit Johar Baru Malam minggu, 20 April 2024 yang lalu, lebih dari 100 orang muda dari berbagai komunitas hadir di Unit Johar Baru Kolese Hermanum untuk mengikuti Ekaristi Kaum Muda (EKM). Tradisi tahunan unit Johar Baru itu kali ini terasa spesial karena mengangkat tema By Lifting Others, We Rise Together. Tema ini terinspirasi dari Universal Apostolic Preferences (UAP) Serikat Jesus Berjalan bersama dengan mereka yang terpinggirkan. Selain untuk semakin mengenalkan Serikat Jesus kepada orang muda, EKM kali ini juga bertujuan untuk membangun kesadaran bersama tentang orang-orang yang terpinggirkan di kota Jakarta.   EKM dilakukan dengan semangat kolaborasi yang melibatkan aneka komunitas orang muda yang dijumpai para frater Kolman dalam kerasulannya. Mereka adalah MaGis Jakarta, PERSINK KAJ, PMKAJ Unit Barat dan Unit Selatan, PMKRI, mahasiswa STF Driyarkara, teman-teman dari SMA Gonzaga, OMK Paroki Kampung Duri, OMK Paroki Duren Sawit, dan OMK Paroki Rawamangun. Semangat kolaboratif sangat terasa sebagai cara bertindak dalam acara ini. Para frater menginisiasi dan setiap anggota komunitas terlibat bekerja sama satu dengan yang lain. Dengan antusias mereka menyediakan diri untuk mempersiapkan dekorasi, among tamu, koor, pengisi acara hingga membereskan tempat seusai acara.     Dalam perayaan Ekaristi, para orang muda diajak lebih mengenal siapakah orang terpinggirkan. Homili dibuat interaktif dengan mengajak beberapa orang muda membagikan cerita inspiratif pengalaman bersama mereka yang terpinggirkan. Untuk pendalaman makna, setelah EKM mereka diajak untuk melakukan aksi nyata. Secara berkelompok mereka diajak berjalan di sekitar perkampungan Johar Baru yang padat. Mereka diberi ruang untuk berinteraksi dengan realitas kemiskinan dan berbagi nasi kotak ke orang-orang dari keluarga pra-sejahtera. Kegiatan aksi nyata tersebut kemudian diperdalam dengan sesi sharing dan refleksi. Salah satu pertanyaan reflektif yang diajukan adalah, “Apa yang telah kulakukan bagi orang miskin, apa yang sedang kulakukan untuk orang miskin, dan apa yang akan kulakukan bagi orang miskin?” Refleksi diakhiri dengan menggambar simbol pada kertas sebagai kesimpulan dan kehendak yang akan dibangun setelah acara EKM ini selesai.   Setelah acara selesai, selanjutnya diadakan ramah tamah dan makan malam bersama dengan kemasan menarik, yaitu model ‘pesta rakyat.’ Hidangan-hidangan yang disediakan berasal dari para pedagang kecil sekitar Johar Baru. Selain untuk memberdayakan para pedagang kecil, mereka diundang untuk memuaskan selera ‘kuliner jalanan’ orang muda. Siomay, cilok, bakso, sate, nasi goreng tek-tek, dan es campur laris manis diserbu orang muda yang hadir. Diundang juga kesenian Ondel-Ondel yang biasa ngamen sekitar Johar Baru untuk memeriahkan suasana.   Pater Magnis yang ikut hadir pun turut memberikan pesannya kepada orang muda. “Coba tanya sama Mother Theresa di Kalkuta, apakah ia bahagia? Saya kira dia akan kaget sedikit! Kemudian ia mungkin menjawab, “Belum pernah saya pikirkan karena saya nggak punya waktu untuk itu!” Barangkali dia memang bahagia tapi tidak pernah dia pikirkan. Karena kalau ada yang merasa berterima kasih bahwa Tuhan mengirim kita lewat di dalam hidupnya, maka kita sudah bahagia.”     Malam ‘pesta rakyat’ semakin meriah dengan pertunjukan bakat dari teman-teman muda yang ternyata memiliki talenta luar biasa seperti menyanyi dan berpuisi. Acara menjadi semakin gayeng dengan joget bersama yang dipimpin langsung oleh Frater Pond dari Thailand dan Frater Danish dari Pakistan. Semua yang hadir turut bergoyang dan tertawa.   Dean Yeremia, mahasiswa STF Driyarkara, mengungkapkan kesannya terhadap EKM. “Saya mengikuti Ekaristi Kaum Muda sebagai seorang Protestan. Awalnya saya ikut karena saya diundang untuk ikut bernyanyi dalam acara, namun ternyata EKM benar-benar meninggalkan kesan yang berharga bagi saya. Pengalaman membagikan makanan kepada orang-orang sekitar yang membutuhkan, membuat saya yakin bahwa kebaikan itu universal, jauh melampaui batas-batas agama, suku, ras atau batasan apapun. Saya juga kagum dengan makanan-makanan yang dipilih untuk makan bersama setelah berefleksi. Jesuit memilih mendatangkan pedagang-pedagang makanan di sekitarnya. Ini keren dan berbeda. Jika biasanya setelah acara ditutup dengan makan makanan dari catering, Jesuit memilih menghadirkan Pesta Rakyat termasuk ondel-ondel di dalamnya. Keren”   Sementara itu, Ibu Ong Priscilia, salah satu umat, memberi kesan, “Acara Ekaristi Kaum Muda yang diinisiasi oleh para Frater Unit Johar Baru sangatlah menginspirasi dan menggerakkan kami untuk berpartisipasi. Oleh karena itu, saat dihubungi oleh salah satu frater untuk berpartisipasi, tanpa berpikir lama, kami langsung menyanggupi dan juga tergerak untuk ikut dalam acara. Kami sangat bersyukur bisa menjadi saluran berkat secara langsung lewat acara ini. Semoga acara ini tidak hanya berhenti di sini tetapi tetap diadakan secara berkelanjutan, kami akan selalu siap berkontribusi dan berpartisipasi. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga kami bisa menjadi berkat dalam acara EKM 2024 ini.”   Kontributor: SS Franky Njoto, S.J. & Petrus Guntur Supradana, S.J. – Johar Baru

Prompang

Banyak Tuaian, Sedikit Pekerja

Minggu, 21 April 2024, seluruh umat Katolik di dunia merayakan Hari Minggu Paskah IV, sekaligus juga memperingati Hari Minggu Panggilan. Pada kesempatan itu, para frater SJ dari Komunitas Kolese Hermanum, Jakarta, melakukan aksi panggilan di beberapa paroki Keuskupan Agung Jakarta, seperti Paroki Hati Kudus Kramat, Kristus Salvator Slipi, Keluarga Kudus Rawamangun, Hati St. Perawan Maria Tak Bernoda Tangerang, St. Bonaventura Pulomas, St. Helena Curug, St. Monika Serpong, St. Maria de Fatima Toasebio, Wisma SY Depok, dan Katedral Jakarta. Bahkan, aksi panggilan di beberapa paroki dilangsungkan selama beberapa hari dalam bentuk live in. Contohnya adalah Paroki St. Maria de Fatima Toasebio yang menggelar aksi panggilan sejak Jumat-Minggu, 19-21 April 2024. Sedangkan live in di Paroki St. Monika Serpong dan Hati St. Perawan Maria Tak Bernoda Tangerang dilaksanakan sejak Sabtu, 20 April 2024.   Para umat sangat antusias mengikuti rangkaian kegiatan aksi panggilan. Mereka ikut berbagi cerita, bernyanyi, menari, dan bermain games bersama para frater yang berkunjung ke paroki mereka. Banyaknya umat yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan aksi panggilan ini tentu menjadi hal yang menggembirakan. Secara kasat mata, tampak bahwa umat tumbuh dari segi kuantitas. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan surat kabar Vatikan, L’Osservatore Romano, pada 3 Maret 2023 bahwa jumlah umat Katolik mengalami peningkatan 1,3 % dibandingkan tahun sebelumnya. Akan tetapi, peningkatan itu tidak diimbangi dengan jumlah imam, seminaris, dan religius perempuan. Jumlah imam dan biarawan/biarawati tidak meningkat tetapi malah terus berkurang. Secara global, jumlah imam turun 0,57 %, jumlah seminaris turun 1,8 %, dan jumlah religius perempuan turun 1,7 %.     Turunnya jumlah imam, seminaris, dan religius wanita ini menjadi keprihatinan kita bersama. Di saat tuaian ada banyak dan terus mengalami peningkatan, jumlah pekerja malah sedikit dan terus berkurang. Menanggapi hal itu, aksi panggilan para frater SJ menjadi salah satu bentuk usaha untuk menumbuhkan benih-benih panggilan di tengah umat. Hidup religius perlu dikenalkan kepada umat sejak usia dini. Maka dari itu,beberapa paroki, seperti Paroki Keluarga Kudus Rawamangun, St. Helena Curug, dan Katedral Jakarta mendandani anak-anak BIA paroki masing-masing dengan pakaian romo dan suster cilik. Para romo dan suster cilik ini tidak hanya sekadar berpakaian layaknya romo dan suster, namun juga mengikuti perarakan misa. Hal ini memberi kesan tersendiri bagi anak-anak BIA dan diharapkan dapat menjadi pemantik tumbuhnya panggilan di antara mereka. Tak jarang benih panggilan itu muncul melalui hal-hal yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya, seperti karena tertarik pada jubah.   Benih panggilan perlu kita dukung dan kita doakan bersama-sama. Kita berharap agar anak-anak muda zaman sekarang semakin peka dan tidak tuli akan panggilan khusus dari Allah serta berani menanggapinya. Amin.   Kontributor: S Mikael Tri Karitasanto, S.J.

Pelayanan Gereja

VISUALISASI JALAN SALIB HIDUP 2024: [sudah selesai]

Di kayu salib, sebelum Ia menghembuskan nafas terakhir-Nya berserah dan berkata, “Sudah selesai.”   Apakah ini berarti kekalahan? Apakah Yesus kalah karena pada akhirnya Ia menyerahkan diri untuk di salib dan menebus dosa kita?   Sebaliknya, kalimat ini bermakna Yesus telah menang!   Ia menang atas besarnya kasih yang diberikan bagi umat manusia dan ketaatan-Nya kepada Bapa hingga akhir hidup-Nya. Sesungguhnya inilah kasih yang taat sampai mati.   Kita pun memanggul salib kehidupan kita masing-masing, yang seringkali wujudnya tidak nampak. Namun, apakah kita siap memenangkan diri kita atas hal-hal dan perbuatan baik?   -terinspirasi dari homili Pater Dodo, S.J.   Visualisasi Jalan Salib Hidup | 29 Maret 2024 | 10.00 WIB | OMK Paroki St. Yusup Gedangan | Halaman Bintang Laut – TK Theresia – SD Marsudirini – Susteran OSF                 Kontributor: Gedangan Muda

Pelayanan Gereja

Visualisasi Jalan Salib dan Pesan Kemanusiaan di Gereja Bongsari: ENGKAU IKUTLAH DENGAN-KU

Gereja Bongsari, yang berada di bawah penggembalaan Serikat Jesus, terus mengekspresikan keberanian dan inovasinya dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan yang mendalam dan relevan. Salah satu ekspresi dari semangat ini adalah melalui visualisasi jalan salib yang dipersembahkan oleh orang muda Katolik. Visualisasi ini bukan hanya sebuah sarana keagamaan tetapi juga menjadi sebuah medium untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan realitas sosial dan spiritual di sekitar kita.   Dengan tema Paskah yang menggugah hati, Engkau Ikutlah dengan-Ku, jalan salib dipentaskan oleh lebih dari 60 orang muda Katolik (OMK) di Gereja Bongsari. Ini tidak hanya sekadar pertunjukan visual. Jalan salib ini mencerminkan semangat kebangkitan dan harapan yang terus dinyalakan dalam iman Katolik. Teman-teman muda tidak hanya menghadirkan visualisasi yang memukau tetapi juga menyampaikan pesan-pesan yang mengajak untuk bertindak lebih empatik, mengatasi ketidakpedulian, dan meningkatkan kepedulian antarsesama.   Visualisasi jalan salib ini bukanlah semata-mata untuk dinikmati secara estetis. Di balik setiap gerakan dan simbol, terdapat pesan yang dalam tentang pentingnya kemanusiaan dan empati dalam kehidupan sehari-hari. Orang Muda Katolik yang menjadi bagian dari visualisasi ini bukan hanya sebagai aktor, melainkan juga sebagai pembawa pesan tentang bagaimana menghadapi tantangan ketidakpedulian dan kurangnya kepedulian antarsesama di lingkungan sekitar.     Dalam konteks ini, visualisasi jalan salib di Gereja Bongsari tidak hanya menjadi ekspresi keagamaan, melainkan juga refleksi komitmen Gereja dalam memperkuat iman dan memancarkan dampak positif bagi masyarakat. Pesan yang disampaikan melalui visualisasi ini mengajak umat Katolik untuk mengikuti jejak Kristus dalam tindakan nyata, khususnya dalam hal empati, mengatasi ketidakpedulian, dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama.   Melalui tema Engkau Ikutlah dengan-Ku, Gereja Bongsari membangun panggung untuk mengajak para umat bertindak lebih aktif dalam menyebarkan kasih dan keadilan di dunia ini. Pesan kebangkitan dan harapan yang disampaikan melalui visualisasi jalan salib ini menjadi inspirasi dan panggilan setiap individu untuk berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik, yang dipenuhi dengan tindakan-tindakan empatik, dan kepedulian yang berkelanjutan. Dengan demikian, visualisasi jalan salib di Gereja Bongsari bukan hanya menjadi pertunjukan keagamaan, tetapi juga menjadi perwujudan nyata nilai-nilai kemanusiaan dan kasih sesama yang menjadi inti ajaran Kristiani.   Kontributor: Bonaventura Satria Hagi Putra – OMK Bongsari

Kuria Roma

KITA TIDAK BISA TINGGAL DIAM

Perang di Gaza telah berlangsung selama hampir enam bulan dan dentuman meriam serta desingan peluru belum berhenti. Kita para Jesuit, sebagaimana banyak umat Katolik, perempuan dan laki-laki dari semua agama, dan orang-orang yang tidak percaya pada Tuhan, menolak untuk diam. Kita senantiasa mendaraskan doa, melontarkan ratapan dan protes atas begitu banyak kematian dan kehancuran yang terus terjadi di Gaza dan wilayah-wilayah lain di Israel atau Palestina, dan meluas ke negara-negara tetangga di Timur Tengah.   Paska serangan mengerikan terhadap Israel Selatan pada 7 Oktober 2023, Israel melakukan pemboman besar-besaran di Jalur Gaza dan melancarkan serangan darat yang membuat sebagian besar Jalur Gaza luluh lantak. Kini kita menyaksikan terjadinya kelaparan dan penyebaran wabah penyakit di Gaza. Puluhan ribu orang tewas, hampir 1.800 orang Israel dan lebih dari 32.000 orang Palestina (belum termasuk mereka yang masih harus digali dari bawah reruntuhan). Selain kematian, ada ratusan ribu jiwa yang hancur, terluka, kehilangan tempat tinggal, dan kini kelaparan dan terserang penyakit.   Kita menegaskan kembali komitmen untuk tidak tinggal diam. Tidak dapat diterima bahwa, meskipun sudah ada upaya, hampir enam bulan memasuki babak konflik tetapi tidak ada yang mampu menghentikan kematian. Memalukan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memastikan bahwa penduduk Gaza memiliki cukup makanan. Memalukan bahwa tidak ada yang mampu meminta pertanggungjawaban atas para penghasut. Dan yang lebih menyedihkan, kita tahu bahwa konflik berdarah di “tanah suci” ini telah dibiarkan terus berlanjut dan menjadi luka yang menganga dan membusuk pada wajah Timur Tengah.   Kita telah melibatkan diri selama puluhan tahun dalam komunitas dan masyarakat di Timur Tengah. Kita ingin mengatakan bahwa peperangan semacam itu tidak seharusnya dibiarkan. Kita tidak bisa lebih memilih kematian daripada kehidupan, balas dendam daripada rekonsiliasi, mencari kesalahan daripada keadilan, mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama, dan kekerasan daripada dialog. Itu semua bukanlah takdir, melainkan sesuatu yang sengaja kita pilih. Tentu ada pilihan-pilihan lain yang bisa diambil dan kita akan terus memupuk mimpi akan masa depan yang berbeda, yaitu masa depan yang telah diramalkan oleh para nabi dalam Kitab Suci. “Mereka akan mengasah pedang mereka menjadi mata bajak dan tombak mereka menjadi mata pisau. Bangsa tidak akan mengangkat pedang melawan bangsa lainnya dan mereka tidak akan belajar berperang lagi.” (Yesaya 2:4)   Kita satukan suara bersama Bapa Suci, Paus Fransiskus, yang telah berulang kali memperingatkan bahwa perang adalah kekalahan! Setiap perang adalah kekalahan! (Angelus, 8 Oktober 2023). Kita ulangi seruan agar gencatan senjata segera dilakukan. Agar semua sandera 7 Oktober dibebaskan. Agar terjadi negosiasi demi memulai proses yang akan membawa kebebasan, kemerdekaan, dan keadilan bagi semua orang di Timur Tengah. Inilah satu-satunya jalan menuju perdamaian sejati.   Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel “We Cannot be Silent” dalam https://www.jesuits.global/2024/03/29/we-cannot-be-silent/ Artikel ini diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Tim Sekretariat SJ Provindo pada tanggal 1 April 2024.

Provindo

Santo Yusuf yang Setia

Bertepatan dengan Hari Raya Santo Yusuf, Pelindung Gereja Universal dan Serikat Jesus, pada 19 Maret 2024, lima orang imam Jesuit mengucapkan kaul akhir di hadapan Provinsial, Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. Kelima imam Jesuit tersebut ialah Pater Ernest Justin, S.J., Pater Heribertus Heri Setyawan, S.J., Pater Nicolaus Devianto Fajar Trinugroho, S.J., Pater Rikhardus Sani Wibowo, S.J., dan Pater Stephanus Advent Novianto, S.J. Pengucapan Kaul Akhir ini diselenggarakan di Kapel St. Robertus Bellarminus, Mrican, Yogyakarta dan dihadiri oleh para nostri, keluarga kaules, dan tamu undangan.   Santo Yusuf adalah sosok yang taat hukum namun bijaksana dan penuh belas kasih. Ia begitu taat pada perintah Tuhan sehingga berani memikul tanggung jawab untuk merawat Maria yang sedang hamil dan menghindarkannya dari hukuman sosial saat itu. Karena kesetiaan dan ketaatannya, Tuhan tidak pernah meninggalkan Yusuf. Yusuf menjadi salah satu bagian penting dalam karya penyelamatan manusia melalui anaknya, Yesus. Santo Yusuf menjadi ayah yang menemani dan mendidik anaknya serta salah satu sosok yang menginspirasi Yesus yang sedang tumbuh remaja.   Kaul akhir menandai setiap Jesuit yang telah secara penuh menjadi anggota Serikat Jesus. Dalam retret persiapan kaul, para kaules bercerita tentang makna kaul akhir bagi mereka. Mereka sekarang melihat bahwa Serikat bukan lagi sebagai orang atau pihak luar yang sekadar menjadi penonton ketika sesuatu terjadi. Serikat kini menjadi bagian konkret dalam diri dan hidup mereka sehingga segala hal yang baik dan yang buruk akan ditanggung bersama. Para kaules ingin meneladan St. Yusuf yang berani mengambil tanggung jawab agar penyelenggaraan dan karya penyelamatan Allah terus terjadi di dunia ini.   Mari kita berdoa agar para kaules dapat meneladan kesetiaan St. Yusuf.   Kontributor: Margareta Revita – Tim Komunikator

Penjelajahan dengan Orang Muda

F.O.M.O. : Filter Out Masalah dan Obsesimu 

Kolaborasi MAGIS Jakarta dan OMK HSPMTB Tangerang Gaya hidup fancy, seperti fashion terbaru, liburan keluar negeri, gadget termutakhir, pencapaian seseorang, dan lainnya, banyak bermunculan di media sosial. Bagi sebagian orang, hal tersebut menimbulkan tekanan emosional tersendiri, seperti perasaan terobsesi untuk mengikuti tren atau merasa kurang update terhadap sesuatu. Perasaan emosional yang muncul itu merupakan salah satu dampak  penggunaan media sosial. Bagi orang muda khususnya, ketika tidak bisa mengikuti  tren terbaru, muncullah perasaan tertinggal dan tidak percaya diri.  Menghindar dari media sosial mungkin sulit bagi sebagian besar orang muda. Apalagi kini, media sosial menjelma menjadi sarana yang efektif guna mengekspresikan dan membangun citra diri (personal  branding). Tak sedikit orang muda terobsesi dengan media sosial dan menjadikannya sebagai ajang pamer. Di lain sisi, perasaan terobsesi berlebih atau kecenderungan untuk terus membandingkan diri sendiri dengan konten media sosial akan memberikan dampak pada kesehatan mental orang muda.  Berangkat dari fenomena itu, Magis Jakarta berkolaborasi dengan Orang Muda Katolik Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB) Paroki Tangerang menggelar talkshow tentang penggunaan media sosial yang berpengaruh pada  kesehatan mental, dengan tema ‘’FOMO: Filter Out Masalah & Obsesimu’’. Acara ini diselenggarakan pada Minggu, 4 Februari 2024 di Selasar Gereja HSPMTB Tangerang dan dihadiri oleh 90 orang peserta yang mayoritas adalah orang muda.  Talkshow yang diselenggarakan ini juga merupakan rangkaian kegiatan Ekaristi Kaum Muda yang menjadi ajang kolaborasi MAGIS Jakarta dengan OMK berbagai paroki di Keuskupan Agung Jakarta. Dalam kesempatan ini, Alexander Yosua (MAGIS Jakarta 2021), menggandeng Angelia Juwita dari OMK Paroki HSPMTB menjadi ketua panitia EKM. Persiapan telah dimulai sejak akhir tahun 2023. Pengurus dan alumni MAGIS Jakarta berpartisipasi aktif dalam kepanitiaan EKM dalam kolaborasi dengan teman-teman OMK serta Seksi Kepemudaan (SieKep) Paroki HSPMTB.  Talkshow ini difasilitasi oleh Kak Inca Agustina Arifin, M.Psi dan Fr. Albertus Alfian Ferry Setiawan, SJ. Pembahasan berangkat dari tema “Self-love” dan semakin mengerucut pada tema “FOMO (fear of missing out) yang diasosiasikan perasaan takut terasing karena ketinggalan berita atau tren. Istilah tersebut muncul di kalangan Gen Z yang lekat dengan media sosial. Banyak orang di zaman ini yang seakan tidak bisa lepas dari gawai dan media sosial, selalu haus dengan berbagai update. Kelekatan tersebut memunculkan perasaan fomo, yang kemudian mengganggu kesehatan mental seseorang.  Dalam sesi diskusi, para peserta yang hadir diajak memahami pentingnya kesehatan mental, menyadari fenomena fear of missing out, dan cara pencegahannya. Kak Inca mengawali sesi dengan mendefinisikan fomo sebagai rasa “takut merasa “tertinggal’’ karena tidak mengikuti aktivitas tertentu, sebuah perasaan cemas dan takut yang timbul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu yang baru, seperti berita, tren, dan lainnya.” Rasa takut ketinggalan ini mengacu pada perasaan atau persepsi bahwa orang lain bersenang-senang, menjalani kehidupan yang lebih baik, atau mengalami hal yang lebih baik, sedangkan dirinya sendiri tertinggal.  Para peserta talkshow juga diajak Kak Inka agar bisa melakukan deteksi mandiri apakah kita sudah terkena dampak fomo, yakni dengan cara menjawab benar atau  tidak pertanyaan-pertanyaan berikut :  Cara mengetahuinya, apabila kita memiliki sebanyak 3 jawaban benar atau lebih  maka bisa dikategorikan kita telah terkena fomo.  Diketahui ternyata fomo tidak hanya berkaitan perasaan terobsesi saja. Fomo juga menimbulkan dampak-dampak negatif, seperti gangguan pola tidur, kesulitan dalam mengambil keputusan yang benar dan bijaksana, gangguan pada hubungan dengan  orang-orang sekitar yang berarti, produktivitas terganggu, dan sulit fokus. Guna  menghindari itu, Kak Inka memberikan tips atau practical steps to overcome fomo,  yakni dengan cara melatih mindfulness, memahami apa yang dapat memicu perasaan negatif, membatasi penggunaan media sosial, menuliskan jurnal rasa  syukur untuk secara rutin menyadari aspek-aspek positif yang dimiliki, terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang berarti dan sesuai dengan tujuan atau nilai kehidupan, serta memelihara hubungan-hubungan yang berarti dalam hidup.  Fr. Ferry juga menawarkan latihan doa ala Ignatian sebagai  cara ampuh “penangkal” fomo, yaitu Examen Conscientiae. Examen dapat menjadi sarana bagi orang muda zaman sekarang untuk menyadari peristiwa yang dialami, beserta pengalaman dan perasaan dominan. Dalam Examen, orang diajak untuk  menemukan hal-hal yang disyukuri dalam sehari, juga berani menyesali perbuatan perbuatan buruk yang mungkin dilakukan, dan diakhiri dengan membuat niat untuk  menjadi pribadi yang lebih baik. Dominasi perasaan syukur diharapkan dapat  membantu orang muda untuk tidak terobsesi atau tidak lekat pada hal tertentu, atau  setidak-tidaknya mampu membedakan mana yang harus dilakukan dan tidak.  Talkshow yang dimulai pada pukul 14.00 WIB itu selesai pada pukul 16.30 WIB dan dilanjutkan dengan Ekaristi Kaum Muda, yang juga di dalamnya menampilkan teater dari OMK Paroki HSPMTB. EKM dipimpin oleh Pater Alexander Koko, SJ,  moderator MAGIS Jakarta. Dalam homilinya, Pater Koko berharap agar umat semakin dapat mengerti  bentuk cinta dari sekitar dan semakin mampu memberikan cinta pada orang-orang terdekatnya. Bisa jadi ada cinta yang tidak saling memberi dan menerima apabila kita, pelaku cinta, tidak memahami bentuk cintanya, seperti contoh bahasa cinta dari orang muda yang tidak dipahami oleh orangtua.  Suasana senang dan bahagia terlihat dari senyuman dan raut wajah para panitia kegiatan ini setelah seluruh rangkaian acara telah terlaksana. Para peserta dan panitia menutup acara dengan mengabadikan momen bersama. Rasanya tidak ingin mengucapkan “sayonara”. Gerimis di malam itu membuat acara perpisahan Magis Jakarta dan OMK HSPMTB menjadi haru. Usailah euforia persiapan dan pelaksanaan  EKM MAGIS Jakarta dan OMK Paroki HSPMTB. Kini yang  harus terus diupayakan adalah keberanian untuk melepaskan kelekatan dan menggenggam harapan. Esok akan bertemu di lain kesempatan. Kontributor: Samuel Rajagukguk dan Monica Yosinayang