Pilgrims of Christ’s Mission

Jesuits

Pelayanan Gereja

Mewujudkan Mimpi melalui Konser Rohani

Memiliki gedung pusat pelayanan paroki serta penunjang aktivitas menjadi impian para umat Paroki Santa Theresia Bongsari. Selang setahun setelah penggempuran aula lama, proses ini senantiasa masih berjalan. Rabu, 16 Agustus 2023, konser rohani untuk menggalang dana bertajuk Maria Bunda Pemersatu digelar di Gumaya Tower Hotel Semarang dengan menampilkan Edward Chen, Grezia Epiphania, Maria Priscilla, dan Vanessa Axelia. Keempat penyanyi tersebut melantunkan pujian-pujian rohani dengan alunan musik dari CBC Band. Sebelumnya, konser dibuka dengan penampilan talenta-talenta suara dan musik dari Paroki Santa Theresia Bongsari yang tergabung dalam komunitas Bongsari Music Ministry. Konser yang dihadiri oleh Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang (KAS), Bapa Uskup Robertus Rubiyatmoko, menjadi simbol merajut mimpi terwujudnya Gedung Pelayanan Pastoral. “Keringat” panitia pembangunan dan panitia konser diusap oleh perolehan dana melalui penjualan tiket, pelelangan ruangan dan lukisan, serta donasi dari para donatur. Satu hal yang unik adalah bahwa konser rohani ini menunjukkan wajah Paroki Santa Theresia Bongsari sebagai paroki yang inklusif melalui keterlibatan pelukis disabilitas dalam pelelangan lukisan. Tak hanya itu, sebuah kejutan bagi semua pihak ketika Kardinal Julius Darmaatmadja melelang cincin imamatnya sebagai bantuan dana pembangunan gedung. Perjuangan belum usai. Langkah demi langkah, bergerak dan bersinergi. Melalui Bunda Sang Pemersatu – seperti tema konser Maria Bunda Pemersatu – mimpi untuk memiliki Gedung Pelayanan Pastoral disatukan melalui kolaborasi berbagai pihak sebagai wujud kehidupan paroki. Kontributor: Adeane Yuna – Paroki Santa Theresia Bongsari

Karya Pendidikan

Ragamuda: Suara Pemuda Merdeka

Jakarta, HUMAS CC – OSIS SMA Kolese Kanisius kembali mengadakan acara Ragamuda bersama SMA Al-Izhar Pondok Labu. Ragamuda kali ini diadakan bersama kolaborator baru yaitu SMA Pangudi Luhur Brawijaya. Kegiatan Ragamuda terdiri atas acara pembukaan di Kolese Kanisius, pawai kebudayaan selama acara CFD (Car Free Day), dan penutupan dengan penampilan budaya di Sarinah. Ragamuda merupakan acara rutin kerja sama antara SMA Kolese Kanisius bersama SMA Al-Izhar Pondok Labu yang diselenggarakan untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi pemuda bangsa. Tema yang diangkat dalam acara Ragamuda kali ini adalah “Suara Pemuda Merdeka.” Tema yang diangkat tidak semata-mata berarti bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan kebebasan dari penjajah kolonial, akan tetapi juga mengajak pemuda-pemudi untuk berperan aktif dalam merawat dan memperkuat demokrasi dengan semangat kebebasan, toleransi, dan keadilan. Pembukaan acara Ragamuda diselenggarakan di Kolese Kanisius Jakarta dengan beberapa kata sambutan dari masing-masing perwakilan sekolah. “Kalian akan menjadi api-api kecil yang nanti akan menjadi api-api besar kemerdekaan Indonesia,” ujar Bapak Thomas Gunawan selaku Direktur Kolese Kanisius. Senada dengan itu perwakilan-perwakilan dari SMA Al-Izhar dan SMA Pangudi Luhur juga menyambut dengan mengatakan bahwa keberagaman harus ada di Indonesia dan harus selalu dijaga, tidak lepas dari genggaman generasi muda. Peresmian yang dilakukan tepat pukul 07.08 WIB dilanjutkan dengan doa lima agama dan persiapan pawai kebudayaan. Pawai kebudayaan yang dilakukan pada saat CFD bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat Indonesia mengenai aspirasi-aspirasi para pemuda dan pemudi. Pawai kebudayaan dibuat oleh siswa-siswi dari masing-masing sekolah. Banyak pesan yang disampaikan melalui pawai, seperti seruan kemerdekaan, ajakan untuk bertoleransi, dan lain-lain. Berbagai penampilan kebudayaan pun juga dilakukan selama kegiatan Pawai Kebudayaan. Tarian kuda lumping, ondel-ondel, dan bentuk keberagaman lainnya ditampilkan untuk menunjukkan kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia. Puncak acara Ragamuda dilakukan di teras Sarinah. Semangat kolaborasi tak luput dalam sesi acara ini. Para siswa dari berbagai sekolah, termasuk dari sekolah-sekolah selain ketiga sekolah inisiator utama kegiatan, menyumbangkan penampilan-penampilan yang menarik. Beberapa di antaranya adalah penampilan dari CWE (Canisius Wind Ensemble), keroncong SMA Pangudi Luhur, modern dance SMA Al-Izhar, tarian tradisional SMAN 6, dan pembacaan puisi kebangsaan dari SMAN7. Esensi Ragamuda pada akhirnya merupakan wadah bagi para pemuda dan pemudi Indonesia untuk menyuarakan keprihatinan, aspirasi, maupun seruan kepada masyarakat luas. Acara yang merupakan kolaborasi antara tiga sekolah berbeda merupakan kerja sama yang merupakan langkah baik dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang abadi. “Saya berharap acara Ragamuda ini tidak mati tetapi bisa berlanjut terus,” ujar Alya Larasati Biwastho selaku Ketua Umum Ragamuda SMA Al-Izhar Pondok Labu ketika menutup kegiatan Ragamuda 2023. Kontributor: Yarra Wiryadenta & Maximillian Calisto – SMA Kolese Kanisius

Penjelajahan dengan Orang Muda

Jangan Takut, Tegarlah, Jangan Takut!

Sebuah Catatan Perjalanan Magis & WYD 2023 “Berjalan bersama Orang Muda” adalah salah satu gema yang sejak empat tahun ini menggerakkan preferensi Serikat Jesus. Proses-proses kreatif untuk “berjalan bersama” terus menerus dibuat oleh para Jesuit baik individu maupun bersama untuk lebih menggemakan preferensi itu. Dalam kelompok Magis Indonesia, berjalan bersama orang muda tampak dalam salah satu event dunia di bulan Juli dan Agustus 2023, Magis Gathering dan World Youth Day. Magis Gathering 2023 bertema “Menciptakan Masa Depan yang Penuh Harapan” dimulai pada 22 Juli dan berakhir pada 31 Juli. Magis adalah acara pra-WYD yang mempertemukan sekitar dua ribu anak muda dari sekitar 80 negara ke Lisbon, Portugal. Acara ini dibagi menjadi 3 bagian utama: pembukaan yang berlangsung di Lisbon (22-24 Juli), kemudian peserta dibagi menjadi sekitar 80 komunitas kecil yang terlibat dalam eksperimen berbeda (24-29 Juli) dan acara terakhir yang mengumpulkan seluruh peserta sekali lagi (29-31 Juli) tepat sebelum dimulainya World Youth Day 2023 (1-6 Agustus). WYD 2023 ini bertemakan “Maria Bangkit dan Pergi dengan Bergegas” (Lukas 1:39).  Informasi mengenai event Magis Gathering & WYD 2023 menyebar sejak tahun 2022. Dari proses pendaftaran Magis Jogja dan Magis Jakarta, kemudian terpilih sebelas peserta orang muda. Mereka telah melewati proses seleksi dan berkomitmen untuk aktif dalam proses persiapan selama 6 bulan sejak Januari 2023. Kesadaran penting yang dibangun oleh para peserta sejak awal adalah pengalaman ini merupakan sarana untuk memperdalam Spiritualitas Ignatian dan Latihan Rohani serta menjadi upaya untuk on going formation.  Dalam proses persiapan selama enam bulan sejak Januari 2023, peserta kembali membaca autobiografi St. Ignatius, Catatan Rohani St. Ignatius, Surat-surat St. Ignatius dan yang terakhir melihat dan mendengarkan tema-tema dari Buku Latihan Rohani melalui video dalam sepuluh video dengan tema berbeda. Para peserta membuat catatan-catatan dan refleksi atasnya. Setiap dua minggu sekali, ada pertemuan melalui zoom untuk melakukan percakapan tiga putaran. Proses persiapan ini membawa kami pada sikap syukur yang mendalam. Allah sungguh-sungguh hadir dalam kehidupan dan menemani kami selangkah demi selangkah.  Magis Gathering Dengan semangat berkobar kami berangkat ke Lisbon, Portugal pada tanggal 19 Juli 2023. Perjalanan kami cukup melelahkan karena kami sampai di Lisbon pada tanggal 20 Juli 2023 pada sore hari. Kami sampai di Villa Magis, tempat yang kami pakai untuk Magis Gathering. Tempat ini adalah Kolese St. Yohanes de Britto (Colégio São João de Brito), salah satu kolese di Lisbon. Kami tinggal di kelas-kelas selama pertemuan ini. Kami dibagi dalam kelas-kelas dan tidur di sana dengan beralaskan matras dan berselimutkan sleeping bag.  Hari pertama kegiatan Magis Gathering diawali dengan Ekaristi yang dipimpin oleh P Miguel Almeida, S.J., Provinsial Serikat Jesus Provinsi Portugal. Pada hari ini, kami juga mendapat pesan dari Paus Fransiskus. Ia menantang kami untuk “benar-benar menjadi diri mereka sendiri: masa depan yang penuh harapan”. Untuk mencapai hal ini, kaum muda “harus menjadi, bukan pahlawan super, namun orang-orang yang tulus, sejati, dan bebas; orang-orang yang memiliki masa depan penuh harapan.”  Pada tanggal 24-29 Juli, kami meninggalkan Villa Magis dan menjalani eksperimen. Ada sekitar 80 kelompok yang dibagi di seluruh keuskupan di negara tersebut dan juga di Spanyol. Eksperimen ini berfokus pada lima bidang kegiatan: iman dan spiritualitas, ekologi dan lingkungan, peregrinasi dan perjalanan, seni dan budaya, serta solidaritas dan pelayanan. Dalam kelompok yang terdiri dari 20 hingga 25 orang muda dari berbagai bangsa dan latar belakang, kami mendalami salah satu tema di atas. Kami diajak untuk belajar lebih banyak tentang diri kami sendiri dan dunia tempat kami tinggal supaya semakin mampu menemukan makna hidup yang lebih dalam dan utuh.  Setelah enam hari bereksperimen, kami kembali ke Villa Magis dan mempersiapkan diri untuk festival of nations. Dalam acara ini setiap perwakilan negara mempunyai waktu 5 menit untuk menampilkan sesuatu yang khas dari negara mereka. Dari Indonesia, kami menampilkan tarian dari berbagai suku yang mencirikan keberagaman Indonesia. Dari Magis Gathering 2023 menuju WYD 2023 Dengan penuh semangat dan sukacita kami meninggalkan Villa Magis menuju tempat WYD 2023. Kepanitiaan WYD 2023 berbeda dengan kepanitiaan Magis Gathering. Magis Gathering dikelola oleh Jesuit Portugal sedangkan WYD 2023 dikelola oleh Gereja Katolik di Portugal. Di berbagai tempat dan di jalan-jalan logo “JMJ Lisbon 2023” sudah terpasang. JMJ adalah akronim dari Jornada Mundial da Juventude (World Youth Day). World Youth Day 2023 dimulai pada tanggal 1 Agustus 2023. Kami semua mengadakan perayaan ekaristi pembukaan di Colina do Encontro. Perayaan Ekaristi ini dipimpin oleh Kardinal D. Manuel Clemente. Salah satu doa umat dibawakan oleh orang Indonesia dalam bahasa Indonesia. Ada dua rangkaian acara penting selama WYD ini, acara pilihan dan acara bersama seluruh peziarah. Tiga acara pilihan tersebut adalah City of Joy, Youth Festival, Rise Up meetings. City of Joy adalah tempat perjumpaan dengan Yesus di mana para peziarah akan menemukan pengalaman hidup dan sukacita Kristiani yang berbeda. Mereka akan terpancing untuk melihat kehidupannya sendiri dan menemukan jalan sebagai respon terhadap Tuhan yang memanggil kita masing-masing dengan nama kita sendiri. Melewati City of Joy berarti bertemu dengan Tuhan yang hidup yang mengundang untuk mengalami pengampunan dan belas kasihan-Nya serta memberikan hidup kita dengan murah hati sebagai respons terhadap rancangan cinta-Nya. City of Joy berada di dekat Belem Tower, salah satu objek wisata terkenal di Lisbon. Di sini ada taman yang dijadikan tempat pengakuan dosa. Bapa Suci sempat memberikan pengakuan dosa bersama para Romo lainnya. Di sini juga ada kapel dan Jeronimos Monastery, makam dari St. Hieronimus. Di sini para peziarah juga bisa melihat Vocational Fair berupa stand-stand promosi panggilan dari puluhan bahkan ratusan ordo/kongregasi imam/suster/bruder/ordo ketiga. Youth Festival adalah serangkaian acara budaya, keagamaan, dan olahraga. Youth Festival ingin memberikan kepada para peziarah WYD dan kota Lisbon pengalaman sukacita, universalitas, dan iman. Gereja Katolik adalah gereja yang hidup dan muda, mampu menggunakan bahasa dan bentuk seni masa kini tanpa mengorbankan pesan yang ingin disampaikan. Di sini, kita dapat menemukan acara-acara di bidang musik, film, pameran, teater, tari, dan acara keagamaan (doa, kesaksian, adorasi, pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok doa tertentu).  Dalam bidang musik ada lebih dari 100 grup musik dari lima benua di 9 panggung. Ada juga konser doa, dimana musik sangat membantu untuk berdoa. Ada acara konferensi yaitu kesaksian. Kesaksian dari mereka

Provindo

Protecting Children and Vulnerable Adults bagi Jesuit Muda

Safeguarding Workshop Pada 1-4 Agustus 2023, sebanyak 46 Jesuit muda mengikuti Leadership Development Program (LDP) dengan tema Workshop Orientasi Dasar terkait Safeguarding (Perlindungan Anak dan Dewasa Rentan) di Rumah Retret Syalom, Bandungan, Kabupaten Semarang. Acara ini merupakan bagian ongoing formation imam dan bruder muda yang belum berkaul akhir dan dilaksanakan setiap tahun sebagai sarana pembekalan keterampilan dan kepemimpinan para Jesuit muda dalam karya. Tahun 2022 tema yang diangkat adalah perihal tata kelola keuangan dalam Serikat Jesus. Tahun ini, tema yang akan dibahas adalah safeguarding the minors and vulnerable adults. Para pemateri adalah Tim Safeguarding di bawah koordinasi Pater Eko Sulistyo, S.J. dan Pater Bambang Irawan, S.J., yakni Bapak Sigit Widiarto (Fakultas Hukum UAJY), Ibu Hotmauli Sidabalok (Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata), Ibu Titik Kristiyani (Fakultas Psikologi USD), dan Ibu Iswanti. Pada hari pertama, acara dibuka secara resmi oleh Pater Provinsial. Pater Yusup Edi Mulyono, S.J. Koordinator ongoing formation Jesuit muda, memberikan pengarahan umum. Tak kalah menarik adalah sambutan Pater Jenderal Arturo Sosa yang dikirimkan dari Lisbon. Peserta kemudian mengadakan sharing mengenai pemahaman dan praktik safeguarding di tempat karya masing-masing. Pada hari kedua, Ibu Titik memberikan materi mengenai boundaries, Tripod of Relational Safety Model, dan menganalisis Faktor Risiko dan Faktor Protektif pelaku dan korban kekerasan seksual. Ibu Iswanti melanjutkan pemaparan dengan mempergunakan studi kasus dalam kelompok. Para peserta diajak menganalisis bentuk kekerasan, bentuk relasi, dampak, faktor penyebab, dan pencegahannya. Pada hari ketiga, Ibu Hotmauli dan Bapak Sigit memberikan perspektif hukum sipil tentang safeguarding. Ada banyak undang-undang yang dirujuk mulai dari KUHP, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Perlindungan Anak, UU ITE, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan sebagainya. Pater Bambang Sipayung, S.J. memberikan pedoman penanganan kasus safeguarding menurut hukum Serikat Jesus. Ada banyak diskusi menarik pada hari ini yang memberi insight bagi para peserta. Acara hari ketiga dilanjutkan dengan outing. Peserta membentuk kelompok sendiri seturut minat. Ada yang memilih wisata kuliner, wisata heritage, dan wisata alam. Ternyata, minat tertinggi ialah tanding sepakbola di Novisiat Girisonta. Lebih dari 20 orang memilih sepakbola ke Girisonta. Sesudah pertandingan kolaborasi imam muda dan Novis SJ, dilanjutkan pertandingan nostri KAJ vs KAS. Acara hari keempat lebih merupakan acara sharing dan pengendapan. Pater Philipus Bagus Widyawan, S.J. Romo Kepala Paroki Botong dan Pater Stephanus Advent Novianto, S.J. yang bertugas di Pusat Pastoral Ketapang, Kalimantan Barat memberikan sharing mengenai misi SJ di Bumi Borneo. Pater Martinus Dam Febrianto, S.J. yang baru pulang dari Inggris memberikan update mengenai JRS dan karya kerasulan sosial di Indonesia. Mereka memberi peluang kerja sama bagi para imam dan bruder lain untuk terlibat. Acara ditutup dengan pengarahan umum Pater Edi Mulyono, S.J. dan pemutaran film dokumenter workshop ini. Kontributor: P Surya Awangga, S.J.

Feature

Belajar dari Perjumpaan di Asrama

Sebagai mahasiswi perantauan, saya mulanya kurang berinteraksi atau berelasi dengan orang lain. Saya sadar betapa penting kepercayaan diri. Dengan percaya diri, kita berani berproses, mulai berbicara, ikut bergabung untuk belajar, berbagi, dan bahkan mengajar. Dalam tulisan ini, saya ingin berbagi pengalaman belajar beradaptasi hingga berinteraksi yang menjadi pengalaman menarik yang menumbuhkembangkan saya sebagai pribadi di Asrama SPM Realino. Saya datang ke Yogyakarta pada Januari 2022. Awalnya saya tinggal di kos dekat kampus saya. Singkat cerita, pada Februari saya pindah ke Asrama SPM Realino, tempat saya tinggal sekarang. Awalnya terasa canggung karena belum pernah tinggal jauh dari keluarga, berjumpa orang baru, hingga akhirnya bertemu saudara-saudara yang tinggal bersama di asrama. Asrama SPM Realino adalah bagian kegiatan sosial SPM Realino yang menerima siswa/i atau mahasiswa/i. SPM Realino memiliki program-program lain seperti bengkel latihan kerja, komunitas volunteer, pendampingan anak-anak, klinik, beasiswa pendidikan, hingga asrama. Di asrama, hidup bersama teman-teman asrama memberi dinamika menarik apalagi bila kurang pengalaman dalam berbicara dengan banyak orang yang baru saja ditemui. Akibat kurang percaya diri dan takut berbicara, hubungan sosial saya sempat terbatas. Ini kerugian sangat besar bagi saya. Untuk memperluas pengetahuan dan relasi, tentunya saya membutuhkan teman untuk saling sharing bahkan adu pendapat supaya mendapat wawasan baru. Dari sini saya belajar bahwa manusia saling membutuhkan. Ketika saya di Yogyakarta dan tinggal di Asrama SPM Realino, hal utama yang saya lakukan untuk belajar beradaptasi adalah berani berbicara, belajar, dan berbuat baik kepada orang di sekeliling. Harapannya, orang-orang di dekat saya bisa menerima saya sebagai teman sampai menjadi saudara. Saya mulai mengambil inisiatif bertemu orang-orang baru dan terlibat dalam kegiatan di SPM Realino seperti mengikuti komunitas volunteer, kerja bakti lingkungan asrama, dan jadwal piket harian. Selama tinggal di Asrama SPM Realino, ada banyak pengalaman baru yang saya alami dan tidak akan saya temukan jika berada di luar. Salah satu hal menarik yang saya alami yaitu selama setahun ini, pertengkaran ataupun perselisihan yang terjadi antara saya dan teman-teman di asrama hampir jarang terjadi. Ada suasana saling menghargai dan semakin eratnya hubungan persaudaraan yang kami jalin. Dalam kebersamaan ini ada pembelajaran bagi saya yaitu sikap saling menerima, kejujuran, kepedulian, saling mengasihi sebagai saudara, dan membantu satu sama lain baik antara anak laki-laki maupun anak perempuan. Selama tinggal di Asrama SPM Realino, kadang memang ada masalah yang menyebabkan sedikit konflik antara saya dan teman-teman. Contohnya, seperti perdebatan hal jemuran, siapa yang membantu Mak Sur di dapur saat libur dan masih banyak lagi. Namun saat itu juga kami berusaha menyelesaikannya dengan baik-baik sehingga permasalahan tidak makin besar. Kami juga sering sharing, baik tentang ilmu pengetahuan maupun tentang kehidupan harian. Jika salah satu mengalami persoalan, teman yang lainnya berusaha memberi dukungan agar tidak terlalu tertekan dan merasa sendirian. Hal ini membuat saya menjadi pribadi yang lebih dewasa dan belajar bagaimana cara kita untuk menjadi peduli terhadap sesama dalam hal kecil sekalipun. Pengalaman lain, saya belajar banyak keterampilan baru dari juru masak asrama, Mak Sur. Saya mendapat pengetahuan menu baru yang belum pernah saya masak di Nias, tempat asal saya, membersihkan ruangan yang baik dan benar, mengikuti jadwal harian, dan terbiasa bangun pagi, pukul 04.30 WIB. Kebiasaan ini membuat tubuh lebih segar daripada bangun kesiangan yang bawaannya membuat fisik lemas dan malas. Keterampilan lainnya, saya belajar bermain gitar, menjahit bahkan kegiatan olahraga seperti bersepeda dan badminton. Saya juga menjadi lebih mandiri karena harus merencanakan keuangan dan mengatur waktu dengan baik agar bisa menyeimbangkan antara kuliah, kegiatan asrama, dan kegiatan luar asrama. Di asrama kami juga disediakan fasilitas lengkap dengan maksud supaya bisa belajar dengan baik. Tersedia TV, komputer, mesin jahit, sepeda, raket, serta kamar yang nyaman dan ruang belajar yang memadai. Ada banyak berkat telah saya terima selama tinggal di Asrama SPM Realino. Mereka telah menjadi keluarga kedua bagi saya. Pengalaman saya tinggal di asrama telah membantu saya tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang lebih mandiri, toleran, dan terbuka. Saya merasa bahwa saya telah memperluas lingkungan sosial saya dan mengembangkan hubungan yang berarti dengan orang-orang yang berbeda dari diri saya. Kontributor: Yuliana Ndruru – Asrama SPM Realino

Pelayanan Masyarakat

Memelihara Bumi itu Menyenangkan

Laudato Si Kids Eco Camp Santo Fransiskus dari Assisi mengingatkan kita bahwa bumi, rumah kita bersama bagaikan seorang saudari yang berbagi hidup dengan kita. Saudari kita ini menjerit karena segala kerusakan yang kita timpakan padanya. Oleh karena itu, Bapa Paus Fransiskus dalam ensikliknya yang berjudul Laudato Si mengajak setiap orang untuk menjaga Saudari Bumi, rumah kita Bersama. Ensiklik ini sudah dipublikasikan sejak 18 Juni 2015, namun gaungnya masih kurang mengena bagi sebagian besar umat Katolik; terutama anak-anak dan orang muda. Oleh karena itu, KPTT Salatiga bekerjasama dengan Komunitas Bhumi Svarga menyelenggarakan sebuah Kids Eco Camp pada tanggal 8-9 Juli 2023 yang bertempat di Pusat Pastoral Pendidikan Ekologis KPTT, Salatiga. Laudato Si Kids Eco Camp dikemas dengan acara yang menyenangkan melalui berbagai macam permainan dan penugasan yang sesuai dengan tema serta dunia anak & remaja. Kemah ini diikuti oleh 37 anak dan remaja yang berasal dari beragam paroki, antara lain: Paroki Antonius Padua Purbayan, Paroki Stanislaus Kostka Girisonta, Paroki St. Yusup Ambarawa, Paroki Paulus Miki Salatiga, dan Paroki Kristus Raja Semesta Alam Tegalrejo. Dalam kemah hari pertama, anak-anak diajak untuk lebih mengenal ensiklik Laudato Si. Dengan lebih mengenal ensiklik ini, terbersit harapan supaya anak-anak ini bisa menjadi perpanjangan tangan Allah dalam memelihara bumi, melalui tindakan nyata sederhana yang bisa dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Ensiklik Laudato Si memang harus diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata. Pada hari berikutnya, anak-anak diajak untuk membuka mata terhadap masalah-masalah yang ada di sekitarnya. Anak-anak ini berkeliling di lingkungan sekitar Area 3 Pusat Pastoral KPTT untuk melihat masalah sampah yang mencemari daratan, sampah yang mencemari saluran air di dekat KPTT; serta masalah polusi dari industri besar yang ada di sekitarnya. Ada satu hal yang menarik: ketika sekelompok anak memunguti sampah di sungai, secara kebetulan mereka bertemu dengan salah satu pegiat lingkungan disana. Beliau bercerita bahwa pada tahun 2020 lalu; ada sekitar 3-4 ton sampah yang masuk ke saluran air itu setiap harinya. Sekelompok anak yang lain merasakan langsung polusi udara yang ditimbulkan oleh pabrik karena limbah yang berbau tidak sedap serta polusi suara yang ditimbulkan dari dampak aktivitas pabrik. Kelompok yang lain menemukan begitu banyak sampah plastik yang susah sekali terurai di tanah dan mengakibatkan pemandangan yang tidak sedap. Di penghujung kemah, anak-anak ini berkomitmen untuk menciptakan surga surga bagi semua makhluk hidup yang hidup di bumi. Tujuan ialah agar melalui keberadaannya, setiap makhluk di bumi bisa memuliakan nama Tuhan dengan caranya masing-masing dan menciptakan bumi yang baik seperti ketika Allah menciptakannya. Komitmen ini ditegaskan oleh Pater Agustinus Wahyu, S.J. dalam Misa Alam sebagai puncak perutusan dari keseluruhan acara ini. Pada akhirnya, Alam – Manusia dan Tuhan adalah satu kesatuan utuh yang saling terkoneksi. Melalui ensiklik ini, kita diajak untuk hidup lebih bijaksana, berpikir lebih mendalam dan mencintai dengan tulus hati. Santo Fransiskus dari Assisi menunjukkan kepada kita betapa tak terpisahkan ikatan antara kepedulian akan alam, keadilan bagi kaum miskin, komitmen kepada masyarakat, dan kedamaian batin. Kontributor: Rosalia Devi – Boemi Svarga

Pelayanan Gereja

Menjadi Santa Claus Sejenak

Dua hari sebelum Idul Adha, beberapa perwakilan Gereja Katolik St. Yusup Gedangan melakukan aksi bakti sosial ke Demak. Kegiatan ini sebagai tanggapan dari Gereja untuk membantu beberapa warga yang berkekurangan. Hanya dalam waktu 1 minggu, Gereja menawarkan kepada komunitas lektor dan PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) untuk menggalang dana dengan mengajak para anggota berdonasi. Dana yang terkumpul digunakan untuk membeli sembako berupa beras, minyak, gula dan kebutuhan pokok lainnya. Sekitar pukul 17.00 WIB, perwakilan komunitas lektor dan PSE berkumpul membawa sembako. Kami berangkat bersama naik mobil menuju Demak dan baru tiba di Demak jam 18.00 WIB karena jalanan yang ramai dan macet. Di sana, kami disambut hangat oleh KH. Abdul Qodir. Beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin. Kami diajak bertamu ke rumahnya sambil perkenalan singkat karena sebelumnya belum pernah bertemu. KH. Abdul Qodir menjelaskan tempat tujuan baksos kami yaitu dua rumah keluarga miskin. Rumah pertama yang kami kunjungi berisikan dua kepala keluarga. Kalau dilihat sepintas, memang rumahnya layak huni. Mereka sudah mendapatkan bantuan dari kegiatan bedah rumah. Namun, kondisi depan rumah masih memprihatinkan. Akses pintu masuk depan rumah tergenang air. Ketika masuk rumah harus lewat tetangga sebelahnya supaya tidak terkena banjir. Setelah kunjungan yang pertama, kami diajak menuju rumah warga lain untuk beristirahat. Disana kami bersantap malam bersama. Niat awal kami adalah memberikan donasi kepada warga yang kurang mampu. Kenyataannya justru kami merasa mendapatkan donasi. Kami dijamu dengan ikan bakar dan beberapa lauk lainnya. Ikan yang disajikan ukurannya sangat besar dibanding ikan sejenis yang saya temui di pasar. Kami makan kenyang dan makanan masih sisa banyak. Ketika kami ditawari untuk membawa pulang, ada rasa sungkan tetapi saya menerimanya dengan senang hati. Prinsip saya, rezeki tidak boleh ditolak. Sembari santap malam, kami mengobrol santai dengan KH. Abdul Qodir. Pada dasarnya semua agama mengajarkan kebaikan. Akan tetapi, masih banyak orang yang membeda – bedakan agama. “Ada beberapa sejarah kelam yang membuat orang tidak menyukai agama lain dan kita tidak perlu terpengaruh,” ujarnya. Bagi saya, kegiatan bakti sosial ini adalah jalan untuk kerukunan umat beragama karena membantu sesama manusia tanpa mempermasalahkan identitas. Sesama manusia adalah semua orang tanpa memandang golongan, agama dan ras. Sebagai pemuda gereja, tentu saja baksos ini bukan baksos pertama yang saya ikuti. Baksos ini sangat unik karena kami tidak menginfokan kepada penerima baksos sebelumnya. Tiba-tiba kami datang malam hari seperti “Santa Claus” dan mengetuk pintu rumah sambil membawa bingkisan. Saya melihat nenek yang membuka pintu bingung dan kaget karena tiba-tiba mendapat bantuan. Pada kunjungan yang kedua, kami mengunjungi seorang nenek yang tinggal sebatang kara dalam rumah kecilnya. Rumahnya terbuat dari kayu yang beberapa bagiannya sudah lapuk. Dapur dan tempat tidur menjadi satu ruangan. Halaman di sekitar rumah tergenang air. Sebenarnya rumah ini bisa dikatakan kurang layak untuk ditinggali. Perjuangan hidup nenek yang keras dan berat memberi inspirasi bagi kami. Raut mukanya terlihat tegar dan tabah menghadapi hidup ini. Tidak tersirat keluhan sama sekali. Saya belajar untuk lebih peka terhadap sesama dalam memahami makna kehidupan. Sebaik–baiknya semua makhluk, adalah makhluk yang bermanfaat dan berguna untuk makhluk lainnya. Hidup terasa hampa jika hanya fokus memikirkan diri sendiri. Kasih adalah rahmat yang Tuhan berikan dan membuat kita bahagia. Dengan mengasihi sesama manusia dan terlibat dalam aksi baksos, hidup tidak terasa kering dan hampa. Dalam peziarahan hidup ini, inilah sukacita yang ditemukan ketika berjalan bersama kaum lemah, miskin dan tersingkir. Kontributor: Steven Sugiarto Wijaya – Koordinator Lektor St. Yusup Gedangan

Provindo

Iman yang Tumbuh dan Berkembang di Timor

Dalam perjalanan dari Kupang menuju Atapupu, saya berjumpa dengan alam Nusa Tenggara Timur yang sarat dengan teriknya sinar matahari, tanah gersang, sungai kering, pohon meranggas, bukit terjal dan berbatu. Siang terasa begitu panas tetapi malam bisa dingin sekali. Mungkin saja banyak misionaris 140 tahun yang lalu sakit atau meninggal karena kondisi iklim yang ekstrem dan tidak menentu di sana. Kedatangan saya dan Pater Bambang Sipayung, S.J. ke Atapupu untuk memenuhi undangan dari Pastor Paroki Atapupu, Pater Gorys Sainudin Dudy, Pr. Pada kesempatan ini Paroki Maris Stella Atapupu akan memberkati makam dua misionaris Jesuit yang pernah bertugas di stasi Atapupu dan merayakan 140 tahun berdirinya stasi Atapupu. Pater Jacobus Kraayvanger, S.J. dan Pater Augustinus de Kuijper, S.J. adalah dua misionaris Belanda yang dimakamkan di sana. Sebelum ke Atapupu, Pater Jacobus Kraayvanger, S.J. bertugas di Larantuka. Beliau paling setia mengunjungi umat-umat yang ada di daerah Timor sejak tahun 1879. Terkadang, dalam perjalanannya ke Timor, beliau menghadapi angin topan dan angin badai yang ganas. Pater Kraayvanger, S.J. inilah yang meneruskan Pater Dyckman, S.J. dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk memulai stasi baru di Atapupu. Setiap kali melakukan kunjungan, beliau menuliskan surat mengenai kondisi di Atapupu serta meminta ijin untuk membuka stasi ke Uskup Jakarta. Dalam salah satu suratnya kepada Uskup Jakarta pada tanggal 29 Januari 1883, ia mengungkapkan, “Biarpun perut saya masih tetap bengkak dan penyakit liver saya belum sembuh betul, saya merasa sudah agak baik. Saya tidak berkeberatan untuk memulai karya misi di stasi baru, di Atapupu itu. Malah saya rindu untuk kembali ke sana. Untuk memulai karya misi di Timor, saya terpaksa mengorbankan gaji saya. Itu tidak menjadi soal. Semuanya ini saya serahkan kepada Tuhan.” Gubernur Batavia saat itu akhirnya menyetujui didirikannya stasi di Atapupu untuk melayani umat yang ada di Timor terutama di wilayah Jenilu dan Fialaran (Lahurus). Persetujuan pendirian diberikan per 1 Agustus 1883. Pater Kraayvanger, S.J. bersama Br Vermeulen, S.J. memulai misi di Timor dengan membeli sebuah rumah dari orang Tionghoa yang digunakan sebagai kapel dan juga rumah pastoran. Kemudian Br Vermeulen, S.J. mulai membongkar rumah yang dibeli untuk dibangun menjadi gereja. Pater Kraayvanger, S.J. menjadi pastor stasi pertama dan pelopor misi Timor. Akhir tahun 1886, datang Pater Augustinus de Kuijper, S.J. sebagai pastor pembantu paroki Atapupu. Kehadiran Pater Kuijper, S.J. memperingan tugas-tugas Pater Kraayvanger, S.J., terlebih ketika penyakit yang dideritanya kambuh. Beliau dikenal sebagai “baja” karena kesehatannya yang sangat baik. Akan tetapi, setelah mengunjungi Lahurus pada tahun 1888, Pater Kuijper, S.J. jatuh sakit cukup parah. Tak lama setelah itu beliau meninggal dan dimakamkan di sebuah bukit di dekat situ yang kemudian dikenal sebagai bukit Kalvari. Beberapa imam baru pun datang untuk membantu, yaitu Pater Willem Vogel, S.J. dan Hendrik Jansen, S.J. Setelah kepergian Pater Kuijper, S.J. kesehatan Pater Kraayvanger mulai memburuk dan beliau meninggal pada 6 Februari 1889, sebulan setelah diresmikannya gedung gereja stasi Atapupu yang baru. Beliau dimakamkan tepat di sebelah makam Pater Kuijper, S.J. Gedung gereja Atapupu sempat pindah tempat beberapa kali karena kondisi iklim yang tidak bersahabat, yaitu di Ularo lalu kembali lagi ke Atapupu. Para misionaris yang datang dan bertugas di sana pun banyak yang akhirnya kembali ke Jawa untuk pemulihan kesehatan karena sakit akibat iklim dan penyakit malaria yang ganas. Kurangnya tenaga, iklim yang tidak menentu, dan umat yang semakin banyak, membuat Serikat Jesus memutuskan untuk menyerahkan misi Timor ini ke Serikat Sabda Allah (SVD) pada tahun 1913. Selama 30 tahun Jesuit melayani di Timor sampai saat diserahkan kepada tarekat SVD, umat berkembang menjadi 2500 jiwa. Di Atapupu kami juga bertemu dengan Suku Bunda’o, salah satu suku asli Nusa Tenggara Timur yang tinggal di kawasan Atapupu. Suku inilah yang menerima para misionaris ketika mereka datang dari laut pada waktu itu. Leluhur suku ini berjanji bahwa suatu saat akan membangunkan rumah untuk makam misionaris. Kondisi makam yang sebelumnya dengan salib kayunya yang mulai keropos, cukup memprihatinkan dibandingkan dengan makam-makan di sekelilingnya. Bukan hal yang mudah bagi mereka untuk menepati janji ini. Berbagai pergulatan pun mereka hadapi dari desain bangunan yang sulit, dana, dan SDM-nya. Hingga akhirnya tahun ini mereka bisa membangun rumah untuk makam misionaris ini dari hasil swadaya anak suku Bunda’o. Kerinduan yang begitu besar untuk memahami warisan leluhurnya tentang para misionaris ini, juga bisa dirasakan ketika bertemu dengan mereka. Mereka sangat ingin melihat foto kedua misionaris ini. Mereka mencari foto kedua misionaris ini selama bertahun-tahun dan akhirnya mendapatkannya setelah menghubungi media sosial Jesuit Indonesia. Begitu bahagianya mereka bisa mendapatkan foto itu sehingga kedua wajah missionaris tersebut bisa langsung dilukiskan di rumah itu. Mereka juga sangat merindukan kehadiran perwakilan Jesuit ke Atapupu. Mereka juga bercerita bahwa mereka ingin sekali ada Jesuit yang datang ke sana ketika ulang tahun yang ke 100. Setelah 40 tahun berselang, akhirnya ada Jesuit yang datang kemari untuk menengok makam leluhurnya. Salah seorang umat berkata, “Terima kasih Pater, dari Jesuit kami mengenal Yesus”. Ketika mendengar hal ini saya langsung terdiam dan terharu. Terasa sekali bagaimana rindunya mereka akan kehadiran Jesuit di tanah Timor ini. Pada 31 Juli 2023, Pater Bambang Alfred Sipayung, S.J. bersama dengan Romo Yosef Tae Bria, Pr memberkati makam misionaris ini. Hari itu bertepatan dengan pesta Santo Ignatius Loyola dan datangnya Pater Kraayvanger, S.J. atau sehari sebelum misi Timor dimulai. Sehari setelahnya umat merayakan 140 tahun Stasi Atapupu dan pusat misi Timor. Perayaan ini diselenggarakan secara konselebran di Gereja Stella Maris, Atapupu dan dipimpin oleh Mgr Dominikus Saku, Pr, Uskup Keuskupan Atambua, Pater Gorys Sainudin Dudy, Pr, pastor Paroki Stella Maris Atapupu, Pater Bambang Alfred Sipayung, S.J. sebagai perwakilan Provindo serta beberapa romo lain yang pernah berkarya atau berasal dari Atapupu. Dalam kotbahnya Mgr. Dominikus Saku, Pr mengatakan bahwa Pater Kraayvanger dan Kuijper melalui banyak sekali tantangan selama menjalankan misi mereka di sini. Kecewa, gagal, senang, sedih, marah dilalui namun mereka tidak menyerah. Mereka tetap setia. Kesetiaan mereka ini berasal dari cinta mereka untuk umat Atapupu. Pater Kraayvanger, S.J. dan Pater Kuijper, S.J. sungguh dicintai oleh umatnya karena mereka melihat bahwa kedua Pater ini sangat mencintai mereka. Cinta yang mereka tanamkan di Timor menumbuhkan iman yang semakin berkembang dan tumbuh. Setelah 140 tahun berlalu