Pilgrims of Christ’s Mission

Pelayanan Spiritualitas

Mengenang P. Adolfo Nicolás, S. J.

Serikat Jesus Provinsi Spanyol pada akhir tahun 2001 (Desember 2001) masih terdiri dari enam provinsi. Pada tahun 2004 dilaksanakan penggabungan, dari enam menjadi lima. Provinsi Toledo (provinsi yang mengutus Rm Nico ke Jepang) digabung dengan Provinsi Castilla. Penggabungan itu terlaksana pada tahun 2004. Pada tahun-tahun berikutnya dibahas penggabungan menjadi satu provinsi. Proses dimulai dengan penggabungan proses formasi: novisiat, filsafat, tahun orientasi kerasulan dan teologi. Hasilnya, pada tahun 2014 dilaksanakan peresmian penggabungan: dari lima provinsi menjadi satu provinsi. Francisco José Ruiz Pérez, S. J. adalah provinsial de España yang terlibat penuh proses penyatuan provinsi-provinsi (Castilla, Loyola, Aragon, Tarragon dan Betica). Proses itu sendiri menjadi matang dan terwujud pada P. Adolfo Nicolás, S. J. menjabat sebagai Jenderal Serikat. Berikut ini kenangan Francisco José Ruiz Pérez, S. J. tentang P. Nico yang di-sharingkan di dalam web Provinsi España. Pengenalan dengan P. Nico yang ditulis berdasarkan pengalaman murmuratio tahun 2008 ketika pemilihan Jenderal dan P. Nico terpilih serta pertemuan-pertemuan dengan P. Nico dalam konteks gubernasi Serikat, P. Nico sebagai Jenderal dan Paco Pepe (Francisco José Ruiz Pérez, S. J) sebagai provinsial España. Berikut ini kesaksian pengenalan Paco Pepe tentang P. Nico En Memoria del P. Adolfo Nicolás, S. J. Publicado: Viernes, 22 Mayo 2020 Berita kepergian  P. Adolfo Nicolás, S. J.  sampai dalam minggu-minggu ini, ketika saya membayangkan dengan setengah meramalkan bahwa P. Adolfo Nicolás, S. J. akan menjadi kenangan dalam Serikat. Saya menuliskan beberapa kenangan yang membantu saya sendiri saat ini untuk menghidupkan kembali (reavivar) momen-momen personal dengan Rama Jenderal Serikat 2008-2016 ini. Kenangan tersebar dari sana sini dalam perjumpaan-perjumpaan dan pertemuan-pertemuan yang hampir semuanya karena tugas-tugas gubernasi Serikat, kecuali wajah dan kedekatan lain, yaitu hidup bersama yang nyaman dan mengesan di kuria Provinsial Madrid selama beberapa bulan sebelum P. Adolfo Nicolás, S. J. berangkat ke Manila pada awal 2017. Di Madrid, ketika itu beliau sedang periksa dokter untuk menngetahui kondisi kesehatannya. Dari semua kenangan yang saya miliki, saya ambil kembali satu peristiwa karena nilai dan pencerahan yang membantu saya mengerti serta menyerap corak keJesuitan P. Adolfo Nicolás, S. J. serta sumbangannya bagi Serikat. Peristiwa itu terjadi di akhir hari-hari murmuratio KJ 35 di Roma. Saya meminta pertemuan dengan P. Adolfo Nicolás, S. J. dan disepakati melaksanakannya pada sore hari saat kembali dari kuria Generalat ke tempat kami menginap: ketika itu P. Adolfo Nicolás, S. J. menginap di Gezù dan saya di Gregoriana. Jadilah ketika itu suatu perjumpaan cukup panjang untuk suatu murmuratio dan isinya pun kaya. Demikianlah terjadi. Saat itu saya bermaksud mengenal melalui percakapan kesan pribadi tanpa referensi orang lain  tentang pribadi dan kerohanian P. Adolfo Nicolás, S. J. Pada hari itu dan jam itu nama P. Adolfo Nicolás, S. J. sudah terdengar kuat. Karena itu saya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk kontak dengan pribadi yang untuk kebanyakan orang saat itu kandidat kuat sebagai Jenderal tetapi tidak begitu dikenal.  Karena kurang pengalaman bersama serta tidak memiliki penilaian sebelumnya, yang saya serap dalam dialog kami berpengaruh langsung dan spontan pada diri saya, pengaruh langsung yang dilekatkan oleh kesan-kesan awal tentang seseorang yang tidak pernah ditemui sebelumnya dan pengaruh langsung yang selanjutnya terus terjadi. Pada akhirnya, dari percakapan-percakapan serta hal-hal lain tentang P. Adolfo Nicolás, S. J., jejak yang manusiawi dan rohaninya dari kesan pertama tentang P. Adolfo Nicolás, S. J. terkonfirmasi pada waktu-waktu berikutnya. Yang menjadi fokus pertama: keterbukaan (apertura). Dari jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang saya sampaikan, segera saya merasa sikap pribadi yang mencolok dan sangat mewarnai P. Adolfo Nicolás, S. J. adalah keterbukaan. Yang dimaksud adalah keterbukaan cara memandang, keterbukaan mengenai yang menjadi fokus, keterbukaan perspektif. Demikian saya menangkap keterbukaan ini sepanjang gubernasinya. P. Adolfo Nicolás, S. J. menunjukkannya dalam perjumpaan di Roma itu bahwa beliau mendekati pertanyaan-pertanyaan krusial mengenai dunia dan Gereja dengan mengambil sudut yang berbeda. Jelas bahwa telah ter-internalisasi suatu aspek universalitas khas Jesuit, sejalan dengan perjalanan rohani yang saya pikir puncaknya untuk memasukkan diri secara mendalami menghadapi dunia baru yang dilihatnya. Tanda dan jejak khas ke-Timuran P. Adolfo Nicolás, S. J. jelas bagi kami ketika beliau menjadi Jenderal. Timur bagi P. Adolfo Nicolás, S. J. bukan hanya bagian yang sangat penting dari hidupnya, tetapi juga sebuah kepibaksanaan lain untuk mendekati tema-tema mendasar Serikat. P. Adolfo Nicolás, S. J. menjalankan gubernasi dengan cara menggunakan bersama-sama kunci pengertian dan pengalaman rohani serta budaya yang beragam. Hal ini memampukan beliau untuk mengontemplasikan bentangan pandangan Timur dan Barat, Asia dan Eropa. P. Adolfo Nicolás, S. J. memiliki ketrampilan istimewa untuk memberi sentuhan kebaruan dalam merefleksikan suatu tema, sekaligus kritis terhadap penempatan yang berlebihan corak Eropasentris Serikat dan Gereja. Keterbukaan demikian itu pada diri P. Adolfo Nicolás, S. J. seperti suatu tanda luar biasa dari kemerdekaan batinya. Kemerdekaan batin demikian ini memampukan beliau merenungkan macam-macam persoalan dengan merelativir secara sehat (relativización sana), tidak jarang  penuh humor, dalam mengenali di mana mesti berada karena dipandang lebih penting dan di mana tidak. Yang menjadi fokus kedua: kedalaman (profundidad). Pengalaman murmuratio pada waktu itu menjadikan saya mengerti jejak lain dari P. Adolfo Nicolás, S. J. yang diturunkan dari sikap terbuka. Saya memperhatikan bahwa dalam merumuskan sesuatu beliau lebih memilih dengan penggambaran dan kekuatan sebuah saran, daripada dengan konsep yang abstrak.  P. Adolfo Nicolás, S. J. lebih percaya kekuatan sebuah bahasa yang menggugah daripada kekuatan makna kata-kata yang terbatas. Beliau lebih suka pada pertanyaan-pertanyaan yang memicu pencarian-pencarian, daripada solusi-solusi tertutup. Yang pasti, kita akan selalu menyatu dengan ajakan terus menerus  P. Adolfo Nicolás, S. J. kepada Serikat untuk mengusahakan kedalaman (profundidad) yang dipahami sebagai suatu ruang tidak terbatas dan, meskipun demikian, terisi penuh Allah. Mendapatkan kembali tema diskresi untuk bagian dalam Serikat menurut saya merupakan pengaruh dari penekanan terus menerus kedalaman ini. Dalam arah dan garis yang sama, hal itu kelihatan saat P. Adolfo Nicolás, S. J.  saat menyampaikan De Statu di dalam Kongregasi Prokurator tahun 2012 yang mendapat sangat banyak tanggapan: “… kendati bisa membuat kaget sementara orang, saya memahami bahwa satu dari hal-hal pokok yang Serikat hadapi saat ini adalah dikembalikannya semangat hening (el espíritu de silencio). Dalam hal ini, saya tidak sedang memikirkan pedoman-pedoman maupun aturan-aturan disiplin waktu-waktu hening atau kembali ke rumah-rumah

Pelayanan Spiritualitas

RIP Pater Aldolfo Nicholas (1936 – 2020), Jendral Serikat Jesus (2008 – 2016)

Dengan penuh syukur, kita mengenang Pater Adolfo Nicolas, yang hari ini wafat di Tokyo. Pater Nico adalah Pater Jenderal Serikat Jesus sejak 2008 hingga 2016. Pater Jenderal Arturo Sosa menggambarkan Pater Nico sebagai pribadi Jesuit yang “penuh kasih karunia dan kebijaksanaan, sederhana dan tidak pernah berpura-pura. Sebagai Pater Jenderal Serikat Jesus, ia penuh rasa humor, keberanian, kerendahan hati, dan dekat dengan Paus Fransiskus.” Kita bisa melihat kepribadiannya tersebut dalam doa yang dibuatnya setelah Retret 8 hari: Lord Jesus, What weaknesses did you see in us that made you decide to call us, in spite of everything, to collaborate in your mission? We give you thanks for having called us, and we beg you not to forget your promise to be with us to the end of time. Frequently we are invaded by the feeling of having worked all night in vain, forgetting, perhaps, that you are with us. We ask that you make yourself present in our lives and in our work, today, tomorrow, and in the future yet to come. Fill with your love these lives of ours, which we put at your service. Take from our hearts the egoism of thinking about what is “ours,” what is “mine”, always excluding, lacking compassion and joy. Enlighten our minds and our hearts, and do not forget to make us smile when things do not go as we wished. At the end of the day, of each one of our days, make us feel more united with you and better able to perceive and discover around us greater joy and greater hope. We ask all this from our reality. We are weak and sinful men, but we are your friends. Amen. Adolfo NIcholas, SJ

Provindo

Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia

Para Jesuit dan Rekan Berkarya Serikat Jesus Provinsi Indonesia, Pada tanggal 19 Mei 2020, Pater Jenderal Serikat Jesus, P. Arturo Sosa, S.J., telah mengangkat Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. menjadi Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia. Beliau akan menggantikan Pater Petrus Sunu Hardiyanta, S.J. yang telah menjadi pimpinan para  Jesuit di Indonesia sejak tahun 2014. Pater Benny memiliki gelar Doktor dalam bidang Development Studies dari the University of Oxford dan ia dikenal luas lewat keterlibatannya dalam berbagai gerakan sosial. Saat ini ia adalah dosen di Universitas Sanata Dharma dan Superior Komunitas Robertus Bellarminus Yogyakarta. Marilah kita bersama-sama mendukung dan mendoakan Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. dalam menjalankan tugasnya sebagai Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia. Ad Maiorem Dei Gloriam

Pelayanan Masyarakat

Provinsialat berbagi Masker dan Baju Hazmat

Provinsialat Serikat Jesus mendapatkan sumbangan 100 baju hazmat dan 8100 masker dari Alumni Kolese Kanisius Jakarta. Sumbangan yang didapatkan langsung disalurkan ke tempat-tempat yang membutuhkan. Untuk baju hazmat sejumlah 100 pcs langsung disalurkan ke Rumah Sakit St. Elisabeth, Semarang. Untuk 8100 masker dibagikan berbagai tempat seperti, ke Kelurahan Lempongsari (2000 pcs) dan diterima langsung oleh Pak Dilinov, selaku Pak Lurah, dan disalurkan ke warga-warga kelurahan untuk di Puskesmas, Posyandu, pertemuan-pertemuan dan berbagai kegiatan lainnya. Kemudian masker juga dibagikan ke KPTT salatiga (500 pcs) dan diterima langsung oleh Rm. Sugiarto, SJ yang akan diperuntukan para karyawan KPTT karena dalam suasana seperti ini KPTT tetap berjalan seperti biasa agar tanaman-tanaman dan hewan-hewan yang diperlihara tetap hidup. Juga diberikan ke RS. St. Elisabeth (1000 pcs) untuk karyawan-karyawan yang tidak berhubungan langsung dengan pasien. Untuk paroki-paroki kami membagikan juga ke Paroki St. Yusuf, Ambarawa dan Lapas Ambarawa (1600 pcs), Paroki St. Isidorus, Sukorejo (1200 pcs), Paroki St. Antonius, Kendal (600 pcs), Paroki St. Martinus, Weleri (1000 pcs). Untuk komunitas kami sendiri yaitu para Romo dan Karyawan Argopuro, kami menyisihkan 400 pcs untuk kami sendiri dan untuk tamu-tamu yang berkunjung ke Provinsialat Argopuro.

Karya Pendidikan

Money Is COINED FREEDOM

Terlepas dari dinamika jatuh-bangun memenuhi tuntutan profesionalitas bekerja dan susah payah mengembangkan karya kerasulan, formasi TOK  adalah  masa yang menyenangkan. Mengapa? Dari segi tuntutan objektif lembaga, kami bukanlah penanggung jawab utama. Kami hanya membantu dan berpartisipasi dalam tugas seorang direktur karya. Tanggung jawab penuh tetap ada pada mereka. Namun, di sisi lain, sejumlah wewenang (otoritas) di unit kerja memberi perasaan berkuasa/powerful. Kami punya rekan kerja, asisten kerja, maupun siswa/umat dampingan yang posisinya sub-ordinatif dengan kami. Misalnya, sebagai sub pamong Kolese (asisten wakil kepala sekolah bidang kesiswaan), saya punya wewenang untuk memberi perlakuan/ proses formatif bagi siswa yang melanggar tata tertib. Saya punya wewenang untuk memberi persetujuan atau tidak pada permohonan siswa untuk siswa tidak  masuk sekolah atau kegiatan seputar persekolahan lainnya. Setiap jam istirahat atau pulang sekolah para siswa antre mencari saya. Ini memberi rasa dibutuhkan.  Sering kali mereka datang dengan gesture tubuh yang merunduk, memelas, dan memohon-mohon. Itulah momen-momen konkret ketika saya merasakan bahwa ditaati itu sungguh menyenangkan. Ya… sebagai manusia, hal-hal semacam itu memberi rasa berkuasa dan dihormati.  Hal menyenangkan lain, yang kadang malu-malu kami akui, adalah memegang uang dan mendapat gaji. Ya…bagi  saya yang berasal dari seminari, masa TOK adalah pengalaman pertama mendapat gaji dan uang  jajan yang relatif besar (setidak-tidaknya tiga kali lipat dibandingkan uang saku ketika masih dalam masa studi filsafat). Selain uang jajan itu, kami juga mendapat upah dari jabatan struktural kami di karya kerasulan. Jumlahnya tentu saja ditentukan dengan standar penggajian sesuai ijazah kesarjanaan yang saya miliki.  Memang, sebagai seorang Jesuit, gaji profesional yang kami peroleh tidak pernah langsung masuk dompet kami. Kami juga tidak mengelola (baca: menggunakan) gaji tersebut secara mandiri. Gaji langsung diserahkan atau otomatis ditransfer oleh Yayasan kepada bendahara/ekonom komunitas untuk menunjang kehidupan bersama sebagai komunitas Jesuit. Meskipun demikian, setiap bulan kami menerima slip gaji yang menunjukkan digit-digit nominal. Pundi-pundi rupiah itu memunculkan perasaan senang, karena merasa diri berkontribusi dan menghasilkan sesuatu untuk Serikat/komunitas. Ada bagian dari diri yang serasa teraktualisasikan. Ada kepuasan ketika jerih keringat selama sebulan dihargai. Bagi sebagian besar orang, tentu hal semacam itu  sudah terasa sangat biasa. Tetapi, sekali lagi, bagi orang-orang seperti saya, ini adalah pengalaman pertama yang membawa serta sensasi unik. Saya rasa sensasi unik ini secara tepat terbahasakan dalam ungkapan tentang uang oleh Fyodor Dostoevsky. Money is coined freedom. Secara jeli, novelis asal Rusia ini menyingkapkan relasi erat uang dan kebebasan, Pengalaman menunjukkan pada kita bahwa bebas adalah suatu sifat umum dari hal-hal yang dapat didatangkan dengan uang. Rasanya sulit menyangkal Dostoevsky. Ada kebebasan tertentu yang kita rasakan ketika kita mempunyai uang. Dengan uang saku saat ini,  saya tidak lagi terburu-buru menekan tombol skip untuk setiap iklan aneka perlengkapan hobi dari toko daring yang melintas di layar gawai. Posting-an teman di IG tentang tongkrongan baru, tidak lagi sekadar menimbulkan rasa iri atau kepingin, tetapi juga merangsang otak merancang  ke mana weekend ini pergi. Aneka pernak-pernik elektronika tampak ada dalam jangkauan untuk dibeli sebagai “pendamping” bagi buku-buku yang mulai kusam karena jarang dibelai di sudut-sudut kamar. Youtube bukan lagi satu-satunya pelipur diri. Netflix dan Spotify premium ada dalam genggaman. Dengan kekuatan finansial saat ini, kami bisa sungguh merealisasikan sebagian keinginan untuk memiliki atau melakukan itu dan itu –sesuatu yang ketika masa studi filsafat relatif terbatas, tak terjangkau.  *** Magis: Etos Keunggulan Iya… beginilah nuansa khas dari formasi TOK. Ada suatu keleluasaan yang kami peroleh melalui uang dan kenikmatan yang inheren dalam otoritas (meskipun tentu saja kebebasan tidaklah identik dengan uang dan otoritas)[1].  Namun, pada saat yang sama, sebenarnya persis tergelar di depan mata suatu gelanggang latihan olah diri, yang disebut oleh Ignatius; “discernment”. Di hadapkan keleluasaan ini, apakah aku  menggunakannya untuk mengembangkan diri sebagai pribadi yang penuh cinta? Apakah kewenangan dan jabatan ini aku pakai untuk semakin menjadi sahabat dan pelayan bagi sesama? Apakah hari ini aku bergairah bekerja atas alasan-alasan yang melampau uang dan status? Atau sebaliknya, keleluasaan (otoritas, uang, anugerah diri) ini justru semakin menjadi pusat hidupku dan menggusur pelayanan dan menghalangiku untuk bertumbuh sesuai tujuan hidupku, AMDG? Kerap kali permenungan a la meditasi Asas dan Dasar dalam Latihan Rohani St. Ignatius semacam itu berdering nyaring di sela-sela euforia bekerja. Idealisme magister Ignatius Loyola menantang saya, dan para skolastik TOK lain, untuk mampu menjawab iya atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Selain gelanggang olah hidup rohani dalam konteks yang real, masa TOK juga digariskan oleh pihak Serikat Jesus sebagai tahap kami belajar bekerja sebagai seorang Jesuit. Sebelum menjalani masa TOK, frase “belajar bekerja” ini memberi penghiburan tersendiri. Namanya juga fase belajar, tentu tidak serius-serius amat. Akan tetapi, belakangan ini, saya menyadari bahwa sebenarnya frase yang lebih mau ditekankan pada tahap formasi ini adalah bekerja sebagai Jesuit yang ditandai dengan semangat magis (etos keunggulan). Hal ini saya tangkap dalam suatu percakapan rohani saya dengan Pater Provinsial.  “Saat ini bukanlah saat belajar bekerja, tetapi ini memang saatnya kamu bekerja sebagai Jesuit!” tegas Pater Provinsial. Lebih lanjut, Pater Provinsial menantang kami, para Toker untuk mewujudkan semangat kerja keras dengan bercermin pada tahap pencobaan bagi staf funding officer baru suatu bank. Sebagai ilustrasi, setiap pegawai baru divisi funding officer bank pada tahap awal karier diberi target mencari dan mengumpulkan dana sekian kali dari gajinya. Etos kerja yang sama dapat menjadi bingkai masa TOK-mu. “Sebagai pegawai baru Serikat Jesus, kamu saya undang untuk bekerja hingga menghasilkan suatu mutu pelayanan yang bernilai secara nominal setidak-tidaknya 4 sampai 5 kali gaji profesionalmu di Kolese”    Pembicaraan ini begitu terngiang dalam hati saya. Dalam percakapan waktu itu, pemahamanku dikoreksi. Sejak saat itu, setiap Sabtu, akhir pekan, saya selalu mengevaluasi kinerja mingguanku sebagai sub pamong di Kolese De Britto dan ekonom komunitas Pastoran De Britto. Bagaimana mutu pelayananku minggu ini? Apakah mutu kerjaku bulan ini sudah cukup layak untuk dihargai 5 kali lipat gaji yang kuterima? Inilah hal yang membuat masa TOK tidak serta-merta hora-hore karena punya uang dan status. Ada saat-saat di mana, bekerja dengan tuntutan mutu tinggi seperti itu terasa bagai beban. Ada saat-saat bangun pagi terasa begitu berat. Ada saat di mana seluruh tanggal di kalender berwarna hitam.  Ada saat aku mencecap dalam-dalam sabda Yesus “tidak ada tempat untuk meletakkan kepala

Pelayanan Masyarakat

Mengenal Eco Camp Mangun Karsa

Awal kisah adalah perjumpaan penulis dengan Rama M. Windyatmaka SJ. Itu terjadi pada awal tahun 2016. “Rama Wir, mbok Grigak njenengan tiliki! Lahane Rama Mangun empun disertifikasi, njur ajeng dianggorke  ngoten mawon napa?” Itulah kira-kira pesan Rama Windy yang terekam dalam memori penulis. Daya tarik paling kuat untuk pergi ke Grigak tentu saja adalah kenangan akan tokoh Rama Mangun. Tokoh ini pernah penulis kunjungi di tahun 1986 bersama mahasiswa Realino dan Syantikara saat  tinggal dan berkarya di pantai bertebing tinggi bernama Pantai Grigak antara tahun 1986 s/d 1990.  Kenangan kuat akan Rama Mangun dengan gubuk kecilnya di Pantai Grigak akhirnya mendorong penulis untuk secepatnya mengunjungi tempat itu dengan ditemani oleh Pak A. Tripriantoro selaku Ketua Prodi Pendidikan Biologi USD, tiga orang mahasiswa, Pak Pur tokoh umat, dan Pak Sukirno, pak dukuh Karang teman dekat Rama Mangun. Dari kunjungan ini diperoleh gambaran tentang Pantai Grigak yang telah berubah total.   Di tahun 1986, tempat ini sangat gersang, berbatu, sangat kering di musim kemarau. Hanya rumput kolonjono, ketela pohon, dan jagung yang bisa dibudidayakan di musim hujan. Kini tempat ini menjadi sangat hijau karena telah menjadi hutan dengan dominasi pohon pule, keben, akasia, asem kranji, dll. Saat kunjungan itulah dilontar pertanyaan Pak Pur kepada penulis : “Rama Wir, tulung dipenggalih lahan sekawan hektar berstatus hak milik PGPM niki kedahe dinapakke! Rama Wir rak mantan provinsial lan mantan rektor, mestine kagungan wawasan  jembar!” Dari sentilan Pak Pur ini penulis mengajak teman-teman dosen di USD dan UAJY mengembangkan gagasan tentang sebuah eco-camp sebagai wadah untuk melanjutkan karya, cita-cita, dan semangat pengabdian Rama Mangun di Pantai Grigak. Gayung pun bersambut. Tanggal 07 September 2016 diselenggarakan musyawarah masyarakat Dukuh Karang dengan acara membahas kesepakatan masyarakat tentang sebuah eco-camp di lahan bekas milik Rama Mangun dan pemberian namanya oleh masyarakat.   Pertemuan ini dihadiri oleh tim lapangan dari LPPM UAJY, wakil Fakultas Sains & Teknologi USD, wakil Rotary Club Yogyakarta Malioboro, tokoh-tokoh kunci masyarakat yakni Bpk. Sukap selaku mantan Lurah, Bpk. Priyadi selaku Lurah Kelurahan Girikarto,  Bpk. Martosukirno selaku Kepala Dukuh Karang, seluruh Ketua RT/RW Dukuh Karang, segenap tokoh informal masyarakat Dukung Karang. Masyarakat Dukung Karang menyatakan kesepakatan mendukung penuh eco camp dan memberikan nama Eco Camp Mangun Karsa. Mengapa dipilih nama ini? Pertama, nama “Mangun Karsa” dimaknai sebagai ungkapan kebulatan hati masyarakat untuk bisa mewujudkan kehendak (bahasa Jawa : “karsa”) Rama Mangun  yakni pelestarian sumber air dan tercukupinya kebutuhan air masyarakat. Kedua, kata “Mangun Karsa” juga diartikan sebagai usaha bersama masyarakat untuk membuat Pantai Grigak “wangun” atau pantas dikunjungi masyarakat.  Ketiga, kehadiran sebuah Eco-Camp dengan nama “Mangun Karsa” bisa dimaknai sebagai usaha membangun kehendak kuat di tengah masyarakat  untuk bisa melestarikan wilayah pantai Grigak yang hijau sebagai model yang pantas dicontoh untuk Kabupaten Gunung Kidul. Dalam musyawarah ini diputuskan pula pendirian perkumpulan milik masyarakat bernama Perkumpulan Eco Camp Mangun Karsa. Perkumpulan ini disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI melalui SK Nomor AHU-0002939.AH. 01.07.TAHUN 2019 TENTANG PENGESAHAN  PENDIRIAN BADAN HUKUM PERKUMPULAN  ECO CAMP MANGUN KARSA. Kesungguhan masyarakat mendukung gagasan eco-camp mendorong teman-teman di UAJY dan USD untuk memohon dukungan pimpinan Keuskupan Agung Semarang. Pada hari Senin, tanggal 24 Oktober 2016 berhasil diselenggarakan pertemuan khusus yang dihadiri oleh wakil-wakil dari UAJY, USD, Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED), dan Masyarakat Dukuh Karang. Melalui pertemuan ini disepakati pembentukan panitia khusus bernama Panitia Penyiapan Lokasi Eco-Camp Mangun Karso di bawah naungan Keuskupan Agung Semarang. Panitia ini baru mendapat pengesahan oleh Bapak Uskup KAS yang baru yakni Mgr. R. Rubiyatmoko, melalui Surat Keputusan No. oo12/B/IV/b-43/18. Tugas pokok panitia ditetapkan : a) menyusun proposal penggalangan dana, b) mengadakan penggalangan dana, c) melakukan penyiapan fisik lokasi, d) membentuk struktur organisasi, dan e) membangun jaringan kemitraan. Sejauh penulis diserahi sebagai ketua panitia, langkah pertama yang diambil adalah mengirimkan proposal penggalangan dana ke sejumlah rekan nostri yang memiliki relasi dengan perorangan, umat, atau lembaga yang bisa diharapkan bantuan dananya. Di sini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada nostri yang banyak membantu pencarian dana seperti Rm. J. Maryana SJ, Rm. A. Mardisantosa SJ, Rm. M. Maharsono Probho SJ, Rm. S. Bb Ponco Santosa SJ, Rm. Y.W. Wartaya Winangun, SJ, Rm. E. Didik Cahyono W., SJ, Rm. M. Irwan Susiananta, SJ, Rm. FX. Widyatmaka, SJ, dan Rm. St. Bagus Aris Rudijanto, SJ. Dari bantuan rama-rama ini panitia berhasil menggalang dana sekitar 1,6 milyar. Lewat jalur Serikat Jesus, panitia mengajukan proposal bantuan dana ke FACSI. Pada bulan Juni mendatang ini akan diputuskan nasib proposal tersebut. Bantuan berupa dana talangan senilai 5,5 milyar diberikan oleh Keuskupan Agung Semarang untuk membeli tambahan lahan seluas 10 ha bagi perluasan Eco Camp Mangun Karsa sehingga kini luas keseluruhan mencapai 14 ha. Bantuan dana lain sejumlah 500 jutaan berasal dari mitra panitia yakni Rotary Club Cabang Malioboro, USD, dan UAJY. Bantuan khusus dalam bentuk pembangunan embung diberikan oleh Yayasan Obor Tani dan Yayasan Coca Cola.   Selain penggalangan dana kegiatan utama panitia adalah penyiapan lokasi. Kegiatan meliputi seperti pengeboran sumur, pelebaran serta pengerasan jalan masuk, penataan landscape, pembuatan kolam-kolam untuk budidaya ikan dan permainan anak-anak, pembuatan gardu pandang, pemasangan PATS (Pompa Air Tenaga Surya), dan pembangunan embung. Ada dua sumur bor yang berhasil digali. Sumur pertama sedalam 90 m sedangkan sumur kedua sedalam 243 m. Mgr. J. Sunarko SJ diundang secara khusus untuk mendeteksi titik-titik sumber air yang bisa digali. Saat ini yang tengah dilakukan adalah  pembangunan embung yang sepenuhnya ditangani oleh Yayasan Obor Tani milik Pak Budi Darmawan dari Semarang dengan menggunakan dana dari Yayasan Coca Cola. Kegiatan non fisik  panitia adalah penyiapan organisasi dan pembangungan jaringan kemitraan. Penyiapan organisasi di lapangan sudah dianggap selesai dengan pembentukan Perkumpulan Eco-Camp Mangun Karsa milik masyarakat yang nanti akan diserahi tugas sebagai pengelola eco camp. Penyiapan organisasi di tingkat keuskupan masih dalam proses. Jaringan kemitraan yang telah dibangun antara lain kemitraan dengan Rotary Club, Yayasan Obor Tani, Yayasan Coca Cola, Yayasan Dinamika Edukasi Dasar, Yayasan Sanata Dharma, Yayasan Slamet Riyadi, Yayasan Karya Bakti, dan Yayasan Sandjojo. Cukup banyak mahasiwa yang tertarik untuk mendukung proyek ini. Dari berbagai kampus di Yogyakarta mereka menghimpun diri dalam suatu kelompok bernama Kelompok Relawan Peduli Grigak. Ketertarikan bergabung dalam kelompok