Awal kisah adalah perjumpaan penulis dengan Rama M. Windyatmaka SJ. Itu terjadi pada awal tahun 2016. “Rama Wir, mbok Grigak njenengan tiliki! Lahane Rama Mangun empun disertifikasi, njur ajeng dianggorke ngoten mawon napa?” Itulah kira-kira pesan Rama Windy yang terekam dalam memori penulis. Daya tarik paling kuat untuk pergi ke Grigak tentu saja adalah kenangan akan tokoh Rama Mangun. Tokoh ini pernah penulis kunjungi di tahun 1986 bersama mahasiswa Realino dan Syantikara saat tinggal dan berkarya di pantai bertebing tinggi bernama Pantai Grigak antara tahun 1986 s/d 1990. Kenangan kuat akan Rama Mangun dengan gubuk kecilnya di Pantai Grigak akhirnya mendorong penulis untuk secepatnya mengunjungi tempat itu dengan ditemani oleh Pak A. Tripriantoro selaku Ketua Prodi Pendidikan Biologi USD, tiga orang mahasiswa, Pak Pur tokoh umat, dan Pak Sukirno, pak dukuh Karang teman dekat Rama Mangun. Dari kunjungan ini diperoleh gambaran tentang Pantai Grigak yang telah berubah total.
Di tahun 1986, tempat ini sangat gersang, berbatu, sangat kering di musim kemarau. Hanya rumput kolonjono, ketela pohon, dan jagung yang bisa dibudidayakan di musim hujan. Kini tempat ini menjadi sangat hijau karena telah menjadi hutan dengan dominasi pohon pule, keben, akasia, asem kranji, dll. Saat kunjungan itulah dilontar pertanyaan Pak Pur kepada penulis : “Rama Wir, tulung dipenggalih lahan sekawan hektar berstatus hak milik PGPM niki kedahe dinapakke! Rama Wir rak mantan provinsial lan mantan rektor, mestine kagungan wawasan jembar!” Dari sentilan Pak Pur ini penulis mengajak teman-teman dosen di USD dan UAJY mengembangkan gagasan tentang sebuah eco-camp sebagai wadah untuk melanjutkan karya, cita-cita, dan semangat pengabdian Rama Mangun di Pantai Grigak.
Gayung pun bersambut. Tanggal 07 September 2016 diselenggarakan musyawarah masyarakat Dukuh Karang dengan acara membahas kesepakatan masyarakat tentang sebuah eco-camp di lahan bekas milik Rama Mangun dan pemberian namanya oleh masyarakat. Pertemuan ini dihadiri oleh tim lapangan dari LPPM UAJY, wakil Fakultas Sains & Teknologi USD, wakil Rotary Club Yogyakarta Malioboro, tokoh-tokoh kunci masyarakat yakni Bpk. Sukap selaku mantan Lurah, Bpk. Priyadi selaku Lurah Kelurahan Girikarto, Bpk. Martosukirno selaku Kepala Dukuh Karang, seluruh Ketua RT/RW Dukuh Karang, segenap tokoh informal masyarakat Dukung Karang. Masyarakat Dukung Karang menyatakan kesepakatan mendukung penuh eco camp dan memberikan nama Eco Camp Mangun Karsa. Mengapa dipilih nama ini? Pertama, nama “Mangun Karsa” dimaknai sebagai ungkapan kebulatan hati masyarakat untuk bisa mewujudkan kehendak (bahasa Jawa : “karsa”) Rama Mangun yakni pelestarian sumber air dan tercukupinya kebutuhan air masyarakat. Kedua, kata “Mangun Karsa” juga diartikan sebagai usaha bersama masyarakat untuk membuat Pantai Grigak “wangun” atau pantas dikunjungi masyarakat. Ketiga, kehadiran sebuah Eco-Camp dengan nama “Mangun Karsa” bisa dimaknai sebagai usaha membangun kehendak kuat di tengah masyarakat untuk bisa melestarikan wilayah pantai Grigak yang hijau sebagai model yang pantas dicontoh untuk Kabupaten Gunung Kidul. Dalam musyawarah ini diputuskan pula pendirian perkumpulan milik masyarakat bernama Perkumpulan Eco Camp Mangun Karsa. Perkumpulan ini disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI melalui SK Nomor AHU-0002939.AH. 01.07.TAHUN 2019 TENTANG PENGESAHAN PENDIRIAN BADAN HUKUM PERKUMPULAN ECO CAMP MANGUN KARSA.
Kesungguhan masyarakat mendukung gagasan eco-camp mendorong teman-teman di UAJY dan USD untuk memohon dukungan pimpinan Keuskupan Agung Semarang. Pada hari Senin, tanggal 24 Oktober 2016 berhasil diselenggarakan pertemuan khusus yang dihadiri oleh wakil-wakil dari UAJY, USD, Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED), dan Masyarakat Dukuh Karang. Melalui pertemuan ini disepakati pembentukan panitia khusus bernama Panitia Penyiapan Lokasi Eco-Camp Mangun Karso di bawah naungan Keuskupan Agung Semarang. Panitia ini baru mendapat pengesahan oleh Bapak Uskup KAS yang baru yakni Mgr. R. Rubiyatmoko, melalui Surat Keputusan No. oo12/B/IV/b-43/18. Tugas pokok panitia ditetapkan : a) menyusun proposal penggalangan dana, b) mengadakan penggalangan dana, c) melakukan penyiapan fisik lokasi, d) membentuk struktur organisasi, dan e) membangun jaringan kemitraan.
Sejauh penulis diserahi sebagai ketua panitia, langkah pertama yang diambil adalah mengirimkan proposal penggalangan dana ke sejumlah rekan nostri yang memiliki relasi dengan perorangan, umat, atau lembaga yang bisa diharapkan bantuan dananya. Di sini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada nostri yang banyak membantu pencarian dana seperti Rm. J. Maryana SJ, Rm. A. Mardisantosa SJ, Rm. M. Maharsono Probho SJ, Rm. S. Bb Ponco Santosa SJ, Rm. Y.W. Wartaya Winangun, SJ, Rm. E. Didik Cahyono W., SJ, Rm. M. Irwan Susiananta, SJ, Rm. FX. Widyatmaka, SJ, dan Rm. St. Bagus Aris Rudijanto, SJ. Dari bantuan rama-rama ini panitia berhasil menggalang dana sekitar 1,6 milyar. Lewat jalur Serikat Jesus, panitia mengajukan proposal bantuan dana ke FACSI. Pada bulan Juni mendatang ini akan diputuskan nasib proposal tersebut. Bantuan berupa dana talangan senilai 5,5 milyar diberikan oleh Keuskupan Agung Semarang untuk membeli tambahan lahan seluas 10 ha bagi perluasan Eco Camp Mangun Karsa sehingga kini luas keseluruhan mencapai 14 ha. Bantuan dana lain sejumlah 500 jutaan berasal dari mitra panitia yakni Rotary Club Cabang Malioboro, USD, dan UAJY. Bantuan khusus dalam bentuk pembangunan embung diberikan oleh Yayasan Obor Tani dan Yayasan Coca Cola.
Selain penggalangan dana kegiatan utama panitia adalah penyiapan lokasi. Kegiatan meliputi seperti pengeboran sumur, pelebaran serta pengerasan jalan masuk, penataan landscape, pembuatan kolam-kolam untuk budidaya ikan dan permainan anak-anak, pembuatan gardu pandang, pemasangan PATS (Pompa Air Tenaga Surya), dan pembangunan embung. Ada dua sumur bor yang berhasil digali. Sumur pertama sedalam 90 m sedangkan sumur kedua sedalam 243 m. Mgr. J. Sunarko SJ diundang secara khusus untuk mendeteksi titik-titik sumber air yang bisa digali. Saat ini yang tengah dilakukan adalah pembangunan embung yang sepenuhnya ditangani oleh Yayasan Obor Tani milik Pak Budi Darmawan dari Semarang dengan menggunakan dana dari Yayasan Coca Cola. Kegiatan non fisik panitia adalah penyiapan organisasi dan pembangungan jaringan kemitraan. Penyiapan organisasi di lapangan sudah dianggap selesai dengan pembentukan Perkumpulan Eco-Camp Mangun Karsa milik masyarakat yang nanti akan diserahi tugas sebagai pengelola eco camp. Penyiapan organisasi di tingkat keuskupan masih dalam proses. Jaringan kemitraan yang telah dibangun antara lain kemitraan dengan Rotary Club, Yayasan Obor Tani, Yayasan Coca Cola, Yayasan Dinamika Edukasi Dasar, Yayasan Sanata Dharma, Yayasan Slamet Riyadi, Yayasan Karya Bakti, dan Yayasan Sandjojo.
Cukup banyak mahasiwa yang tertarik untuk mendukung proyek ini. Dari berbagai kampus di Yogyakarta mereka menghimpun diri dalam suatu kelompok bernama Kelompok Relawan Peduli Grigak. Ketertarikan bergabung dalam kelompok ini terutama karena tokoh Rama Mangun. Kegiatan kelompok ini antara lain ikut bergotong royong dengan masyarakat melakukan kegiatan penyiapan lokasi, pendampingan anak-anak, dan penyedia bantuan apapun yang diperlukan panitia. Mahasiswa Pendidikan Biologi USD memanfaatkan lokasi eco camp untuk kegiatan penelitian lapangan. Kegiatan paling menyenangkan kelompok ini adalah pendampingan anak-anak. Mereka didampingi belajar bahasa Inggris, belajar hitungan, belajar menulis, dll. Sehabis belajar, anak-anak biasanya di ajak ke kolam pemandian yang dibangun di lokasi eco camp oleh kelompok relawan. Gambar 2 di bawah menunjukkan wajah ceria kelompok relawan Peduli Grigak saat istirahat sehabis bergotong royon dan keceriaan anak-anak saat mandi di kolam Pantai Grigak.

Mimpi apa sebenarnya mau diraih lewat pembangunan Eco Camp Mangun Karsa? Mimpi tentang kehadiran Gereja model Rama Mangun yaitu menyatu hati dengan masyarakat dan membangun mimpi bersama dengan masyarakat. Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat Dukuh Karang yang berjumlah 185 kk dalam komposisi keagamaan : 92,52% Muslim, 6,89% Budhis, 0,35% Katolik, dan 0,23% Protestan. Mimpi yang dibangun panitia adalah menjadikan Eco Camp Mangun Karsa di Pantai Grigak sebagai tempat pengembangan berbagai program Tridharma khususnya pengabdian masyarakat dan penelitian. Program yang telah dicanangkan meliputi : konservasi air, konservasi ekosistem khas Grigak, sumber energi terbarukan, ekowisata, dan penelitian-penelitian ekologi. Program-program itu diharapkan bisa menarik masyarakat kampus untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Harapan masyarakat tentu saja agar eco camp bisa mendatangkan pemasukan dana. Dana diperlukan selain untuk pengembangan eco camp, peningkatan kesejahteraan masyarakat juga untuk mendukung kelanjutan karya Rama Mangun di bidang pendidikan yakni pengembangan SD dan SMP Mangunan ke depan.
Sudah dua kali tempat ini digunakan oleh kelompok mahasiswa Perguruan Tinggi APTIK melakukan kegiatan pengabdian masyarakat. Pelan-pelan semakin banyak pengunjung tertarik dengan Pantai Grigak. Direncanakan nanti tanggal 17 Agustus 2020 akan diresmikan embung Pantai Grigak yang saat ini sedang dalam proses pengerukan dengan menggunakan alat-alat berat. Harapan penulis semoga pada tanggal itu wabah virus korona Covid 19 telah berakhir. Kita semua berharap demikian.
Yogyakarta, 15 April 2020
P. Wiryono P., SJ