Pilgrims of Christ’s Mission

Provindo

Provindo

PRAKSIS: Langkah Baru Jesuit Indonesia untuk Memajukan Kebaikan Bersama

Pada tanggal 10 Desember 2024, bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia sedunia, Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, P Benedictus Hari Juliawan, S.J., meresmikan pendirian PRAKSIS (Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus). Sebagai karya baru Jesuit Indonesia, pendirian PRAKSIS merupakan pengejawantahan dari Rencana Apostolik Provinsi Indonesia untuk mendirikan “pusat kajian dan advokasi yang menjadi ‘juru bicara’ Serikat Jesus dalam diskusi publik tentang persoalan kemasyarakatan”.    Acara peresmian diawali dengan Perayaan Ekaristi di Kapel St. Petrus Kanisius, Jakarta. Perayaan Ekaristi ini dipimpin oleh Pater Provinsial dengan didampingi oleh Pengurus Yayasan serta Direksi PRAKSIS. Dalam homilinya, Pater Provinsial menyatakan bahwa pendirian PRAKSIS mengacu pada panggilan Yesus dalam kotbah di bukit untuk menjadi terang. Panggilan ini diwujudkan dengan mendirikan lembaga penelitian dan advokasi yang dapat menghadirkan gagasan dan perspektif Katolik dalam upaya bersama mendukung proses demokratisasi di Indonesia.   Acara dilanjutkan dengan pemaparan hasil riset perdana PRAKSIS bertajuk “Mencari Demokrasi yang Memajukan Kebaikan Bersama”. Riset ini menyoroti tantangan demokrasi Indonesia dalam dekade terakhir (2014-2024), seperti penyempitan ruang partisipasi warga dan penyusutan kelas menengah. Laporan PRAKSIS kemudian ditutup dengan rekomendasi yang didasarkan pada Ajaran Sosial Gereja, termasuk di antaranya adalah perlindungan martabat manusia, kebebasan sipil, pemberdayaan masyarakat akar rumput, dan promosi kebijakan ekonomi yang adil.   Menghidupkan Misi melalui Riset, Advokasi, dan Edukasi PRAKSIS dirancang untuk menjadi pusat pengetahuan yang memadukan kekuatan analisis ilmiah dengan wawasan iman Katolik. Tiga pilar utamanya adalah: riset, advokasi, dan edukasi. Melalui riset, PRAKSIS menghasilkan kajian inovatif dan implementatif tentang isu-isu sosial, politik, dan ekonomi. Melalui advokasi, PRAKSIS menyuarakan kebijakan yang mendukung kebaikan bersama kepada pemangku kepentingan. Melalui edukasi, PRAKSIS menyelenggarakan seminar, kursus, dan lokakarya yang memperkenalkan Ajaran Sosial Gereja serta membahas tantangan zaman.   Inisiatif ini mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan. Dalam keynote speech-nya saat peresmian PRAKSIS, Ibu Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, menegaskan pentingnya peran lembaga seperti PRAKSIS dalam memperkuat demokrasi.   Program 2025 dan Harapan ke Depan Pendirian PRAKSIS adalah panggilan bagi semua yang berkehendak baik untuk turut serta dalam memajukan kebaikan bersama. Dengan semangat “Fate Chiasso!” atau “Buatlah suara yang menggema!” seperti diserukan Paus Fransiskus, PRAKSIS mengajak Gereja, warga Katolik, dan segenap pihak yang berkehendak baik untuk memajukan kebaikan bersama.   PRAKSIS telah menyiapkan berbagai program untuk tahun 2025. Divisi Riset dan Advokasi akan mengadakan penelitian dengan 4 tema utama, serta secara rutin akan menyelenggarakan Forum PRAKSIS. Sementara itu, Divisi Public Engagement akan menyelenggarakan seminar, kursus, lokakarya, dan retret yang bertujuan untuk menanamkan pemahaman warga Katolik akan iman Katolik, khususnya Ajaran Sosial Gereja. Seminar perdana dari Divisi Public Engagement rencananya akan digelar di bulan Februari 2025. Topik yang diangkat adalah refleksi atas pesan dan dampak Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia pada awal bulan September 2024 yang lalu.   Pendirian PRAKSIS adalah upaya Serikat Jesus untuk berkolaborasi memajukan kebaikan bersama di Indonesia. Persis karena itu, PRAKSIS hendak berkolaborasi dengan semua pihak. Tidak ada kebaikan bersama tanpa keterlibatan bersama.   Kontributor: P Heinrich Angga Indraswara, S.J.

Provindo

“Being before Doing”

Pertemuan Superior Lokal, Direktur Karya, serta Ketua dan Sekretaris Yayasan gelombang kedua dilaksanakan pada 14-15 November 2024 di Rumah Retret Abdi Kristus, Gedanganak, Ungaran. Ada 42 peserta yang hadir. Pertemuan kali ini membahas mengenai Implementasi Rencana Apostolik Serikat Jesus Provinsi Indonesia.   Pertemuan dengan metode presentasi, sharing, dan tanggapan ini dimulai sore hari pukul 17.00 WIB dan selesai setelah makan siang esoknya. Refleksi Implementasi RAP ini berpedoman pada buku Rencana Apostolik Provindo (RAP) dan buku panduan diskresi bersama yang ditulis oleh Christina Kheng.   Sesi pertama dibuka dengan doa yang dipimpin oleh Pater Agustinus Setyodarmono, S.J. dan dilanjutkan dengan pengantar dari Provinsial Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. Pater Beni menekankan tentang pentingnya memahami being sebelum melakukan perencanaan dan implementasi. Ternyata selama ini banyak lembaga karya yang terburu-buru melakukan implementasi atau doing. Meskipun demikian, ini bukan menjadi permasalahan yang tidak bisa diperbaiki. Agar perencanaan dan implementasi RAP di lembaga karya dan komunitas semakin sejalan dengan semangat UAP, semua pihak diajak untuk mempelajari tulisan Christina Kheng yang berjudul Welcoming the Spirit (Menyambut Roh Kudus).     Setelah pengantar, Pater Setyodarmono sebagai delegat implementasi RAP mempersilakan para peserta yang hadir untuk memberi tanggapan atas pengantar yang disampaikan Provinsial. Ada banyak tanggapan yang muncul, terutama atas misi Provindo , yaitu dipanggil bertobat bersama Ignatius agar semakin dipercaya Gereja dan masyarakat Indonesia, gesit sebagai organisasi, dan berani memeluk tantangan-tantangan dunia secara terukur. Landasan teologi yang dijadikan pijakan adalah keyakinan bahwa Tuhan yang diabdi bukanlah sebagaimana dianalogikan sebagai seorang clock maker yang tidak lagi terlibat dengan ciptaannya sebab telah berjalan sesuai dengan mekaniknya.   Ada banyak sharing menarik dalam sesi setelah makan malam dan sesi lain pada hari berikutnya. Komunitas-komunitas dan lembaga karya, baik karya pendidikan maupun karya paroki, telah mengimplementasikan RAP dengan aneka gerakan, termasuk yang terkait dengan lingkungan hidup dan teknologi ramah lingkungan. Tanggapan menarik terkait lingkungan diberikan oleh Pater Setyo Wibowo yang melihat gerakan ramah lingkungan, terlebih teknologi kendaraan listrik, teknologi informasi, dan panel surya dari perspektif lain. Ia menangkap adanya paradoks terkait itu semua sebab emisi karbon yang dihasilkan teknologi ‘ramah lingkungan’ tersebut nyatanya lebih banyak menghasilkan emisi karbon. Ini menjadi catatan untuk dipelajari bersama. Terkait implementasi RAP, sharing dari para Jesuit yang berkarya di Keuskupan Ketapang juga tidak kalah menarik. Ada kisah-kisah menyentuh yang bisa disimak, misalnya terkait medan karya yang sulit dijangkau dan kesan positif dari umat beriman yang dilayani di sana.    Menutup pertemuan ini, Pater Provinsial mengulang pesan Pater Arrupe agar kita jangan mengkerdilkan imajinasi. Meskipun sedikit dan kecil (minima), kita tetap harus berani bermimpi dan melakukan hal yang dikehendaki oleh Allah sesuai perencanaan yang telah kita buat. Semoga kita tidak bertindak untuk diri kita sendiri dengan bahasa yang juga hanya dapat dipahami oleh kita sendiri.   Kontributor: Hermanus Wahyaka – Tim Sekretariat

Provindo

“Dewanto Pastor Bonus”

Pater Tarcisius Dewanto, S.J. dilahirkan pada 18 Mei 1965 di Magelang. Ia masuk novisiat Serikat Jesus di Girisonta pada 7 Juli 1987 dan menjalani dua tahun masa novisiatnya di Girisonta. Ia ditahbiskan menjadi imam di Yogyakarta, Indonesia pada 14 Juli 1999 bersama sepuluh Jesuit lainnya. Setelah tahbisan imam, Pater Dewanto mendapatkan tugas pertama membantu pelayanan pastoral di Paroki Suai, Keuskupan Dili.   Keadaan menegangkan di Suai dan semakin meningkat sejak 4-5 September 1999 setelah jajak pendapat diumumkan. Situasi memanas hingga timbul huru-hara antara kelompok Pro-kemerdekaan dan pro-integrasi. Menjelang sore, tujuh anggota milisi beserta komandannya bersenjata lengkap mengepung Gereja dan Pastoran Suai. Pater Dewanto melihat ada keributan kemudian keluar dan berusaha melerai. Namun seketika itu ia diberondong tembakan dan terlihat orang mengayun-ayunkan parang kepadanya. Penyerangan ini memakan korban jiwa, dua imam diosesan tewas dan satu Jesuit, Pater Dewanto.    Pada 20 Agustus 2024 yang lalu, Pater Sarmento, Jesuit dari Regio Timor Leste, bersama dengan enam orang imam Jesuit merayakan 25 tahun tahbisan di Gereja Santa Perawan Maria Ratu, Jakarta. Berikut ini adalah kutipan homili Pater Sarmento, S.J. dalam perayaan Ekaristi 25 tahun tahbisan Imamat.   Beberapa hari yang lalu, dalam rangka mempersiapkan perayaan 25 tahun tahbisan Imamat, teman-teman mendaulat saya untuk menjadi homilist. Saya mengatakan, kalau Pater Provinsial yang memimpin misa berarti beliau yang akan menyampaikan homili. Namun Pater Provinsial ternyata meminta salah satu dari para Jubilaris untuk menyampaikan homili. Dan saya bilang seharusnya tuan rumah Paroki Blok Q, yaitu Pater Kris. Tapi Pater Kris beralasan umat sudah bosan dengan homilinya. Saya masih menego, “Perintah Provinsial Benny itu ditujukan kepada anggota Jesuit Indonesia, saya kan sudah bukan anggota Provindo, hahahaha.” Dan akhirnya saya menerima, satu lawan enam orang saya tidak bisa. Dan saya menerima ini dengan syukur sebagai tanda kepercayaan. Kalau memilih saya, ya harus siap menanggung risikonya, karena kami orang tinggi ini, untuk bicara pendek itu susah sekali. Pater-pater semakin bertambah usia, semakin panjang bicaranya. Ada yang bicara panjang seperti radio rusak, dicopot baterainya ya tetap bunyi.     Ya, 25 tahun lalu, kami bersebelas ditahbiskan menjadi imam di Yogyakarta oleh Mgr. Ignatius Suharyo, sekarang beliau seorang Kardinal. Dalam perayaan ini hanya 7 orang yang hadir, yaitu PP Adrianus Suyadi,S.J.,  Roberthus Rimmin, S.J., Antonius Widyarsono. S.J., Gregorius Soetomo, S.J., Adrianus Herry Wijayanto, S.J., Augustinus Setyo Wibowo, S.J.,Athanasius Kristiono Purwadi, S.J.,  dan Joaquim Sarmento, S.J.. Pater Gregorius Soetomo, S.J. sekarang ini sedang bertugas di Manila, Filipina, dan Pater Yohanes Sudriyanto, S.J. bertugas di Nabire. Dua orang yang lain, yang satu sudah memutuskan untuk meninggalkan imamat, dan satu lagi tewas terbunuh di Timor Leste pada 6 September 1999 (kurang dari dua bulan setelah ditahbiskan), Pater Tarcisius Dewanto, S.J.   Kurang dari dua bulan usia tahbisannya, Pater Dewanto sudah menjadi martir di Timor Leste bersama satu Jesuit lainnya, Pater Carolus Albrecht Karim Arbie, S.J.  yang saya lihat namanya diabadikan di sebelah Gereja Blok Q ini. Sesudah tahbisan, kami bertiga bersama dengan Pater Robert Rimmin, diutus ke Timor Leste. Ketika Dewanto tiba di airport Dili, saya yang menjemputnya terheran-heran karena dia membawa empat koper besar dan satu koper kecil. Saya bertanya, “Kok barangnya banyak banget?’” Ia jawab singkat dalam bahasa Jawa, “Omahku neng kene kok!” (Rumahku di sini kok). Dia sungguh serius tampaknya.   Dia lalu diutus untuk belajar bahasa Tetum di Suai dekat perbatasan, tempat yang suhu kekerasannya tinggi menjelang referendum. Selama terjadi kekerasan setelah pengumuman referendum, dia terkurung di dalam gedung gereja bersama ratusan pengungsi. Ketika datang para milisi untuk mengancam, mereka tidak bisa keluar. Ketika milisi mulai menembak ke dalam, Pater Dewanto keluar untuk menenangkan para milisi. Karena dia orang Indonesia, ia berpikir tidak akan diapa-apakan. Walau ada yang teriak, “Jangan, itu orang kita!” tetapi para milisi tetap menganiayanya hingga mati di dekat pintu gereja. Dia mati untuk melindungi umat di dalam gedung gereja.    Memperingati sepuluh tahun kemartiran dua Jesuit ini (2009), saya mengumpulkan kisah dan kesan, apresiasi dan refleksi dari banyak kalangan dalam sebuah buku kecil dan sekarang sudah diterjemahkan ke dalam Inggris dan Jerman untuk kepentingan penggalangan dana untuk misi, dengan judul “Passion for Christ, Passion for Humanity.” Dalam buku itu, saya memilih untuk judul artikel saya Dewanto Pastor Bonus.   Kita tidak menyangka bahwa misa yang dipimpin Pater Dewanto di Jogja itu adalah misa perpisahannya. Saya tidak menyangka bahwa Pater Dewanto akhirnya memang menjadi ‘pastor bonus’, memberikan nyawanya sendiri demi membela domba-dombanya di tanah di mana dia diutus. Kita tahu, menurut Injil, pastor bonus atau gembala yang baik itu adalah Tuhan Yesus sendiri. Gembala yang baik memiliki delapan peran yaitu mengenal domba-dombanya dan domba-dombanya mengenal dia, berjalan di depan domba-dombanya, membawa ke rumput hijau, menuntun ke air jernih, mencari yang hilang, merawat dan menyembuhkan yang terluka, membela domba-dombanya dari serigala buas, dan mengumpulkan semua domba dalam satu kandang. Pater Dewanto dengan kisah kemartirannya di Timor Leste, telah sungguh mendekati Imam Agung Yesus Kristus, dengan memberikan nyawanya demi domba-dombanya.      Terasa atau tidak, sadar atau tidak, sejak tidak lama sesudah kami ditahbiskan, imamat kami selama 25 tahun ini telah diperkaya, diinspirasi, dan dikuatkan oleh kemartiran sahabat kami Pater Dewanto. Berbicara mengenai kemartiran dalam sebuah misa syukur imamat seperti ini, bukanlah berbicara mengenai dua hal berbeda. Karena imamat pada dasarnya adalah kemartiran itu sendiri. Dalam hidup membiara saja, kita mengenal apa yang disebut ‘kemartiran putih’, yaitu penyerahan diri total kepada Allah walau tidak harus mengucurkan darah seperti Pater Dewanto. Imamat dan kemartiran bertemu dalam sikap penyerahan diri secara total kepada Allah, mempersembahkan korban bukan saja Ekaristi di meja altar, tetapi hidup kita seluruhnya. Imamat pelayanan berarti meneladani Imam Agung dalam peran-perannya yang kita sebutkan tadi, mematikan diri demi pelayanan kepada umat Allah. Pater Dewanto telah memberikan contoh nyata kepada kita dengan kemartirannya.   Kita semua umat Allah. Sekali menerima sakramen pembaptisan, kita diikutsertakan dalam fungsi-fungsi Kristus sebagai imam, raja, dan nabi. Oleh karena itu, persembahan dan pengorbanan kita sehari-hari, besar dan kecil, kita pahami dan hayati dalam rangka itu.   Saya berterima kasih atas dukungan dan doa bagi imamat saya semua teman-teman Jubilaris. Semoga kami dianugerahi sekurangnya 25 tahun lagi melayani Allah dan umat-Nya. Bukan saja 25

Provindo

Kudengar SuaraMu Tuhan

Bertepatan dengan perayaan Bunda Maria Diangkat ke Surga pada 15 Agustus 2024, dua imam Jesuit mengucapkan kaul akhir di hadapan Provinsial Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. di Gereja St. Yusup, Gedangan, Semarang. Para kaules ini adalah Pater Benedictus Cahyo Christanto, S.J. dan Pater Aluisius Pramudya Daniswara, S.J. Perayaan Ekaristi dihadiri oleh keluarga, nostri, perwakilan umat Paroki Blok B, Paroki Hati SPM Tak Bernoda, Tangerang, Paroki Blok Q, Paroki Gedangan, dan para tamu undangan. Perayaan Ekaristi ini istimewa karena dimeriahkan oleh paduan suara St Yusup Gedangan dan iringan Bongsari Music Ministry.   Hari Raya Bunda Maria Diangkat ke Surga sering menjadi hari pilihan favorit para religius untuk mengucapkan kaul. St Ignatius dan para Jesuit pertama juga mengucapkan kaul pada 15 Agustus 1534 di Kapel St Petrus, Montmartre. Oleh karena itu, secara tidak langsung, perayaan Bunda Maria Diangkat ke Surga menjadi tanggal yang istimewa terutama bagi Serikat Jesus. Pada tahun-tahun berikutnya, teman-teman St Ignatius juga memperbarui kaul-kaul mereka di tanggal yang sama.   Hari Raya Bunda Maria Diangkat ke Surga menjadi hari pilihan favorit para religius untuk mengucapkan kaul. Seperti St Ignatius bersama dan para Jesuit pertama, mereka mengucapkan kaul pada 15 Agustus 1534 di Kapel St Petrus, Montmartre. Secara tidak langsung perayaan Bunda Maria Diangkat ke Surga menjadi tanggal yang istimewa terutama bagi Serikat Jesus. Lalu pada tahun-tahun berikutnya, teman-teman St Ignatius memperbarui kaulnya di tanggal yang sama.   Perayaan Bunda Maria Diangkat ke Surga baru diresmikan Gereja pada tahun 1950 oleh Paus Pius XII. Bunda Maria menjadi teladan para Imam dalam menghayati kesetiaan, kesederhanaan, dan kesuciannya. Diharapkan para imam dengan sungguh-sungguh mengupayakan kesucian hidup sehari-hari dalam segala kondisi, dalam percakapan, dan perjumpaan.   Sebelum berkat penutup, Pater Cahyo mempersembahkan lagu ciptaannya “Kudengar suara-Mu Tuhan.” Pater Cahyo menyanyikan lagu ini diiringi petikan gitarnya dan alunan nada dari Bongsari Music Ministry. Suara yang merdu dan alunan musik yang indah menghipnotis umat yang hadir. Setelah berkat penutup diadakan ramah tamah di gedung Bintang Laut.   Kontributor: Margareta Revita – Tim Komunikator Jesuit Indonesia

Provindo

Menyatu dengan Kehidupan Kristus

Pater Markus Sjamsul Wanandi, S.J. adalah seorang Jesuit yang selama kurang lebih 40 tahun mendapatkan perutusan di bidang pendidikan. Beliau banyak berkecimpung dalam karya dunia pendidikan Jesuit Indonesia, antara lain di SMA Kolese Loyola Semarang, SMA St. Joseph Dili, dan menjadi pengurus Yayasan di Kolese Kanisius, Perkumpulan Strada, Kolese Mikael, dan Yayasan Kanisius Semarang. Pada Rabu, 24 Juli 2024 yang lalu, ia merayakan ulang tahunnya ke-80 di Kolese Kanisius, Jakarta. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, Pater Markus masih berdedikasi dan memberikan perhatiannya di dalam dunia pendidikan.   Perayaan ulang tahun Pater Markus diawali dengan perayaan Ekaristi di Kapel Kanisius kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah di area Kolese Kanisius. Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. menjadi selebran utama dalam perayaan syukur ini, didampingi oleh Pater Superior Komunitas Kolese Kanisius. Dalam homilinya, Pater Beni menyampaikan bahwa Pater Markus adalah pribadi yang selalu berani membuka dirinya sehingga Allah berkarya melalui beliau di dalam dunia pendidikan. Hal ini menjadi undangan bagi kaum muda untuk berani dan mau membuka dirinya menjadi men and women for others di mana pun berkarya.     Selain menjadi ungkapan syukur atas ulang tahun Pater Markus, pada kesempatan ini pula dilakukan penggalangan dana untuk pembangunan Wisma Emaus. Wisma Emaus adalah rumah untuk para Jesuit yang sudah purna tugas dan beberapa Jesuit yang perlu penanganan khusus karena masalah kesehatan. Saat ini Wisma Emaus hanya memiliki 15 kamar. Dalam lima tahun ke depan, jumlah Jesuit yang berusia lebih dari 75 tahun akan mencapai 62 orang. Ini menjadi salah satu alasan perlunya perluasan Wisma Emaus agar ke depan dapat menampung lebih banyak Jesuit senior.   Dalam perencanaan itu, tidak hanya akan dibangun kamar saja namun juga kamar isolasi yang layak untuk perawatan medis bagi Jesuit senior yang sedang sakit dengan fasilitas penunjang lainnya. Harapannya, para Jesuit senior yang masih aktif dapat menikmati masa purna tugasnya. Bapak/Ibu, Saudara/i yang tergerak dapat menyalurkan donasi pembangunan wisma Emaus melalui rekening Arka Praevesionis: Perkumpulan Aloysius CIMB Niaga Semarang No. 702825369300   Kontributor: Margareta Revita – Tim Komunikator Jesuit Indonesia

Provindo

Implementasi Rencana Apostolik Provindo

Pertemuan Superior Lokal, Direktur Karya, Ketua dan Sekretaris Yayasan Tahun 2024 ini, Pertemuan Superior Lokal, Direktur Karya, dan Ketua Yayasan Serikat Jesus Provinsi Indonesia dibagi menjadi dua gelombang dan di dua tempat yang berbeda. Total peserta yang diundang berjumlah 83 orang dan masing-masing peserta mengisi konfirmasi kehadiran melalui tautan google form yang disediakan oleh panitia. Gelombang pertama telah selesai dilaksanakan pada 13-14 Juni 2024 di Rumah Retret Panti Semedi, Klaten dengan dihadiri 46 peserta. Sedangkan gelombang kedua (hingga berita ini terbit telah ada 31 peserta yang melakukan konfirmasi) akan dilaksanakan pada 14-15 November 2024 di Rumah Retret Abdi Kristus, Gedanganak, Ungaran. Tema utama pertemuan ini adalah Implementasi Rencana Apostolik Serikat Jesus Provinsi Indonesia.   Pertemuan ini dimulai pada sore hari pukul 17.00 WIB dan selesai setelah makan siang di hari berikutnya. Semua peserta telah diminta untuk mempersiapkan diri sebelum hadir pada acara dengan membaca dan memahami Rencana Apostolik Provindo (RAP) serta membaca buku panduan diskresi bersama dalam perencanaan pastoral yang ditulis oleh Christina Kheng. Pertemuan kali ini dilaksanakan dengan bingkai metode percakapan tiga putaran.     Pada percakapan putaran pertama masing-masing superior, direktur karya, dan ketua yayasan menyampaikan tanggapan pribadi tentang RAP. Setelah makan malam, acara dilanjutkan dengan percakapan putaran kedua di mana masing-masing superior, direktur karya, dan ketua yayasan menyampaikan tanggapan atas percakapan di putaran pertama yang paling mengesan baginya dan mengapa demikian. Keesokan paginya, dalam Ekaristi dan doa pribadi, semua peserta diminta mencermati gerak Roh Allah yang dialami untuk menyiapkan percakapan putaran ketiga. Seusai sarapan, seluruh peserta masuk pada percakapan putaran ketiga, yaitu menyampaikan ketergerakan hati untuk melakukan apa di dalam konteks mereka masing-masing dan akhirnya membuat perencanaan konkret di komunitas, karya, dan yayasan masing-masing dalam sebuah tabel sederhana yang telah disediakan. Tabel tersebut meliputi rencana kegiatan, waktu pelaksanaan, penanggung jawab, fasilitas yang diperlukan, pembiayaan, dan evaluasi. Perwakilan superior komunitas, direktur karya, dan ketua serta sekretaris yayasan yang sudah membuat perencanaan diberi kesempatan untuk mempresentasikan rencana implementasi RAP dalam konteks mereka masing-masing. Tindak lanjut pertemuan ini adalah zoom meeting untuk bersama-sama memeriksa perencanaan dan implementasi dari semua komunitas dan institusi karya Serikat Jesus Provinsi Indonesia.   Pater Provinsial menutup forum ini dengan mengulang pesan Pater Arrupe, do not shrink your imagination, jangan mengkerdilkan imajinasi kita. Meskipun sedikit dan kecil (minima), kita tetap harus berani memimpikan dan melakukan hal yang dikehendaki oleh Allah sesuai perencanaan yang telah kita buat. Semoga kita tidak hanya bertindak untuk diri kita sendiri dengan bahasa yang juga hanya dapat dipahami oleh kita sendiri.   Kontributor: Hermanus Wahyaka

Provindo

Latihan Rohani: Panduan Cara Doa dan Cara Hidup St. Ignatius Loyola (2)

Berbagi Cara Hidup Jika kita memperhatikan hakikat, isi, dinamika, proses, dan asal usulnya, Latihan Rohani adalah sharing pengalaman St.Ignatius dalam perjalanan rohaninya. Kita memahami dan mengalami bahwa Latihan Rohani merupakan penerusan pengalaman rohani St. Ignatius yang tidak hanya menyajikan cara berdoa tetapi juga cara hidup. Diwariskan olehnya pembelajaran dan cara-cara untuk mempersiapkan jiwa serta menyediakan hati supaya orang bersih dari rasa lekat tidak teratur yang menghambat kerja Rahmat Tuhan, keselamatan jiwa, serta rahmat-rahmat lain yang menyertainya (LR 1). Berkenaan dengan Latihan Rohani sebagai sarana untuk membangun disposisi jiwa, mengingat biasanya seseorang tidak memulai dari nol, Latihan Rohani akan menjadi efektif serta berjalan dan menghasilkan buah ketika didukung oleh persiapan berkenaan dengan hal-hal mendasar. Misalnya, membiasakan diri dalam keheningan dan doa batin (lectio divina, meditasi, kontemplasi dan examen conscientiae) serta wawasan Kitab Suci dan mengakrabinya, mengingat bahan utama Latihan Rohani adalah misteri-misteri hidup Kristus.   Demikian yang ditegaskan di nomor pertama sebelum semua proses latihan rohani dijalankan lengkap dengan pelbagai kemungkinan adaptasinya. Dari segi bentuk dan cara berdoa, Latihan Rohani mencakup banyak hal. Hal penting yang ditegaskan oleh St. Ignatius dari pelbagai bentuk latihan rohani adalah fungsinya, membantu membangun disposisi hati untuk rahmat Tuhan. Karena itu, tidak sulit untuk memahami kebenaran makna latihan rohani yang diperluas pemaknaannya dan menjangkau praksis hidup.   “Yang dimaksud dengan kata latihan rohani ialah setiap cara memeriksa hati, meditasi, kontemplasi, dan doa lisan atau batin, dan segala aktivitas rohani lainnya, seperti yang akan dikatakan kemudian. … semua cara mempersiapkan jiwa dan menyediakan hati untuk melepaskan diri dari segala rasa lekat tidak teratur dan setelah itu, mencari dan mendapatkan kehendak Ilahi dalam hal mengatur hidup, guna keselamatan jiwanya” (LR 1).   Sebagai sharing, adalah jelas bahwa St. Ignatius telah mengalami dulu apa yang ditulis di dalam Latihan Rohani. Lebih daripada itu, St. Ignatius telah menggunakannya untuk membantu orang lain, baik akhirnya orang-orang tersebut bergabung serta bersamanya mendirikan dan menjadi anggota Serikat, seperti misalnya St. Fransiskus Xaverius dan St. Petrus Faber, maupun membantu memperjelas dan memperkuat untuk berkomitmen terhadap panggilan pribadinya. Dalam Serikat Jesus selanjutnya Latihan Rohani menjadi cara untuk merekrut para anggota baru. Setelah Serikat dibubarkan pada 21 Juli 1773 oleh Paus Klemens XIV dengan bulla Dominus ac Redemptor, dan kemudian direstorasi serta dikembalikan lagi oleh Paus Pius VII pada 7 Agustus 1814 dengan bulla Sollicitudo omnium Ecclesiarum, pelan-pelan Serikat dilahirkan kembali dan dibangun lagi dengan pondasi dasar Latihan Rohani. Para Jesuit yang menghilang selama masa Serikat “tidak ada” dan mau kembali lagi, langkah pertama yang dilakukan adalah menjalani Latihan Rohani. Boleh jadi, dalam hal ini kita bisa berkata, Serikat bisa dibubarkan tetapi Latihan Rohani sebagai rahim yang melahirkannya tidak pernah mati dan bisa dimatikan.   Membangun Disposisi Batin Dari keterangan apa itu Latihan Rohani (LR 1), ditegaskan pentingnya menyiapkan hati. Selanjutnya bisa dimengerti, ibarat seorang petani, dalam satu arti latihan rohani adalah bagian menyiapkan tanah supaya siap untuk ditaburi benih-benih rahmat Tuhan dan ditanami pelbagai jenis tanaman. Dalam proses itu ada saatnya menghancurkan batu-batu kecil dan menggemburkan tanah. Namun demikian juga ada saatnya sekedar mengaturnya supaya tidak menghambat penanaman dan proses tumbuh. Ketika memang ada batu besar yang tidak bisa dihancurkan dan diubah menjadi tanah, Latihan Rohani membantu meletakkan pada tempatnya dan tidak membodohi diri atau menghibur diri mengatakan bisa mengubah batu menjadi tanah subur. Dalam hal ini, Latihan Rohani membantu mengenal dan menerima diri lalu berjalan dengan menjadi optimal dalam segala keterbatasannya. St. Ignatius bahkan secara istimewa bisa menerapkan hal ini kurang lebih saat membimbing St. Petrus Faber. Pelbagai kelemahan disposisi psikologisnya ditata sehingga melalui Latihan Rohani dengan persiapan lebih dari tiga tahun, St. Petrus Faber terbantu menjadi pemberi Latihan Rohani terbaik menurut St. Ignatius (bdk. L. A. Sardi, S. J., Jesuit Magis, Pengalaman Latihan Rohani 6 Jesuit Awal, Kanisius, 2023, “Pengalaman Latihan Rohani Petrus Faber, 133-150).   Dalam usaha membangun disposisi ini, salah satu kunci yang penting adalah habituasi, pembiasaan untuk terus membuatnya sehingga tanah yang tidak subur menjadi subur, tanah yang subur dijaga kesuburannya dan dikembangkan. Itulah mengapa Serikat Jesus mewajibkan para anggotanya untuk menjalani Latihan Rohani tahunan selama 8 hari serta banyak sahabat yang terbantu dan terinspirasi oleh spiritualitas Ignatian melakukan retret periodik yang sama dengan pelbagai adaptasinya.   Latihan Rohani untuk membangun disposisi batin ini perlu dimaknai dan ditempatkan juga di dalam proses perjalanan hidup rohani. Karena itu, disposisi tersebut adalah disposisi yang dinamis dan bergerak maju. Disposisi yang terbangun untuk rahmat Tuhan akan membentuk disposisi batin selanjutnya untuk rahmat-rahmat Tuhan berikutnya. Inspirasi ini terkandung di dalam semangat magis (lebih) Ignatian.   Bersama Pembimbing Dalam semua itu, berkenaan buku Latihan Rohani, St. Ignatius telah menjalani lebih dulu dan selanjutnya menggunakannya untuk membantu yang lain dengan bantuan pembimbingnya. Artinya, dalam latihan rohani, salah satu yang juga disyaratkan adalah adanya bantuan pembimbing. Bukan karena Tuhan tidak bisa bertindak langsung tetapi oleh karena yang terjadi di dalam latihan rohani adalah proses olah batin, tepatnya mencermati gerak-gerak roh, diperlukan orang lain untuk membantu menguji, meluruskan maupun menambah wawasan. Secara faktual dan tradisional juga jelas, yaitu bahwa pada dasarnya seperti kelihatan di dalam catatan-catatan pendahuluan Latihan Rohani (1-20), buku kecil ini memang dirancang untuk pembimbing latihan rohani atau dalam Bahasa Spanyol untuk yang memberi bahan-bahan (el que da). Ungkapan ini memuat kebenaran bahwa Latihan Rohani akan menjadi lebih optimal buah-buahnya ketika dijalankan bersama seorang pembimbing.   Pada pengalaman St. Ignatius, peranan pembimbing itu dialami sejak awal pertobatannya, terutama ketika di Montserrat. Untuk pertama kalinya St. Ignatius mengungkapkan pengalaman batinnya dan rencana hidup baru pertobatannya. Ketika itu, pembimbingnya adalah seorang rahib benediktin dan lebih daripada sekadar bimbingan, St. Ignatius mengalami diperluas wawasan rohaninya karena diperkenalkan dengan buku-buku tradisi rohani zamannya, yaitu Devotio Moderna (Bdk. Autobiografi 13-18). Selanjutnya ketika berada di Manresa dengan pergulatan rohaninya yang intens, St. Ignatius dibimbing oleh seorang dominikan dan seperti kita ingat, terutama di dalam keterpilihannya sebagai Jenderal di Roma, St. Ignatius dibimbing oleh seorang Fransiskan. Mengingat di dalam Latihan Rohani seseorang juga menjalankan diskresi, kehadiran pembimbing juga berperan membantu objektivasi pengalaman diskresi.   Penutup Bila kita menempatkan Latihan Rohani sebagai buku istimewa bagi Serikat Jesus dan para anggotanya serta menjadi sarana yang melaluinya

Provindo

Mencintai Dia dalam Segala

Mencintai Dia dalam Segala merupakan hasil refleksi bersama dari ketiga novis yang mengucapkan kaul pertama dalam Serikat pada 24 Juni 2024 ini. Ketiga novis yang mengucapkan kaul pertama adalah Fr. Albert Aryasatya Ray Raja, nS.J.; nS Fr. Fransiskus Xaverius Satrio Nugraha, nS.J.; dan Br. Yosef Marternus, nS.J. Kaul pertama ini diselenggarakan di kapel La Storta Novisiat St. Stanislaus Girisonta pukul 10.00 WIB dalam perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Provinsial Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J.; Superior Komunitas Kolese Santo Stanislaus Kostka, Pater Hilarius Budiarto Gomulia, S.J; dan Magister Novisiat, Pater Petrus Sunu Hardiyanta, S.J. serta dihadiri oleh keluarga, para Jesuit, dan tamu undangan.   Dalam homilinya, Pater Benny menyampaikan bahwa para novis telah ditangkap oleh Yesus. Seperti dalam bacaan hari itu Yesus menangkap Paulus dan Petrus, hingga akhirnya mereka menyerahkan diri mereka untuk mengikuti Yesus, seperti para novis yang mengucapkan kaul pertama ini. Dalam masa formasinya para novis sudah berubah banyak dibandingkan dengan ketika awal mereka datang. Setelah ini mereka akan diutus serta akan menghadapi banyak gangguan yang bisa membuat mereka kehilangan fokus dan daya ubahnya. Pater Benny mengingatkan mereka bahwa kaul ini adalah bekal yang akan membantu para novis dalam mengemban tugas yang baru serta mempertahankan api yang sudah membakar selama ini. Kaul ini akan menemani dan menjadi senjata untuk melawan distraksi. “Kaul yang akan kalian ucapkan adalah alat yang akan membantu untuk mengemban tugas ini. Pertahankan api yang sudah membakar kalian untuk membantu menghadapi kesulitan. Kaul ini juga menjadi sarana kalian untuk diubah. Jadi, ini bukan akhir melainkan awal dari perjalanan. Kalian dibekali oleh kaul-kaul ini untuk melawan segala distraksi.”   Setelah Ekaristi, keluarga, para Jesuit, dan tamu undangan diajak menikmati jamuan makan sederhana. Selanjutnya, Frater Albert dan Frater Tio mendapat perutusan melanjutkan ke jenjang formasi filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, sedangkan Br Yosef diutus untuk belajar katekese di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan tinggal di Kolese Santo Ignatius, Kotabaru. Mari kita berdoa agar mereka sungguh-sungguh dituntun oleh Roh Kudus untuk menjadi rasul-rasul-Nya. Selamat melanjutkan masa formasi agar semakin mencintai Dia dalam segala.    Kontributor: Margareta Revita – Tim Komunikator Jesuit Indonesia