Berbagi Cara Hidup
Jika kita memperhatikan hakikat, isi, dinamika, proses, dan asal usulnya, Latihan Rohani adalah sharing pengalaman St.Ignatius dalam perjalanan rohaninya. Kita memahami dan mengalami bahwa Latihan Rohani merupakan penerusan pengalaman rohani St. Ignatius yang tidak hanya menyajikan cara berdoa tetapi juga cara hidup. Diwariskan olehnya pembelajaran dan cara-cara untuk mempersiapkan jiwa serta menyediakan hati supaya orang bersih dari rasa lekat tidak teratur yang menghambat kerja Rahmat Tuhan, keselamatan jiwa, serta rahmat-rahmat lain yang menyertainya (LR 1). Berkenaan dengan Latihan Rohani sebagai sarana untuk membangun disposisi jiwa, mengingat biasanya seseorang tidak memulai dari nol, Latihan Rohani akan menjadi efektif serta berjalan dan menghasilkan buah ketika didukung oleh persiapan berkenaan dengan hal-hal mendasar. Misalnya, membiasakan diri dalam keheningan dan doa batin (lectio divina, meditasi, kontemplasi dan examen conscientiae) serta wawasan Kitab Suci dan mengakrabinya, mengingat bahan utama Latihan Rohani adalah misteri-misteri hidup Kristus.
Demikian yang ditegaskan di nomor pertama sebelum semua proses latihan rohani dijalankan lengkap dengan pelbagai kemungkinan adaptasinya. Dari segi bentuk dan cara berdoa, Latihan Rohani mencakup banyak hal. Hal penting yang ditegaskan oleh St. Ignatius dari pelbagai bentuk latihan rohani adalah fungsinya, membantu membangun disposisi hati untuk rahmat Tuhan. Karena itu, tidak sulit untuk memahami kebenaran makna latihan rohani yang diperluas pemaknaannya dan menjangkau praksis hidup.
“Yang dimaksud dengan kata latihan rohani ialah setiap cara memeriksa hati, meditasi, kontemplasi, dan doa lisan atau batin, dan segala aktivitas rohani lainnya, seperti yang akan dikatakan kemudian. … semua cara mempersiapkan jiwa dan menyediakan hati untuk melepaskan diri dari segala rasa lekat tidak teratur dan setelah itu, mencari dan mendapatkan kehendak Ilahi dalam hal mengatur hidup, guna keselamatan jiwanya” (LR 1).
Sebagai sharing, adalah jelas bahwa St. Ignatius telah mengalami dulu apa yang ditulis di dalam Latihan Rohani. Lebih daripada itu, St. Ignatius telah menggunakannya untuk membantu orang lain, baik akhirnya orang-orang tersebut bergabung serta bersamanya mendirikan dan menjadi anggota Serikat, seperti misalnya St. Fransiskus Xaverius dan St. Petrus Faber, maupun membantu memperjelas dan memperkuat untuk berkomitmen terhadap panggilan pribadinya. Dalam Serikat Jesus selanjutnya Latihan Rohani menjadi cara untuk merekrut para anggota baru. Setelah Serikat dibubarkan pada 21 Juli 1773 oleh Paus Klemens XIV dengan bulla Dominus ac Redemptor, dan kemudian direstorasi serta dikembalikan lagi oleh Paus Pius VII pada 7 Agustus 1814 dengan bulla Sollicitudo omnium Ecclesiarum, pelan-pelan Serikat dilahirkan kembali dan dibangun lagi dengan pondasi dasar Latihan Rohani. Para Jesuit yang menghilang selama masa Serikat “tidak ada” dan mau kembali lagi, langkah pertama yang dilakukan adalah menjalani Latihan Rohani. Boleh jadi, dalam hal ini kita bisa berkata, Serikat bisa dibubarkan tetapi Latihan Rohani sebagai rahim yang melahirkannya tidak pernah mati dan bisa dimatikan.
Membangun Disposisi Batin
Dari keterangan apa itu Latihan Rohani (LR 1), ditegaskan pentingnya menyiapkan hati. Selanjutnya bisa dimengerti, ibarat seorang petani, dalam satu arti latihan rohani adalah bagian menyiapkan tanah supaya siap untuk ditaburi benih-benih rahmat Tuhan dan ditanami pelbagai jenis tanaman. Dalam proses itu ada saatnya menghancurkan batu-batu kecil dan menggemburkan tanah. Namun demikian juga ada saatnya sekedar mengaturnya supaya tidak menghambat penanaman dan proses tumbuh. Ketika memang ada batu besar yang tidak bisa dihancurkan dan diubah menjadi tanah, Latihan Rohani membantu meletakkan pada tempatnya dan tidak membodohi diri atau menghibur diri mengatakan bisa mengubah batu menjadi tanah subur. Dalam hal ini, Latihan Rohani membantu mengenal dan menerima diri lalu berjalan dengan menjadi optimal dalam segala keterbatasannya. St. Ignatius bahkan secara istimewa bisa menerapkan hal ini kurang lebih saat membimbing St. Petrus Faber. Pelbagai kelemahan disposisi psikologisnya ditata sehingga melalui Latihan Rohani dengan persiapan lebih dari tiga tahun, St. Petrus Faber terbantu menjadi pemberi Latihan Rohani terbaik menurut St. Ignatius (bdk. L. A. Sardi, S. J., Jesuit Magis, Pengalaman Latihan Rohani 6 Jesuit Awal, Kanisius, 2023, “Pengalaman Latihan Rohani Petrus Faber, 133-150).
Dalam usaha membangun disposisi ini, salah satu kunci yang penting adalah habituasi, pembiasaan untuk terus membuatnya sehingga tanah yang tidak subur menjadi subur, tanah yang subur dijaga kesuburannya dan dikembangkan. Itulah mengapa Serikat Jesus mewajibkan para anggotanya untuk menjalani Latihan Rohani tahunan selama 8 hari serta banyak sahabat yang terbantu dan terinspirasi oleh spiritualitas Ignatian melakukan retret periodik yang sama dengan pelbagai adaptasinya.
Latihan Rohani untuk membangun disposisi batin ini perlu dimaknai dan ditempatkan juga di dalam proses perjalanan hidup rohani. Karena itu, disposisi tersebut adalah disposisi yang dinamis dan bergerak maju. Disposisi yang terbangun untuk rahmat Tuhan akan membentuk disposisi batin selanjutnya untuk rahmat-rahmat Tuhan berikutnya. Inspirasi ini terkandung di dalam semangat magis (lebih) Ignatian.
Bersama Pembimbing
Dalam semua itu, berkenaan buku Latihan Rohani, St. Ignatius telah menjalani lebih dulu dan selanjutnya menggunakannya untuk membantu yang lain dengan bantuan pembimbingnya. Artinya, dalam latihan rohani, salah satu yang juga disyaratkan adalah adanya bantuan pembimbing. Bukan karena Tuhan tidak bisa bertindak langsung tetapi oleh karena yang terjadi di dalam latihan rohani adalah proses olah batin, tepatnya mencermati gerak-gerak roh, diperlukan orang lain untuk membantu menguji, meluruskan maupun menambah wawasan. Secara faktual dan tradisional juga jelas, yaitu bahwa pada dasarnya seperti kelihatan di dalam catatan-catatan pendahuluan Latihan Rohani (1-20), buku kecil ini memang dirancang untuk pembimbing latihan rohani atau dalam Bahasa Spanyol untuk yang memberi bahan-bahan (el que da). Ungkapan ini memuat kebenaran bahwa Latihan Rohani akan menjadi lebih optimal buah-buahnya ketika dijalankan bersama seorang pembimbing.
Pada pengalaman St. Ignatius, peranan pembimbing itu dialami sejak awal pertobatannya, terutama ketika di Montserrat. Untuk pertama kalinya St. Ignatius mengungkapkan pengalaman batinnya dan rencana hidup baru pertobatannya. Ketika itu, pembimbingnya adalah seorang rahib benediktin dan lebih daripada sekadar bimbingan, St. Ignatius mengalami diperluas wawasan rohaninya karena diperkenalkan dengan buku-buku tradisi rohani zamannya, yaitu Devotio Moderna (Bdk. Autobiografi 13-18). Selanjutnya ketika berada di Manresa dengan pergulatan rohaninya yang intens, St. Ignatius dibimbing oleh seorang dominikan dan seperti kita ingat, terutama di dalam keterpilihannya sebagai Jenderal di Roma, St. Ignatius dibimbing oleh seorang Fransiskan. Mengingat di dalam Latihan Rohani seseorang juga menjalankan diskresi, kehadiran pembimbing juga berperan membantu objektivasi pengalaman diskresi.
Penutup
Bila kita menempatkan Latihan Rohani sebagai buku istimewa bagi Serikat Jesus dan para anggotanya serta menjadi sarana yang melaluinya Serikat Jesus berbagi spiritualitas Ignatian, hal yang paling jelas bisa ditegaskan adalah bahwa di dalam buku kecil tersebut tersedia panduan untuk membantu disposisi yang subur dan peka (docilis) menyambut serta mengikuti rahmat-rahmat Tuhan. Lebih daripada sebagai alat bantu berdoa, secara tertata dan terstruktur Latihan Rohani membantu membangun disposisi untuk membiasakan membuat pilihan-pilihan dengan mengenali serta mengikuti kehendak Allah. Oleh karena itu, Latihan Rohani dengan pesan dan buah pembelajarannya juga menjadi panduan cara hidup. Di balik penegasan ini, diyakini bahwa Allah terus berkarya serta tidak pernah kehilangan cara dan kreativitas dalam mendidik dan menyelamatkan umat-Nya. Itulah yang juga tercermin di dalam hidup St. Ignatius Loyola.
Serikat Jesus pada 1938 dalam Kongregasi Jenderal ke-28 yang merekomendasikan perlunya memelihara hidup rohani yang kuat, menegaskan bahwa kehidupan rohani mesti sepenuhnya ditarik inspirasinya dari Latihan Rohani dan membiarkan diri dirasuki oleh semangat Latihan Rohani. Bahkan, dikatakan di dalam Latihan Rohani ini juga bahwa St. Ignatius menyampaikan ajaran rohaninya. Beberapa waktu sebelumnya Jenderal Wlodimir Ledoschowski menghadirkan Latihan Rohani sebagai “akar semangat” yang Serikat miliki, dari sana dilahirkan dan ditumbuhkan serta mendapatkan vitalitas hidup (Joseph de Guibert, S. J., The Jesuits. Their Spiritual doctrine and Practice. A Historical Study, 1972, 530). Dengan mengingat asal usul Latihan Rohani yang adalah pengalaman St. Ignatius terutama di Loyola, Montserrat, dan Manresa, kita memahami bagaimana Latihan Rohani membantu seseorang membentuk diri dari kerapuhan dan keberdosaan ke kesucian yang coraknya rasuli. Pada pengalaman St. Ignatius dari peziarah peniten (peziarah yang sedang melakukan laku tapa denda untuk dosa-dosanya) menjadi peziarah rasuli, peziarahan kehendak Allah. Dalam St. Ignatius di Loyola ditandai dengan ketetapan untuk meninggalkan mimpi mengabdi raja duniawi ke mempersembahkan diri kepada Kristus Sang Raja Abadi. Dalam hal ini Latihan Rohani juga berperan, baik sebagai cara doa maupun cara hidup, mengintroduksi gerak karya Roh yang menguduskan sebagaimana tampak dalam dinamika empat Minggu Latihan Rohani dan peta perjalanan via purgativa untuk menyucikan, via illuminativa untuk menerangi dan memperbarui, serta via unitiva untuk semakin menyatu utuhkan dengan Tuhan (Joseph de Guibert, S. J., 533).
Demikianlah buah-buah rahmatnya ketika kita menggunakan Latihan Rohani untuk menyerap spiritualitas Ignatian. Kita difasilitasi oleh sebuah cara dan kesempatan untuk belajar berdoa dan terus belajar menapaki hidup dengan orientasi mengutamakan kehendak Allah dan kemuliaan-Nya (Ad Maiorem Dei Gloriam) dengan kemerdekaan batin yang dibentuknya (interior freedom). Seseorang menjadi merdeka di dalam bertindak karena terus dibiasakan untuk menjauhkan dari perangkap dasar kelemahan manusiawi self-love, self-will, dan self-interest.
Kontributor: P. L. A. Sardi, S.J.