Pilgrims of Christ’s Mission

Author name: Komunikator Serikat Jesus

Kuria Roma

Seri Video Berjalan Bersama Ignatius Episode 7 : Berjalan Bersama Orang Miskin, Orang Terbuang dari Dunia

Seringkali kita merasa bahwa hidup ini berjalan begitu cepat, bahkan mungkin lebih cepat daripada yang kita bayangkan atau yang dapat kita kejar. Perlahan-lahan, gaya hidup kita pun semakin cepat dan kita lupa untuk mensyukuri keindahan hidup ini, dan di atas semua itu, kita lupa untuk menikmati rasa damai dari suatu persahabatan dan kedekatan kita dengan mereka yang kita layani. Setelah melalui proses panjang dan menyeluruh dalam penegasan bersama, tubuh rasuli Serikat telah menetapkan pilihan “berjalan bersama orang miskin dan mereka yang terbuang dari dunia ini” sebagai salah satu Preferensi Kerasulannya. Kita berharap agar kita bisa berjalan beriringan bersama mereka dan agar mereka membantu kita menentukan daya-upaya dan usaha pencarian kita, sebagaimana telah ditegaskan oleh Santo Ignatius Loyola, bahwa “dengan bersahabat dengan orang miskin maka kita menjadi sahabat Sang Raja Abadi.” Kita ingin berjalan bersama orang miskin dan mereka yang tersingkir dari dunia ini, sebab Yesus, penyelamat kita, yang telah memanggil kita untuk menjadi sahabat-Nya, mendorong kita untuk mewartakan kabar sukacita kepada orang miskin (Luk 4:18) dan agar kita mengenali wajah-Nya dalam rupa orang miskin (Mat 25:35-36). Kita hendak belajar dari yang termiskin di antara yang paling miskin apa yang bisa menjadi warta kenabian bagi dunia yang terkadang nampak konsumtif dan suka membuang ini. Kita ingin agar mereka berbicara kepada kita tentang makna solidaritas, agar membantu kita memahami apa itu keadilan, dan agar membantu  kita semakin menghidupi kaul kemiskinan kita. Pendek kata, dengan kedekatan kita bersama mereka, maka kita bisa terbantu untuk semakin setia kepada Injil. Menyatukan langkah dengan yang paling miskin adalah panggilan yang kita terima sehingga ritme hidup dan prioritas-prioritas kita janganlah mengabaikan mereka yang sungguh menginginkan dunia yang lebih adil dan ramah bagi semua ciptaan. Saya memohon bantuan dari Saudara sekalian, sebagai satu keluarga Ignatian dan saudara se-Serikat, untuk menghidupi secara setia panggilan Tuhan ini. Bersediakah Saudara membantu?  Kami mengajak Saudara semua untuk berdoa, baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam komunitas, dengan menggunakan inti doa seperti ditunjukkan pada bagian akhir bab ketujuh dari buku “Berjalan bersama Ignatius” yang ditulis oleh Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J. (Lihat: Berjalan Bersama Ignatius karangan Arturo Sosa, S.J. terbitan P.T. Kanisius dan Serikat Jesus Provinsi Indonesia, 2021 hlm. 221 – 223).

Kuria Roma

Hari Jadi Pertama Komisi Peran Perempuan

8 Maret – Hari Perempuan Internasional Hari jadi pertama Komisi Peran dan Tanggung Jawab Perempuan Serikat Jesus jatuh pada 8 Maret, tepat pada peringatan Hari Perempuan Sedunia. Komisi tersebut beranggotakan lima perempuan awam, satu biarawati, empat Jesuit, dan satu awam. Komisi itu dibentuk oleh Pater Jenderal Arturo Sosa untuk: 1) mengevaluasi pelaksanaan Dekret KJ 34 14, Jesuit dan Peran Perempuan dalam Gereja & Masyarakat; 2) mengevaluasi partisipasi dan posisi perempuan serta struktur kerja sama di semua lini dalam Serikat Jesus dan karya-karya kerasulannya; dan 3) membuat rekomendasi bagi berbagai level kepemimpinan Serikat untuk memperkuat perutusannya melalui partisipasi aktif perempuan. Tahun lalu, para anggota telah mengadakan pertemuan setiap bulan. Pertemuan-pertemuan tersebut menjadi kesempatan untuk membiasakan mereka sesuai konteks regional dan budaya masing-masing. Dalam kesempatan ini dua anggota Komisi, Catherine Waiyaki dari Kenya dan María del Carmen Muñoz dari Kolombia,  membagikan refleksi mereka. Catherine: Saya sangat bersyukur karena para Jesuit peduli dengan peran perempuan. Hal ini telah dimanifestasikan secara jelas oleh para Jesuit yang menjadi anggota Komisi. Mereka mendukung dan sangat terbuka sehingga tercipta cara kerja yang nyaman bagi semua orang. Proses ini memakan waktu hampir enam bulan. Apa yang kami lakukan sungguh dipercaya, diperhatikan, dan dimengerti. Kontribusi sekecil apapun tidak diabaikan, begitu juga kontribusi besar yang tidak lantas dipuji-puji; kami bekerja bersama-sama sesuai yang telah disepakati. Kami semua bekerja secara profesional, tetapi sebagai teman, kini kami menganggap diri kami semua sebagai satu saudara. Kami sungguh yakin bahwa Tuhan membimbing semua proses ini. Saya bersyukur bahwa teknologi telah memungkinkan kami untuk sampai di titik ini melalui pertemuan virtual bersama semua anggota komisi yang mencakup banyak zona waktu di seluruh dunia. María del Carmen: Menurut saya, beberapa aspek pekerjaan kami sungguhlah penting. Pertama, bahwa gubernasi pusat Serikat Jesus mengakui nilai dan peran perempuan bagi mereka dan kami didorong untuk menjadi bagian dari perubahan. Kedua, tantangan untuk mendiskresikan peran perempuan dalam organisasi melalui semangat yang sama, yaitu semangat menghargai perbedaan. Ketiga, kepercayaan yang diberikan kepada komisi, sebagai hasil dari proses pengenalan diri atas identitas, kecintaan, karya, dan komitmen kami. Roh Yesus secara penuh hadir di tempat ini dan menjadi bagian dari cara kami memandang dunia. Catherine: Terkait kontribusi yang dapat diberikan oleh komisi, saya berharap bahwa hasil pekerjaan kami akan disebarluaskan kepada semua anggota Serikat sehingga mereka nantinya dapat mendengarkan secara lebih mendalam, baik secara individu maupun kolektif, apa yang ingin disampaikan oleh para perempuan. Bahwa, dalam semangat discernment, mereka akan mempertimbangkan, bersama dengan setiap usulan yang dibuat, bagaimana mengusahakan kolaborasi secara lebih baik. Kami berharap bahwa setiap Jesuit akan mengalami transformasi hati; bahwa mereka akan menghapus ketidakadilan sistemik apapun terhadap perempuan dalam lembaga-lembaga karya Serikat; bahwa mereka akan mempengaruhi Gereja untuk menghapus ketidakadilan terhadap perempuan; bahwa mereka akan mempengaruhi masyarakat luas untuk menghapus ketidakadilan ini. María del Carmen: Kontribusi yang dapat kami berikan semoga menjadi refleksi bersama tentang keadilan gender sehingga memungkinkan kami untuk merintis jalan menuju kemampuan mendengarkan yang lebih baik, inklusivitas, saling menghormati, demi membangun tubuh apostolik yang adil dan beragam di seluruh Provinsi Serikat Jesus. Banyak perempuan sungguh ingin berkolaborasi dalam misi Serikat, dari manapun Roh memanggil. Mereka pun ingin agar martabat serta kapasitas mereka diakui. Ketika saya memberi tahu kawan-kawan saya di Komisi Gender dan Kesetaraan Peran Perempuan CPAL (Konferensi Provinsi Amerika Latin) tentang apa yang kami lakukan di komisi ini, mereka sangat senang karena merasa terhubung dan mengetahui bahwa kita bekerja bersama-sama untuk memperoleh pengakuan nilai dan peran perempuan dalam Serikat dan berusaha untuk memberikan dampak baik bagi Gereja. Inilah yang dikehendaki oleh Paus Fransiskus agar kita lakukan, yaitu ketika secara tegas ia menyampaikan tentang masih sedikitnya peran perempuan bagi Gereja, bahwa nilai-nilai tersebut sebenarnya melampaui fungsionalitas belaka, betapa perempuan juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran, kemanusiaan, dan membawa pengaruh. Memang semua anugerah tersebut tidaklah eksklusif melulu bagi perempuan, tetapi menjadi kekhasan kita bersama. Diterjemahkan oleh Herman Wahyaka dari artikel berbahasa Inggris “8 March – Women’s Day – 1st Anniversary of the Commission on the Role of Women” – https://www.jesuits.global/2022/03/07/jesuits-and-women/ 

Kuria Roma

Lima Santo Santa, Satu Pesta

Peringatan 400 Tahun Kanonisasi Lima Orang Kudus Lima ratus tahun yang lalu, Tuhan mengubah hidup Ignatius dari Loyola (1491-1556) dengan cedera kaki. Cedera itu akhirnya membuat Ignatius mengabdikan dirinya untuk melayani Paus dan Gereja Universal, serta mendirikan Serikat Jesus bersama para sahabat perdananya. Karena cedera kaki, Ignatius berjalan pincang saat pertama tiba di Roma. Ia pergi ke Roma karena keinginan yang sangat besar untuk meneladan Yesus. Siapa yang menyangka bahwa peziarah berkaki pincang ini kemudian dikanonisasi oleh Paus Gregorius XV di Basilika Santo Petrus kurang lebih satu abad kemudian, tepatnya pada 12 Maret 1622.  Sabtu, 12 Maret 2022, menjelang tahun kesembilan masa pontifikalnya, Paus Fransiskus hadir di Gereja Gesu-Roma untuk merayakan pesta kanonisasi ini. Dengan berjalan tertatih tetapi dengan rasa cinta yang besar bagi Gereja -ini mengingatkan kita pada sosok Ignatius- Bapa Suci menghadiri perayaan ini dengan penuh cinta dan semangat. Dalam peringatan tersebut, Bapa Suci tidak hanya hadir karena memperingati Santo Ignatius Loyola. Selain Santo Ignatius, ada juga Santo Fransiskus Xaverius (1506-1552), misionaris dan salah satu Jesuit perdana; Teresa dari Yesus atau kita kenal juga sebagai Teresa dari Avilla (1515-1582), seorang mistikus dan biarawati pendiri Ordo Suster, Imam dan Bruder Karmel Tak Berkasut; Santo Isidorus (1079-1172), petani yang menjadi pelindung para penggarap tanah dan pelindung Kota Madrid; dan Santo Philipus Neri (1515-1595), imam Italia dan pendiri Kongregasi Oratorian. “Empat orang Spanyol dan seorang santo,” demikian orang Italia berkelakar. Itu adalah kanonisasi kolektif pertama dalam sejarah. Maka, Bapa Suci datang untuk berdoa bersama para Jesuit, Oratorian, Karmelit, perwakilan dari keuskupan Madrid, serta banyak umat awam dari seluruh dunia. Mereka hadir dan ribuan lainnya mengikuti siaran tersebut. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Pater Jenderal Arturo Sosa. Dalam homilinya, Bapa Suci menekankan bahwa jejak agung orang-orang kudus ini, yang telah melampaui waktu berabad-abad, kebangsaan, dan pribadi-pribadi, adalah pertama dan terutama melulu karena prakarsa dari Tuhan. Dan prakarsa itu, sebagaimana diingat Bapa Suci saat ia mengkontemplasikan Injil Transfigurasi di mana “Yesus membawa serta Petrus, Yakobus, dan Yohanes,” adalah panggilan yang berakar dalam komunitas. Dalam menghadapi godaan individualisme, klerikalisme, kekakuan dan ideologi yang memecah belah … orang-orang kudus ini mampu menjadi “pilar persekutuan.” Ignatius menjadi contoh dari persekutuan melalui discernment serta cintanya terhadap Gereja, dan Latihan Rohani menjadi hadiah bagi kita semua saat ini. Dengan penuh keberanian, Santa Teresa berupaya mendaki tempat tinggi dimana bumi dan langit bertemu, yaitu tempat manusia “bertatap muka” dengan Tuhan. Bapa Suci juga mengenang Santo Fransiskus Xaverius yang mengabarkan Injil ke sudut-sudut dunia dan bangsa yang tidak dibayangkan sebelumnya. Di tengah realitas yang hancur oleh perang, ketidakadilan, dan kejahatan lainnya, Bapa Suci menyerukan doa yang tidak berpaling dari belukar dunia melainkan mengubahnya sebagaimana yang dilakukan Santo Philipus Neri yang setia merawat anak jalanan atau Santo Isidorus yang tekun mengolah ladang. Perayaan ini juga dilakukan untuk menandai momen-momen penting lainnya. Kita dibuat takjub mendengar nyanyian Mazmur tanggapan “Kasihanilah aku, jawablah aku,” yang dibawakan oleh seorang perempuan muda Ukraina. Kita tergerak oleh doa di makam Ignatius dan di hadapan relikwi empat santo lainnya; oleh persembahan yang dibuat para pengungsi di Centro Astalli, Roma kepada Bapa Suci; oleh paduan suara Collegio del Gesu yang luar biasa; dan oleh kasih sayang dan kerendahan hati yang ditunjukkan oleh Paus Fransiskus. Sebagai Gembala Universal Gereja, Bapa Suci menampilkan dirinya sebagai putra rohani Serikat pada peringatan dua sahabat besarnya tanpa melupakan yang ketiga, Petrus Faber, yang ia kanonisasi pada September 2013 lalu. Diterjemahkan oleh Herman Wahyaka dari artikel berbahasa Inggris “FIVE SAINTS AND ONE FEAST – 400th Anniversary of five canonisations” https://www.jesuits.global/2022/03/14/five-saints-and-one-feast/

Pengumuman A24

Pengumuman Tahbisan Diakon

Mengikuti KHK 1041 20 dan PQ 6.3.5, jika tidak ada halangan yang berarti pada tanggal 5 Mei 2022 jam 10.00 di Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, Bapa Uskup Keuskupan Agung Semarang Mgr. Robertus Rubiyatmoko akan menahbiskan sebagai diakon tiga orang saudara kita di bawah ini: Kita mengucapkan Proficiat untuk saudara kita ini dan membawanya dalam doa-doa kita. Bambang A. Sipayung, S. J. Socius Provinsial SJ Indonesia.

Karya Pendidikan

Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga 2022 : “ANTARA TABU TAPI PERLU TAHU”

Pengajuan beasiswa Suryani ditolak karena foto-foto dirinya sedang berpesta tersebar di dunia maya. Sementara Bima dan Dara menghadapi banyak masalah di masa remajanya menjelang Ujian Akhir Sekolah karena mereka berpacaran melewati batas sehingga Dara hamil di luar nikah. Demikian penggalan kisah dalam film Photocopier dan film Dua Garis Biru yang merupakan dua di antara film lain yang direkomendasikan sekolah untuk memulai Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga, yang bertema Antara Tabu tapi Perlu Tahu.   Pekan Seksualitas bagi Gen-Z ini diselenggarakan dengan tujuan agar siswa-siswi SMA Kolese Gonzaga mampu memahami isu-isu seksualitas diri, sesama, dan lingkungan mereka dari berbagai perspektif lintas ilmu. Selanjutnya, mereka diharapkan dapat melakukan pencegahan atas hal-hal negatif dari isu seksualitas yang dapat menimpa diri mereka maupun sesamanya. Mereka diharapkan dapat mempersuasi diri dan orang lain untuk menghargai serta memperjuangkan seksualitas yang sehat. Duo Jesuit P. Okta dan Fr. Wibi, memulai Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga  dengan bincang-bincang ringan dan kocak. “Gas tipis-tipis” menjadi istilah kocak yang mengesan saat keduanya memberi panduan menonton beberapa film yang direkomendasikan untuk menyiapkan diri mengikuti pekan seksualitas. Harapannya, para siswa terpantik untuk berpikir kritis tentang seksualitas.  Berbekal refleksi setelah menonton film-film itu, dengan pendampingan wali kelas pada Senin, 14 Februari 2022, para siswa berdiskusi dan mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan yang ingin disampaikan dalam diskusi panel. Pada hari Kamis, 17 Februari 2022, para siswa dengan antusias memasuki Diskusi Panel melalui Zoom. Diskusi Panel bersama narasumber dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama membahas aspek psikologis bersama Dr. Imelda Ika Dian Oriza, M.Psi. dan aspek medis-fisik bersama dr. Noviyani Sugiarto, SpOG. Bagian kedua mendiskusikan aspek hukum bersama Ibu Ratna Batara Munti, S.H., M.Si. dan etika komunikasi digital bersama Kak Oviani Fathul Jannah. Bagian ketiga membahas aspek rohani-spiritualitas dari tradisi kekatolikan bersama Pater Imanuel Eko Anggun Sugiyono, SJ. dan aspek rohani-spiritualitas dari tradisi keislaman bersama Prof. Dr. Musdah Mulia.  Pertanyaan dari para siswa cukup beragam dan memberi kesan tentang pentingnya pemahaman seksualitas yang benar dan sehat. Seksualitas tidak untuk ditabukan atau malah dijadikan misteri yang tidak bisa dibicarakan. “Belajar tentang seksualitas itu perlu, karena kita perlu tahu hak atas tubuh dan hak atas reproduksi agar dapat menghargai orang lain. Belajar tentang sistem nilai terkait seksualitas akan membantu kita membuat keputusan-keputusan terkait seksualitas.” kata psikolog Dr. Dian Oriza yang akrab dipanggil Mbak Dior. Para siswa juga diperkenalkan pada pemahaman tentang ketidaksetaraan gender yang dapat berakibat pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), mengobjekkan perempuan,  dan perlakuan-perlakuan yang melecehkan perempuan. Ibu Ratna Batara Munti, S.H., M.Si memperlihatkan aspek hukum yang belum mengatur pelecehan seksual atau kekerasan seksual yang terjadi dalam perkawinan. Yang diatur baru sebatas yang terjadi di luar perkawinan. Para siswa juga mendapat masukan tentang penyimpangan seksual dan kata kunci seperti sistem nilai dan penerimaan diri dalam membangun sikap yang sehat dalam perilaku seksual. Kak Oviani Fathul Jannah mengajak para siswa melihat seksualitas dan bagaimana berselancar di dunia digital secara aman dengan memperhatikan etika berkomunikasi.. Selama pandemi Covid-19, ternyata kasus eksploitasi seksual anak secara online justru meningkat pesat. Ada banyak konten seksual tak sehat di dunia maya, bahkan ada streaming aktivitas seksual, juga ada konten pelecehan yang dijadikan lelucon di media sosial. Pendekatan korban pelecehan melalui dunia digital banyak terjadi dengan metode grooming online. Pelaku seakan-akan mencitrakan diri sebagai orang yang sangat mengapresiasi orang lain, sehingga ia mendapat trust dari korban. Hal tersebut kemudian dapat berlanjut dengan sexting (sex texting). Pelaku selanjutnya meminta foto telanjang kepada korban. Korban yang sudah memiliki rasa percaya pada pelaku akan memberikan foto-foto dirinya. Apabila hal ini terjadi, maka dengan mudah akan terjadi tindakan selanjutnya, yaitu sextortion. Selanjutnya, korban akan terus diminta memberikan foto-foto berikutnya dengan ancaman fotonya akan disebarkan.  Pater Anggun, S.J., dosen STF Driyarkara, melihat pandangan Gereja Katolik mengenai aborsi dan kontrasepsi. Ia menegaskan untuk tidak melihat dari sisi apa yang dilarang namun lebih memperhatikan apa yang dibela. Sedangkan Prof. Musdah (ketua Indonesian Conference on Religion and Peace – ICRP), melihat dari pandangan Islam, membicarakan mengenai hakikat penciptaan manusia sebagai khalifah, yang berarti pemimpin, setidaknya bagi dirinya sendiri, sehingga setiap insan seharusnya  mampu mengatur pikiran, kalbu, dan hasrat termasuk hasrat seksual. Kegiatan ketiga dalam Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga adalah sesi diskusi  commitment dan  pembuatan media campaign. Sesi ini berlangsung pada Jumat, 18 Februari 2022. Ada forum keputrian dan forum keputraan untuk membuat komitmen berdasarkan pengalaman yang telah mereka dapatkan selama mengikuti Pekan Seksualitas sebagai penentuan aksi dan tindak lanjut yang dapat dilakukan di dalam komunitas siswa-siswi SMA Kolese Gonzaga. Setelah pembuatan komitmen, mereka kemudian masuk dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyusun media campaign yang akan diunggah di media sosial. Ada banyak variasi media campaign yang dihasilkan dari Pekan Seksualitas ini seperti poster, lagu, presentasi, video, dan podcast.   Kegiatan Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga ditutup dengan eksamen yang dipimpin oleh Pater Okta, S.J. Dalam pengantar eksamen,  Pater Okta menyebut dokumen Christus Vivit (Kristus yang hidup) yang merupakan seruan dari Bapa Paus Fransiskus mengenai orang muda. Bapa Paus Fransiskus menggambarkan masa muda sebagai karunia Allah. Menjadi muda adalah sebuah rahmat dan berkat. Masa muda adalah sebuah masa yang penuh sukacita dan harapan. Kasih Allah tidak menghalangi orang untuk bermimpi, tetapi justru memicu mereka menuju hidup yang lebih baik dan indah. Paus Fransiskus mengundang orang muda untuk bersikap bijaksana di era globalisasi ini, yaitu dengan mengikuti perkembangan zaman tetapi tidak lupa dari mana mereka berasal, terutama dalam menjaga hubungan dengan orang tua, keluarga, dan orang yang sudah lanjut usia sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari pengalaman mereka. Sebagaimana Daud menyatakan dalam Mazmur “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman Tuhan.” Semoga Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga dapat menjadi sebuah sarana untuk menemani orang-orang muda membangun masa depan yang berpengharapan. AMDG. Kontributor: Gabriella Kristalinawati, S.Pd., M.Si. – Humas Kolese Gonzaga

Karya Pendidikan

SMA Kolese De Britto: Meluncurkan Buku, Membangun Narasi

“Bagi saya yang sangat mengesan dari de Britto adalah narasi yang sangat kuat. Itu adalah daya tarik yang luar biasa, karena di sana ditemukan suasana orang untuk berpikir, merenung, dan merefleksikan. Ketika hal itu dituliskan, orang menjadi bertemu dengan dirinya sendiri.” Kesan Anita Lie, guru besar Unika Widya Mandala Surabaya, tersebut diungkap oleh Pater Cyprianus Kuntoro Adi, S.J. ketika memberikan sambutan pada peluncuran buku Sinau Sinambi Mlaku – karya para guru SMA Kolese de Britto, Yogyakarta. Guru, siswa, dan alumni de Britto memang menghidupi budaya tulis, baik tulisan berupa buku maupun artikel media massa. Selama 20 tahun terakhir telah terbit lebih dari 75 judul, baik karya tunggal maupun karya bersama. Pun ribuan artikel yang terbit di koran nasional. Buku Sinau Sinambi Mlaku diluncurkan saat perayaan Pesta Santo Johannes de Britto, 4 Februari 2022, di Aula SMA Kolese de Britto. Buku ini menyusul buku Menumbuhkan Berpikir Kritis yang terlebih dahulu terbit pada hari guru 25 November 2021. Kedua buku tersebut disunting oleh St. Kartono, salah satu guru SMA Kolese de Britto. Sinau sinambi mlaku secara harfiah berarti belajar sambil berjalan. Tajuk buku ini memang tak sekadar harfiah, terilhami oleh judul tulisan yang menjadi pembuka antologi ini. Tulisan tersebut berkisah tentang cara mendekatkan pelajaran sejarah kepada muridnya. Namun, sejatinya bukan hanya murid yang belajar, guru pun sedang belajar. Artinya, sinau sinambi mlaku berlangsung pada murid sekaligus gurunya.  Para guru SMA Kolese de Britto memang sinau sinambi mlaku dalam arti belajar sambil mengajar. Ketika sedang mengajar pun guru de Britto terus belajar. Belajar menemukan pendekatan, media, cara mengevaluasi, atau sarana yang bisa dipakai untuk membawa materi pelajaran kepada muridnya. Upaya para guru kian intensif ketika pembelajaran berlangsung di masa pandemi Covid-19. Pembelajaran jarak-jauh tidak sekadar memindah kelas tatap muka ke tatap layar. Guru mesti mengubah pola pikir dan imajinasinya, melengkapi diri belajar teknologi, atau menyelisik berbagai tautan untuk materi pembelajaran. Tiga puluh tulisan yang tersaji di buku ini berawal dari rerasan lalu briefing, masing-masing guru –di tengah padatnya agenda akhir semester– yang kemudian mencoba memilih satu pengalaman khas mengajar. Sebagian harus merevisi tulisannya hanya supaya terarah pada satu fokus pengalaman. Bukankah tulisan yang baik adalah yang fokus dan dalam? Editor buku ini  memahami bahwa para guru kaya pengalaman. Untuk itu, penulis harus memilih satu saja dari sekian banyak pengalamannya. Pengalaman apa yang paling mengesan sepanjang menjadi guru? Upaya apa yang Anda lakukan sebagai guru agar murid paham? Buku Menumbuhkan Berpikir Kritis berbeda. Buku ini berisi ringkasan 20 tesis magister guru de Britto Pemilahan ringkasan tesis dalam buku ini berdasarkan program yang ditempuh para siswa dan bidang ajar guru di SMA Kolese de Britto, yakni Bahasa, IPA, dan IPS. Tampak nyata lewat isi tesis, ada upaya mencari pembaruan dalam pengajaran dan pendidikan di de Britto. Buku ini sebagai bentuk berbagi agar menginspirasi siapapun yang membacanya.  Buku Menumbuhkan Berpikir Kritis sungguh menjadi perwujudan rumusan pasal dalam Peraturan Kepegawaian Yayasan de Britto (2020)  “tugas belajar,” dan bukan “tugas kuliah.” Artinya, empat semester masa itu memang didedikasikan supaya guru atau pegawai belajar dan   menyegarkan pengalaman di kelas dengan teori-teori mutakhir nan mencerahkan. Ketika yang bersangkutan dibebaskan dari banyak jam mengajar, waktu itu mestinya dipakai untuk srawung ilmiah di berbagai forum diskusi atau seminar.  Tugas belajar, bukan (hanya) tugas kuliah, mesti banyak membaca. Hasil pembacaan itu tampak pada sumber pustaka berupa puluhan buku dan artikel yang menjadi rujukan masing-masing tesis. Judul bunga-rampai kumpulan tesis magister ini merupakan sintesis dari judul-judul karya yang mengerucut pada semangat mendidik para guru de Britto. Kontributor : Humas SMA Kolese de Britto

Pelayanan Masyarakat

Walau Tak Tampak, Don Pedro Tetap Ada

Tim spiritualitas Serikat Jesus mengenalkan pribadi Pater Pedro Arrupe, Jenderal Serikat Jesus ke-28, dalam Webinar dan Dialog Interaktif Virtual “Mendaki Jalan Sukacita” pada Kamis, 24 Februari 2022 melalui ruang virtual Zoom. Hadir sebagai narasumber Pater L.A. Sardi, S.J. (Pembimbing Rohani di Collegio Internazionale del Gesù, Roma) serta Robin dan Susanne, pasangan suami istri (pasutri) yang aktif sebagai fasilitator Latihan Rohani Pemula (LRP).  Sebelum diangkat dalam webinar, Pater Arrupe lebih dulu dikupas dalam edisi khusus Majalah ROHANI Januari 2022 yang memuat kisah tentang sosoknya serta naskah hasil tulisannya sendiri. Sosok Pater Arrupe dikenal dengan sebutan “Santo Ignatius yang kedua” karena kesucian dan teladan hidupnya. Ia juga yang memunculkan cita-cita menjadi “men and women for others” (menjadi insan bagi sesama) bagi para alumni sekolah Jesuit.  Pada kesempatan pertama, Susanne mengungkapkan bahwa saat dirinya membaca edisi khusus Majalah ROHANI, ia kerap berhenti sejenak dan merenungkannya. “Saya menyimpulkan, yang Pater Arrupe katakan tentang sukacita itu rasanya sama dengan yang saya temukan dalam LRP. Sukacita itu kita dapatkan saat hati kita penuh,” tuturnya sembari menunjukkan gambar bentuk hati ke layar.  “Saat hati kita penuh, kita akan merasakan sukacita, kedamaian, semua serba indah. Tapi tidak mudah mempertahankan hati yang utuh itu. Ada saja yang bisa membuatnya terkoyak,” sambung Susanne yang lantas menyobek sebagian gambar hati tadi. Susanne menyebut, rasa khawatir maupun rasa bersalah membuat hati tidak utuh. Dalam latihan rohani, Susanne berhasil melepaskan rasa bersalah yang pernah dialaminya. “Saya mempercayakan rasa bersalah saya kepada Tuhan. Akhirnya, hati saya utuh kembali sehingga saya bisa melihat dengan lebih jernih. Semua berubah karena perasaan hati ini,” tegasnya. Sementara itu Robin memandang Pater Arrupe layaknya seorang ninja yang bisa “menghilang”. Ninja diketahui keberadaannya untuk menjaga dan melindungi meski tidak tampak. “Don Pedro meski sudah meninggal tetapi pribadinya tetap dikenang dan karya-karyanya tetap masih dilakukan sehingga rasanya dia masih hidup dan kita tahu dia ada,” jelas Robin.  Hal ini ditunjukkan lewat pengalaman Pater James Martin, S.J. kala bersama beberapa pastor lain menjadi relawan dalam Pasca-9/11. Mereka dilarang masuk ke ground zero meski untuk mengadakan Misa. Akhirnya, Pater Martin berdoa memohon bantuan Pater Arrupe, “Bantu kami untuk masuk ke wilayah itu dan melakukan karya Tuhan.” “Ajaibnya, ada yang menolong sehingga mereka bisa masuk ke sana. Jadi, walaupun tidak kelihatan, tapi Don Pedro itu ada,” simpul Robin. Selanjutnya, Pater Sardi menyatakan bahwa Pater Arrupe adalah contoh orang yang menghayati iman personalnya secara sungguh-sungguh sampai akhirnya berpengaruh kuat bagi kehidupan publik. “Sosok ini mampu mengintegrasikan tegangan antara hidup rohani dan aktivitas kerasulan. Oleh karena itu, spiritualitas Ignatian yang dihadirkan komunikatif untuk semuanya. Maka, Arrupe adalah Ignatius yang dekat dengan kita,” papar Pater Sardi.  Pater Arrupe juga merupakan contoh orang yang setia kepada Gereja. Ia berjuang lewat Serikat Jesus, kepemimpinannya, tulisan-tulisannya, bersama tarekat-tarekat religius yang lain mengobarkan semangat pembaharuan Konsili Vatikan II yang kala itu belum selesai dan terus berjalan. “Selama 50 tahun ini pun terus diperjuangkan dan kita punya patron orang yang berjuang sampai habis,” tegas Pater Sardi. Tentang kepemimpinan Pater Arrupe, Pater Sardi meringkasnya sebagai “orang yang memimpin bersama dengan yang lain”. “Integritas pribadinya luar biasa, tapi corak kepemimpinannya diwarnai kesadaran bahwa dia tidak bisa sendirian tapi bersama yang lain. Jadi, kepemimpinannya disebut kepemimpinan dalam doa, diskresi, dan konsultasi,” urai Pater Sardi sembari menambahkan bahwa hal tersebut inspiratif untuk zaman ini. Pada pengujung webinar, Pater Antonius Sumarwan, S.J. (Pemimpin Redaksi Majalah ROHANI) men-sharing-kan inspirasi yang ia petik, yaitu doa ketika Pater Arrupe sudah stroke. Pater Marwan teringat pada tahun 2015, ayahnya terkena stroke. “Bapak saya awalnya sangat aktif, tidak mau dilayani orang lain. Saat menderita stroke, dia sangat shocked. Dalam situasi itu saya merasa doa dari Pedro Arrupe dapat memberikan inspirasi dan harapan saya kepada Bapak. Tidak apa-apa menyerahkan diri kepada orang lain. Pesan dari doa itu ‘kan berada dalam tangan Tuhan,” ungkap Pater Marwan. Pater Marwan pun mendorong sang ayah untuk mendoakan doa Pater Arrupe dan tetap berada di dalam tangan Tuhan. Pada saat yang sama, Pater Marwan juga belajar, seperti Pedro Arrupe, ia juga ingin berada di dalam tangan Tuhan. “Dari sini saya berharap dari hari ke hari saya bisa terus berada di dalam tangan Tuhan dan merasakan dalam segala yang saya lakukan inisiatifnya bukan semata-mata dari diri saya sendiri, tapi terutama dari Tuhan,” pungkas Pater Marwan. Kontributor : Willy Putranta – BASIS

Provindo

Webinar Indonesianisasi – Ruwetnya Identitas Jesuit Indonesia

Indonesianisasi berarti mencari ekspresi imaniah dalam way-of-life Indonesia. Demikian pandangan dari Kardinal Darmoyuwono yang dikemukakannya dalam majalah Tempo (20 Oktober 1973) ketika merefleksikan topik bernama “Indonesianisasi.” Di tengah berbagai situasi yang berkembang saat itu, periode tahun 1960-1970 merupakan periode di mana Gereja Katolik Indonesia sedang menggeliat. Dalam hal ini, Gereja Indonesia dan Provindo mencita-citakan komunitas umat beriman yang bercita-rasa Indonesia.  Minggu malam, 20 Februari 2022, rangkaian webinar 50 tahun Provindo kembali hadir dengan topik Indonesianisasi-Ruwetnya identitas Jesuit Indonesia. Webinar tersebut didasarkan pada studi yang dilakukan beberapa Jesuit muda, yakni Pater Suryanto Hadi, fr. Craver Swandono, fr. Andre Mantiri, dan fr Lambertus Alfred. Dengan moderator Claudia Rosari Dewi, seorang muda pegiat spiritualitas Ignatian, pemaparan hasil studi dilakukan secara padat. Pemaparan itu kemudian dibingkai dengan pandangan dan refleksi dari Pater C. Putranto sebagai penanggap. Sesi tanya jawab pun menjadi hidup ketika Pater Provinsial menyediakan diri untuk menanggapi pertanyaan dari peserta yang hadir.  Tidak dapat disangkal bahwa dinamika Indonesianisasi adalah bagian dari sejarah Provindo. Melalui webinar tersebut, kita disadarkan bahwa benih-benih Indonesianisasi sebenarnya sudah muncul sejak pendirian novisiat S.J. di Indonesia tahun 1922. Sejak itulah dinamika Indonesianisasi terus berkembang. Seiring berjalannya waktu, beberapa figur memberikan pandangan tentang Indonesianisasi. Gesekan karena perbedaan pandangan pun pernah memperkaya dinamika Indonesianisasi. Misalnya tentang peran Jesuit “asing” dan Jesuit “pribumi.” Di tengah gejolak dinamika yang ada, momen-momen rekonsiliasi menjadi oase yang menyejukkan. Ruwetnya identitas Jesuit Indonesia adalah bahasa marketing yang digagas panitia dalam  promosi webinar. Mungkin saja, bahasa marketing itulah yang kemudian menarik sekitar 145 akun peserta untuk hadir dalam ruang daring Zoom. Selain para Jesuit, hadir pula beberapa kolabolator awam, para pemerhati Serikat, dan para pencinta spiritualitas Ignatian. Maka muncul pertanyaan, apakah memang identitas Jesuit Indonesia ruwet? Ada pro dan kontra. Yang jelas, dalam webinar disadari bahwa Indonesianisasi ternyata memiliki banyak dimensi. Mulai dari dimensi personalia Gereja, dimensi budaya, hingga dimensi teologi. Hadirnya berbagai dimensi tersebut mungkin menjadikan Indonesianisasi menjadi terkesan ruwet.  Kita patut bersyukur bahwa Provindo memiliki pengalaman Indonesianisasi. Sebuah pengalaman yang pada akhirnya berbuah, membentuk identitas, dan semoga menjadi puncta refleksi tentang apa artinya menjadi Jesuit Indonesia.   Kontributor : Andre Mantiri S.J. – Skolastik Teologan Kolsani