Pilgrims of Christ’s Mission

April 5, 2021

Pelayanan Gereja

Menggali Makna Keburukan: Sabtu Suci Gereja HSPMTB Paroki Tangerang

Setiap kejadian memiliki arti yang berbeda-beda dan ini berlaku juga untuk memaknai suatu keburukan. Itu sebabnya dosa dapat membawa berkah, dan pandemi dapat memberi hidayah. Romo Walterus Teguh Santosa SJ, sebagai Romo kepala Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB) mengajak umatnya untuk dapat memaknai arti dari suatu peristiwa kurang mengenakan. Pastor Teguh menyampaikan itu dalam pesan paskah 2021,  pada misa Sabtu Vigili, Sabtu (03/04/21) di Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB), Paroki Tangerang. “Paskah tahun ini kita diajak untuk dapat memaknai hidup,” tegas Rm Teguh. Menurut Rm Teguh, berbagai peristiwa dapat memberi pelajaran dan menjadi pendalaman spiritualitas bagi seseorang.  Dosa Bawa Berkah Mungkin hal ini akan mengejutkan banyak orang. Kenyataannya, dosa yang selama ini digaungkan membawa kesengsaraan ternyata memiliki sisi positif. Tanpa kita sadari, dosa dapat menyumbang kontribusi besar dalam karya penyelamatan Tuhan atas manusia. “Dosa Adam dapat disyukuri karena melalui dosa itu, kita memperoleh Kristus. Sungguh mujur kesalahan itu sebab memberi kita seorang Penebus. Kita diajak untuk melihat pengalaman buruk tak selalu berakhir dengan hukuman,” ungkap Romo Teguh. Beliau juga menambahkan bahwa pengalaman buruk pun terkadang menjadi pintu bagi Rahmat Tuhan. “Melalui dosa Adam, manusia sebetulnya telah tereliminasi dari firdaus, tetapi karena karya penebusan Tuhan yang kreatif, maka dapat mengatasi segala kelemahan sehingga manusia dipulihkan. Kita tidak bisa mendikte Tuhan harus begini atau begitu. Tuhan itu out of the box melakukan hal yang kita tidak pikirkan,” tandasnya.  Pandemi Memberi Hidayah Pandemi Covid-19 telah menimbulkan krisis di pelbagai lini kehidupan, mulai dari kesehatan, ekonomi, hingga masalah di tingkat keluarga. Namun, pernahkah terpikir kondisi ini memiliki sisi “guna”? Menurut Rm. Teguh ada beberapa hal dapat dipetik dari pandemi Covid-19. “Pandemi mendidik manusia menjadi pribadi yang tangguh dan tegar. Kita juga diundang untuk selalu mencari hal-hal kreatif seperti Allah kita yang maha kreatif. Kita juga diundang untuk melihat kebaruan-kebaruan yang tidak melulu apa yang dipikirkan secara logis manusia,” jelasnya. Rm. Teguh pun menambahkan, pandemi dapat memperlihatkan ketidakberdayaan manusia. “Sebelum pandemi, persiapan misa harian cukup dilakukan sedikit orang. Namun, saat pandemi berlangsung, misa harus melibatkan banyak orang agar dapat terselenggara dengan baik. Hal ini mengajarkan bahwa kita tidak bisa mengatasi masalah yang besar ini seorang diri. Karenanya kita sebagai komunitas memiliki tanggung jawab dan peran yang sama,” tegasnya.* (Ario)

Pelayanan Gereja

Beda Pola Pikir: Minggu Palma Gereja Stasi St. Maria Assumpta Glodogan

“Apa perbedaan antara perayaan Minggu Palma di masa pandemi dengan masa normal?” Jelas sangat berbeda! Saya dapat menyaksikannya yang terjadi di gereja Stasi Maria Assumpta, Glodogan tahun ini.  Pertama, selama pekan suci pelaksanaan Misa dilaksanakan dengan 2 gelombang. Ini dilakukan agar jumlah umat yang hadir tetap menaati prokes. Hanya setengah dari kapasitas biasanya. Tidak ada lagi penambahan tenda di luar gereja. Kedua, tidak ada lagi perarakan Minggu Palma dari luar gereja. Tentu saja, tidak ada lagi Pastur menunggang kuda dari titik awal perarakan menuju gereja.  Namun, bagi saya itu tidak jadi soal yang krusial. “Toh, itu hanya sebatas ritual. Sebab kadangkala bila ritual tidak dipahami secara mendalam, tidak mampu menyentuh sisi spiritual diriku,” begitu kilahku dalam hati. “Bukan berarti saya mengabaikan soal ritual, tetapi ritual perlu diimbangi adanya upaya menemukan sisi spiritualnya,” tambahku menyikapi perayaan Minggu Palma di gereja stasiku tahun ini. “Apa makna Minggu Palma tahun ini? Apa penemuan terbaruku dibandingkan perayaan Minggu Palma tahun-tahun sebelumnya?” Itulah dua pertanyaan yang saya coba jawab. Dan inilah jawabannya.  Beda pola pikir. Ya, Bangsa Israel –termasuk dalam hal ini, para Murid Yesus kala itu- terjadi perbedaan pola pikir dalam memaknai ajakan Yesus memasuki pusat kota Bangsa Israel, Yerusalem. Mereka berpikir, “Yes… Penantian panjang kita, akhirnya jadi kenyataan segera. Sang pembebas Bangsa Israel yang sudah dinubuatkan oleh para nabi ratusan tahun sebelumnya akan segera terlaksana. Bangsa pilihan Allah memiliki raja yang sangat hebat. Bisa menyembuhkan berbagai penyakit, penuh kuasa mengusir kuasa jahat, bahkan membangkitkan orang yang sudah meninggal. Kita akan kembali menjadi bangsa yang disegani oleh para musuh. Tidak lagi jadi bangsa inferior yang dijajah oleh bangsa lain. Mesias bagi bangsa kita sudah datang. Kita akan segera terbebas dari belenggu penjajah dari Bangsa Romawi”. Mereka mengelu-elukan kedatangan raja “versi” pola pikir mereka. Mereka memuja-Nya, dengan harapan versi mereka. Dan kita tahu ending cerita sejarah yang terjadi. Cuma hitungan hari raja mereka ternyata wafat di kayu salib.  Ternyata, pola pikir mereka berbeda. Bahkan bertolak belakang dengan pola pikir Tuhan.  Bukankah itu juga gambaran diri kita? Seringkali kita memahami Tuhan dan kehendak-Nya dengan sudut pandang versi diri kita. Bukannya menyelaraskan dan mencari tahu bagaimana pola pikir Tuhan. Semoga Minggu Palma tahun ini dapat membawa kesadaran kita agar menyelaraskan pola pikir kita kepada Tuhan. Bukan sebaliknya, atau bahkan memaksakan pola pikir kita kepada Tuhan. (Master Lilikz, seorang umat di Glodogan).

Karya Pendidikan

“Thinking Differently, Serve Lovely”Live In Ekskursi SMA Kolese Loyola

Seorang pejuang pembaharu dunia hendaknya memiliki kematangan dan keluasan pandangan sosial. Secara emosional para pejuang harus mampu melihat suatu masalah secara utuh dan memiliki kontrol yang baik dalam mengendalikan kondisi yang kritis. Akan tetapi dalam pembelajaran online, bagaimana implementasi formasi pendidikan karakter di Kolese Jesuit bagi para siswi-siswa? Dari latar belakang inilah, SMA Kolese Loyola membuat inovasi, agar formasi pendidikan karakter tetap dapat dilakukan dan tetap memperhatikan protokol kesehatan demi kesejahteraan bersama. Maka diselenggarakanlah dua kegiatan dalam format daring, yaitu: (1) Live in daring bagi kelas X dengan tema “Think Different”; dan (2) Ekskursi daring bagi kelas XI dengan tema “Melayani dengan kasih”. Dalam konteks live in daring, tema “Think Different”  merupakan salah satu terjemahan dari semangat Ignasian  untuk senantiasa memiliki keluasan pengetahuan dan menjadi berkat bagi sesama. Think different dimaknai sebagai usaha mencari kedalaman pengetahuan, sehingga menjadi sumber kebahagiaan bagi sesama. Kebahagiaan dalam arti memberi semangat baru, melalui kehadiran kita di tengah-tengah keluarga. Live in daring  ini mengajak para siswa menyelami potensi keluarga mereka, di mana keluarga menjadi tempat tumbuhnya kebiasaan-kebiasan, nilai-nilai agama, penalaran berpikir dan intuisi dari seorang anak. Siswa akan menemukan banyak informasi dari keluarga yang sifatnya tidak tertulis namun diyakini kebenarannya. Selain itu, siswa diharapkan juga bisa menemukan banyak pengalaman penggunaan panca indera sebagai penumbuh potensi anggota keluarga. Live in daring diselenggarakan selama lima hari. Alur hari pertama mengambil tema Healthy Family. Para siswa diajak untuk mencari data tentang kesehatan keluarga, pola hidup, pola makan, dan kebiasaan hidup sehat keluarga. Upaya mencari data hidup sehat dan merancang proyek hidup sehat yang kontekstual bersama keluarga, misalnya: makan bersama empat sehat lima sempurna, rekreasi bersama, cerita bersama, atau olahraga. Hari kedua Best Family Vocation menjadi fokus bersama dan diimplementasikan dalam ragam bentuk kegiatan seperti: para siswa mengikuti pekerjaan orang tua, mencari data terkait pekerjaan orang tua dan latar belakang keluarga, pendidikan, hingga rintisan karir.  Hari ketiga, tema Fire God diarahkan agar para siswa  mencari data agama, kepercayaan, atau spiritualitas keluarga yang menjadi kekhasan dari keluarga. Mengapa keluarga memilih agama atau kepercayaan tertentu, dan bagaimana keluarga membangun toleransi dengan keluarga yang berbeda. Sebagai aksi nyata, para siswa merancang sebuah proyek kegiatan rohani bersama keluarga. Hari keempat mengangkat tema Paradise Family. Para siswa didampingi untuk melihat apa yang sedang diharapkan atau dibutuhkan ada dalam keluarga. Lalu mereka membuat sebuah rancangan perwujudan dalam sebuah desain kegiatan tertulis dengan dua tujuan, yaitu: mempererat relasi antar anggota keluarga dan membuat salah satu sudut ruangan menjadi lebih nyaman bagi keluarga. Umumnya membuat candle light dinner, cooking challenge, tik tok family, mendesain ulang ruang tamu, mendesain ulang ruang makan, mendesain ulang ruang garasi. Puncak live in daring ditutup dengan “Niatan Konstruktif” dengan tujuan mencari bentuk kebiasaan positif yang bisa dilatihkan dalam kegiatan harian di keluarga, lalu disatukan dengan perayaan Ekaristi bersama. Kegiatan kedua ialah Ekskursi daring bagi para siswi-siswa kelas XI. Ekskursi tahun 2021 kali ini dilakukan di rumah masing-masing, dan kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan Rekoleksi Kelas XI yang dilakukan pada bulan Maret 2021. Fokus dari kegiatan Rekoleksi Kelas XIrekoleksi kelas XI adalah pengembangan diri bersama anggota komunitas kelas, sedangkan fokus kegiatan ekskursi ialah melakukan aksi nyata kepada orang lain yang membutuhkan di luar komunitas kelas dan di luar SMA Kolese Loyola. Kegiatan ekskursi sangat penting untuk pengembangan nilai compassion siswi-siswa kepada sesama. Mereka dihadapkan pada realita kehidupan yang mungkin belum pernah dijumpai dalam rutinitas harian. Mereka diharapkan akan menjadi semakin peka dengan penderitaan orang lain, dan akhirnya mereka diharapkan melakukan aksi nyata sesuai dengan karakter kelasnya masing-masing. Aksi yang dilakukan adalah hasil diskusi dan diskresi dari komunitas kelas bersama wali kelasnya, sehingga setiap kelas memiliki dinamika yang berbeda-beda.  Dari kegiatan Live in daring kelas X dan Ekskursi kelas XI, para siswa dan orang tua yang terlibat sungguh merasakan kehadiran dan karya Allah yang menyertai dan melindungi mereka di tengah segala keraguan dan ketakutan di masa pandemi. Bagaimana mengenali jejak-jejak karya Allah, bekerja dengan mengikuti cara Allah, dan bersama dengan banyak orang yang berkehendak baik. St. Ignatius Loyola menyebutkan dalam Latihan Rohani bahwa cinta harus lebih diwujudkan dalam tindakan nyata daripada dalam ungkapan kata-kata. Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium mengatakan bahwa kita perlu memperdalam dan memperluas cara pandang kita, menempatkan iman, keadilan dan solidaritas dengan yang miskin, serta tersingkir sebagai unsur sentral dari perutusan kita mengenai rekonsiliasi. Semoga kegiatan Live in daring dan Ekskursi ini mampu mengobarkan semangat mereka untuk menjadi saluran berkat untuk sesama, to be “Men and Women for and with others”. AMDG Kontributor: Pak Kriswan dan Pak Anton – SMA Kolese Loyola

Pelayanan Masyarakat

Lokakarya Daring: Pengembangan Pelayanan Pastoral Integral Berdasarkan Inspirasi Ensiklik “Fratelli Tutti”

“Ecclesia semper reformanda est” mencanangkan bahwa “Gereja selalu memperbarui diri”. Semboyan ini pantas kita hayati dengan mengikuti perkembangan zaman seperti diserukan oleh Bapa Suci Fransiskus melalui Ensiklik “Fratelli Tutti” tentang persaudaraan dan persahabatan sosial, yang diumumkan pada 4 Oktober 2020. Ensiklik bertujuan untuk mendorong keinginan akan persaudaraan dan persahabatan sosial. Ensiklik yang dilatarbelakangi wabah Covid-19 menyadarkan kita bahwa “tak seorang pun bisa menghadapi hidup sendirian.” Dengan Lokakarya ini, Pusat Pastoral Yogyakarta ingin mengembangkan pelayan pastoral integral berdasarkan inspirasi ensiklik “Fratelli Tutti.” Pertama-tama, kita sebagai pelayan pastoral mendalami makna ensiklik ini. Kemudian kita mencari hal-hal praktis yang dapat kita laksanakan dalam pelayanan pastoral di tengah umat dan masyarakat. Dengan berlokakarya, kita (pastor, dewan pastoral/paroki/wilayah/lingkungan, katekis, prodiakon, aktivis paroki/jemaat serta tokoh awam dan para pelayan pastoral yang lain) belajar bersama untuk memperoleh semangat baru yang bersumber dari ensiklik “Fratelli Tutti” dan mewujudkan secara integral dalam mengembangkan tugas-tugas pewartaan, pengudusan, persekutuan, pelayanan dan kesaksian Gereja di tengah masyarakat dan bangsa. Lokakarya Pastoral Integral ini diikuti oleh 61 peserta, dengan asal peserta dari kota Padang, Bandung, Jakarta, Bogor, Surabaya, Malang, Solo, Bali, Banjarmasin, Manado, Maumere dan Sentani. 59 orang diantaranya berasal dari Gereja Katolik, dan 2 orang dari Gereja Kristen. Komposisi peserta adalah 19 Laki-laki dan 42 Perempuan. Keterlibatan awam dan tarekat dalam acara ini dapat terlihat dengan komposisi 28 awam peserta, 7 Imam (Diosesan Keuskupan Bandung, Diosesan Keuskupan Surabaya, Diosesan Keuskupan Agung Semarang, Serikat Jesus, dan Serikat Xaverian), 20 Biarawati (OSF dan OSU), 5 Frater dari Bunda Hati Kudus Maumere dan 1 Pendeta. Lokakarya ini dilaksanakan dalam 3x pertemuan selama bulan Februari 2021 secara virtual melalui Zoom Meeting dengan durasi 120 menit. Pada pertemuan pertama (2 Februari 2021) peserta diajak untuk memahami pesan-pesan pokok ensiklik Fratelli Tutti bersama Rm. Nikolas Kristiyanto,SJ, kemudian model pengembangan pastoral integral yang disampaikan oleh Rm. J.B. Mardikartono,SJ dan peserta diajak membaca secara Sapiential Reading bersama Rm. A. Priyono Marwan,SJ. Selama 2 pekan, peserta dibagi 2 kelompok dengan masing-masing pendamping (Rm. J.B. Mardikartono, SJ dan Rm. A. Priyono Marwan,SJ). Di samping tiga pertemuan terjadwal, para peserta diberi kesempatan untuk bimbingan secara pribadi dan kelompok dengan jadwal yang disediakan. Peserta diajak untuk membuat catatan mengenai Spirit (gagasan, pandangan, dan inspirasi yang mencerahkan pikiran dan menggerakkan akal budi), Corde (gerak-gerak hati yang muncul dan dialami secara pribadi: kegembiraan, harapan, semangat, kesedihan, ketakutan, kecemasan dan sebagainya) dan Practice (perbuatan-perbuatan apa yang muncul di hati dan budi dari Spirit dan Corde yang dialami dari bacaan tersebut). Pertemuan kedua dan ketiga diisi dengan sharing dari peserta mengenai Spirit, Corde dan Practice dan tentunya kegiatan bersama yang telah direncanakan. Dari Lokakarya Pastoral Integral ini, para peserta diharapkan mendapat pemahaman mengenai pendekatan pastoral integral, membaca secara bijaksana dan cerdas (Sapiential Reading), pemahaman baru mengenai bagaimana membangun relasi dengan sesama, membuat perencanaan pelayanan di masa pandemi, serta mampu menggugah peserta untuk turut melihat kembali situasi yang dihadapi dan diajak untuk mencari solusi yang tepat Kontributor: Theresa Sadhati – Pusat Pastoral Yogyakarta