Pilgrims of Christ’s Mission

serikat yesus

Penjelajahan dengan Orang Muda

Kunjungan ke Pesantren Ahmadiyah

Pada Sabtu, 18 Januari 2025, perwakilan frater dari Kolese Hermanum melakukan kunjungan ke Kampus Mubarok yang berlokasi di daerah Parung, Jawa Barat. Kampus Mubarok merupakan pusat Ahmadiyah Indonesia sekaligus “seminari” para calon imam Ahmadiyah di Indonesia. Ada 15 frater dari berbagai negara, ditemani oleh Pater Guido Chrisna, S.J. dan Pak Buddhy Munawar, seorang dosen Islamologi di STF Driyarkara, yang berkunjung ke komunitas Ahmadiyah. Kunjungan ini dimaksudkan agar para frater dapat semakin mengenal Komunitas Ahmadiyah dan pada akhirnya semakin mampu membangun dialog antaragama dengan mendalam.   Kunjungan kami ini disambut oleh Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia (pimpinan Ahmadiyah Indonesia), Maulana Mirajuddin Sahid. Dalam seremoni pembukaan kunjungan ini, Amir Nasional berpesan untuk selalu mengusahakan dialog dengan berbagai pihak agar dapat menciptakan kerukunan di tengah masyarakat. Setelah seremoni pembukaan tersebut, kami diajak untuk mengenal sejarah dan spiritualitas komunitas Ahmadiyah di sebuah gedung yang mereka sebut sebagai Peace Center. Ketika memasuki Peace Center kami diperlihatkan foto-foto para pemimpin agama di dunia (termasuk Paus Fransiskus), pendiri Komunitas Ahmadiyah dan para penerusnya, tokoh-tokoh nasional Indonesia yang merupakan bagian dari Komunitas Ahmadiyah dan karya-karya pelayanan Ahmadiyah di Indonesia. Komunitas Ahmadiyah menjadi komunitas yang sering “dipinggirkan” karena keyakinan mereka yang berbeda dari arus utama, terutama mengenai paham mesias dan nabi dari keyakinan umat Islam pada umumnya. Komunitas ini didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad pada abad ke-19 di India. Ahmadiyah percaya bahwa Kedatangan Kedua Sang Mesias telah terjadi, dan bahwa Mesias yang Dijanjikan adalah pendiri mereka sendiri. Meskipun sebagian besar keyakinan mereka mirip dengan agama Islam pada umumnya, penafsiran mereka tentang peran Mesias menjadi titik perbedaan yang kontroversial. Akibatnya, mereka sering dianggap sebagai non-Muslim. Bahkan Pusat komunitas Ahmadiyah dipindahkan dari Pakistan ke London demi alasan keamanan. Kepemimpinan Mirza Ghulam Ahmad diteruskan oleh para penerusnya dan bergelar Khalifatul Masih. Sekarang, Komunitas Ahmadiyah dipimpin oleh Khalifatul Masih V yang bernama asli Hazrat Mirza Masroor Ahmad. Khalifatul Masih V selalu menyerukan mengenai perdamaian dan cinta kasih dalam khotbah-khotbahnya. Love for all, hatred for none. Itulah motto dari Komunitas Ahmadiyah yang selalu dibawa dan ditunjukkan oleh Khalifatul Masih V dalam setiap khotbahnya.   Setelah berkenalan dengan sejarah dan iman mereka, para frater diajak berdinamika bersama para “seminaris” Ahmadiyah. Para mahasiswa di Kampus Mubarok ini tinggal dalam sebuah asrama besar dan tidur bersama di sebuah barak besar. Mereka tidak boleh mengakses internet dan menggunakan ponsel. Mereka bahkan juga mengalami “peregrinasi” selama tiga hari. Cara hidup ini sepintas mirip kehidupan di seminari pada umumnya.   Setelah lulus dari SMA, para calon imam Ahmadiyah menjalani pendidikan di Kampus Mubarok selama tujuh tahun. Setelah tujuh tahun, mereka akan “ditahbiskan” menjadi imam Ahmadiyah dan menerima perutusan langsung dari Khalifatul Masih, pimpinan tertinggi komunitas Ahmadiyah. Segala perpindahan tugas perutusan harus berdasarkan keputusan Khalifatul Masih dengan rekomendasi dari pimpinan nasional Ahmadiyah suatu negara. Secara tidak langsung, sistem hierarki yang dipakai oleh komunitas Ahmadiyah tidak jauh berbeda dengan hierarki Gereja Katolik. Komunitas Ahmadiyah memiliki pemimpin umum yang disebut Khalifatul Masih. Cara mereka mengutus para imamnya juga terkesan mirip dengan model Gereja Katolik dalam perutusan para imamnya. Belum lagi, proses formasi para calon imam Ahmadiyah juga mirip dengan formasi para calon imam Katolik.   Kemiripan dalam hal-hal teknis dan juga nilai kasih yang mereka junjung tinggi meneguhkan kami. Kunjungan kami ke pesantren Ahmadiyah ini semakin meneguhkan kami untuk berusaha berjejaring dan berkolaborasi dengan semua pihak dalam menciptakan bonum commune di dalam masyarakat. Memang apa yang kami imani tentu saja berbeda dengan mereka. Akan tetapi, kami dan mereka memiliki kesamaan visi dan nilai yang sama-sama dijunjung tinggi, baik oleh Gereja Katolik maupun oleh Ahmadiyah sendiri: mengasihi sesama dan mewujudkan kedamaian di dunia. Kunjungan ini ditutup dengan olahraga bersama dengan para “seminaris” Ahmadiyah. Kami bermain sepak bola untuk menutup kunjungan yang penuh makna ini.   Kontributor:Fr. Feliks Erasmus Arga, S.J. dan Fr. Aman Aslam, S.J.

Provindo

Pentakhtaan Relikui St. Ignatius Loyola dan Pemberkatan Gedung Pastoral St. Paulus – Paroki St. Ignatius Loyola, Semplak, Bogor

“Dengan diterimanya relikui ini, kami berharap Paroki Santo Ignatius Loyola semakin diperkaya oleh semangat Ignatius. Kehadiran relikui ini bukan hanya lambang, tapi juga pengingat akan panggilan untuk hidup kudus, melayani dengan cinta tanpa batas, dan menghidupi semangat ‘Magis’ dalam memberikan yang terbaik bagi Allah dan sesama. Semoga seluruh umat paroki terinspirasi oleh teladan Santo Ignatius Loyola untuk terus bertumbuh dalam iman, harapan, dan kasih. Semangat Ad Maiorem Dei Gloriam, demi kemuliaan Allah yang lebih besar, kiranya menjadi pegangan dalam setiap karya dan doa. Kami percaya bahwa dengan menghormati dan dengan perantaraan Santo Ignatius, paroki ini akan semakin diberdayakan untuk hidup dalam terang Injil.“   Pesan harapan itu menjadi penutup surat penyerahan relikui Santo Ignatius Loyola yang dibacakan oleh Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. dalam perayaan Ekaristi di Gereja Santo Ignatius Loyola, Semplak – Bogor pada Sabtu, 25 Januari 2025. Usai pembacaan surat, relikui berupa potongan jubah Santo Ignatius Loyola ditakhtakan di altar dengan iringan lagu Amare et Servire (Mencintai dan Melayani).   Umat Paroki Semplak tidak hanya bersukacita atas anugerah penyerahan relikui, tetapi juga bersyukur atas pemberkatan dan peresmian Gedung Pastoral Santo Paulus. Tak hanya itu, umat sekaligus bersukacita atas ulang tahun ke-61 RD. Antonius Dwi Haryanto (Romo Anton) yang sejak tahun 2017 menjadi Pastor Kepala Paroki Semplak. Sukacita-sukacita ini dirayakan dalam Ekaristi yang dipimpin secara konselebrasi oleh Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM (Uskup Keuskupan Sufragan Bogor), Mgr. Christophorus Tri Harsono (Uskup Keuskupan Sufragan Purwokerto), RD. Kol (Sus.) Yoseph Maria Marcelinus Bintoro (Wakil Uskup umat Katolik di lingkungan TNI dan POLRI), Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. (Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia), RD. Antonius Dwi Haryanto (Pastor Paroki Semplak saat ini), dan RD. Ridwan Amo (Pastor Paroki Semplak yang pertama).   Mgr. Paskalis merefleksikan pertobatan Santo Paulus dalam homilinya. Tuhan mengambil inisiatif memanggil manusia untuk berkarya bersama Dia, bahkan hingga saat ini. Ia mengambil tindakan untuk mempertobatkan Saulus, seseorang yang bersemangat menghancurkan pengikut Yesus. Tuhan lalu mengubahnya menjadi misionaris agung yang memberitakan Yesus kemana pun ia pergi. Mgr. Paskalis juga mengambil contoh Mgr. Tri Harsono yang lahir dari rahim paroki Semplak dalam keluarga Komando Pasukan Gerak Cepat Angkatan Udara. Mgr. Tri dipilih Tuhan untuk berkarya memberitakan nama Tuhan dengan menjadi uskup Purwokerto. Mgr Paskalis mengajak umat Semplak, yang memilih St. Ignatius Loyola sebagai pelindungnya, untuk mengikuti Kristus dengan cara Santo Ignatius: memiliki ketaatan total pada Gereja Katolik apapun keadaannya.    Dalam kata sambutannya, Romo Anton berterima kasih kepada seluruh pihak, baik dari Keuskupan Bogor, Pangkalan Udara TNI-AU, dan seluruh umat yang telah terlibat dalam dinamika perjalanan pembangunan paroki ini. “Semua sukacita ini terjadi karena rahmat dan kasih Tuhan yang sangat luar biasa.”   Romo Anton secara khusus berterima kasih kepada Pater Benny dan Pater Windar dari Provinsialat Serikat Jesus Provinsi Indonesia atas anugerah relikui yang diberikan kepada umat paroki Semplak. Ini tak lepas dari orang-orang yang mencintai Santo Ignatius, khususnya pasutri Antonius Imam Toni dan Retno yang telah sekian lama mencari relikui ini dan berhasil mendapatkannya dari Provinsialat Serikat Jesus.   Selayang Pandang Paroki St. Ignatius Loyola, Semplak – Bogor Paroki Semplak adalah bagian dari Keuskupan Sufragan Bogor yang memiliki keunikan tersendiri. Terletak di kawasan Pangkalan Udara (Lanud) Atang Sendjaja, paroki ini tergolong paroki muda karena baru dikukuhkan pada 1 Agustus 2015 setelah sebelumnya menjadi bagian dari karya pelayanan Paroki Katedral Bogor. Komunitas umat Katolik Semplak mulai terorganisasi pada tahun 1964. Kemudian pada tahun 1977 umat Katolik dan Protestan mendapatkan fasilitas gereja oikumene dari pimpinan Pangkalan Udara. Gedung gereja tersebut kemudian difungsikan sebagai kapel Santo Petrus oleh umat Katolik dan menjadi gereja Sola Gratia bagi umat Protestan. Meskipun berdiri di tanah milik TNI AU, umat Katolik Semplak tak hanya berasal dari kalangan kategorial TNI AU tapi juga umat non militer yang tinggal di luar kompleks Pangkalan Udara.   Pertambahan jumlah umat di wilayah St. Petrus Semplak sangat menggembirakan, hingga pada tahun 2005 pengurus wilayah mengajukan pembangunan gereja Katolik kepada Komandan Pangkalan Udara dan disetujui oleh Kepala Staff Angkatan Udara Republik Indonesia. Tanggal 8 September 2006 adalah hari yang sangat bersejarah karena wilayah Semplak dinaikkan statusnya menjadi stasi. Pada hari itu pula, gereja baru diberkati oleh Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM dan diresmikan oleh komandan pangkalan udara Atang Sendjaja, Marsekal Pertama Ignatius Basuki, yang nama baptisnya menjadi inspirasi bagi penamaan paroki Semplak.    Mengutip sambutan Pater Benny, nama Ignatius Loyola adalah nama yang amat tepat bagi paroki yang berlokasi di lingkungan militer ini. Santo Ignatius awalnya adalah seorang prajurit dengan ambisi yang luar biasa. Namun setelah cita-citanya pupus akibat terkena mortir pada pertempuran di Pamplona, ambisi besarnya diserahkan pada apa yang dikehendaki Allah. “Apapun yang aku lakukan adalah demi besarnya kemuliaan Tuhan.”   Pertumbuhan umat disertai juga dengan kebutuhan bangunan untuk memfasilitasi kegiatannya. Dirasa perlu juga untuk membangun pastoran yang dapat ditinggali oleh lebih dari satu orang pastor. Oleh karena itu, sejak tahun 2019 mulai dibentuk panitia pembangunan sarana pastoral, meski pelaksanaan pembangunannya baru bisa terlaksana pada Januari 2024 setelah terbit izin dari Pangkalan TNI AU. Penantian panjang umat paroki Semplak berakhir indah dengan pemberkatan dan peresmian gedung pastoral pada pesta pertobatan Santo Paulus, 25 Januari 2025.   Semoga kehadiran relikui Santo Ignatius Loyola dan peresmian gedung pastoral Santo Paulus semakin menambah semangat kerohanian dan memperkuat iman umat paroki Semplak.   Kontributor: Ignatia Marina

Tahbisan

Tahbisan Diakon 2025: Hendaklah Kamu Murah Hati

Sebelas frater dari berbagai keuskupan dan kongregasi menerima tahbisan diakon dari tangan Bapa Uskup Mgr. Rubiyatmoko pada Perayaan Ekaristi yang diselenggarakan di Kapel Seminari Tinggi St Paulus, Kentungan, 28 Januari 2025 pukul 10.00 WIB. Salah satu frater tertahbis berasal dari Serikat Jesus Provinsi Indonesia, yakni Fr. Jakobus Aditya Christie Manggala, S.J. Fr. Adit merupakan putera Paroki Babadan, Yogyakarta. Mgr Rubiyatmoko memimpin perayaan ini, didampingi oleh Romo Alexius Dwi Ariyanto, Pr selaku Rektor Seminari Tinggi St Paulus Kentungan dan Romo Barnabas Kara, OCD selaku Superior Rumah Teologan OCD St. Theresia Lisieux, Yogyakarta.   Tema tahbisan diakon kali ini adalah “Hendaklah kamu murah hati.” Murah hati seperti halnya Allah Bapa murah hati dan pribadi Yesus dalam karya pelayanan-Nya. Inspirasi tema ini berasal dari Lukas 6: 36. Dalam homilinya, Mgr. Ruby mengingatkan para calon diakon untuk menghidupi panggilannya dengan murah hati. Menurut Mgr. Ruby, ada tiga hal yang menjadi ciri pribadi yang murah hati, yaitu tulus, serius, dan total. Tulus: para diakon diharapkan mampu menjalankan pelayanannya dengan tulus, sepenuh hati, tanpa pamrih, serta mengutamakan kepentingan yang dilayani, bukan pertama-tama kepentingan diri sendiri. Serius: pelayanan hendaknya dilakukan dengan tekad dan niat untuk senantiasa serius, sungguh-sungguh, dipersiapkan dengan baik, dan mempersembahkannya kepada Tuhan. Total: harapannya, dalam pelayanan para diakon semakin rela mengorbankan dirinya sendiri, seperti Yesus yang berani untuk menyerahkan dirinya bagi kita yang dicintai-Nya.   Selanjutnya, para diakon tertahbis ini mendapat perutusan untuk melanjutkan tugas yang saat ini sedang mereka emban. Diakon Adit melanjutkan studi S2 Teologi dan Licensiat di Fakultas Teologi Wedabhakti Universitas Sanata Dharma.   Setelah Ekaristi, diakon Adit, keluarga, dan tamu undangan beramah tamah di Kolsani. Semoga para diakon tertahbis semakin bersukacita dalam tugas, perutusan, serta peran baru ini dan pada akhirnya mampu mewartakan sukacita itu bagi banyak orang.   Kontributor: Margareta Revita – Tim Komunikator Jesuit Indonesia

Pelayanan Gereja

Tidak Ada Salahnya Mencoba

SHARING ANAK MUDA DIDIKAN ALA PAROKI JESUIT Perkenalkan, nama saya adalah Alberta Pangestika Silvera Putri. Biasanya saya dipanggil Alberta atau Silvera. Selain aktif sebagai Lektor di Paroki St. Yusup Gedangan, saya juga merupakan seorang siswi kelas XII salah satu SMK di Semarang. Tulisan ini adalah sharing saya sebagai salah seorang anak muda yang mengalami didikan ala paroki yang dikelola Jesuit. Salah satu didikan yang saya alami adalah dalam hal kesiapsediaan dan kemauan berproses saat diberi tanggung jawab. Didikan itu sangat terasa ketika saya terlibat menjadi bagian dari kepanitiaan Lomba Baca Kitab Suci yang diselenggarakan oleh Tim Lektor Gereja St. Yusup Gedangan. Tepatnya saat itu saya menjadi Ketua Panitia.   Jalannya Acara Lomba Baca Kitab Suci ini sendiri berlangsung pada 8 Desember 2024. Dibuka oleh MC, serta diawali doa bersama, sambutan pendamping dan Ketua Panitia, lomba dijalani para peserta dengan begitu semangat dan antusias. Mulai dari anak-anak, remaja, orang muda, sampai orang tua menunjukkan kemampuan terbaik dari segi teknik vokal, penghayatan, dan penyampaian isi perikop yang dibacakan. Mereka maju bergantian sesuai kategori dan tata tertib yang sudah diterangkan panitia di awal acara. Penampilan mereka dinilai oleh Ibu Tessa dan Pak Widodo, dua Lektor senior yang pernah aktif di Gedangan, dibantu Romo Dodo, SJ sebagai salah satu Pendamping Lektor.   Dengan mengikuti lomba ini, para peserta ditanamkan rasa percaya diri dan keberanian tampil di depan umum. Para peserta dan penonton juga diajak menumbuhkan semangat membaca, merenungkan, dan mencintai Firman Tuhan, memperdalam iman, serta memupuk rasa persaudaraan satu sama lain. Menjadi Bagian dari Kepanitiaan Menjadi ketua atau koordinator suatu kepanitiaan sebenarnya bukan pengalaman pertama bagi saya. Baik ketika terlibat di Pendampingan Iman Anak (PIA) maupun di sekolah, saya pernah menjadi koordinator kegiatan. Akan tetapi, bagi saya, semua itu tidaklah seberapa menantang dibandingkan dengan menjadi Ketua Panitia Lomba Baca Kitab Suci kali ini.   Yang menjadikan Kepanitiaan kegiatan ini menantang adalah hubungan kami dengan pihak eksternal, bukan hanya internal tim Lektor Gedangan. Oleh karena itu, bagi saya, keseluruhan acara perlu dipikirkan secara matang. Jika perencanaan dan pelaksanaannya kurang matang atau detail, bisa jadi ada yang mengkritik kegiatan ini. Dengan kemungkinan menerima kritik itu pula, sebagai ketua, saya juga harus menyiapkan hati dan mental. Jadi, tanggung jawab yang diemban memang besar. Selain itu juga, terkadang saya yang masih belajar ini kewalahan dalam membagi waktu dengan beberapa tugas lain di luar Lektor.   Oleh karena itu, saya sadar bahwa mulai dari mempersiapkan hingga memastikan acara dapat berjalan dengan baik, semuanya membutuhkan kerja keras dan koordinasi dalam sebuah  Kepanitiaan. Sesekali, dalam proses persiapan itu memunculkan perbedaan pendapat dalam beberapa hal di antara kami, tapi semua itu bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik. Setiap orang menjalankan perannya masing-masing dan mendukung satu sama lain.   Perasaan saya pribadi campur aduk saat terlibat dalam kepanitiaan ini. Ada perasaan bangga karena diberi kesempatan untuk menjadi bagian dari kegiatan besar ini. Selain itu, kebanggaan pun muncul saat melihat para peserta tampil dengan optimal atau ketika penonton dan juri memberikan apresiasi atas kelancaran acara. Perasaan hangat dan haru juga muncul saat melihat kerelaan, semangat, dan kerja sama yang hebat antara sesama panitia. Rasa lelah seakan hilang saat melihat antusiasme dari semua pihak yang terlibat. Proses jatuh bangun yang dialami bersama juga membuat hubungan kami sebagai tim kepanitiaan semakin erat.   Dari teman-teman di dalam Kepanitiaan, saya belajar, terutama tentang pentingnya saling pengertian dan kerja sama. Momen lucu, jengkel, tegang, gugup, dan cemas dialami bersama sebagai satu-kesatuan Tim Kepanitiaan. Demikian pula, kebahagiaan dan rasa syukur menjadi milik kami bersama ketika acara berhasil berjalan dengan lancar.   Saya juga menjadi paham rasanya memikul tanggung jawab, yang menurut saya agak berat. Dari situ saya belajar untuk lebih percaya diri. Saya juga mengembangkan keutamaan dalam diri, yaitu berani mencoba hal-hal positif baru yang ditawarkan dalam hidup. Saya dididik untuk menyadari bahwa kegagalan mungkin bisa terjadi saat mencoba, tetapi kesempatan belum tentu datang untuk kedua kalinya. Walaupun agak takut untuk memulai dan mengakhiri semuanya, tetapi saya percaya, semua akan baik-baik saja saat selalu berserah kepada Tuhan. Bagi saya, pengalaman itu pembelajaran hidup yang sangat berharga dan  bisa membuat pemikiran saya menjadi lebih dewasa.   Saya juga bersyukur karena para Jesuit turut mendampingi saya sebagai anak muda. Bukan hanya soal bagaimana membawa diri di depan umat, saya juga belajar mengenai makna yang mendalam dari setiap tugas yang saya jalani. Para Jesuit selalu memberi nasihat yang sangat menyentuh dan membuat saya jadi paham apa arti melayani dengan hati. Nilai-nilai khas Jesuit yang diajarkan tidak hanya membantu saya berkembang sebagai bagian dari Lektor, tetapi juga mengubah cara pandang saya dalam banyak hal. Ada beberapa momen kecil saat pendampingan yang membuat saya berpikir, “Oh, iya ya, benar juga”. Selain itu, mereka juga selalu ada dan benar-benar mau mendengarkan ketika saya mencurahkan isi hati. Hal itu membuat saya sangat merasa didukung dan dipahami.   Penutup Bagi saya, berproses sebagai anak muda merupakan perjalanan hidup yang sangat bermakna. Saya bersyukur bisa belajar melalui berbagai sarana, mulai dari menjadi lektor sampai koordinator Lomba Baca Kitab Suci. Saya berharap pengalaman ini akan terus memberikan inspirasi dan motivasi dalam kehidupan saya ke depan. Saya juga terdorong untuk semakin mencintai dan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui Sabda-Nya yang hidup.   Selain itu, saya juga dapat belajar bahwa tidak ada salahnya mencoba apa yang sudah dimulai. Walaupun masih muda dan belum mempunyai banyak pengalaman, saya dididik untuk berusaha semaksimal mungkin yang saya bisa. Setidaknya, saya sudah berani bertanggung jawab dengan baik sampai akhir.   Kontributor: Alberta Pangestika Silvera Putri – Lektor Paroki St. Yusup Gedangan

Feature

Healing yang Cerdas dan Humanis

Dunia perkuliahan memang banyak lika-liku yang harus dilewati. Kesulitan dalam memahami suatu materi, kepadatan jadwal mengurus tugas-tugas, usaha lebih untuk aktif di organisasi dan kepanitiaan mewarnai dinamika anak kuliah zaman sekarang. Seringkali situasi ini dijadikan sekat untuk membatasi “ini urusanku” dan “itu urusanmu.” Di akhir pekan pun mungkin ada yang berpikiran untuk healing setelah sepekan sibuk dalam kuliah dan segala dinamikanya. Namun, apakah semua kondisinya begitu dan berjalan monoton tanpa ada hal bisa dimaknai? Tidak, di Komunitas Belajar Realino di Jombor, kami menemukan pengalaman healing berbeda yang membuat hari kami berarti sekaligus memberikan makna bagi sesama.   Kami melihat dan merasa terinspirasi bahwa masih ada orang-orang berdedikasi untuk anak-anak jalanan, kurang mampu, dan dalam kondisi yang terbatas di tengah hiruk-pikuk kesibukan yang harus dilaksanakan. Itulah yang kami lihat dari Realino SPM yang berisikan para relawan berdedikasi tinggi. Mereka setiap minggu hadir memberikan segala perhatian bagi teman-teman kecil di Jombor. Masing-masing relawan ini pasti memiliki kesibukan dan agenda. Meski demikian mereka tetap menyediakan ruang, tenaga, dan waktu membagikan kasih dengan cara yang menyenangkan.   Syukurlah kami, mahasiswa-mahasiswi Farmasi Universitas Sanata Dharma boleh ambil bagian di dalamnya pada Sabtu, 14 September 2024. Hari itu kami datang dengan segala kecemasan dalam pikiran dan hati kami mengenai materi dan dinamika yang akan disampaikan. Apakah akan bisa menarik dan ditangkap adik-adik di Jombor? Walaupun ada kekhawatiran tetapi muncul optimisme akan keberhasilan acara yang kami siapkan. Ternyata ketika dinamika berjalan, kami menemui bahwa adik-adik di sana adalah anak-anak yang asyik, cerdas, dan aktif menyambut permainan juga materi yang kami bawakan. Namun, bukan berarti semua berjalan lancar begitu saja. Tentu ada beberapa adik di sana dengan kondisi dan kecenderungan dirinya memilih asik sendiri. Beberapa lainnya sedikit enggan dalam momen-momen tertentu mengikuti apa yang telah kami rancang dan tuntun. Meskipun demikian, itu tidaklah menjadi soal besar karena kami tahu bahwa itulah fase anak-anak mengeksplorasi dan mengekspresikan diri sehingga tak bisa untuk dibatasi begitu saja. Dari pengalaman di Jombor bersama mereka, secara keseluruhan, kami rasa apa yang sampaikan dapat ditangkap. Semoga materi kami bisa diaplikasikan dalam keseharian dan diceritakan kepada keluarga di rumah.   Healing bagi kami di hari itu adalah mencari pengalaman baru memberikan hati kepada adik-adik di Komunitas Belajar Realino – Jombor. Kampanye Kesehatan merupakan salah satu bentuk cerdas dan humanis, pengetahuan kami tidak berhenti hanya pada kami saja, melainkan disebarkan untuk semakin memanusiakan manusia. Mendidik bukan hanya tugas seorang guru saja tetapi kami sadari juga bagian tugas kami sebagai mahasiswa farmasi yang mempelajari tentang obat-obatan termasuk obat tradisional. Hal yang sebelumnya mungkin bagi adik-adik itu terasa jauh dan tidak pernah ditemui, kami coba letakkan di dekat mata supaya akrab dan jadi bagian hidup mereka.    Lewat pengalaman di Jombor, kami menemukan rancangan Tuhan yang menarik. Refleksi kami, Tuhan ingin menunjukkan bahwa cara menambahkan nilai pada diri sendiri itu tak melulu dari mencari prestasi akademis, memperkaya diri, atau mengejar IPK sempurna. Memperkaya orang lain dengan pengalaman juga menjadi sarana menambahkan nilai pada diri sendiri dengan jalan cinta kasih. Refleksi lainnya, dalam dunia farmasi, semua eksperimen itu memiliki hasil dan parameternya. Dalam pengabdian ini, ada parameternya pula, peningkatan pengetahuan adik-adik lewat hasil post test, diskusi, dan tanya jawab yang berjalan seru. Kemudian, tak kalah pentingnya juga senyum tersungging penuh kepolosan dari anak-anak yang belajar hal baru. Semoga pengalaman dan dinamika ini membawa perkembangan bagi kita semua. Akhir kata, terima kasih kepada Realino Seksi Pengabdian Masyarakat (SPM) yang memberikan kesempatan kepada kami untuk bergabung dalam pengabdian di Komunitas Belajar Realino – Jombor.   Kontributor: Alfonsus Stanley – Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma  

Feature

Tidak Akan Menjadi Beban Jika Sudah Berkomitmen

Refleksi PKL Siswa SMK St. Mikael Surakarta Untuk memperkaya kompetensi siswa, SMK St. Mikael Surakarta mengadakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) bagi para siswa kelas XII. Di SMK St. Mikael Surakarta, kegiatan belajar para siswa kelas X masih mengenai dasar-dasar teknik mesin, seperti kerja bangku, mengelas, dan menggambar teknik manual. Di kelas XI, para siswa mulai mengoperasikan mesin bubut dan milling konvensional maupun CNC dan menggambar dengan software CAD.    Di kelas XII, para siswa mulai mendapatkan pengayaan materi dengan ditempatkan magang di beberapa perusahaan yang berada di dalam maupun luar kota Surakarta. Kegiatan PKL diharapkan mampu memberikan pengalaman kerja sekaligus kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan karakter dalam dunia kerja. Selain itu, selama berdinamika di tempat PKL, para siswa bisa mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tambahan yang mungkin tidak didapatkan saat belajar di sekolah. Para siswa juga akan diuji komitmennya selama melaksanakan magang, apakah bisa melaksanakan pekerjaan dengan baik sesuai tuntutan tempat PKL masing-masing atau tidak.   PKL siswa SMK Mikael dilaksanakan dalam dua gelombang. Di tahun ajaran ini, gelombang pertama dilaksanakan pada 22 Juli-27 September 2024, sedangkan gelombang kedua dilaksanakan pada 7 Oktober-19 Desember 2024. Siswa yang menjalani PKL dengan baik akan mendapatkan sertifikat yang menjadi syarat kelulusan. Saya dan Jona Alfaloqita menjalani PKL gelombang pertama dan ditempatkan di lokasi terjauh dibandingkan dengan teman-teman yang lain, yaitu di P.T. KJL Plastic Indonesia, Tangerang. Pabrik ini memproduksi sedotan minuman plastik/drinking straw. Selama kurang lebih 10 minggu kami mendapatkan banyak pengalaman berharga dan menemukan semangat bekerja yang sesungguhnya.   Selama berproses di tempat PKL, kami membantu tim mekanik di bagian produksi. Di tempat tersebut, para karyawan harus mengenakan seragam khusus yang hanya dikenakan di dalam ruangan karena tempat tersebut adalah area hygiene. Tim mekanik yang sudah selesai memperbaiki mesin harus membersihkan alat dan mencuci tangan menggunakan hand sanitizer yang tersedia di setiap mesin. Semua kebiasaan itu bertujuan agar produk yang dihasilkan tetap higienis.   Selama menjalani PKL, kami mengikuti program training setiap Sabtu bersama tim maintenance. Hal ini tentu saja menambah pengetahuan dan keterampilan kami di dunia permesinan. Bonusnya, kami dapat berjumpa dengan Pak Richard, Alumni Kolese Mikael yang merupakan pengisi materi training. Selain bertemu alumni, kami juga bertemu Pak Tri Budiyanto selaku Kepala Bagian Produksi. Beliau sangat ramah, suka bercerita, dan senang berbagi ilmu. Cerita-ceritanya sangat menginspirasi, misalnya pengalamannya ikut berkontribusi dan berjuang membangun perusahaan dari awal hingga berkembang seperti saat ini. Dulunya, beliau hanya seorang mekanik biasa. Meskipun hanya seorang mekanik, beliau mempunyai semangat bekerja yang luar biasa. Beliau tekun mempelajari mesin-mesin di pabrik hingga setiap mesin di pabrik ini beliau kuasai. Tentu kemahiran tersebut bukan sebuah proses yang instan. Ada komitmen yang kuat dalam diri Pak Tri.   Salah satu core values atau nilai dasar yang diajarkan di Kolese Mikael dan juga di sekolah-sekolah Jesuit lainnya adalah commitment. Komitmen tidak hanya berlaku saat di sekolah saja, tetapi berlanjut sampai di dunia bekerja. Komitmen adalah sebuah janji. Dalam pengalaman ini, nilai komitmen adalah kehendak penuh untuk melakukan kewajiban dengan rasa tanggung jawab. Ada banyak peraturan yang harus dilaksanakan dalam bekerja, mulai dari aturan sederhana sampai yang rumit. Contohnya seperti datang tepat waktu, bekerja dengan baik, harus menjaga kebersihan, hasil produksi harus banyak dan berkualitas, hingga dituntut untuk belajar lebih. Aturan-aturan yang terkesan ribet tidak akan menjadi beban bila sudah memiliki komitmen. Tidak ada ruginya jika berkomitmen pada nilai-nilai yang baik. Ketika semua peraturan atau perintah sudah ditaati, maka lama-kelamaan itu menjadi sebuah kebiasaan. Kendati sudah terbiasa, jangan dianggap sebatas rutinitas. Semua itu perlu disadari dan dimaknai. Tidak akan ada keluh kesah atau reaksi negatif ketika sudah berkomitmen penuh, seperti halnya ketika menjalani PKL ini.   Kontributor: Syam Andriyanto Nugroho – SMK St Mikael Surakarta

Feature

“Manusia dan Ketahanan Lingkungan”

Refleksi Atas Studi Ekskursi 2024 Pada 30 September hingga 5 Oktober 2024, siswa kelas 10 SMA Kolese de Britto Yogyakarta mengikuti kegiatan formasi studi ekskursi. Pada tahun ini, studi ekskursi yang mengambil tema “Merawat Alam Ciptaan Tuhan Dalam Bingkai Kearifan Lokal,” mengajak para siswa untuk semakin memperhatikan lingkungan yang selama ini ditinggali sambil mengenali kearifan lokal di sekitar. Para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan pengamatan dalam bidangnya masing-masing, baik itu energi, pangan, maupun pengelolaan sampah. Tak hanya mengamati, para siswa juga ikut merasakan usaha mewujudkan kelancaran proses yang ada demi stabilnya kehidupan. Tangan kami menjadi kotor dan raga mengalami kelelahan, namun pengalaman kami terbentuk hingga mampu mengambil pelajarannya.   Melalui pengamatan, kami disadarkan bahwa menghasilkan pangan, menghasilkan energi listrik, dan mengelola sampah yang dihasilkan demi ketahanan kehidupan manusia memerlukan proses yang panjang dan tidak selalu instan. Supaya proses bisa berjalan lancar, diperlukan teknologi yang maju dan didukung oleh sumber daya dan sumber dana yang memadai. Sayangnya, hal tersebut rupanya masih menjadi mimpi yang terlalu jauh bagi para pelaku usaha pemberdayaan pangan, listrik, dan kebersihan lingkungan. Beberapa dari mereka mengalami kekurangan tenaga manusia dan keterbatasan teknologi sehingga hasil maksimal tidak mudah dicapai. Kurangnya dukungan ini juga membuat beberapa pelaku menjadi terancam, contohnya para produsen rambak di Desa Gantiwarno yang berkurang banyak jumlahnya. Dari yang semula berjumlah 15 rumah produksi, turun menjadi hanya 6 rumah produksi dalam waktu 1 dekade.   Kita diundang untuk bisa membantu para pelaku usaha pemberdayaan lingkungan dan ketahanan hidup, setidaknya dengan mendukung usaha pemberdayaan lingkungan. Tak perlu analisis mendalam, kegagalan kita untuk bisa membantu pemberdayaan lingkungan mampu kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Sampah plastik tercecer di mana-mana, sampah makanan menumpuk, suhu yang memanas akibat pemanasan global yang semakin parah. Ini semua menjadi bukti nyata yang dengan mudah kita temui. Justru semua ini terjadi ketika lingkungan semakin tidak stabil. Terjadi krisis pangan, energi, dan kebersihan lingkungan hidup yang semakin diperparah oleh kesulitan para aktivis pemberdayaan lingkungan hidup.   Saya sendiri sering merasa malu karena sedemikian tega terhadap lingkungan yang saya tempati. Sampah tidak saya pilah. Saya mengandalkan plastik sehingga sampah plastik semakin menumpuk. Makanan yang tersisa juga dibuang begitu saja. Saya juga menikmati dinginnya AC hampir sepanjang hari, menghamburkan energi. Manusia mungkin hanya menginginkan kenyamanan. Kita semua juga melakukan hal yang sama dan ini mengajak kita untuk berefleksi, mengapa kita setega itu? Sebagai makhluk yang telah diberi kehendak bebas oleh Tuhan, kita mampu menentukan keputusan sesuai akal budi dan hati nurani. Apa yang dapat kulakukan untuk memperbaiki lingkunganku?   Kontributor: Bumi Praba Murti – SMA Kolese de Britto

Karya Pendidikan

Being Men and Women for and with Others

Pada 2-5 Desember 2024 lalu, sebanyak 23 calon anggota Presidium Kolese Le Cocq d’Armandville mengikuti kegiatan LKI di Biara Susteran Abdi Kristus, Distrik Wanggar, Nabire, Papua Tengah. LKI atau Latihan Kepemimpinan Ignasian bertujuan mempersiapkan para calon anggota Presidium baru untuk menjadi pemimpin yang berkualitas dan berlandaskan pada nilai-nilai Ignatian.   “Being Men and Women for and with Others” menjadi tema LKI kali ini. Melalui tema ini para calon anggota Presidium diharapkan mampu menjadi pemimpin yang peduli, bertanggung jawab, dan terlibat dalam hidup warga sekolah serta masyarakat sekitar. Hidup ini bukan hanya untuk diri sendiri saja melainkan juga untuk melayani sesama, khususnya mereka yang kurang beruntung, terpinggirkan, dan tidak terperhatikan.   Pada 2 Desember 2024, pukul 07.30 WIT, para calon anggota Presidium bersama para pendamping, diantar menuju Wanggar menggunakan truk. Perjalanan yang memakan waktu sekitar satu jam tersebut ditemani oleh Ibu Ester Yanti dan Pater Yakobus Toto Yulianto, S.J.   Setibanya di Wanggar, Fr. Engelbertus Viktor Daki, SJ memimpin Ibadat Pembuka LKI. Dalam renungan singkatnya, Fr. Egi mengundang para calon anggota Presidium untuk sungguh-sungguh mengikuti dinamika LKI dengan hati yang terbuka dan penuh sukacita.   Mengenal Diri Para peserta LKI menerima sejumlah materi menarik. Pada hari pertama Ibu Theresia Kegiye memberikan materi Pengenalan Diri. Para peserta diajak untuk sungguh mengenali diri mereka sebagai pribadi-pribadi yang dikasihi Allah, memiliki sejumlah bakat dan kemampuan yang berguna bagi banyak orang, dan bersedia menjadi pemimpin yang sungguh-sungguh mau melayani.   Kak Magda, salah satu mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang sedang menjalani program Asistensi Mengajar di Kolese Le Cocq turut memberikan materi mengenai Kualitas Seorang Pemimpin. Kak Magda menekankan pentingnya seorang pemimpin memiliki sejumlah kualitas diri yang mumpuni sehingga mampu menjadi inspirasi sekaligus penggerak organisasi. Tak lupa pula, Kak Magda mengajak para peserta untuk berefleksi lebih dalam dan mengenal sosok pemimpin seperti apa dan siapa saja yang menjadi inspirasi bagi mereka.   Selain diajak mengenal diri dan meninjau kualitas pemimpin, Kak Mutiara Kausar, mahasiswi Sanata Dharma yang sedang dalam program Asistensi Mengajar juga ikut memberikan materi mengenai Keterampilan Pemimpin. Para peserta diajak untuk mengenal sejumlah keterampilan dasar apa saja yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, seturut dengan semangat Ignatian, seperti keterampilan berdiskresi dan bertindak berdasarkan semangat magis.   Value Based Leadership Pada hari kedua, Fr. Engelbertus Viktor Daki, S.J. mengajak para peserta untuk belajar menjadi pemimpin-pemimpin yang berintegritas, berjalan bersama Tuhan. Mereka diajak untuk melihat tindakan-tindakan Yesus, sang Guru sejati, dalam melayani dan mendampingi para murid.   Dalam pemaparannya, Fr. Egi menjelaskan bahwa dalam dinamika memimpin nantinya, mereka akan senantiasa berada dalam “medan perang” dari waktu ke waktu. Perang akan terjadi antara nilai-nilai kepemimpinan yang mereka junjung tinggi dengan aneka godaan, pertentangan, kerapuhan, dan kelemahan diri. Mereka diajak mengenal diri begitu rupa agar jika nanti godaan itu datang mereka tahu apa yang harus dilakukan agar nilai-nilai yang mereka junjung tinggi, yaitu kejujuran, kerendahan hati, magis, dan ketulusan itu tetap terjaga.   Pada akhirnya, mereka diundang untuk menjadi pemimpin yang memiliki keselarasan pikiran, hati, dan tindakan. Keselarasan ini diharapkan bisa membawa mereka pada pertumbuhan sejati, menjadi pemimpin-pemimpin berpikir, berucap, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai luhur, alih-alih kecenderungan diri, ego, dll.   Relasi Kuasa Kepemimpinan selalu berhubungan dengan kekuasaan. Ketika seseorang didapuk menjadi seorang pemimpin, ia memiliki kuasa untuk menggerakkan orang lain. Pater Rikhardus Sani Wibowo, S.J, sebagai pemateri, mengajak para peserta untuk sama-sama mencermati peran seorang pemimpin dan juga rambu-rambu yang harus diperhatikan agar sungguh menjadi pemimpin bermutu. Salah satunya adalah dengan memilih jalan keteladanan dan bukan ancaman atau pemberian hadiah saat memimpin. Kesadaran akan peran, kuasa, dan rambu-rambu yang perlu diperhatikan diharapkan membuat peserta terhindar dari penyelewengan dan penyalah-gunaan kekuasaan.   Bu Ester Yanti memberi materi mengenai “Membangun Tim dan Kolaborasi.” Dalam pemaparannya, Bu Ester mengajak para peserta untuk mampu bekerja sama. Dengan menjadi anggota Presidium, mereka semua menjadi pemimpin yang bekerja sebagai tim. Tidak ada yang bekerja sendiri. Masing-masing orang memiliki kelebihan yang perlu dikolaborasikan sehingga mampu menjadikan tim Presidium ini bekerja dengan solid. Setiap orang, setiap divisi di dalam Presidium perlu mampu berkolaborasi satu sama lain.   Facing the Giants Para calon anggota Presidium diajak untuk menonton film bersama Facing The Giants. Film ini mengajarkan tentang bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik dan selalu membawa nama Tuhan saat senang maupun susah. Suasana di malam itu begitu seru. Bahkan, pada suatu bagian yang luar biasa di film, para anggota Presidium turut merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh tokoh pada film tersebut.   Dinamika Luar Ruangan Pada hari ketiga, para peserta diajak untuk menjadi pemimpin yang peduli dengan lingkungan sekitar dan tergerak membantu sesama. Sesudah bangun pagi, mulai dari depan Biara, para peserta diajak untuk memungut sampah yang berserakan di pinggir-pinggir jalan raya hingga Kapel Wanggar dan Pasar Wanggar. Kondisi di sekitar titik-titik yang dibersihkan awalnya kotor dan tidak enak dipandang, setelahnya menjadi bersih dan enak dipandang.   Usai kegiatan membersihkan lingkungan, para peserta menawarkan diri untuk membantu mama-mama di pasar berjualan. Mereka awalnya malu-malu, namun setelah mencoba dan memberanikan diri, mereka akhirnya terlibat dalam menjual barang-barang jualan mama-mama di pasar. Harapannya, para peserta memiliki kepekaan terhadap kebersihan lingkungan dan juga memiliki keberanian, tidak malu untuk melakukan hal-hal baik.   Selain materi-materi, para anggota Presidium diajak untuk rutin melakukan examen conscientiae atau pemeriksaan batin. Examen ini bertujuan untuk melatih kepekaan kita terhadap roh baik dan roh jahat. Dengan examen, para calon anggota Presidium diharapkan dapat mengetahui dorongan-dorongan dari roh baik dan selalu mengikutinya serta mengetahui dorongan-dorongan dari roh jahat dan selalu menjauhinya. Examen dilaksanakan pada siang hari sebelum makan siang dan malam hari sebelum tidur.   Membangun Keakraban Lewat Mini Games Selama kegiatan LKI berlangsung, ada sejumlah mini games yang bertujuan untuk meningkatkan kekompakan dan solidaritas. Melalui games, para calon anggota Presidium diajarkan untuk bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan bersama. Salah satu mini games yang dilaksanakan adalah mengeluarkan bola pingpong menggunakan air dari sebuah pipa yang sudah diberikan beberapa lubang.   Melalui mini games ini, para peserta dituntut untuk bekerja sama dalam mencari solusi agar air yang diisi ke dalam pipa bocor tidak keluar dan bola pingpong yang ada di dalamnya dapat keluar. Ada yang menutup