capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Kunjungan ke Pesantren Ahmadiyah

Date

Pada Sabtu, 18 Januari 2025, perwakilan frater dari Kolese Hermanum melakukan kunjungan ke Kampus Mubarok yang berlokasi di daerah Parung, Jawa Barat. Kampus Mubarok merupakan pusat Ahmadiyah Indonesia sekaligus “seminari” para calon imam Ahmadiyah di Indonesia. Ada 15 frater dari berbagai negara, ditemani oleh Pater Guido Chrisna, S.J. dan Pak Buddhy Munawar, seorang dosen Islamologi di STF Driyarkara, yang berkunjung ke komunitas Ahmadiyah. Kunjungan ini dimaksudkan agar para frater dapat semakin mengenal Komunitas Ahmadiyah dan pada akhirnya semakin mampu membangun dialog antaragama dengan mendalam.

 

Kunjungan kami ini disambut oleh Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia (pimpinan Ahmadiyah Indonesia), Maulana Mirajuddin Sahid. Dalam seremoni pembukaan kunjungan ini, Amir Nasional berpesan untuk selalu mengusahakan dialog dengan berbagai pihak agar dapat menciptakan kerukunan di tengah masyarakat. Setelah seremoni pembukaan tersebut, kami diajak untuk mengenal sejarah dan spiritualitas komunitas Ahmadiyah di sebuah gedung yang mereka sebut sebagai Peace Center. Ketika memasuki Peace Center kami diperlihatkan foto-foto para pemimpin agama di dunia (termasuk Paus Fransiskus), pendiri Komunitas Ahmadiyah dan para penerusnya, tokoh-tokoh nasional Indonesia yang merupakan bagian dari Komunitas Ahmadiyah dan karya-karya pelayanan Ahmadiyah di Indonesia.

Komunitas Ahmadiyah menjadi komunitas yang sering “dipinggirkan” karena keyakinan mereka yang berbeda dari arus utama, terutama mengenai paham mesias dan nabi dari keyakinan umat Islam pada umumnya. Komunitas ini didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad pada abad ke-19 di India. Ahmadiyah percaya bahwa Kedatangan Kedua Sang Mesias telah terjadi, dan bahwa Mesias yang Dijanjikan adalah pendiri mereka sendiri. Meskipun sebagian besar keyakinan mereka mirip dengan agama Islam pada umumnya, penafsiran mereka tentang peran Mesias menjadi titik perbedaan yang kontroversial. Akibatnya, mereka sering dianggap sebagai non-Muslim. Bahkan Pusat komunitas Ahmadiyah dipindahkan dari Pakistan ke London demi alasan keamanan. Kepemimpinan Mirza Ghulam Ahmad diteruskan oleh para penerusnya dan bergelar Khalifatul Masih. Sekarang, Komunitas Ahmadiyah dipimpin oleh Khalifatul Masih V yang bernama asli Hazrat Mirza Masroor Ahmad. Khalifatul Masih V selalu menyerukan mengenai perdamaian dan cinta kasih dalam khotbah-khotbahnya. Love for all, hatred for none. Itulah motto dari Komunitas Ahmadiyah yang selalu dibawa dan ditunjukkan oleh Khalifatul Masih V dalam setiap khotbahnya.

 

Setelah berkenalan dengan sejarah dan iman mereka, para frater diajak berdinamika bersama para “seminaris” Ahmadiyah. Para mahasiswa di Kampus Mubarok ini tinggal dalam sebuah asrama besar dan tidur bersama di sebuah barak besar. Mereka tidak boleh mengakses internet dan menggunakan ponsel. Mereka bahkan juga mengalami “peregrinasi” selama tiga hari. Cara hidup ini sepintas mirip kehidupan di seminari pada umumnya.

 

Setelah lulus dari SMA, para calon imam Ahmadiyah menjalani pendidikan di Kampus Mubarok selama tujuh tahun. Setelah tujuh tahun, mereka akan “ditahbiskan” menjadi imam Ahmadiyah dan menerima perutusan langsung dari Khalifatul Masih, pimpinan tertinggi komunitas Ahmadiyah. Segala perpindahan tugas perutusan harus berdasarkan keputusan Khalifatul Masih dengan rekomendasi dari pimpinan nasional Ahmadiyah suatu negara.

Secara tidak langsung, sistem hierarki yang dipakai oleh komunitas Ahmadiyah tidak jauh berbeda dengan hierarki Gereja Katolik. Komunitas Ahmadiyah memiliki pemimpin umum yang disebut Khalifatul Masih. Cara mereka mengutus para imamnya juga terkesan mirip dengan model Gereja Katolik dalam perutusan para imamnya. Belum lagi, proses formasi para calon imam Ahmadiyah juga mirip dengan formasi para calon imam Katolik.

 

Kemiripan dalam hal-hal teknis dan juga nilai kasih yang mereka junjung tinggi meneguhkan kami. Kunjungan kami ke pesantren Ahmadiyah ini semakin meneguhkan kami untuk berusaha berjejaring dan berkolaborasi dengan semua pihak dalam menciptakan bonum commune di dalam masyarakat. Memang apa yang kami imani tentu saja berbeda dengan mereka. Akan tetapi, kami dan mereka memiliki kesamaan visi dan nilai yang sama-sama dijunjung tinggi, baik oleh Gereja Katolik maupun oleh Ahmadiyah sendiri: mengasihi sesama dan mewujudkan kedamaian di dunia.

Kunjungan ini ditutup dengan olahraga bersama dengan para “seminaris” Ahmadiyah. Kami bermain sepak bola untuk menutup kunjungan yang penuh makna ini.

 

Kontributor:Fr. Feliks Erasmus Arga, S.J. dan Fr. Aman Aslam, S.J.

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *