Pilgrims of Christ’s Mission

serikat jesus

Formasi Iman

Novis SJ Berlatih Berbicara di Depan Umum

Para Novis dan Pra Novis SJ mengikuti “Pelatihan Berbicara di Depan Umum” di Novisiat Stanislaus, Girisonta pada 29-31 Januari 2025. Pelatihan ini diampu oleh Tim SAV-USD (PP Franciscus Xaverius Murti Hadi Wijayanto, S.J, Yosephus Ispuroyanto Iswarahadi, S.J., dan Mas Noel Kefas). Dalam sambutan pembukaan, Magister P Dominico Savio Octariano Widiantoro, S.J. menegaskan pentingnya pelatihan ini untuk mempersiapkan para Novis menjadi Jesuit yang komunikatif dalam menjalankan perutusannya. Bukan hanya penting untuk nanti setelah menyelesaikan masa formatio di Novisiat, tetapi juga selama di Novisiat kemampuan berbicara sangat diperlukan.   Dalam sesi hari pertama dipaparkan prinsip-prinsip dasar berbicara di depan umum, prinsip-prinsip ekspresi diri, teori dramatisasi puisi, dasar-dasar persiapan homili, kemudian disambung dengan olah tubuh dan olah vokal. Setelah itu, pada hari kedua, para Novis mendapat tugas untuk menyusun puisi dan menyiapkan dramatisasi puisi secara berkelompok. Ada dua novis yang tidak bisa ikut pelatihan ini karena masih sakit, namun hal ini tidak mengurangi semangat mereka untuk berekspresi. Setelah mempersiapkan diri dalam pendampingan tutor, pada malam hari, tiga kelompok tersebut menampilkan dramatisasi puisi di ruang rekreasi novisiat disaksikan juga oleh staf novisiat lainnya.    Penampilan mereka sangat kreatif. Setiap penampilan dievaluasi oleh kelompok lain, para staf novisiat, dan para tutor. Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah artikulasi kata-kata yang diucapkan dan volume suara agar para audiens dapat menangkap isi penampilan dengan jelas.   Pada hari terakhir, para novis mempraktikkan homili yang teorinya sudah dipaparkan pada hari sebelumnya. Meski hanya diberi waktu satu jam untuk mempersiapkan homili, para novis pada umumnya mampu menyusun konten homili yang berkualitas. Penyajian homili setiap novis dievaluasi oleh tiga tutor sehingga para novis mendapat masukan yang memadai. Dalam sambutan penutup, selain berterima kasih kepada Tim SAV-USD, Magister juga berharap agar potensi besar yang dimiliki para novis terus dikembangkan secara sadar berbekal  pelatihan yang dialami bersama selama tiga hari. Semoga para novis menjadi Jesuit yang komunikatif.   Kontributor: P Yosephus Ispuroyanto Iswarahadi, S.J.

Kuria Roma

Marilah Bersama-sama Berjalan dalam Pengharapan

Pesan Prapaskah 2025 Paus Fransiskus Saudara dan saudari yang terkasih, Kita memulai masa Prapaskah dalam iman dan harapan dengan ritus penitensi pengurapan abu. Gereja, sebagai ibu dan guru, mengundang kita agar membuka hati kepada rahmat Allah sehingga kita dapat merayakan dengan penuh sukacita kemenangan Paskah Kristus Tuhan atas dosa dan maut, yang membuat Santo Paulus berseru, “Maut telah disingkirkan. Dimanakah kemenangan dan sengatmu, hai maut?” (1 Kor 15:54-55). Sesungguhnya, Yesus Kristus, yang disalibkan dan bangkit, adalah inti iman dan janji pengharapan akan janji agung Tuhan sebagaimana telah digenapi dalam diri Putra-Nya yang terkasih: hidup yang kekal (bdk. Yoh 10:28; 17:3).1    Pada masa Prapaskah ini, dalam rahmat Tahun Yubileum, saya ingin berefleksi tentang apa artinya berjalan bersama dalam pengharapan dan tentang panggilan pertobatan yang Allah sampaikan kepada kita, baik sebagai individu maupun komunitas.   Pertama adalah perjalanan. Semboyan Yubileum, “Peziarah Pengharapan,” menggambarkan perjalanan panjang bangsa Israel menuju Tanah Perjanjian seperti dikisahkan dalam Kitab Keluaran. Jalan yang sulit dari perbudakan menuju kebebasan ini dikehendaki dan dibimbing oleh Tuhan yang mengasihi umat-Nya dan tetap setia kepada mereka. Sulit memikirkan tentang eksodus dalam Alkitab tanpa memikirkan saudara-saudari kita yang pada zaman ini sedang melarikan diri dari situasi kesengsaraan dan kekerasan untuk mencari kehidupan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri dan orang-orang yang mereka cintai. Panggilan pertama untuk bertobat datang dari kesadaran bahwa kita semua adalah peziarah dalam hidup ini; masing-masing dari kita diundang untuk sejenak berhenti dan bertanya bagaimana hidup kita mencerminkan kenyataan ini. Apakah kita benar-benar sedang dalam perjalanan ataukah sedang berdiam diri, tidak bergerak, baik karena ketakutan dan keputusasaan maupun keengganan keluar dari zona nyaman kita? Apakah kita mencari cara untuk meninggalkan kesempatan-kesempatan berbuat dosa dan situasi yang merendahkan martabat manusia? Ini akan menjadi laku Prapaskah yang baik untuk membandingkan kehidupan sehari-hari kita dengan kehidupan para migran atau orang asing, untuk belajar bagaimana bersimpati dengan pengalaman mereka sehingga dengan cara ini kita menemukan apa yang dikehendaki Tuhan sehingga kita dapat maju lebih baik dalam perjalanan ke rumah Bapa. Ini akan menjadi “ujian hati nurani” yang baik bagi kita para peziarah.   Kedua, berjalan bersama. Gereja dipanggil untuk berjalan bersama dan menjadi sinodal. 2 Umat kristiani dipanggil untuk berjalan bersama orang lain, bukan sendirian. Roh Kudus mendorong kita agar tidak mementingkan diri sendiri melainkan menyangkal diri dan terus berjalan bersama Allah dan semua saudara kita. 3 Berjalan bersama berarti mengkonsolidasikan kesatuan yang didasarkan pada martabat sebagai anak-anak Allah (bdk. Gal. 3:26-28). Ini berarti berjalan beriringan, tanpa mendorong atau menginjak orang lain, tanpa iri hati atau kemunafikan, tanpa membiarkan siapapun tertinggal atau tersisih. Marilah kita semua berjalan ke arah yang sama, menuju tujuan yang sama, saling memperhatikan satu sama lain dalam kasih dan kesabaran.   Pada masa Prapaskah ini, Tuhan meminta kita untuk memeriksa apakah dalam hidup, keluarga, dan tempat kerja, kita mampu berjalan bersama dengan orang lain, mendengarkan mereka, dan melawan godaan untuk menjadi egoistis. Marilah kita merenung di hadapan Tuhan, entah sebagai uskup, imam, biarawan/biarawati, ataupun awam yang melayani Kerajaan Allah, sudah bekerja sama dengan orang lain. Apakah kita sudah bisa menunjukkan keramahtamahan secara konkret kepada mereka yang dekat maupun jauh? Apakah kita membuat orang lain merasa menjadi bagian dari komunitas atau malahan kita menjaga jarak dengan mereka? 4 Oleh karenanya, inilah ajakan pertobatan kedua, yaitu panggilan untuk sinodalitas.   Ketiga, marilah kita berjalan bersama dalam pengharapan sebab kita telah diberi janji. Semoga pengharapan yang tidak mengecewakan (bdk. Rm. 5:5), sebagai pesan utama Yubileum,5 menjadi fokus peziarahan Prapaskah kita menuju kemenangan Paskah. Seperti yang diajarkan oleh Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Spe Salvi, “Manusia membutuhkan cinta tanpa syarat.  Ia membutuhkan kepastian yang memampukannya berkata, ‘Baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, atau sesuatu yang lain dari segala yang ada, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita’ (Rm. 8:38-39).”6 Kristus, pengharapan kita, telah bangkit!7 Dia hidup dan meraja dalam kemuliaan. Kematian telah diubah menjadi kemenangan, dan iman serta pengharapan besar umat kristiani terletak pada hal ini, yaitu kebangkitan Kristus!   Maka, inilah panggilan ketiga untuk bertobat, yaitu panggilan untuk berharap dan percaya kepada Allah dan janji agung-Nya atas kehidupan kekal. Marilah kita bertanya pada diri sendiri, apakah kita yakin bahwa Tuhan mengampuni dosa-dosa kita? Atau apakah kita bertindak seolah-olah dapat menyelamatkan diri sendiri? Apakah kita merindukan keselamatan dan meminta pertolongan Tuhan untuk mendapatkannya? Apakah secara konkret kita mengalami pengharapan yang memampukan kita menafsirkan peristiwa-peristiwa sejarah dan mengilhami komitmen dalam diri terhadap keadilan dan persaudaraan, untuk merawat rumah kita bersama sedemikian rupa sehingga tidak seorang pun merasa dikecualikan?   Saudara-saudara yang terkasih, berkat kasih Allah di dalam Yesus Kristus, kita ditopang dalam pengharapan yang tidak mengecewakan (bdk. Rm. 5:5). Pengharapan adalah “jangkar jiwa yang teguh dan pasti.”8 Pengharapan ini menggerakkan Gereja untuk mendaras doa agar “semua orang diselamatkan” (1 Tim 2:4) dan menantikan persatuannya dengan Kristus, sang mempelai laki-laki di dalam kemuliaan surga. Inilah doa Santa Teresa dari Avila, “Berharaplah, hai jiwaku, berharaplah. Engkau tidak tahu hari maupun saatnya. Berjaga-jagalah karena segala sesuatu berlalu dengan cepat meskipun ketidaksabaranmu telah membuat apa yang sudah pasti menjadi keraguan dan mengubah waktu yang sangat singkat menjadi waktu yang sangat panjang” (Seruan Jiwa kepada Tuhan, 15:3).9   Semoga Perawan Maria, Bunda Pengharapan, menjadi perantara bagi kita dan menemani kita dalam perjalanan Prapaskah kita.   Roma, pada pesta Santo Yohanes Lateran, 6 Februari 2025 dan peringatan Santo Paulus Miki dan para sahabat, martir.   Paus Fransiskus    1  Bdk. Ensiklik Dilexit Nos (24 Oktober 2024), 220 . 2 Bdk. Homili Misa Kanonisasi Giovanni Battista Scalabrini dan Artemide Zatti, 9 Oktober 2022. 3 sda. 4  sda. 5 Bdk. Bulla Spes Non Confundit , 1. 6 Ensiklik Spe Salvi (30 November 2007), 26. 7 Bdk. Urutan Paskah (Easter Sequence/Victimae paschali laudes). 8 Bdk. Katekismus Gereja Katolik , 1820. 9 sda, 1821.   Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel “Message of His Holiness Pope Francis for Lent 2025” link https://www.vatican.va/content/francesco/en/messages/lent/documents/20250206-messaggio-quaresima2025.html Artikel ini diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Tim Sekretariat SJ Provindo pada tanggal 26 Februari

Formasi Iman

Menimba Rahmat Bulan Imamat

Program Bulan Imamat (Arrupe Month) adalah salah satu bagian integral dalam formasi sebagai calon imam Serikat Jesus. Program ini dilaksanakan pada tahap akhir formasi imamat, yaitu formasi teologi. Kami, enam frater teologan dan seorang bruder tahun pertama dari Kolese St. Ignatius Yogyakarta, menjalani program Bulan imamat pada 2-31 Januari 2025 di Rumah Retret Kristus Raja, Girisonta. Selama satu bulan, kami menjalani rangkaian acara dan didampingi oleh Pater Paul Suparno, S.J. selaku Prefek Spiritual Kolsani.   Pengalaman menjalani Bulan Imamat merupakan pengalaman istimewa. Program ini memberikan kesempatan berharga bagi kami untuk semakin menghayati panggilan imamat dalam Serikat Jesus dengan rangkaian sesi diskusi dengan beragam pembicara, sharing rohani, dan ditutup dengan retret delapan hari (octiduum). Ada empat pertanyaan besar yang menjadi arah dasar program ini. Dari mana inspirasi dan Roh imamat Jesuit? Imamat dan hidup membiara untuk siapa? Siapa rekan pelayanan imam? Ruang dialog mana saja yang bisa dilibati?     Menggali Inspirasi dan Roh Imamat Jesuit Pertanyaan “Dari mana inspirasi dan Roh imamat Jesuit?” mengajak kami untuk melihat kembali akar spiritualitas Serikat Jesus dan merefleksikan tentang kekhasan imamat Jesuit.    Dalam sesi pengantar, Pater C. Kuntoro Adi, S.J. selaku Rektor Kolese Ignatius menunjukkan bahwa panggilan imamat dalam Serikat Jesus berbeda dibandingkan dengan tarekat religius lain. Beliau mengangkat kisah para Jesuit yang masuk ke Kerajaan Siam pada abad XVII sebagai astronom kerajaan. Hal tersebut menunjukkan kekhasan imamat Serikat Jesus yang bukan pertama-tama imamat kultis, melainkan imamat ministerial.   Bersama Pater L.A. Sardi, S.J., kami menelusuri perjalanan para Primi Patres serta dokumen-dokumen Serikat. Lebih dari sekadar peran fungsional, imamat Jesuit berakar pada spiritualitas Ignasian yang mengutamakan perjumpaan dengan Tuhan dalam segala. Relasi pribadi dengan Allah menjadi hal yang sangat penting agar pelayanan para Jesuit bukan sekadar tugas melainkan perutusan yang lahir dari perjumpaan dengan Sang Sumber Hidup.   Selain itu, secara Istimewa kami juga merefleksikan tentang relasi antara imam dan bruder dalam Serikat Jesus. Pater Sardi menegaskan bahwa para bruder Jesuit juga berkontribusi melalui semangat partisipatif dalam tugas para imam. Baik imam maupun bruder Jesuit sama-sama menghidupi misi Tuhan dalam Serikat. Perjumpaan kami dengan Br. Marsono, S.J. yang berkarya di Kolese PIKA, Semarang, semakin menegaskan semangat partisipatif tersebut.   Panggilan imamat Jesuit melihat perutusan dari pembesar sebagai perutusan dari Tuhan sendiri. Dalam kunjungan kami ke Provinsialat S.J., kami diajak untuk melihat kembali perjalanan Provindo dalam mewujudkan Rencana Apostolik Provindo (RAP) bersama Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. selaku Provinsial. Dalam kesempatan tersebut, kami juga diberi gambaran tentang tata kelola gubernasi Serikat oleh Pater Sigit Prasadja, S.J., sebagai Ekonom Provinsi, dan Pater Melkyor Pando, S.J., sebagai Socius Provinsial.     Menjawab Panggilan di Tempat yang Paling Membutuhkan Dalam semangat Preferensi Apostolik Universal (UAP), Bulan Imamat 2025 juga mengajak kami untuk bertanya: Imamat dan hidup membiara untuk siapa? Pertanyaan ini semakin menyadarkan kami bahwa Jesuit dipanggil untuk melayani di tempat paling membutuhkan, di tapal batas atau frontiers.   Dalam kunjungan kami ke Paroki St. Antonius, Muntilan, kami bersyukur bisa mendengar sharing dari para Jesuit yang berpengalaman sebagai misionaris. Kami mendengarkan sharing dari Pater Mardi Santosa, S.J. yang pernah menjadi misionaris di Papua dan Kalimantan serta Pater Sarjumunarsa, S.J. yang pernah menjadi formator para seminaris di Kalimantan. Kami merasa bersyukur dan kagum kepada kedua sosok tersebut yang selalu siap sedia diutus dan gembira mengemban misi Serikat.   Tapal batas tidak selalu diartikan secara geografis. Di tengah kota besar sekalipun, ada suara-suara orang yang terpinggirkan, tertindas, dan membutuhkan. Kami mendengar sharing dari Pater Suyadi, S.J. yang berkarya di Lembaga Daya Dharma (LDD) Keuskupan Agung Jakarta. Di LDD, Pater Suyadi dan rekan-rekannya melayani orang-orang miskin dan tersingkir di tengah gemerlap kota Jakarta.   Selain itu, di dalam tubuh Gereja pun, ada pihak-pihak yang termasuk ke dalam kelompok rentan. Kami mendengar sharing dari Sr. Luciana, RGS yang telah memiliki banyak pengalaman dalam mendampingi para korban kekerasan seksual. Kami juga mendapat kesempatan Istimewa untuk mendengarkan pengalaman Pater James Martin, S.J., seorang Jesuit Amerika dan penulis, yang berjuang menghayati semangat sinodalitas dalam Gereja dan memberi perhatian pada kelompok LGBT.   Berhadapan dengan tapal batas, kami perlu sadar bahwa kami ini juga bisa menjadi pihak yang rentan. Oleh karena itu, sangat penting bagi para imam dan calon imam untuk bisa menjaga kesehatan dan kematangan psikologis. Kami dibantu oleh Bu Agnes Indar Etikawati, dosen psikologi Universitas Sanata Dharma untuk mengenali dan mengembangkan diri kami agar bisa menjadi pribadi dan calon imam yang sehat secara psikologis.     Rekan Pelayanan Imam Kami menyadari bahwa imam bukanlah seorang pekerja soliter. Sebagai bagian dari Gereja, kami dipanggil untuk berjalan bersama umat dan rekan-rekan sepelayanan. Oleh karena itu, refleksi mengenai siapa saja rekan pelayanan imam menjadi aspek penting dalam Bulan Imamat 2025.   Kami mendengarkan pengalaman Mgr. Adrianus Sunarko, OFM, Uskup Pangkal Pinang, yang menjadi peserta Sinode tentang Gereja Sinodal. Kami mendapat gambaran tentang bagaimana sinode berlangsung dan gagasan-gagasan apa saja yang dilahirkan dalam sinode tersebut. Dari situ kami semakin disadarkan pentingnya membangun kerjasama yang tulus dengan rekan-rekan imam maupun religius dari keuskupan maupun tarekat lain dalam kehidupan menggereja.   Semangat sinodalitas juga kami temui ketika berkunjung ke Paroki St. Yusuf Gedangan, Semarang. Di sana, kami mendapat gambaran tentang dinamika karya paroki Jesuit, termasuk kerja sama antara para Jesuit dengan dewan paroki. Pater Cahyo dan rekan-rekan dewan paroki terus mencari cara-cara kreatif untuk menghidupkan Paroki Gedangan yang sudah berusia 150 tahun.   Kami juga mendapatkan kesempatan Istimewa untuk mendengarkan sharing dari Pater Ed Quinnan, S.J., Jesuit Amerika yang menjadi superior misi di Micronesia. Dalam kesempatan tersebut, Pater Ed mengajak kami untuk menyadari pentingnya penghayatan ketaatan yang benar dan pentingnya percakapan rohani dalam membangun hidup komunitas. Ketaatan dan percakapan rohani adalah hal yang sangat krusial bagi para Jesuit yang berada dalam satu komunitas untuk bekerja bersama mengemban misi Tuhan sendiri.   Selanjutnya, kami juga mendengar sharing dari Ibu Karlina Supelli. Bu Karlina berbagi pengalamannya dalam dua sudut pandang, yaitu sebagai ibu dari seorang religius dan awam yang bekerja bersama dengan para religius. Kami merasa sangat tersentuh dengan sharing dari Bu Karlina karena bisa membahasakan dan mewakili perasaan yang tak terkatakan dari keluarga kami masing-masing. Di sisi lain, mengingat

Feature

Dalam Bayang-Bayang Gempa: Mengabdi, Menginspirasi, dan Membangun Kesiapsiagaan

Semburat matahari pagi lengkap ditambah raut antusias dan senyum cerah anak-anak Pingit. Momen itu seolah menjadi sambutan hangat kala kami menginjakkan kaki di Perkampungan Sosial Pingit (PSP). Di tengah kebisingan kendaraan, kami merasakan energi positif menyelimuti mereka. Raut penasaran dan tatapan mereka mewarnai kegiatan pagi itu. Kami merasakan keingintahuan anak—anak akan hal baru, tentang apa yang akan mereka dapatkan. Mengabdi dan berbagi di Kampung Pingit pada 29 September 2024 adalah perjalanan bermakna yang tak terlupakan. Kegiatan sosial mengajar ini dilakukan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Himpunan Mahasiswa Sains Informasi Geografi (HMSaIG). Ini merupakan bagian program kerja Departemen Sosial Masyarakat, hasil kolaborasi dengan Realino SPM. Tema yang diangkat “Kenali Gempa: Tetap Tenang dan Siap Siaga.” Bahasan ini ingin memberikan edukasi penting tentang mitigasi bencana gempa bumi kepada masyarakat, khususnya anak-anak di daerah Yogyakarta yang memiliki risiko gempa bumi.   Seiring kami memulai sesi pertama, rasa cemas yang sempat menghinggapi digantikan kegembiraan. Dalam sesi belajar, kami bukan hanya mengajarkan teori-teori dasar gempa bumi dan langkah-langkah keselamatan yang harus dilakukan, tetapi juga memastikan bahwa anak-anak paham akan apa yang sedang terjadi di bumi ini ketika gempa berlangsung. Simulasi dilakukan untuk mengetahui dan memperdalam pengetahuan mereka bahwa gempa bumi dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya pergerakan lempeng tektonik. Melalui video dan alat peraga simulasi gempa bumi yang menarik dan edukatif, materi disampaikan dengan cara yang menyenangkan dan mudah dipahami. Setiap sesi pun menjadi interaktif dan bermakna. Anak-anak juga diajak untuk mencoba menggerakkan alat peraga supaya merasakan dampak yang gempa bumi. Selain menyampaikan materi, kami mengadakan games, kuis sederhana, dan makan bersama sebagai jembatan membangun kedekatan dengan anak-anak Pingit. Setiap tawa dan tanya yang terlontar dari anak-anak menyalakan semangat kami untuk berbagi. Kegiatan ini mengingatkan kami pada ungkapan Mahatma Gandhi, “The best way to find yourself is to lose yourself in the service of others.” Ungkapan tersebut menekankan pentingnya mengutamakan kebutuhan orang lain di atas kepentingan pribadi. Melalui tindakan pelayanan, kami tidak hanya membantu orang lain melainkan juga menemukan tujuan dan identitas kami sendiri. Sebagai fasilitator, kami datang dengan niat berbagi ilmu, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Kami belajar banyak dari anak-anak Pingit, tentang ketekunan, semangat belajar, dan kemampuan beradaptasi di tengah keterbatasan. Mereka mengajarkan bahwa harapan tetap tumbuh meskipun dalam kondisi sulit, dan pendidikan adalah jembatan menuju masa depan lebih baik.   Dalam interaksi dengan masyarakat Pingit, dirasakan bahwa kehadiran kami sebagai mahasiswa bukan sekadar membawa materi akademik, tetapi juga membawa harapan baru. Anak-anak di sini, dengan keterbatasan mereka, menunjukkan rasa ingin tahu sangat besar. Mereka tidak hanya belajar bagaimana menghadapi gempa, melainkan juga belajar bahwa di luar sana ada banyak kesempatan bisa mereka raih lewat pendidikan. Selain memberikan edukasi gempa, kegiatan ini menjadi kesempatan mendekatkan diri dengan Volunteer Komunitas Belajar Pingit. Kami berbagi cerita, mendengarkan aspirasi, dan memahami permasalahan yang mereka hadapi sehari-hari. Hal ini memperkuat kesadaran kami akan pentingnya kepedulian sosial dan solidaritas. Pengabdian ini mengajarkan perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil, seperti kata Malala Yousafzai bahwa “One child, one teacher, one pen, and one book can change the world.” Setiap usaha kami meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana dapat berdampak besar pada keselamatan mereka di masa depan. Kampung Pingit mengajarkan kami bahwa pengabdian bukan hanya tentang apa yang bisa kami berikan, tetapi juga tentang bagaimana kami menerima. Setiap tindakan kecil dengan ketulusan akan memberi dampak lebih besar daripada yang kami bayangkan. Kami belajar bahwa melayani adalah sebuah panggilan, yang ketika dijalankan dengan sepenuh hati, akan membawa kebahagiaan mendalam baik bagi yang dilayani maupun yang melayani. Kampung Pingit akan selalu menjadi tempat kami menemukan makna pada setiap langkah pelayanan.   Kontributor: Himpunan Mahasiswa Sains Informasi Geografi – Universitas Gajah Mada

Pelayanan Gereja

OM JAMARI – Orang Muda Mengajar, Bermain, dan Berbagi

Inilah inisiasi kegiatan oleh Gedangan Muda, yaitu kunjungan ke Panti Asuhan St. Thomas Bergas pada Minggu, 15 Desember 2024. Kunjungan ini merupakan wujud syukur Gedangan Muda atas kegiatan-kegiatan yang sudah terlaksana sebelumnya yang sekaligus menjadi momentum refleksi bersama untuk mensyukuri setiap hal kecil yang diterima dan memupuk semangat berbagi. Dalam kunjungan ini, selain bantuan berupa donasi materi, kami juga ingin membagikan pengalaman berharga melalui kegiatan bermakna. Salah satu bentuk kegiatan bermakna yang kami selenggarakan adalah menghias pot tanaman bersama mereka. Aktivitas ini mengajarkan anak-anak untuk menghargai ciptaan Tuhan, seperti tanaman, dan menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan. Ternyata pot-pot yang dihiasi dengan berbagai warna dan kreativitas semakin menghidupkan suasana dan menambah semangat untuk merawat tanaman. Kami berharap kegiatan ini tidak hanya memberi kebahagiaan bagi anak-anak tetapi juga mengingatkan kami untuk terus mensyukuri hal-hal sederhana. Ternyata, berbagi itu bukan hanya soal materi tetapi juga waktu, perhatian, dan kasih. Semangat dalam kunjungan ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Banyak umat yang tergerak berdonasi kebutuhan pokok, uang, dan buku bacaan. Rupanya, buku bacaan sangat mereka butuhkan karena kegiatan membaca merupakan salah satu kegiatan favorit dan hobi mereka. Semoga bantuan tersebut dapat membantu kelangsungan kebutuhan anak-anak di Panti Asuhan St. Thomas. Dalam kebersamaan yang terjalin, terasa nyata bagaimana cinta kasih Kristus yang hadir melalui setiap senyuman dan tawa yang dibagikan.   Kunjungan ini mengingatkan kami akan slogan yang selalu diusung, “Gedangan Muda, Aku Muda Aku Bisa!” Kami berharap semoga semangat dan jiwa muda selalu ada dalam diri kami di manapun berada. Rasa syukur dan sukacita bisa diwujudkan melalui tindakan kecil nan bermakna. Semoga kami selalu bisa mengupayakan langkah nyata yang berdampak bagi diri kami dan lingkungan sekitar!   Kontributor: Maria Godeliva Diantita K. – Ketua OMK Paroki St. Yusup Gedangan  

Kuria Roma

Pertemuan para Bruder: Mendalami Panggilan Mendasar dalam Serikat

Komisi Internasional Panggilan Bruder memulai perjalanan tiga tahun untuk memperdalam panggilan mendasar ini.   Kuria Roma menjadi tuan rumah pertemuan perdana Komisi Internasional Panggilan Bruder atau International Commission on the Jesuit Brother (ICJB) untuk menindaklanjuti pertemuan internasional para bruder di Roma, Juli 2022 lalu. Inisiatif baru ini menandai awal proses kerja dan discernment yang akan berlangsung selama tiga tahun ke depan. Komisi ini, yang mencerminkan keragaman dan universalitas Serikat, menyatukan para Bruder Jesuit dari enam Konferensi Provinsi, yaitu: Afrika dan Madagaskar, Amerika Latin dan Karibia, Asia Pasifik, Kanada dan Amerika Serikat, Eropa dan Timur Dekat, dan Asia Selatan. Yang menarik dari komisi ini adalah keikutsertaan seorang biarawati dan seorang awam kolaborator Serikat, serta dua imam Jesuit yang membawa perspektif lebih luas dan lebih kaya dalam dialog tentang panggilan Bruder Jesuit. Komposisi yang beragam ini mencerminkan semangat kolaborasi yang menjadi ciri khas cara kerja Serikat di dunia masa kini. Dalam pertemuan pertama di Roma ini, komisi meletakkan dasar kerja yang akan membahas isu-isu mendasar seperti identitas dan misi Bruder Jesuit di dunia saat ini, proses Pendidikan, dan promosi panggilan. Pertemuan ini menggabungkan refleksi mendalam, doa, dan discernment Ignatian yang menjadi tindak lanjut pertemuan tahun 2022 yang telah menghasilkan banyak hal penting.   Perpanjangan mandat komisi selama tiga tahun memungkinkan isu-isu ini dibahas secara mendalam, memfasilitasi proses mendengarkan yang mencakup suara para Bruder dan rekan berkarya dari berbagai belahan dunia. Jangka waktu ini juga memungkinkan pengembangan prakarsa secara bertahap dan pengamatan dinamikanya dalam konteks budaya yang berbeda.   Karya komisi ini sangat relevan pada saat Gereja berusaha memperbarui bentuk-bentuk kehadiran dan pelayanannya di dunia. Para Bruder Jesuit, dengan tradisi pelayanan mereka yang kaya di berbagai bidang seperti pendidikan, perawatan kesehatan, administrasi dan pekerjaan teknis, merupakan saksi penting terhadap hidup bakti di dunia modern ini. Proses tiga tahun ini, yang diprakarsai oleh Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J., merupakan komitmen penting Serikat terhadap masa depan panggilan Bruder Jesuit. Pertemuan di Roma ini menandai awal sebuah jalan yang baik untuk memperkuat dan memperbarui panggilan Bruder Jesuit bagi pelayanan Gereja dan dunia di abad ini.   Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel “Jesuit Brothers: Deepening this Essential Vocation”. Artikel ini diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Tim Sekretariat SJ Provindo pada tanggal 1 April 2024.

Penjelajahan dengan Orang Muda

Kunjungan ke Pesantren Ahmadiyah

Pada Sabtu, 18 Januari 2025, perwakilan frater dari Kolese Hermanum melakukan kunjungan ke Kampus Mubarok yang berlokasi di daerah Parung, Jawa Barat. Kampus Mubarok merupakan pusat Ahmadiyah Indonesia sekaligus “seminari” para calon imam Ahmadiyah di Indonesia. Ada 15 frater dari berbagai negara, ditemani oleh Pater Guido Chrisna, S.J. dan Pak Buddhy Munawar, seorang dosen Islamologi di STF Driyarkara, yang berkunjung ke komunitas Ahmadiyah. Kunjungan ini dimaksudkan agar para frater dapat semakin mengenal Komunitas Ahmadiyah dan pada akhirnya semakin mampu membangun dialog antaragama dengan mendalam.   Kunjungan kami ini disambut oleh Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia (pimpinan Ahmadiyah Indonesia), Maulana Mirajuddin Sahid. Dalam seremoni pembukaan kunjungan ini, Amir Nasional berpesan untuk selalu mengusahakan dialog dengan berbagai pihak agar dapat menciptakan kerukunan di tengah masyarakat. Setelah seremoni pembukaan tersebut, kami diajak untuk mengenal sejarah dan spiritualitas komunitas Ahmadiyah di sebuah gedung yang mereka sebut sebagai Peace Center. Ketika memasuki Peace Center kami diperlihatkan foto-foto para pemimpin agama di dunia (termasuk Paus Fransiskus), pendiri Komunitas Ahmadiyah dan para penerusnya, tokoh-tokoh nasional Indonesia yang merupakan bagian dari Komunitas Ahmadiyah dan karya-karya pelayanan Ahmadiyah di Indonesia. Komunitas Ahmadiyah menjadi komunitas yang sering “dipinggirkan” karena keyakinan mereka yang berbeda dari arus utama, terutama mengenai paham mesias dan nabi dari keyakinan umat Islam pada umumnya. Komunitas ini didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad pada abad ke-19 di India. Ahmadiyah percaya bahwa Kedatangan Kedua Sang Mesias telah terjadi, dan bahwa Mesias yang Dijanjikan adalah pendiri mereka sendiri. Meskipun sebagian besar keyakinan mereka mirip dengan agama Islam pada umumnya, penafsiran mereka tentang peran Mesias menjadi titik perbedaan yang kontroversial. Akibatnya, mereka sering dianggap sebagai non-Muslim. Bahkan Pusat komunitas Ahmadiyah dipindahkan dari Pakistan ke London demi alasan keamanan. Kepemimpinan Mirza Ghulam Ahmad diteruskan oleh para penerusnya dan bergelar Khalifatul Masih. Sekarang, Komunitas Ahmadiyah dipimpin oleh Khalifatul Masih V yang bernama asli Hazrat Mirza Masroor Ahmad. Khalifatul Masih V selalu menyerukan mengenai perdamaian dan cinta kasih dalam khotbah-khotbahnya. Love for all, hatred for none. Itulah motto dari Komunitas Ahmadiyah yang selalu dibawa dan ditunjukkan oleh Khalifatul Masih V dalam setiap khotbahnya.   Setelah berkenalan dengan sejarah dan iman mereka, para frater diajak berdinamika bersama para “seminaris” Ahmadiyah. Para mahasiswa di Kampus Mubarok ini tinggal dalam sebuah asrama besar dan tidur bersama di sebuah barak besar. Mereka tidak boleh mengakses internet dan menggunakan ponsel. Mereka bahkan juga mengalami “peregrinasi” selama tiga hari. Cara hidup ini sepintas mirip kehidupan di seminari pada umumnya.   Setelah lulus dari SMA, para calon imam Ahmadiyah menjalani pendidikan di Kampus Mubarok selama tujuh tahun. Setelah tujuh tahun, mereka akan “ditahbiskan” menjadi imam Ahmadiyah dan menerima perutusan langsung dari Khalifatul Masih, pimpinan tertinggi komunitas Ahmadiyah. Segala perpindahan tugas perutusan harus berdasarkan keputusan Khalifatul Masih dengan rekomendasi dari pimpinan nasional Ahmadiyah suatu negara. Secara tidak langsung, sistem hierarki yang dipakai oleh komunitas Ahmadiyah tidak jauh berbeda dengan hierarki Gereja Katolik. Komunitas Ahmadiyah memiliki pemimpin umum yang disebut Khalifatul Masih. Cara mereka mengutus para imamnya juga terkesan mirip dengan model Gereja Katolik dalam perutusan para imamnya. Belum lagi, proses formasi para calon imam Ahmadiyah juga mirip dengan formasi para calon imam Katolik.   Kemiripan dalam hal-hal teknis dan juga nilai kasih yang mereka junjung tinggi meneguhkan kami. Kunjungan kami ke pesantren Ahmadiyah ini semakin meneguhkan kami untuk berusaha berjejaring dan berkolaborasi dengan semua pihak dalam menciptakan bonum commune di dalam masyarakat. Memang apa yang kami imani tentu saja berbeda dengan mereka. Akan tetapi, kami dan mereka memiliki kesamaan visi dan nilai yang sama-sama dijunjung tinggi, baik oleh Gereja Katolik maupun oleh Ahmadiyah sendiri: mengasihi sesama dan mewujudkan kedamaian di dunia. Kunjungan ini ditutup dengan olahraga bersama dengan para “seminaris” Ahmadiyah. Kami bermain sepak bola untuk menutup kunjungan yang penuh makna ini.   Kontributor:Fr. Feliks Erasmus Arga, S.J. dan Fr. Aman Aslam, S.J.

Provindo

Pentakhtaan Relikui St. Ignatius Loyola dan Pemberkatan Gedung Pastoral St. Paulus – Paroki St. Ignatius Loyola, Semplak, Bogor

“Dengan diterimanya relikui ini, kami berharap Paroki Santo Ignatius Loyola semakin diperkaya oleh semangat Ignatius. Kehadiran relikui ini bukan hanya lambang, tapi juga pengingat akan panggilan untuk hidup kudus, melayani dengan cinta tanpa batas, dan menghidupi semangat ‘Magis’ dalam memberikan yang terbaik bagi Allah dan sesama. Semoga seluruh umat paroki terinspirasi oleh teladan Santo Ignatius Loyola untuk terus bertumbuh dalam iman, harapan, dan kasih. Semangat Ad Maiorem Dei Gloriam, demi kemuliaan Allah yang lebih besar, kiranya menjadi pegangan dalam setiap karya dan doa. Kami percaya bahwa dengan menghormati dan dengan perantaraan Santo Ignatius, paroki ini akan semakin diberdayakan untuk hidup dalam terang Injil.“   Pesan harapan itu menjadi penutup surat penyerahan relikui Santo Ignatius Loyola yang dibacakan oleh Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. dalam perayaan Ekaristi di Gereja Santo Ignatius Loyola, Semplak – Bogor pada Sabtu, 25 Januari 2025. Usai pembacaan surat, relikui berupa potongan jubah Santo Ignatius Loyola ditakhtakan di altar dengan iringan lagu Amare et Servire (Mencintai dan Melayani).   Umat Paroki Semplak tidak hanya bersukacita atas anugerah penyerahan relikui, tetapi juga bersyukur atas pemberkatan dan peresmian Gedung Pastoral Santo Paulus. Tak hanya itu, umat sekaligus bersukacita atas ulang tahun ke-61 RD. Antonius Dwi Haryanto (Romo Anton) yang sejak tahun 2017 menjadi Pastor Kepala Paroki Semplak. Sukacita-sukacita ini dirayakan dalam Ekaristi yang dipimpin secara konselebrasi oleh Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM (Uskup Keuskupan Sufragan Bogor), Mgr. Christophorus Tri Harsono (Uskup Keuskupan Sufragan Purwokerto), RD. Kol (Sus.) Yoseph Maria Marcelinus Bintoro (Wakil Uskup umat Katolik di lingkungan TNI dan POLRI), Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. (Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia), RD. Antonius Dwi Haryanto (Pastor Paroki Semplak saat ini), dan RD. Ridwan Amo (Pastor Paroki Semplak yang pertama).   Mgr. Paskalis merefleksikan pertobatan Santo Paulus dalam homilinya. Tuhan mengambil inisiatif memanggil manusia untuk berkarya bersama Dia, bahkan hingga saat ini. Ia mengambil tindakan untuk mempertobatkan Saulus, seseorang yang bersemangat menghancurkan pengikut Yesus. Tuhan lalu mengubahnya menjadi misionaris agung yang memberitakan Yesus kemana pun ia pergi. Mgr. Paskalis juga mengambil contoh Mgr. Tri Harsono yang lahir dari rahim paroki Semplak dalam keluarga Komando Pasukan Gerak Cepat Angkatan Udara. Mgr. Tri dipilih Tuhan untuk berkarya memberitakan nama Tuhan dengan menjadi uskup Purwokerto. Mgr Paskalis mengajak umat Semplak, yang memilih St. Ignatius Loyola sebagai pelindungnya, untuk mengikuti Kristus dengan cara Santo Ignatius: memiliki ketaatan total pada Gereja Katolik apapun keadaannya.    Dalam kata sambutannya, Romo Anton berterima kasih kepada seluruh pihak, baik dari Keuskupan Bogor, Pangkalan Udara TNI-AU, dan seluruh umat yang telah terlibat dalam dinamika perjalanan pembangunan paroki ini. “Semua sukacita ini terjadi karena rahmat dan kasih Tuhan yang sangat luar biasa.”   Romo Anton secara khusus berterima kasih kepada Pater Benny dan Pater Windar dari Provinsialat Serikat Jesus Provinsi Indonesia atas anugerah relikui yang diberikan kepada umat paroki Semplak. Ini tak lepas dari orang-orang yang mencintai Santo Ignatius, khususnya pasutri Antonius Imam Toni dan Retno yang telah sekian lama mencari relikui ini dan berhasil mendapatkannya dari Provinsialat Serikat Jesus.   Selayang Pandang Paroki St. Ignatius Loyola, Semplak – Bogor Paroki Semplak adalah bagian dari Keuskupan Sufragan Bogor yang memiliki keunikan tersendiri. Terletak di kawasan Pangkalan Udara (Lanud) Atang Sendjaja, paroki ini tergolong paroki muda karena baru dikukuhkan pada 1 Agustus 2015 setelah sebelumnya menjadi bagian dari karya pelayanan Paroki Katedral Bogor. Komunitas umat Katolik Semplak mulai terorganisasi pada tahun 1964. Kemudian pada tahun 1977 umat Katolik dan Protestan mendapatkan fasilitas gereja oikumene dari pimpinan Pangkalan Udara. Gedung gereja tersebut kemudian difungsikan sebagai kapel Santo Petrus oleh umat Katolik dan menjadi gereja Sola Gratia bagi umat Protestan. Meskipun berdiri di tanah milik TNI AU, umat Katolik Semplak tak hanya berasal dari kalangan kategorial TNI AU tapi juga umat non militer yang tinggal di luar kompleks Pangkalan Udara.   Pertambahan jumlah umat di wilayah St. Petrus Semplak sangat menggembirakan, hingga pada tahun 2005 pengurus wilayah mengajukan pembangunan gereja Katolik kepada Komandan Pangkalan Udara dan disetujui oleh Kepala Staff Angkatan Udara Republik Indonesia. Tanggal 8 September 2006 adalah hari yang sangat bersejarah karena wilayah Semplak dinaikkan statusnya menjadi stasi. Pada hari itu pula, gereja baru diberkati oleh Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM dan diresmikan oleh komandan pangkalan udara Atang Sendjaja, Marsekal Pertama Ignatius Basuki, yang nama baptisnya menjadi inspirasi bagi penamaan paroki Semplak.    Mengutip sambutan Pater Benny, nama Ignatius Loyola adalah nama yang amat tepat bagi paroki yang berlokasi di lingkungan militer ini. Santo Ignatius awalnya adalah seorang prajurit dengan ambisi yang luar biasa. Namun setelah cita-citanya pupus akibat terkena mortir pada pertempuran di Pamplona, ambisi besarnya diserahkan pada apa yang dikehendaki Allah. “Apapun yang aku lakukan adalah demi besarnya kemuliaan Tuhan.”   Pertumbuhan umat disertai juga dengan kebutuhan bangunan untuk memfasilitasi kegiatannya. Dirasa perlu juga untuk membangun pastoran yang dapat ditinggali oleh lebih dari satu orang pastor. Oleh karena itu, sejak tahun 2019 mulai dibentuk panitia pembangunan sarana pastoral, meski pelaksanaan pembangunannya baru bisa terlaksana pada Januari 2024 setelah terbit izin dari Pangkalan TNI AU. Penantian panjang umat paroki Semplak berakhir indah dengan pemberkatan dan peresmian gedung pastoral pada pesta pertobatan Santo Paulus, 25 Januari 2025.   Semoga kehadiran relikui Santo Ignatius Loyola dan peresmian gedung pastoral Santo Paulus semakin menambah semangat kerohanian dan memperkuat iman umat paroki Semplak.   Kontributor: Ignatia Marina