capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Menimba Rahmat Bulan Imamat

Date

Program Bulan Imamat (Arrupe Month) adalah salah satu bagian integral dalam formasi sebagai calon imam Serikat Jesus. Program ini dilaksanakan pada tahap akhir formasi imamat, yaitu formasi teologi. Kami, enam frater teologan dan seorang bruder tahun pertama dari Kolese St. Ignatius Yogyakarta, menjalani program Bulan imamat pada 2-31 Januari 2025 di Rumah Retret Kristus Raja, Girisonta. Selama satu bulan, kami menjalani rangkaian acara dan didampingi oleh Pater Paul Suparno, S.J. selaku Prefek Spiritual Kolsani.

 

Pengalaman menjalani Bulan Imamat merupakan pengalaman istimewa. Program ini memberikan kesempatan berharga bagi kami untuk semakin menghayati panggilan imamat dalam Serikat Jesus dengan rangkaian sesi diskusi dengan beragam pembicara, sharing rohani, dan ditutup dengan retret delapan hari (octiduum). Ada empat pertanyaan besar yang menjadi arah dasar program ini.

  1. Dari mana inspirasi dan Roh imamat Jesuit?
  2. Imamat dan hidup membiara untuk siapa?
  3. Siapa rekan pelayanan imam?
  4. Ruang dialog mana saja yang bisa dilibati?

 

Peserta Bulan Imamat 2025 bersama Br. Marsono di Kapel SMK PIKA. Dokumentasi: Penulis.

 

Menggali Inspirasi dan Roh Imamat Jesuit

Pertanyaan “Dari mana inspirasi dan Roh imamat Jesuit?” mengajak kami untuk melihat kembali akar spiritualitas Serikat Jesus dan merefleksikan tentang kekhasan imamat Jesuit. 

 

Dalam sesi pengantar, Pater C. Kuntoro Adi, S.J. selaku Rektor Kolese Ignatius menunjukkan bahwa panggilan imamat dalam Serikat Jesus berbeda dibandingkan dengan tarekat religius lain. Beliau mengangkat kisah para Jesuit yang masuk ke Kerajaan Siam pada abad XVII sebagai astronom kerajaan. Hal tersebut menunjukkan kekhasan imamat Serikat Jesus yang bukan pertama-tama imamat kultis, melainkan imamat ministerial.

 

Bersama Pater L.A. Sardi, S.J., kami menelusuri perjalanan para Primi Patres serta dokumen-dokumen Serikat. Lebih dari sekadar peran fungsional, imamat Jesuit berakar pada spiritualitas Ignasian yang mengutamakan perjumpaan dengan Tuhan dalam segala. Relasi pribadi dengan Allah menjadi hal yang sangat penting agar pelayanan para Jesuit bukan sekadar tugas melainkan perutusan yang lahir dari perjumpaan dengan Sang Sumber Hidup.

 

Selain itu, secara Istimewa kami juga merefleksikan tentang relasi antara imam dan bruder dalam Serikat Jesus. Pater Sardi menegaskan bahwa para bruder Jesuit juga berkontribusi melalui semangat partisipatif dalam tugas para imam. Baik imam maupun bruder Jesuit sama-sama menghidupi misi Tuhan dalam Serikat. Perjumpaan kami dengan Br. Marsono, S.J. yang berkarya di Kolese PIKA, Semarang, semakin menegaskan semangat partisipatif tersebut.

 

Panggilan imamat Jesuit melihat perutusan dari pembesar sebagai perutusan dari Tuhan sendiri. Dalam kunjungan kami ke Provinsialat S.J., kami diajak untuk melihat kembali perjalanan Provindo dalam mewujudkan Rencana Apostolik Provindo (RAP) bersama Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. selaku Provinsial. Dalam kesempatan tersebut, kami juga diberi gambaran tentang tata kelola gubernasi Serikat oleh Pater Sigit Prasadja, S.J., sebagai Ekonom Provinsi, dan Pater Melkyor Pando, S.J., sebagai Socius Provinsial.

 

Peserta Bulan Imamat 2025 bersama P Melky, SJ dalam sesi “Gubernasi Serikat Jesus”. Dokumentasi: Penulis

 

Menjawab Panggilan di Tempat yang Paling Membutuhkan

Dalam semangat Preferensi Apostolik Universal (UAP), Bulan Imamat 2025 juga mengajak kami untuk bertanya: Imamat dan hidup membiara untuk siapa? Pertanyaan ini semakin menyadarkan kami bahwa Jesuit dipanggil untuk melayani di tempat paling membutuhkan, di tapal batas atau frontiers.

 

Dalam kunjungan kami ke Paroki St. Antonius, Muntilan, kami bersyukur bisa mendengar sharing dari para Jesuit yang berpengalaman sebagai misionaris. Kami mendengarkan sharing dari Pater Mardi Santosa, S.J. yang pernah menjadi misionaris di Papua dan Kalimantan serta Pater Sarjumunarsa, S.J. yang pernah menjadi formator para seminaris di Kalimantan. Kami merasa bersyukur dan kagum kepada kedua sosok tersebut yang selalu siap sedia diutus dan gembira mengemban misi Serikat.

 

Tapal batas tidak selalu diartikan secara geografis. Di tengah kota besar sekalipun, ada suara-suara orang yang terpinggirkan, tertindas, dan membutuhkan. Kami mendengar sharing dari Pater Suyadi, S.J. yang berkarya di Lembaga Daya Dharma (LDD) Keuskupan Agung Jakarta. Di LDD, Pater Suyadi dan rekan-rekannya melayani orang-orang miskin dan tersingkir di tengah gemerlap kota Jakarta.

 

Selain itu, di dalam tubuh Gereja pun, ada pihak-pihak yang termasuk ke dalam kelompok rentan. Kami mendengar sharing dari Sr. Luciana, RGS yang telah memiliki banyak pengalaman dalam mendampingi para korban kekerasan seksual. Kami juga mendapat kesempatan Istimewa untuk mendengarkan pengalaman Pater James Martin, S.J., seorang Jesuit Amerika dan penulis, yang berjuang menghayati semangat sinodalitas dalam Gereja dan memberi perhatian pada kelompok LGBT.

 

Berhadapan dengan tapal batas, kami perlu sadar bahwa kami ini juga bisa menjadi pihak yang rentan. Oleh karena itu, sangat penting bagi para imam dan calon imam untuk bisa menjaga kesehatan dan kematangan psikologis. Kami dibantu oleh Bu Agnes Indar Etikawati, dosen psikologi Universitas Sanata Dharma untuk mengenali dan mengembangkan diri kami agar bisa menjadi pribadi dan calon imam yang sehat secara psikologis.

 

Peserta Bulan Imamat 2025 bersama para Romo dan Dewan Paroki Gedangan. Dokumentasi: Penulis.

 

Rekan Pelayanan Imam

Kami menyadari bahwa imam bukanlah seorang pekerja soliter. Sebagai bagian dari Gereja, kami dipanggil untuk berjalan bersama umat dan rekan-rekan sepelayanan. Oleh karena itu, refleksi mengenai siapa saja rekan pelayanan imam menjadi aspek penting dalam Bulan Imamat 2025.

 

Kami mendengarkan pengalaman Mgr. Adrianus Sunarko, OFM, Uskup Pangkal Pinang, yang menjadi peserta Sinode tentang Gereja Sinodal. Kami mendapat gambaran tentang bagaimana sinode berlangsung dan gagasan-gagasan apa saja yang dilahirkan dalam sinode tersebut. Dari situ kami semakin disadarkan pentingnya membangun kerjasama yang tulus dengan rekan-rekan imam maupun religius dari keuskupan maupun tarekat lain dalam kehidupan menggereja.

 

Semangat sinodalitas juga kami temui ketika berkunjung ke Paroki St. Yusuf Gedangan, Semarang. Di sana, kami mendapat gambaran tentang dinamika karya paroki Jesuit, termasuk kerja sama antara para Jesuit dengan dewan paroki. Pater Cahyo dan rekan-rekan dewan paroki terus mencari cara-cara kreatif untuk menghidupkan Paroki Gedangan yang sudah berusia 150 tahun.

 

Kami juga mendapatkan kesempatan Istimewa untuk mendengarkan sharing dari Pater Ed Quinnan, S.J., Jesuit Amerika yang menjadi superior misi di Micronesia. Dalam kesempatan tersebut, Pater Ed mengajak kami untuk menyadari pentingnya penghayatan ketaatan yang benar dan pentingnya percakapan rohani dalam membangun hidup komunitas. Ketaatan dan percakapan rohani adalah hal yang sangat krusial bagi para Jesuit yang berada dalam satu komunitas untuk bekerja bersama mengemban misi Tuhan sendiri.

 

Selanjutnya, kami juga mendengar sharing dari Ibu Karlina Supelli. Bu Karlina berbagi pengalamannya dalam dua sudut pandang, yaitu sebagai ibu dari seorang religius dan awam yang bekerja bersama dengan para religius. Kami merasa sangat tersentuh dengan sharing dari Bu Karlina karena bisa membahasakan dan mewakili perasaan yang tak terkatakan dari keluarga kami masing-masing. Di sisi lain, mengingat tantangan kerasulan yang semakin kompleks, kami disadarkan untuk membangun kerjasama dengan rekan-rekan awam. Baik keluarga maupun rekan-rekan awam, mereka adalah teman seperjalanan dalam menjalani imamat.

 

Peserta Bulan Imamat 2025 berkunjung ke Pondok Pesantren Roudlotus Sholihin, Demak. Dokumentasi: Penulis.

 

Imamat sebagai Jembatan Gereja dan Dunia

Dalam dunia yang semakin kompleks, kami menyadari bahwa seorang imam Jesuit tidak hanya dituntut untuk melayani umat Katolik, tetapi juga membangun jembatan dialog dengan berbagai pihak, antara Gereja dan dunia. Oleh karena itu, salah satu pertanyaan reflektif dalam Bulan Imamat adalah: Ruang dialog mana saja yang bisa kami libati sebagai imam?

 

Kami berkesempatan untuk bincang santai dengan KH. Abdul Qadir, pengasuh Pondok Pesantren Roudlotus Sholihin, Demak. Gus Qadir dengan sabar menjawab berbagai pertanyaan dari kami tentang formasi para santri hingga figur kepemimpinan dalam Islam. Kami juga sempat mengunjungi pondok pesantren asuhan Gus Qadir dengan sambutan yang begitu hangat. Kami semakin menyadari bahwa persaudaraan sejati dapat menyatukan dan menembus sekat-sekat perbedaan.

 

Pater Winandoko, S.J., Rektor Kolese Kanisius Jakarta, berbagi pengalaman dalam mengelola kolese Jesuit. Dari Pater Koko, kami belajar bahwa hal terpenting dalam mengelola karya pendidikan adalah dengan terus berpegang pada akar spiritualitas kita. Dengan kesetiaan tersebut, maka hal-hal lain akan mengikuti. Selain itu, pelayanan pendidikan dalam Serikat juga menjadi ladang subur untuk membangun dialog dengan orang muda. Di tangan merekalah, wajah Gereja dan dunia akan ditentukan. 

 

Pengalaman membangun dialog dengan orang muda juga disampaikan oleh Pater Setyodarmono sebagai Jesuit yang berkecimpung dalam formasi awam. Pater Nano berbicara secara khusus tentang formasi orang muda. Orang muda saat ini adalah calon-calon kolaborator kami di masa depan. Saat ini, orang muda menghadapi krisis yang tidak mudah, seperti kesulitan dalam mencari pekerjaan maupun tentang kesehatan mental. Tantangan ini tentu perlu menjadi perhatian yang serius.

 

Selain itu, kerasulan intelektual kiranya juga adalah salah satu upaya untuk membangun dialog dalam bentuk yang berbeda. Kami mendengar sharing dari Pater Bagus Laksana, S.J. dan Pater Bayu Risanto, S.J.. Dari mereka, kami menyadari bahwa ketekunan dalam bidang intelektual juga merupakan laku spiritual yang perlu dihayati oleh setiap Jesuit. Sejarah telah mencatat bahwa karya intelektual telah dihidupi oleh banyak Jesuit pendahulu dan membuka ruang-ruang perjumpaan dengan berbagai pihak di penjuru dunia, khususnya di Indonesia.

 

Dalam membangun dialog, tentu kami juga harus mengetahui sarana-sarana yang efektif untuk zaman ini. Prof. Richardus Eko Indrajit, pakar teknologi informatika, memberikan input yang berharga bagi kami. Kami semakin sadar bahwa segala kekayaan spiritual maupun intelektual yang kami miliki tidak akan tersampaikan dengan baik tanpa keterampilan berkomunikasi dalam dunia digital.

 

Peserta Bulan Imamat 2025 dalam misa penutup Retret 8 Hari bersama P Paul Suparno, SJ pada 31 Januari 2025. Dokumentasi: Penulis.

 

Penutup

Secara keseluruhan, Bulan Imamat menjadi sebuah perjalanan rohani yang membawa kami lebih dalam menimba pemahaman dan penghayatan imamat dalam Serikat. Dengan menggali inspirasi spiritualitas, memahami kebutuhan pelayanan, membangun rekan sepelayanan, serta membuka diri pada dialog yang lebih luas, kami semakin diteguhkan dalam menyongsong dan menghidupi panggilan imamat dalam Serikat Jesus.

 

Kontributor: S. Arnold Lintang Yanviero, S.J.

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *