Pilgrims of Christ’s Mission

jesuit indonesia

Karya Pendidikan

Sister School Partnership

Kanisius KAS & SMA Kolese de Britto Pada 2 Februari 2023 dua lembaga pendidikan yang dikelola oleh Jesuit, yaitu SMA Kolese de Britto dan Yayasan Kanisius Keuskupan Agung Semarang mengadakan pertemuan di ruang rapat Yayasan de Britto. Pertemuan ini diinisiasi sebagai bentuk kesadaran formasi berkelanjutan sekolah-sekolah yang dikelola oleh Serikat Jesus. Kolaborasi ini diharapkan memberikan dampak signifikan bagi Yayasan Kanisius dan SMA Kolese de Britto untuk mendampingi orang muda seturut arahan Universal Apostolic Preferences. Pertemuan ini dihadiri oleh Pater Yohanes Heru Hendarto, S.J. selaku Ketua Yayasan Kanisius Keuskupan Agung Semarang, Pater C. Kuntoro Adi, S.J. selaku Ketua Yayasan de Britto, Ibu Nur Sukapti selaku Kepala Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta, Bapak F.X. Catur Supatmono selaku Kepala SMA Kolese de Britto beserta staf dan enam kepala sekolah SMP Kanisius di Yogyakarta (SMP Kanisius Sleman, Bambang Lipuro, Kalasan, Gayam, Pakem, dan Sleman). Suasana dialog yang menyenangkan dan saling memberi informasi, menggugah kesadaran untuk membuka cakrawala dan berani keluar dari kotak-kotak yang membelenggu. Rahmat Kolaborasi Sister School Partnership menjadi salah satu brand yang hendak dibangun Yayasan Kanisius dan SMA Kolese de Britto. Harapan dari kerja sama ini tidak hanya berdampak terhadap serapan siswa yang akan masuk ke SMA Kolese de Britto (penerimaan siswa baru jalur beasiswa dan jalur kerjasama Kanisius-de Britto) namun secara menyeluruh mendorong dan memaksimalkan kapasitas sumber daya manusia dua lembaga ini. Salah satunya, formasi guru Ignatian menjadi peluang bagi lembaga pendidikan Jesuit untuk memperkaya pengalaman dan membangun jejaring. Gagasan kerja sama ini kemudian ditanggapi dengan mengumpulkan siswa SMP Kanisius kelas sembilan di DIY yang ingin melanjutkan ke SMA Kolese de Britto. Tahun ini ada enam belas siswa dari SMP Kanisius Keuskupan Agung Semarang yang diterima. Dua belas siswa SMP Kanisius di DIY yang diterima, delapan diantaranya mendapatkan beasiswa, lalu satu siswa berasal dari YKC Semarang dan tiga siswa dari YKC Magelang. Hal ini menjadi motivasi para pendidik di Yayasan Kanisius untuk menyiapkan siswa-siswanya yang ingin melanjutkan ke SMA Kolese de Britto. Working for Local and Regional Networks Diskusi berlangsung semakin hangat dengan membahas peluang apa yang perlu digali. Pater Heru Hendarto, S.J. memberikan penekanan pada formasi pendidikan yang saling mengisi. Siswa Kanisius yang melanjutkan ke SMA Kolese de Britto perlu diperhatikan kapasitasnya selama berproses, sehingga menjadi umpan balik bagi guru-guru Kanisius dalam mengembangkan diri. Pater Kuntoro Adi, S.J. mendorong supaya kerja sama ini memberikan mimpi besar kepada para anak didik. Para kepala sekolah dan guru berkewajiban menemani peserta didik dan mewujudkan cita-cita mereka, serta dapat menginspirasi dan punya hati untuk mendedikasikan diri kepada peserta didik. Salah satu lulusan SMP Kanisius Pakem yang melanjutkan di SMA Kolese de Britto sekarang ini melanjutkan karier bermusiknya sampai di Austria. Contoh konkret ini menunjukkan bahwa kapasitas guru dan sekolah bisa turut memaksimalkan potensi diri siswa. Dukungan semua pihak terkait sister school partnership tidak hanya meliputi Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta namun juga akan melibatkan tiga cabang lainnya. Secara bertahap akan mulai dirintis pula kerja sama serupa bagi kolese-kolese Jesuit di Keuskupan Agung Semarang. Semoga dengan usaha ini bentuk kolaborasi nyata bisa terbangun dan meluaskan jejaring. Pembinaan berkelanjutan sekolah Jesuit semakin mendaratkan UAP dalam terang Latihan Rohani, pendampingan orang muda, keberpihakan terhadap mereka yang termarginalkan dan merawat keutuhan ciptaan. Terkait kolaborasi, ungkapan Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J. “Working for local and regional networks will also mean working in and for the global network” memberikan cakrawala baru. Langkah ini sebagai langkah kecil untuk mewujudkan jaringan global sekolah Jesuit dari berbagai tingkat. Semoga. Kontributor: S. Petrus Craver Swandono, S.J. – Skolastik TOK di Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta

Karya Pendidikan

Peran Pembelajaran Produk Kreatif dengan Memanfaatkan Teknologi 3D Printer

Pendidikan dan teknologi saling berjalin kelindan. Pendidikan tidak hanya menjadi alat untuk mempelajari teknologi, namun juga dapat memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk pembelajaran. Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran produk kreatif adalah teknologi 3D printer. Teknologi 3D printer memungkinkan kita untuk mencetak objek tiga dimensi dari berbagai material seperti plastik, logam, kertas, dan bahkan makanan. 3D printer memungkinkan pengguna untuk membuat prototipe produk bahkan produk jadi dengan cepat dan mudah. Dalam konteks pendidikan, teknologi ini memberi peluang yang tak ternilai dalam membantu siswa untuk mempelajari konsep matematika dan ilmu pengetahuan dengan cara yang menyenangkan dan interaktif. Penggunaan 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif sudah diterapkan di SMK St. Mikael Surakarta sejak tahun 2019. Teknologi ini membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis. Siswa dapat menghasilkan produk yang mereka desain sendiri dan melihat hasilnya dalam bentuk fisik yang nyata. Hal ini meningkatkan motivasi dan antusiasme mereka dalam belajar. Selain itu, teknologi 3D printer juga membantu siswa untuk mempelajari desain produk dengan lebih efektif. Dengan membuat prototipe produk, siswa dapat dengan mudah melihat kelemahan desain mereka dan melakukan perbaikan secara langsung. Mereka juga dapat mempelajari bagaimana berbagai material dan tekstur mempengaruhi kinerja produk. Penggunaan 3D printer juga dapat membantu siswa mempersiapkan diri untuk karir di bidang teknologi dan rekayasa. Siswa dapat mempelajari teknologi cetak 3D dan cara menggunakan perangkat lunak desain, sehingga dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan di dunia kerja. Namun, untuk mengoptimalkan potensi teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif, diperlukan pengajaran yang tepat dan peralatan yang memadai. Guru harus dapat mengajarkan kepada siswa cara menggunakan teknologi ini secara efektif dan memandu mereka dalam membuat produk. Sekolah juga harus mempertimbangkan pengalokasian sumber daya untuk membeli dan memelihara peralatan cetak 3D yang diperlukan. Untuk mendukung penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif, diperlukan beberapa hal, seperti: 1. Infrastruktur dan peralatan yang memadai Sebelum menggunakan teknologi 3D printer, sekolah atau institusi pendidikan perlu memastikan bahwa infrastruktur dan peralatan yang diperlukan sudah tersedia. Ini termasuk perangkat keras seperti 3D printer, komputer, dan perangkat lunak desain 3D. Selain itu, diperlukan juga ruangan yang memadai untuk mengoperasikan peralatan dan menyimpan bahan-bahan cetak 3D. 2. Pelatihan dan pengembangan keterampilan Penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif memerlukan keterampilan khusus dalam desain 3D dan operasi peralatan cetak 3D. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi guru dan siswa untuk menggunakan peralatan dan perangkat lunak dengan benar. Hal ini akan membantu siswa untuk belajar dengan lebih efektif dan guru untuk memimpin dan mendukung siswa dalam pembelajaran produk kreatif. 3. Kurikulum yang relevan Kurikulum pembelajaran produk kreatif yang efektif harus mencakup penggunaan teknologi 3D printer dalam desain dan pembuatan produk. Kurikulum ini harus mencakup pelajaran tentang dasar-dasar desain 3D, operasi peralatan cetak 3D, dan pengembangan keterampilan kreatif dan berpikir kritis. Dengan demikian, siswa dapat mengembangkan keterampilan yang relevan untuk mempersiapkan mereka berkarir di bidang teknologi. 4. Integrasi dengan mata pelajaran lain Penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif dapat diintegrasikan dengan mata pelajaran lain, seperti matematika, sains, atau bahasa. Contohnya, siswa dapat menggunakan perangkat lunak desain 3D untuk membuat model matematika 3D atau membuat produk sains dengan teknologi 3D printer. Sedangkan dalam Bahasa Jawa, siswa mendesain tulisan aksara jawa dengan aplikasi Tinkercad berkolaborasi dengan pelajaran produk kreatif untuk realisasinya dengan 3D printer. Integrasi ini dapat membantu siswa memahami konsep-konsep penting dalam mata pelajaran lain sambil mengembangkan keterampilan kreativitas dan berpikir kritis. Penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif juga memiliki beberapa manfaat, di antaranya: 1. Meningkatkan keterampilan kreatif dan berpikir kritis Penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan kreatif dan berpikir kritis. Dalam proses desain dan pembuatan produk, siswa harus berpikir kreatif untuk menghasilkan ide dan konsep yang unik dan original. Selain itu, siswa juga harus berpikir kritis untuk mengevaluasi produk mereka dan menemukan cara untuk meningkatkan kualitasnya. 2. Meningkatkan motivasi dan minat belajar Penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa. Siswa akan merasa lebih tertarik dan termotivasi untuk belajar ketika mereka terlibat dalam proses desain dan pembuatan produk yang nyata dan bermanfaat. Selain itu, penggunaan teknologi canggih seperti 3D printer dapat menarik minat siswa dan membuat mereka merasa lebih antusias untuk belajar. 3. Meningkatkan kemampuan kolaborasi dan komunikasi Penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif juga dapat meningkatkan kemampuan kolaborasi dan komunikasi siswa. Dalam proses desain dan pembuatan produk, siswa harus bekerja dalam kelompok dan berkolaborasi untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Hal ini akan membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan kemampuan komunikasi yang penting untuk kehidupan dan karir mereka di masa depan. 4. Membuka peluang karir di bidang teknologi Penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif dapat membuka peluang karir di bidang teknologi. Siswa yang terampil dalam desain 3D dan operasi peralatan cetak 3D akan memiliki keunggulan dalam mencari pekerjaan di bidang teknologi dan manufaktur. Dengan demikian, penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif dapat membantu siswa untuk mempersiapkan diri untuk karir di masa depan. Secara keseluruhan, penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan, kreativitas, berpikir kritis, dan mempersiapkan diri untuk karir di bidang teknologi. Dengan pengajaran yang tepat dan peralatan yang memadai, teknologi ini dapat membawa perubahan positif dalam pembelajaran di masa depan. Selain itu, teknologi 3D printer juga dapat membantu mempromosikan inklusivitas dalam pendidikan. Dalam banyak kasus, siswa atau mahasiswa yang memiliki disabilitas fisik tidak dapat membuat prototipe produk mereka secara tradisional, seperti dengan menggunakan kayu atau kertas. Namun, dengan teknologi 3D printer, siswa ini dapat menggunakan perangkat lunak desain yang mudah digunakan untuk membuat produk dan mencetaknya dalam bentuk fisik. Hal ini memungkinkan siswa dengan disabilitas untuk mengikuti pembelajaran produk kreatif secara penuh tanpa mengalami hambatan fisik. Dengan adanya infrastruktur dan peralatan yang memadai, pelatihan dan pengembangan keterampilan, kurikulum yang relevan, dan integrasi dengan mata pelajaran lain, penggunaan teknologi 3D printer dalam pembelajaran produk kreatif dapat memberikan manfaat besar bagi siswa dan guru. Dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh melalui penggunaan teknologi ini, siswa dapat mempersiapkan diri untuk karir

Kuria Roma

Empat Tahun UAP: Dua Pembelajaran yang Tidak Terduga

Pada Februari 2019, Paus Fransiskus mengutus Serikat Jesus dengan Universal Apostolik Preferences (UAP). Apa yang telah kita pelajari setelah menghidupi UAP selama empat tahun ini? Berikut adalah refleksi mengenai empat tahun UAP oleh Pater John Dardis, Asisten Pater Jenderal bidang Perencanaan Apostolik. Saudara yang terkasih, saya hendak berbagi tentang Universal Apostolic Preferences (UAP) yang bulan ini memasuki tahun keempat. Oleh Bapa Suci Fransiskus, pada tahun 2019 lalu, UAP diserahkan kepada kita sebagai sebuah perutusan. Ini sungguh menjadi hal yang begitu penting. Bapa Suci menekankan Preferensi pertama, menunjukkan jalan menuju Allah, sebagai yang terpenting karena menjadi preferensi kunci dari tiga preferensi lainnya. Saya membayangkan beberapa perubahan yang mungkin telah kita lakukan dan hal-hal yang telah kita petik selama empat tahun terakhir ini. Saya ingin menyampaikan beberapa hal terkait dengan itu. Pertama, menurut saya, kita telah belajar tentang kerendahan hati melalui percakapan rohani, doa, dan diskresi. Kita sadari bahwa kita bukanlah satu-satunya yang bertanggung jawab atas perutusan dari Allah tadi. Kita harus senantiasa mendengarkan Allah, Yesus, dan menangkap Roh lalu memutuskan untuk bertindak. Itulah saat-saat kunci. “Mendengarkan” memberikan kita kerendahan hati yang sesungguhnya. Rapat, aneka pertemuan, atau menulis dokumen, semuanya itu memanglah penting bagi kita. Namun yang terpenting adalah mendengarkan Roh yang memampukan kita siap berbenah dan bergerak serta memperdalam hasrat kita. Itulah hal pertama yang dapat saya petik selama empat tahun ini. Saya telah melihat hal tersebut melalui aneka kesempatan kunjungan ke berbagai Provinsi, ketika membaca rencana-rencana yang telah disusun, dan ketika memberi asistensi kepada para Provinsial dan Provinsi, termasuk rekan berkarya Serikat, ketika membantu mereka mendiskresikan jalan untuk bergerak maju. Jadi, yang pertama adalah kerendahan hati. Kedua, kita seperti kembali menemukan hasrat untuk hidup sebagai Jesuit. Kita kembali antusias dan berani bermimpi, penuh daya untuk menunjukkan jalan menuju Allah dan memperhatikan mereka yang terbuang dan disingkirkan, serta membantu orang muda. Banyak orang muda di berbagai belahan dunia hidup miskin. Lantas bagaimana kita bisa membantu mereka menemukan masa depan yang penuh harapan di dunia yang dilingkupi kegelapan ini. Terakhir, tentang rumah kita bersama. Mungkin ini preferensi yang mengejutkan tetapi memberi banyak konsolasi. Kita tahu bahwa ini menjadi isu penting di seluruh dunia dan planet bumi kita. Kita memang tidak begitu paham bagaimana melakukannya, namun menjadikannya sebagai salah satu preferensi justru mendorong kita untuk memikirkan tentang rumah kita bersama, untuk mendoakannya, dan bertanya pada diri sendiri apa yang sebenarnya istimewa dalam panggilan Jesuit dan tradisi Ignasian sehingga mampu mendorong kita untuk berani bergerak maju. Jadi, merangkum apa yang telah kita petik bersama selama empat tahun ini, sekali lagi, kita telah belajar bagaimana berdiskresi secara rendah hati, mendengarkan, dan menggunakan percakapan rohani untuk dapat melaksanakan isi UAP. Kerendahan hati dan hasrat. Kita telah menemukan kembali semangat kita untuk melayani begitu banyak karya Serikat beserta inisiatif-inisiatifnya. Hasrat dan keberanian untuk mewujudkan impian Tuhan bagi dunia ini. Sungguh pelajaran besar yang dapat kita petik dari UAP. Masih ada enam tahun lagi dan semua itu akan menjadi petualangan kita. Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel UAPs After 4 Years: 2 Unexpected Lessons dalam https://www.jesuits.global/2023/02/17/uaps-after-4-years-2-unexpected-lessons/ Artikel ini diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Tim Sekretariat SJ Provindo, pada tanggal 28 Februari 2023

Tahbisan

Cinta dan RahmatMu, Cukup itu Bagiku

Kamis, 16 Februari 2023, menjadi hari yang membahagiakan bagi Serikat Jesus Provinsi Indonesia. Biasanya tahbisan imam Jesuit diselenggarakan pada bulan Juli, namun kali diadakan pada bulan Februari. Mengapa demikian? Hal ini dilakukan untuk menandai pesta syukur 100 tahun Kolsani yang jatuh pada 18 Februari 2023. Ada lima diakon yang ditahbiskan menjadi imam di Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, yaitu Yohanes Deodatus, S.J. (Paroki St. Yosef Mojokerto, Keuskupan Surabaya), Fransiskus Asisi Wylly Suhendra, S.J. (Paroki St. Odillia, Citra Raya, Tangerang, Keuskupan Agung Jakarta), Agustinus Daryanto, S.J. (Paroki St. Isidorus, Sukorejo, Keuskupan Agung Semarang), Yulius Suroso, S.J. (Paroki St. Maria Bunda Penasihat Baik, Wates, Keuskupan Agung Semarang), dan Antonius Siwi Dharma Jati, S.J. (Paroki St. Maria Assumpta, Gamping, Keuskupan Agung Semarang). Mereka ditahbiskan oleh Bapak Uskup Robertus Rubiyatmoko, Uskup Keuskupan Agung Semarang. Dalam perayaan Ekaristi tahbisan, Bapak Uskup Robertus Rubiyatmoko ditemani oleh Pater Provinsial Benedictus Hari Juliawan, S.J. dan acting rector Kolese Santo Ignatius Pater Paulus Suparno, S.J. Tahbisan imam ini dihadiri oleh para Jesuit (nostri), imam, suster, frater, bruder, keluarga, dan para tamu undangan. Perayaan Ekaristi berlangsung kurang lebih 2,5 jam. Tema tahbisan imam tahun ini adalah Cinta dan Rahmat-Mu, Cukup itu Bagiku. Para tertahbis memilih tema ini karena mereka menyadari bahwa panggilan imamat mereka tidak lepas dari keterbatasan dan kelemahan manusiawi mereka namun disertai, dikuatkan, dan disempurnakan oleh rahmat Allah. Tuhan membentuk, menempa, dan membina mereka menjadi pribadi yang siap untuk menyampaikan kabar sukacita. Bapak Uskup Rubiyatmoko mengingatkan agar para neomis senantiasa memohon rahmat terus-menerus dari waktu ke waktu, sehingga cinta dan rahmat Allah semakin melimpah bagi mereka, serta menjadi jalan untuk menghayati iman dan menanggapi panggilan Tuhan. Selain itu, para imam baru ini diharapkan menjadi Imam yang serius sehingga kegelisahan, kekhawatiran, dan keraguan yang sebelumnya dirasakan bisa teratasi dengan baik. Dengan demikian, keyakinan bahwa Tuhan senantiasa menyertai mereka, akan mengobarkan pemberian diri seutuhnya dalam pelayanan. Setelah perayaan Ekaristi, Pater Provinsial Benny langsung memberikan perutusan bagi kelima neomis. Setelah Perayaan Ekaristi tahbisan imamat, acara dilanjutkan dengan ramah tamah di kompleks Kolsani. Mari kita berdoa, agar Roh Kudus senantiasa menyertai mereka sehingga mereka mampu menghayati panggilan imamat dengan sepenuh hati. Kontributor: Margareta Revita – Tim Komunikator Provindo

Kuria Roma

Tanggap Darurat Gempa Bumi Turki dan Suriah

Situasi masih terlihat tak menentu setelah gempa bumi dahsyat pada malam hari 5-6 Februari yang melanda Suriah dan Turki. Bangunan gereja Katedral Iskenderun runtuh. Uskup Paolo Bizzeti, S.J., Uskup Anatolia di Turki Timur, sedang berada di luar negeri saat bencana terjadi. Namun demikian, ia bisa segera mengorganisasi bantuan. Pater Antuan Ilgit S.J. yang berada di lokasi juga langsung mengorganisasi bantuan untuk para umat. Situasi berubah-ubah dan informasi terus diperbarui. Gambaran di sekitar nampak kacau: rumah sakit runtuh atau tidak dapat melayani pasien, kurangnya pasokan listrik, dan koneksi internet yang rusak atau sangat sulit. “Dari hati terdalam, kami menyampaikan belarasa dan belasungkawa yang terdalam kepada keluarga dan semua orang yang terdampak gempa bumi di Suriah dan Turki,” kata Pater Arturo Sosa. “Kami turut berduka atas mereka yang kehilangan orang-orang yang mereka cintai, mereka yang kehilangan tempat tinggal dan komunitas. Kami berdoa semoga semua segera pulih dan mereka yang terluka mendapat perawatan yang aman dan mereka yang terdampak bencana mendapatkan kenyamanan kembali.” Di Aleppo, di sebuah komunitas yang terdiri atas tiga Jesuit, mereka terpaksa turut mengungsi setelah gempa pertama dan bergabung dengan penduduk Aleppo lainnya dalam cuaca yang sangat dingin sepanjang malam. Banyak rumah telah runtuh. Orang-orang tidak mau kembali ke rumah karena takut akan gempa susulan. Lembaga kita telah membuka rumah di Aziziyé, sebuah rumah yang telah dibangun dengan sangat baik, sebagai tempat pengungsian sementara. JRS berdiri di depan untuk melakukan respon tanggap darurat dan sekaligus mereka telah meluncurkan permohonan bantuan dana. Tony O’Riordan, imam Jesuit Irlandia, mengatakan, “Saya baru saja tiba di Aleppo untuk melakukan assessment kebutuhan dan respon tanggap darurat yang akan dilakukan JRS. Menyelamatkan hidup dan memenuhi kebutuhan kesehatan menjadi prioritas utama dan kami berusaha segera membuka kembali klinik kesehatan setelah semuanya dibersihkan dan disiapkan oleh para tukang hari ini. Kami akan terus meningkatkan sokongan perlindungan dasar terhadap cuaca dingin dan hal lainnya yang tidak memungkinkan para korban kembali ke rumah. Prioritas kedua kami adalah membantu para korban agar tetap tangguh secara mental.” Turki: untuk informasi lebih lanjut dan tautan untuk donasi silakan klik www.amo-fme.org Suriah: untuk informasi lebih lanjut dan tautan untuk donasi silakan klik https://jrs.net/. Donasi dari AS klik di sini.

Kuria Roma

Lima Santo Santa, Satu Pesta

Peringatan 400 Tahun Kanonisasi Lima Orang Kudus Lima ratus tahun yang lalu, Tuhan mengubah hidup Ignatius dari Loyola (1491-1556) dengan cedera kaki. Cedera itu akhirnya membuat Ignatius mengabdikan dirinya untuk melayani Paus dan Gereja Universal, serta mendirikan Serikat Jesus bersama para sahabat perdananya. Karena cedera kaki, Ignatius berjalan pincang saat pertama tiba di Roma. Ia pergi ke Roma karena keinginan yang sangat besar untuk meneladan Yesus. Siapa yang menyangka bahwa peziarah berkaki pincang ini kemudian dikanonisasi oleh Paus Gregorius XV di Basilika Santo Petrus kurang lebih satu abad kemudian, tepatnya pada 12 Maret 1622.  Sabtu, 12 Maret 2022, menjelang tahun kesembilan masa pontifikalnya, Paus Fransiskus hadir di Gereja Gesu-Roma untuk merayakan pesta kanonisasi ini. Dengan berjalan tertatih tetapi dengan rasa cinta yang besar bagi Gereja -ini mengingatkan kita pada sosok Ignatius- Bapa Suci menghadiri perayaan ini dengan penuh cinta dan semangat. Dalam peringatan tersebut, Bapa Suci tidak hanya hadir karena memperingati Santo Ignatius Loyola. Selain Santo Ignatius, ada juga Santo Fransiskus Xaverius (1506-1552), misionaris dan salah satu Jesuit perdana; Teresa dari Yesus atau kita kenal juga sebagai Teresa dari Avilla (1515-1582), seorang mistikus dan biarawati pendiri Ordo Suster, Imam dan Bruder Karmel Tak Berkasut; Santo Isidorus (1079-1172), petani yang menjadi pelindung para penggarap tanah dan pelindung Kota Madrid; dan Santo Philipus Neri (1515-1595), imam Italia dan pendiri Kongregasi Oratorian. “Empat orang Spanyol dan seorang santo,” demikian orang Italia berkelakar. Itu adalah kanonisasi kolektif pertama dalam sejarah. Maka, Bapa Suci datang untuk berdoa bersama para Jesuit, Oratorian, Karmelit, perwakilan dari keuskupan Madrid, serta banyak umat awam dari seluruh dunia. Mereka hadir dan ribuan lainnya mengikuti siaran tersebut. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Pater Jenderal Arturo Sosa. Dalam homilinya, Bapa Suci menekankan bahwa jejak agung orang-orang kudus ini, yang telah melampaui waktu berabad-abad, kebangsaan, dan pribadi-pribadi, adalah pertama dan terutama melulu karena prakarsa dari Tuhan. Dan prakarsa itu, sebagaimana diingat Bapa Suci saat ia mengkontemplasikan Injil Transfigurasi di mana “Yesus membawa serta Petrus, Yakobus, dan Yohanes,” adalah panggilan yang berakar dalam komunitas. Dalam menghadapi godaan individualisme, klerikalisme, kekakuan dan ideologi yang memecah belah … orang-orang kudus ini mampu menjadi “pilar persekutuan.” Ignatius menjadi contoh dari persekutuan melalui discernment serta cintanya terhadap Gereja, dan Latihan Rohani menjadi hadiah bagi kita semua saat ini. Dengan penuh keberanian, Santa Teresa berupaya mendaki tempat tinggi dimana bumi dan langit bertemu, yaitu tempat manusia “bertatap muka” dengan Tuhan. Bapa Suci juga mengenang Santo Fransiskus Xaverius yang mengabarkan Injil ke sudut-sudut dunia dan bangsa yang tidak dibayangkan sebelumnya. Di tengah realitas yang hancur oleh perang, ketidakadilan, dan kejahatan lainnya, Bapa Suci menyerukan doa yang tidak berpaling dari belukar dunia melainkan mengubahnya sebagaimana yang dilakukan Santo Philipus Neri yang setia merawat anak jalanan atau Santo Isidorus yang tekun mengolah ladang. Perayaan ini juga dilakukan untuk menandai momen-momen penting lainnya. Kita dibuat takjub mendengar nyanyian Mazmur tanggapan “Kasihanilah aku, jawablah aku,” yang dibawakan oleh seorang perempuan muda Ukraina. Kita tergerak oleh doa di makam Ignatius dan di hadapan relikwi empat santo lainnya; oleh persembahan yang dibuat para pengungsi di Centro Astalli, Roma kepada Bapa Suci; oleh paduan suara Collegio del Gesu yang luar biasa; dan oleh kasih sayang dan kerendahan hati yang ditunjukkan oleh Paus Fransiskus. Sebagai Gembala Universal Gereja, Bapa Suci menampilkan dirinya sebagai putra rohani Serikat pada peringatan dua sahabat besarnya tanpa melupakan yang ketiga, Petrus Faber, yang ia kanonisasi pada September 2013 lalu. Diterjemahkan oleh Herman Wahyaka dari artikel berbahasa Inggris “FIVE SAINTS AND ONE FEAST – 400th Anniversary of five canonisations” https://www.jesuits.global/2022/03/14/five-saints-and-one-feast/

br norbert bersama anak-anak papua
Karya Pendidikan

PAPUA di dalam HATI Br. Norbert

Papua. Awalnya tidak terbayang tentang Papua. Dan, sebagai seorang bruder Serikat Jesus, saya tidak ingin mengidolakan sesuatu, termasuk tempat perutusan. Semuanya mengalir saja dan saya hanya mengikuti apa yang dibutuhkan Serikat. Dari diri saya, dengan keterbatasan dan keyakinannya, berusaha memasukkan diri dalam rangka gerak Serikat mau ke mana. Ini adalah sebuah ketaatan dan semangat ini merupakan sebuah transformasi. Dalam keluarga, kami diajarkan untuk tidak terpaku pada satu hal saja. Bagi kami, hidup adalah hidup, mengalir begitu saja sesuai kehendak orangtua. Sejak kecil, saya sudah diajarkan tentang bekerja. Bahkan, hampir tidak ada waktu untuk bermain seperti teman-teman saya waktu kecil. Contoh kecil: sebelum sekolah, teman-teman menghampiri, mengajak ke sekolah bareng, Jika tidak selesai pekerjaannya, saya belum boleh berangkat ke sekolah. Maka, dalam diri saya muncul rasa takut untuk merencanakan atau mengidolakan sesuatu. Saya takut apa yang saya idolakan malah tidak tercapai, maka saya taat saja dan menyelesaikan yang diminta. Itu saja. Simpel. Selain ketaatan, ada pula kepercayaan, yaitu dari Pater Provinsial, Superior, dan teman-teman seperutusan. Itu sangat membuat tenang. Saya mendapat kepercayaan untuk berbuat sesuatu di Papua. Ketika diutus Provinsial ke Waghete, saya senang saja karena saya pikir itu di Jawa. Namun, setelah paham, saya kaget dan bingung. Kok Papua? Apa yang saya bisa lakukan di Papua? Di sinilah saya mendapat jawaban kalau saya dipercaya untuk berkarya di Papua. Awal di Papua memang membuat shock. Pergi ke Papua dengan pesawat kecil, hanya bertiga di dalam pesawat dengan barang seadanya. Perjalanan benar-benar menegangkan. Tiba di Papua, juga semakin tegang, karena melihat umatnya… kok seperti ini? Mereka berpakaian compang-camping, sanitasi buruk sekali, cuaca juga dingin. Namun, yang menguatkan saya adalah mereka itu orang-orang sederhana yang tidak tahu kesehatan, tapi bisa hidup. Juga, mereka adalah orang-orang yang akan terus hidup di tempat seperti ini. Semuanya berbeda dengan saya yang bisa hidup teratur dan kapan saja, suatu saat, bisa pindah. Maka, muncul semangat dalam diri saya. Saya harus bisa melakukan sesuatu. Dengan bekal S1 Bimbingan Konseling, saya melakukan berbagai hal hingga saat ini di Papua. Itu membesarkan hati saya bahwa saya harus bisa hidup di tempat ini. Akhirnya saya menikmati berada di Waghete dan tidak terasa di sana selama 9 tahun. Setelah itu, saya melanjutkan berkarya di Nabire. Sebelum pindah, saya diminta untuk mengurus beberapa hal terlebih dahulu, yaitu rumah susteran karena mereka akan melanjutkan karya pendidikan TK yang sudah saya mulai. Bapak Uskup sangat menginginkan karya TK itu tetap berjalan sehingga beliau meminta suster-suster PMM untuk melanjutkan karya yang sudah saya mulai. Maka dari itu, saya diminta menyiapkan tempat tinggal untuk mereka. Kemudian, saya juga diminta menyiapkan pastoran di stasi pemekaran dari paroki waghete dan harus sudah selesai sebelum saya pindah. Rutinitas di Papua Selama di Waghete, saya bangun jam 05.30. Itu pun sudah termasuk pagi. Setelah bangun tidur, biasanya saya langsung bekerja, mencangkul untuk mencari keringat. Biasanya, sebelum bekerja, saya memukul-mukul cangkul sehingga keluar bunyi teng-teng-teng. Karena kebiasaan itulah kemudian umat tahu bahwa jika ada suara itu, berarti sudah pagi. Saya bekerja di ladang biasanya hingga jam 09.00 kemudian saya mandi dan sarapan. Di Waghete dingin sekali dan pagi hari bisa sampai 8°C. Sewaktu di Waghete, di pedalaman, memang saya bergabung menjadi tim pastoral paroki. Namanya tim pastoran, jadi seolah-olah harus bisa menjawab kebutuhan yang mestinya dikerjakan paroki. Di situ ada seksi pendidikan, rumah tangga, kesehatan, pemberdayaan umat. Nah, karena situasi miskin dan tertinggal, maka saya membayangkan, kalau saya tidak memulai, bagaimana saya bisa makan, bisa mendapatkan obat, lalu bisa mempraktikkan kesejahteraan ibu dan anak-anak TK. Jadi praktis saya harus bisa memulai,supaya kalau saya memulai, pasti umat akan tahu, bahwa Bruder saja mengerjakan. Jadi di sini sisi keteladanan sangat penting. Di sini sebagai seksi paroki tugasnya tidak hanya menunjuk, melainkan juga harus ada gerak sendiri. Falsafah hidup orang Papua adalah do, gai, ekowai. Do itu artinya melihat. Jadi sebagai orang baru, apa yang saya lakukan selalu diperhatikan. Apalagi bisa muncul pertanyaan dari masyarakat, Bruder itu buat apa? Mereka melihat apa yang saya kerjakan. Kemudian gai yang artinya berpikir. Setelah melihat, umat kemudian berpikir, “Ooo, ternyata Bruder ada di sini.” Dan, terlihat jelas apa yang diperbuat sehingga mereka berpikir dan muncul keinginan untuk berbuat demikian. Bruder ternyata datang ke Papua dengan tulus, tanpa pamrih, bukan untuk merampas kekayaan Papua. Yang terakhir adalah ekowai yang artinya bekerja. Setelah melihat, berpikir kemudian melakukan kerja. Jadi di sini bisa dikatakan orang Papua bisa memahami dan bisa meneladani apa yang baik dari yang saya kerjakan. Contohnya adalah seperti dulu ketika saya membuat TK di sana. Awalnya saya hanya mendirikan Sekolah Minggu untuk anak-anak. Mereka melihat apa yang saya lakukan bermanfaat baik. Anak-anak tidak keliaran di mana-mana melainkan terkumpul dan bisa terpantau oleh orangtua juga. Mereka juga menjadi paham dengan kebersihan, karena belajar sikat gigi, mau membersihkan area vital untuk kesehatan, dan juga menjadi tempat untuk belajar bahasa Indonesia. Apa yang mereka lihat ternyata berguna bagi mereka hingga akhirnya dari mereka sendiri mau menjadi guru untuk anak-anak ini. Kegiatan di TK juga tidak hanya untuk anak-anak, melainkan juga untuk orangtuanya, yaitu pembinaan membuat makanan bergizi, bagaimana merapikan rumah dan menjadikannya sebagai rumah sehat huni. Di SMA Adi Luhur, Nabire, anak-anak sudah ingin mengembangkan diri, yaitu orang-orang yang mau meningkatkan kemampuan dirinya. Mereka orang-orang yang mau meningkatkan cara belajar dan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Lalu yang dibuat di Nabire adalah meningkatkan yang belum sempat dilakukan di pedalaman, yaitu bagaimana mereka menjaga kebersihan. Tidak hanya membuat tempat menjadi bersih namun mau merawat dan menjaganya. Praktik yang harus dilakukan di asraPraktik yang harus dilakukan di asrama misalnya anak ini mandi atau tidak, kalau mandi pakai sabun atau tidak, menyikat gigi apakah sudah menggunakan odol atau belum. Jadi yang saya lakukan di sana memang konkret sekali. Begitu juga dengan cara belajar. Ternyata anak-anak pedalaman yang sudah SMA juga belum pandai membaca, belum lancar menulis dan menghitung. Bagi mereka yang tidak sadar diri, tidak mau belajar mengembangkan, mereka akan frustasi. Maka, saya sendiri mengajak untuk menyeimbangkan agar mereka tidak stress dengan pelajaran misalnya mengajak mereka ngarit, memberi makan sapi dan babi. Jadi mereka, kalau tidak sungguh-sungguh mau, mereka akan frustasi. Ini terjadi terutama untuk

Pelayanan Spiritualitas

RETRET AUDIO VISUAL YAYASAN ST. LOUISA KEDIRI

Berdasarkan ilmu yang diperoleh di CREC-AVEX Lyon Prancis, Rm. Iswarahadi dan Rm. Murti puluhan kali mengampu retret audio-visual atau symbolic way. Para peserta retret biasanya berasal dari kalangan siswa-siswi SLTA, para guru, biarawan-biarawati dan aktivis Gereja. Baru-baru ini ada kesempatan lagi untuk mendampingi retret semacam itu. Sebanyak 40 orang dari Yayasan St. Louisa Kediri (14 suster dan 26 kepala sekolah/guru) menjadi peserta “retret audio-visual atau symbolic way” di SAV Puskat Sinduharjo pada 9 -11 Agustus 2019. Mereka datang dari Surabaya, Mojokerto, Kediri dan Jombang. Tema umum yang menjadi orientasi dasar dari retret selama 3 hari ini adalah “Kepemimpinan Kristiani yang Relevan di Era Digital.” Setelah kedatangan mereka pada hari pertama sore hari, mereka selama satu jam diajak untuk mengadakan ziarah makna dengan merenungkan cerita-cerita yang terlukis di beberapa bangunan yang ada di kompleks SAV Puskat Sinduharjo. Inilah bagian dari komunikasi pola Yesus, metode naratif eksperiensial. Lukisan yang direnungkan antara lain kisah musafir dan anjing (Islam), kisah musafir dan kelinci (Budha), Sinta Tundhung (Hindu), Bima dan Dewa Ruci (Hindu/Kejawen), dan Joko Tarub-Nawang Wulan (Jawa). Dalam sesi refleksi setelah ziarah makna para peserta saling mengungkapkan pengalaman batin mereka. Kisah-kisah itu sebetulnya sudah pernah mereka dengar. Namun sore hari itu kisah-kisah itu sangat menyentuh, menggugah emosi dan ingatan mereka akan pengalaman hidup yang mereka miliki. Mereka telah menemukan simbol yang menyentuh batinnya. Malam harinya mereka diberi pengantar tentang symbolic way yang akan dijalankan pada pagi hari berikutnya. Pada hari kedua pagi-pagi buta, dalam silentium magnum mereka diantar ke lembah Kali Kuning di lereng Merapi (eksodus). Mereka dilepas untuk mengembara sendiri-sendiri dalam keheningan di lembah itu selama satu jam. Setelah itu, sambil pulang ke Sinduharjo mereka mengadakan refleksi pribadi atas pengalaman eksodus, kemudian pengalaman itu dibagikan dalam kelompok kecil. Kelompok kecil mengadakan pengolahan dengan mengintegrasikan teks kitab suci lalu menyampaikan laporan dalam pertemuan pleno. Setelah ditanggapi oleh pembimbing, empat kelompok kecil diberi tugas untuk memperdalam refleksi mereka dan menyiapkan presentasi yang diintegrasikan dalam Ekaristi pada petang harinya. Sesuai dengan dinamika dan isi dari pengalaman setiap kelompok, masing-masing kelompok mendapatkan tugas presentasi pada bagian-bagian yang berbeda. Ada yang mengolah bagian pembukaan sampai bagian ibadat tobat, ada yang mengolah bagian ibadat sabda, ada pula yang mengolah bagian persembahan, dan ada yang mengolah bagian komuni sampai bagian penutup. Sejak dari sharing kelompok, kami sebagai pembimbing sudah bisa mendeteksi bahwa pengalaman mereka hari itu luar biasa. Kami berharap selebrasi mereka selama Ekaristi juga akan mengesankan. Dan betul, perayaan Ekaristi yang diselenggarakan petang itu sangat mengesankan. Indah dan penuh makna. Mereka mengekspresikan pengalaman iman dalam aneka bentuk (puisi, tarian, drama, musik) dengan memakai kostum dan properti yang tersedia. Dalam refleksi sesudahnya mereka memetik buah-buah rohani. Pada pagi hari ketiga, para peserta berlatih doa kesadaran dalam kesejukan pagi yang diiringi dengan suara angin, air sungai yang mengalir, suara binatang, suara kegiatan manusia di kejauhan, dan alunan musik lembut. Sesi berikutnya adalah berefleksi berdasarkan film “Sahabat Sejati” yang diproduksi oleh Komsos KWI dan SAV Puskat. Film yang disutradarai Rm. Murti ini diilhami oleh pesan Paus Fransiskus pada Hari Komunikasi Sosial se-Dunia ke-53 yang bertema “Berawal dari Jaringan Sosial menuju Komunitas Insani.” Para peserta mampu menemukan nilai-nilai kepemimpinan kristiani yang terkandung dalam film ini. Mereka sangat tersentuh dan diperkaya oleh film ini. Pada sesi terakhir, sebelum misa penutup, masing-masing peserta diberi tugas untuk mengekspresikan niat-niat pertobatan mereka berdasarkan pengalaman selama retret. Ungkapan diwujudkan dengan melukis topeng selama 1 jam. Topeng-topeng itu dipersembahkan dalam misa penutup. Pada kesempatan misa itulah mereka mengungkapkan niat-niat mereka berpangkal pada topeng yang sudah mereka lukis. Saat pulang dari retret ini para peserta merasa lebih berbahagia. Mereka telah mengalami perjumpaan dengan Tuhan yang menyapa mereka secara pribadi dan dengan cara yang unik. Mereka sangat bersyukur boleh mengalami retret yang “gue banget” ini. Sudah seringkali mereka mengadakan retret. Namun retret kali ini sangat-sangat unik dan menyentuh hati. Hidup menjadi lebih hidup, dan mereka siap untuk diutus. AMDG. Iswarahadi, SJ