Pilgrims of Christ’s Mission

Pelayanan Spiritualitas

Pelayanan Spiritualitas

Day 5: Keberanian Mengambil Risiko

“Kita tidak boleh membiarkan diri didikte oleh ketakutan. Kita harus dibimbing oleh keberanian.” Pesan yang amat menantang dari Pater Arturo Sosa ini didasarkan pada kutipan dari Surat kepada Orang Ibrani (Ibr 2:14-18) yang menegaskan bahwa Kristus telah membebaskan kita dari perhambaan pada rasa takut akan maut. Menurut Pater Jenderal, “kalau kita membiarkan diri dipenjara oleh rasa takut, kita hanya akan menjadi budaknya.” Kita menjadi jauh dari Roh Allah yang ingin membimbing kita untuk berani mengambil risiko dan memunculkan inisiatif-inisiatif baru yang dituntut oleh krisis ini. Pada hari Kamis Putih ini, kita juga diingatkan bahwa Yesus pun memilih untuk berani mengambil risiko. Ia bukannya tidak mengalami ketakutan saat berdoa di Taman Getsemani. “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh dalam berdoa” (Luk 22:44). Doa memberikan Dia kekuatan, sehingga pada akhirnya, Ia berani memilih untuk melaksanakan kehendak Bapa-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau cawan ini tidak mungkin lalu kecuali apabila Aku meminum-Nya, jadilah kehendak-Mu” (Mat 26:42). Yesus menunjukkan bahwa doa dapat memberikan kita karunia keberanian untuk melaksanakan kehendak Allah dan menanggung segala risikonya. Keberanian Yesus memberikan hidup-Nya ini kita kenangkan dalam Perayaan Ekaristi. Namun, Ekaristi bukan hanya sekadar mengenangkan pemberian diri Yesus. Ekaristi juga merupakan saat menghadirkan kembali pemberian diri Yesus, sehingga kita dikuatkan dalam mengikuti Dia. Maka dari itu, kita bisa bertanya: Apakah kita lebih cenderung dikuasai ketakutan? Atau, apakah kita berani mengambil risiko berinisiatif, sehingga hidup kita menjadi kesaksian kasih Allah yang tanpa batas?  #dirumahaja #solidaritascovid19 #JesuitIndonesia #JesuitSolidarity #JesuitStories #JesuitInitiatives #lawancorona #IndonesiaLawanCovid19 #bersatumelawancovid19

Pelayanan Spiritualitas

Day 4: Allah Hadir di Rumah

Selama beberapa pekan terakhir, cukup banyak kita yang mencoba bekerja dan belajar dari rumah. Bagi sebagian orang, situasi ini boleh jadi terasa janggal. Namun, Pater Arturo Sosa mengingatkan bahwa “komunitas itu sendiri adalah perutusan.” Pesan ini ia serukan kembali untuk mengingatkan bahwa kedekatan relasi antarpribadi dalam komunitas tidak bisa diandaikan akan muncul begitu saja. Sebaliknya, relasi antarpribadi hanya bisa menjadi dekat apabila diupayakan dari waktu ke waktu. Setelah sekian lama sibuk dengan urusan pekerjaan masing-masing, kini kita memiliki kesempatan untuk mengenal sisi lain dari sahabat-sahabat sekomunitas maupun keluarga kita. Situasi ini memberikan macam-macam peluang yang menantang kita untuk memanfaatkannya sebaik mungkin. Komunitas dan keluarga kini memiliki banyak kesempatan untuk makan bersama, berbagi cerita, dan juga berdoa bersama. Momen-momen semacam ini merupakan saat bagi kita untuk kembali belajar mendengarkan secara penuh perhatian. Menurut Pater Arturo Sosa, latihan semacam ini sangat berharga karena membuat kita lebih peka pada “Roh Allah yang hadir dan berbicara” pada saat komunitas dan keluarga berbagi cerita kehidupan. Ini bisa membuka ruang bagi kemunculan inisiatif-inisiatif baru untuk menunjukkan solidaritas di tengah situasi ini. Pada Pekan Suci ini, kita mengalami secara nyata sabda Yesus, “di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku” (Mat 26:18). Bagaimanakah kita membuka diri pada kehadiran Allah dalam rumah kita selama hari-hari ini? Apakah kita bisa menangkap ini sebagai rahmat untuk disyukuri bersama? Atau, apakah kita justru lebih banyak dikekang oleh perasaan bingung, takut, dan bosan yang menghambat kita untuk sungguh-sungguh bersyukur? #solidaritascovid19 #JesuitIndonesia #SerikatYesus #JesuitStories #lawancorona #IndonesiaLawanCovid19 #BersatuMelawanCovid19

Pelayanan Spiritualitas

Day 3: Kreativitas dalam Berbagi Iman

“Ini menunjukkan kekuatan iman.” Itulah salah satu refleksi Pater Arturo Sosa mengenai pandemi Covid-19. Krisis ini memang menyebabkan banyak orang tidak lagi bisa mengikuti peribadatan di gereja. Namun, di pelbagai penjuru dunia, keluarga-keluarga tetap setia mengikuti Perayaan Ekaristi yang disiarkan melalui media daring. Para Imam juga tetap setia mendoakan intensi yang disampaikan umat lewat media sosial. Dengan cara serupa, orang-orang muda berdoa dan menyanyikan kidung pujian bersama-sama. Segala bentuk kreativitas dalam berbagi iman ini lahir dari kesadaran bahwa iman tidak bisa disimpan rapat-rapat dalam lubuk hati seseorang. Pater Arturo Sosa meyakini bahwa iman yang hidup akan mendorong kita untuk membagikannya kepada sesama. Inilah kekuatan iman. Berkat beragam kreativitas yang muncul, kekuatan ini dapat dibagikan kepada sesama. Obor pengharapan dan semangat kasih tetap bisa menyala-nyala di tengah kegelapan wabah ini. Tanpa diduga, situasi ini menjadi kesempatan bagi kita untuk memaknai kembali iman sebagai relasi pribadi dengan Allah yang memberikan hidup-Nya kepada kita. Di rumah kita masing-masing, kita diundang untuk mengalami secara pribadi kerahiman Allah yang terus menopang kita. Perjumpaan pribadi dengan Allah inilah yang kita bagikan, dan dengan itu, kita menghidupi panggilan kita untuk “menjadi terang bagi bangsa-bangsa” (Yes 49:6). Di tengah keterbatasan gerak saat ini, bagaimanakah kreativitas kita berbagi iman, sehingga iman bersama semakin hidup dan mewujudkan solidaritas? #solidaritascovid19 #JesuitIndonesia #SerikatYesus #JesuitStories #lawancorona #IndonesiaLawanCovid19 #BersatuMelawanCovid19

Pelayanan Spiritualitas

Day 2: Meninggalkan Kemapanan dan Kenyamanan

Pandemi Covid-19 mengubah cara kita berelasi, cara kita bekerja, cara ekonomi dunia dijalankan, cara kita berdoa, dan cara kita menjalankan perutusan Serikat Jesus dalam Gereja. Di tengah berbagai perubahan ini, Pater Arturo Sosa mengundang kita untuk berani terus melangkah maju dalam upaya kita menciptakan dunia yang lebih adil dan manusiawi. Ia menegaskan, “Saya tidak menginginkan Serikat Jesus yang terlalu takut-takut dan berhati-hati. Seperti Bapa Suci yang menginginkan Gereja menjadi rumah sakit darurat yang pergi ke tempat-tempat gelap dan penuh bahaya, saya memimpikan Serikat Jesus yang dapat mengimajinasikan dan mewujudkan hal-hal besar, seperti Ignasius dan Fransiskus Xaverius, serta banyak Jesuit lain dalam sejarah yang terus berlangsung hingga hari ini.”  Agar dapat bergerak maju, Pater Arturo Sosa mengundang kita untuk terus mengusahakan kemerdekaan batin. Ia mengingatkan kita akan sosok Abraham yang “sanggup meninggalkan segala sesuatu yang telah ia raih dalam hidupnya.” Hati yang sanggup meninggalkan kemapanan dan kenyamanan ini akan terbuka bimbingan Roh. Ini amat penting, karena kita bukanlah pembuat jalan. Tuhanlah yang akan menunjukkan jalan-Nya kepada kita.  Dalam Pekan Suci ini, Pater Arturo Sosa mengingatkan kita bahwa yang kita ikuti adalah Kristus yang kini sedang menyongsong sengsara-Nya demi keselamatan umat manusia. Menemani perjalanan Kristus menuju Yerusalem berarti melangkah maju dalam iman seperti yang dilakukan oleh Abraham. Meskipun tidak ada kepastian tujuan, ia meninggalkan apa yang ada di belakangnya dan melangkah ke depan.  Satu-satunya jaminan Abraham adalah imannya akan Allah. Satu-satunya jaminan Yesus adalah kepercayaan-Nya pada kehendak Bapa-Nya. Ketika wabah Covid-19 menjadikan segala sesuatunya tidak pasti, apakah yang saat ini aku jadikan sebagai jaminan hidupku? #solidaritascovid19 #JesuitIndonesia #SerikatYesus #JesuitStories #lawancorona #IndonesiaLawanCovid19 #BersatuMelawanCovid19

Pelayanan Spiritualitas

Day 1: Menemani Perjalanan Yesus Menuju Yerusalem

Di tengah pandemi Covid-19, Pater Arturo Sosa mengundang Jesuit dan segenap rekan berkarya untuk menjadikan Pekan Suci sebagai saat membaca lagi Injil secara sungguh-sungguh. Dengan membaca Injil, kita bisa “menemani perjalanan Yesus menuju Yerusalem dan merenungkan segala sesuatu yang terjadi di sana”. Permenungan akan realitas pekat yang terjadi di Yerusalem akan membantu kita semakin dekat dengan realitas krisis yang tengah kita jalani, karena “sejarah Yesus bukanlah sejarah pribadi, melainkan sejarah kemanusiaan.” Melalui hidup-Nya, Allah menunjukkan kepada kita bahwa penderitaan dan kematian merupakan jalan menuju kepenuhan hidup. “Kepenuhan hidup itu adalah hidup kebangkitan yang dianugerahkan Allah kepada kita,” tutur Pater Arturo Sosa. Pada hari Minggu Palma ini, pesan Pater Arturo Sosa mengingatkan kita akan kata-kata Yesus di Taman Getsemani, “Tinggalah di sini dan berjaga-jagalah bersama Aku” (Mat 26:9). Ketika Yesus memasuki kota Yerusalem, ia disambut dengan meriah. Mereka yang mengikuti Dia ikut menikmati sorak-sorai itu. Namun, apakah kita juga mau mengikuti Dia di sepanjang perjalanannya dari Yerusalem menuju Golgota? #solidaritascovid19 #JesuitIndonesia #SerikatYesus #JesuitStories #lawancorona #IndonesiaLawanCovid19 #BersatuMelawanCovid19

Pelayanan Spiritualitas

Renungan Pekan Suci bersama Pater Jenderal Arturo Sosa

“Peganglah Kitab Suci dalam genggaman tanganmu!” Memasuki Pekan Suci, Pater Jenderal Arturo Sosa mengundang segenap Jesuit, rekan berkarya, dan keluarga besar Ignasian  untuk membuka kembali Kitab Suci dan merenungkan segala sesuatu yang terjadi dalam perjalanan Yesus memasuki Yerusalem, menuju Golgota, hingga akhirnya sampai pada Misteri Kebangkitan. Dengan merenungkan Misteri Paskah serta berdialog dengan Tuhan yang memanggil kita, kita mengikuti undangan Pater Arturo Sosa untuk menjadikan masa krisis ini sebagai sebuah kesempatan untuk menanggapi secara serius undangan yang diberikan oleh Preferensi Apostolik Universal dan krisis yang terjadi akibat Covid-19. Pater Arturo Sosa mendorong kita untuk berefleksi secara mendalam, baik secara spiritual maupun intelektual, sehingga kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik sesudah krisis ini berlalu. Selama Pekan Suci, kami mengundang Anda semua untuk merenungkan Pesan Pater Jenderal Serikat Jesus di tengah zaman yang penuh ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Seperti yang ditegaskan oleh Pater Arturo Sosa, dalam kebersamaan kita bisa menampakkan solidaritas pada dunia yang tengah tersalib dan menjadikannya lebih baik. #solidaritascovid19 #JesuitIndonesia #SerikatYesus #JesuitStories #lawancorona #IndonesiaLawanCovid19 #BersatuMelawanCovid19

Pelayanan Spiritualitas

RETRET AUDIO VISUAL YAYASAN ST. LOUISA KEDIRI

Berdasarkan ilmu yang diperoleh di CREC-AVEX Lyon Prancis, Rm. Iswarahadi dan Rm. Murti puluhan kali mengampu retret audio-visual atau symbolic way. Para peserta retret biasanya berasal dari kalangan siswa-siswi SLTA, para guru, biarawan-biarawati dan aktivis Gereja. Baru-baru ini ada kesempatan lagi untuk mendampingi retret semacam itu. Sebanyak 40 orang dari Yayasan St. Louisa Kediri (14 suster dan 26 kepala sekolah/guru) menjadi peserta “retret audio-visual atau symbolic way” di SAV Puskat Sinduharjo pada 9 -11 Agustus 2019. Mereka datang dari Surabaya, Mojokerto, Kediri dan Jombang. Tema umum yang menjadi orientasi dasar dari retret selama 3 hari ini adalah “Kepemimpinan Kristiani yang Relevan di Era Digital.” Setelah kedatangan mereka pada hari pertama sore hari, mereka selama satu jam diajak untuk mengadakan ziarah makna dengan merenungkan cerita-cerita yang terlukis di beberapa bangunan yang ada di kompleks SAV Puskat Sinduharjo. Inilah bagian dari komunikasi pola Yesus, metode naratif eksperiensial. Lukisan yang direnungkan antara lain kisah musafir dan anjing (Islam), kisah musafir dan kelinci (Budha), Sinta Tundhung (Hindu), Bima dan Dewa Ruci (Hindu/Kejawen), dan Joko Tarub-Nawang Wulan (Jawa). Dalam sesi refleksi setelah ziarah makna para peserta saling mengungkapkan pengalaman batin mereka. Kisah-kisah itu sebetulnya sudah pernah mereka dengar. Namun sore hari itu kisah-kisah itu sangat menyentuh, menggugah emosi dan ingatan mereka akan pengalaman hidup yang mereka miliki. Mereka telah menemukan simbol yang menyentuh batinnya. Malam harinya mereka diberi pengantar tentang symbolic way yang akan dijalankan pada pagi hari berikutnya. Pada hari kedua pagi-pagi buta, dalam silentium magnum mereka diantar ke lembah Kali Kuning di lereng Merapi (eksodus). Mereka dilepas untuk mengembara sendiri-sendiri dalam keheningan di lembah itu selama satu jam. Setelah itu, sambil pulang ke Sinduharjo mereka mengadakan refleksi pribadi atas pengalaman eksodus, kemudian pengalaman itu dibagikan dalam kelompok kecil. Kelompok kecil mengadakan pengolahan dengan mengintegrasikan teks kitab suci lalu menyampaikan laporan dalam pertemuan pleno. Setelah ditanggapi oleh pembimbing, empat kelompok kecil diberi tugas untuk memperdalam refleksi mereka dan menyiapkan presentasi yang diintegrasikan dalam Ekaristi pada petang harinya. Sesuai dengan dinamika dan isi dari pengalaman setiap kelompok, masing-masing kelompok mendapatkan tugas presentasi pada bagian-bagian yang berbeda. Ada yang mengolah bagian pembukaan sampai bagian ibadat tobat, ada yang mengolah bagian ibadat sabda, ada pula yang mengolah bagian persembahan, dan ada yang mengolah bagian komuni sampai bagian penutup. Sejak dari sharing kelompok, kami sebagai pembimbing sudah bisa mendeteksi bahwa pengalaman mereka hari itu luar biasa. Kami berharap selebrasi mereka selama Ekaristi juga akan mengesankan. Dan betul, perayaan Ekaristi yang diselenggarakan petang itu sangat mengesankan. Indah dan penuh makna. Mereka mengekspresikan pengalaman iman dalam aneka bentuk (puisi, tarian, drama, musik) dengan memakai kostum dan properti yang tersedia. Dalam refleksi sesudahnya mereka memetik buah-buah rohani. Pada pagi hari ketiga, para peserta berlatih doa kesadaran dalam kesejukan pagi yang diiringi dengan suara angin, air sungai yang mengalir, suara binatang, suara kegiatan manusia di kejauhan, dan alunan musik lembut. Sesi berikutnya adalah berefleksi berdasarkan film “Sahabat Sejati” yang diproduksi oleh Komsos KWI dan SAV Puskat. Film yang disutradarai Rm. Murti ini diilhami oleh pesan Paus Fransiskus pada Hari Komunikasi Sosial se-Dunia ke-53 yang bertema “Berawal dari Jaringan Sosial menuju Komunitas Insani.” Para peserta mampu menemukan nilai-nilai kepemimpinan kristiani yang terkandung dalam film ini. Mereka sangat tersentuh dan diperkaya oleh film ini. Pada sesi terakhir, sebelum misa penutup, masing-masing peserta diberi tugas untuk mengekspresikan niat-niat pertobatan mereka berdasarkan pengalaman selama retret. Ungkapan diwujudkan dengan melukis topeng selama 1 jam. Topeng-topeng itu dipersembahkan dalam misa penutup. Pada kesempatan misa itulah mereka mengungkapkan niat-niat mereka berpangkal pada topeng yang sudah mereka lukis. Saat pulang dari retret ini para peserta merasa lebih berbahagia. Mereka telah mengalami perjumpaan dengan Tuhan yang menyapa mereka secara pribadi dan dengan cara yang unik. Mereka sangat bersyukur boleh mengalami retret yang “gue banget” ini. Sudah seringkali mereka mengadakan retret. Namun retret kali ini sangat-sangat unik dan menyentuh hati. Hidup menjadi lebih hidup, dan mereka siap untuk diutus. AMDG. Iswarahadi, SJ

bedah buku cafe puna
Pelayanan Spiritualitas

BELAJAR DISKRESI IGNASIAN BERSAMA CAFÉ PUNA

Minggu, 1 September 2019, Unit Skolastikat Pulo Nangka, Kolese Hermanum, Jakarta, bersama dengan umat Wilayah VIII Gereja St. Bonaventura, Paroki Pulomas, Jakarta, menggelar acara Bedah Buku Trilogi Diskresi Ignasian. Acara yang diselenggarakan di Aula Paroki Pulomas ini merupakan kelanjutan dari launching buku Trilogi Diskresi Ignasian yang sebelumnya pernah diadakan dalam sarasehan rutin unit Pulo Nangka, yakni Café Puna. Acara ini diawali oleh sambutan dari tiga romo, yakni Rm. Ignatius Prasetyo H. Wicaksono, Pr., selaku perwakilan dari Paroki Pulo Mas; Rm. Antonius Sudiarja, SJ, selaku perwakilan dari Kolese Hermanum; dan Rm. Frans Sutanto, Pr., selaku Direktur Penerbit OBOR. Dalam sambutannya, ketiga romo mengungkapkan rasa syukur bagaimana buku ini mampu menjadi sarana untuk mendalami spiritualitas bagi banyak orang. Secara khusus, Romo Tanto menceritakan perjalanan buku Trilogi Diskresi Ignasian ini dari awal proses pencetakan hingga sekarang menjadi salah satu buku bestseller dan diminati hingga luar Pulau Jawa. “Ini menunjukkan bagaimana umat kita sebenarnya haus akan kemendalaman rohani,” ungkap Rm. Tanto. Beliau juga menambahkan bahwa buku Trilogi Diskresi Ignasian akan naik ke cetakan kedua, mengingat banyaknya permintaan dari berbagai daerah. Bedah buku yang dimoderatori oleh Fr. Ishak Jacues Cavin, SJ ini mengundang dua pembicara yang mumpuni dalam bidang spiritualitas, yakni Rm. Leo Agung Sardi, SJ dan Rm. T. Kripurwana Cahyadi, SJ. Dalam sesi pertama, Rm. Krispurwana, SJ menekankan betapa pentingnya budaya berdiskresi dewasa ini. Diskresi diperlukan agar orang tidak terjebak dalam jawaban yang maunya serba pasti, tertutup dan lekat pada hal-hal yang tidak teratur. “Oleh karena itu, kita perlu berdiskresi agar mampu terus-menerus menegaskan kehendak Allah sehingga cara bertindak kita tidak ditentukan oleh rasa lekat.” Terkait hal tersebut, Rm. Krispurwana menganjurkan agar kita memiliki sikap waspada pada segala yang tampak baik dan saleh karena “musuh” dapat berwajah bak malaikat. Oleh karena itu, beliau menekankan pentingnya pengenalan diri dalam proses berdiskresi. “Semakin kita mengenali diri, apalagi semakin tahu bagaimana Tuhan mengenali diri-diri, semakin kita terbantu mengenali pola dan cara godaan.” Dalam sesi selanjutnya, Rm. Sardi menunjukkan betapa pentingnya hidup yang senantiasa didiskresikan. Diskresi yang terus dikembangkan dalam hidup mampu membawa seseorang tumbuh dalam kedalaman dan kesetiaan kepada Tuhan dan kehendak-Nya. Dalam usaha menghidupi diskresi tersebut, Ignatius menawarkan dua Pedoman Pembedaan Roh dalam Latihan Rohani. Menurut Rm. Sardi, Pedoman Pertama cocok digunakan untuk membantu orang yang sedang merenungkan dosa-dosa dan belas kasih Allah di Minggu Pertama Latihan Rohani. Sementara itu, Pedoman Kedua lebih mengajak kita untuk lebih cermat mengenali dan membedakan antara penghiburan rohani dan godaan rohani. “Pembedaan Roh Kedua menghadapkan kita pada roh buruk yang berlaku seperti roh baik dengan memberi konsolasi sehingga kita perlu menyikapinya dengan perhatian yang besar dan dengan lebih hati-hati dan teliti. Hanya di dalam Minggu Kedua dan selanjutnya musuh jahat akan mencobai kita dengan menampilkan diri sebagai yang baik melalui konsolasi rohani.” Acara bedah buku ini dihadiri 277 peserta yang berasal dari berbagai macam paroki dan kelompok spiritualitas seperti MAGIS Jakarta, School by Sprit (SBS) Jakarta, dan KOMJAK Jakarta. Para peserta sangat antusias dan mengapresiasi kehadiran trilogi buku ini. Mereka merasa buku ini mampu membantu mereka untuk semakin mendalami diskresi dan mempraktikkannya dalam hidup sehari-hari. Café Puna dan Trilogi Diskresi Ignasian Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, acara Bedah Buku Trilogi Diskresi Ignasian merupakan kelanjutan dari acara Café Puna. Café Puna sendiri merupakan acara semesteran Unit Skolastikat Pulo Nangka, Jakarta. Selama 11 tahun terakhir ini, acara tersebut sudah berlangsung. Kegiatan ini menjadi usaha nyata penuh kesetiaan dari para frater dan romo di Unit Pulo Nangka untuk memperkenalkan dan membagikan spiritualitas Ignasian kepada umat di lingkungan sekitar. Melalui dukungan umat sekitar pula, Café Puna akhirnya mampu menerbitkan buku Trilogi Diskresi Ignasian. Buku ini merupakan kumpulan makalah-makalah yang sejak 23 Mei 2008 didiskusikan bersama dalam Café Puna. Adapun Trilogi ini terdiri dari; 1) Buku Roh Tuhan Ada Padaku (2019) yang disadur dari buku The Discernment of Spirits : An Ignatian Guide for Everyday Living (2005); 2) Buku Awas! Si Jahat Berwajah Malaikat (2019) yang disadur dari buku Spiritual Consolation An Ignatian Guide for the Greater Discernment of Spirits (2007); dan 3) Buku Berdoa Examen Ignasian (2019) yang disadur dari buku The Examen Prayer (2006). Ketiga buku yang disadur ditulis oleh Rm. Timothy M. Gallagher, O.M.V. Melalui buku Trilogi Diskresi Ignasian, para skolastik Pulo Nangka berharap agar banyak orang semakin mengenal, mendalami, serta menularkan spiritualitas Ignasian dan Latihan Rohani dalam hidup mereka. Roberthus Kalis Jati Irawan, SJ