Pilgrims of Christ’s Mission

Pelayanan Gereja

Pelayanan Gereja

Peresmian Paroki St. Maria Bunda Allah Botong, Keuskupan Ketapang

Antara Mall Besar dan Kelestarian Alam Daerah Botong dan hutan di sekitarnya mulanya adalah “mall besar” yang menyediakan berbagai macam kebutuhan hidup bagi suku Dayak Kualant. Namun, saat ini “mall besar” tersebut pelan-pelan berubah menjadi daerah yang mengalami kerusakan lingkungan cukup berat. Hutan dan wilayah sekitarnya yang semula menyediakan apa saja yang bisa dinikmati oleh masyarakat, kini menjadi lingkungan yang minim sumber daya alam. Sementara jumlah penduduk terus bertambah, kebutuhan sandang, pangan, dan papan juga terus meningkat. Sumber daya alam yang kini tersisa adalah tambang emas, maka banyak orang Dayak Kualant pun melakukan kegiatan penambangan tersebut. Banyak daerah di sekitar Botong dirambah oleh mesin-mesin “dongfeng” yang digunakan untuk menambang emas. Pada akhirnya, mall besar yang ada pun semakin terancam. Bahkan aliran sungai Kualant yang sebelumnya dialiri air yang sangat jernih, kini menjadi sangat keruh. Persoalan tambang, kerusakan lingkungan, dan dampaknya pada masyarakat di Botong dan sekitarnya bukan tanpa narasi. Sudah ada banyak usaha untuk menanggapi persoalan itu, namun belum banyak perubahan yang terjadi. Bahkan, konflik antara mereka yang pro dan anti tambang pun sudah pernah terjadi dan hingga saat ini belum ada kata sepakat. Dalam homilinya, Bapak Uskup Pius Riana Prapdi, Pr meminta umat menyanyikan lagu Bunda Maria di Tepi Sungai Kualant yang diciptakan oleh Rm. Nugroho Tri Sumartono, Pr. Lagu tersebut mengisahkan tentang janji umat di tepi Sungai Kualant untuk merawat alam. Dalam refleksinya, Mgr. Pius juga menyinggung perjalanannya pada 2 dan 3 Juni 2023 saat mengunjungi Stasi Jangat dan air terjun Siling Ketupak. Pada homili di Stasi Jangat, Mgr. Pius menyinggung soal aliran sungai Kualant ini lima tahun yang lalu sangat jernih dan airnya bisa diminum. Saat ini kondisi airnya tidak lagi sejernih dulu. Kemudian saat berkunjung ke air terjun Siling Ketupak, sembari rekoleksi bersama dengan OMK Botong, Mgr. Pius masih melihat harapan. Aliran air terjun dan sungai masih sangat jernih dan bersih. Ia berharap semoga seluruh umat Botong dapat menjaga dan merawat hutan, sungai, dan tanah yang ada di bawah reksa Paroki Botong. Resmi menjadi Paroki St. Maria Bunda Allah Botong Setelah penantian selama kurang lebih 50 tahun, akhirnya Paroki St. Maria Bunda Allah Botong, Keuskupan Ketapang diresmikan. Dulunya, Wilayah Botong adalah bagian dari stasi di Paroki Balai Berkuak. Telah banyak imam dari macam-macam tarekat berkarya di Botong. Dengan sukacita, setelah Jesuit hadir di stasi Botong, proses peresmian sebagai paroki pun berjalan semakin cepat dan akhirnya pada 4 Juni 2023, Stasi Botong resmi berubah statusnya menjadi Paroki St. Maria Bunda Allah, Botong. Di paroki tersebut sekarang terdapat tiga Jesuit, yaitu Pater Philippus Bagus Widyawan, S.J. sebagai Pastor Kepala Paroki, Pater Albertus Mardi Santosa, S.J. sebagai Pastor Rekan, dan Frater Yosephus Bayu Aji Prasetyo, S.J. sebagai TOK-er. Rangkaian sukacita peresmian paroki diwarnai pula dengan peresmian dua buah kapel, yaitu Kapel Stasi Kemunduk dan Empasi. Selain kapel, diresmikan pula Puskesmas Pembantu di Stasi Jangant yang sekaligus dimanfaatkan tempat doa mingguan. Selain para imam religius, biarawan, dan biarawati, tamu yang hadir dalam peresmian ini berasal dari berbagai paroki dan wilayah. Ada juga umat yang harus menempuh lima jam jalan kaki untuk turut serta menjadi saksi peresmian paroki Botong. Tantangan yang Tersisa Untuk sampai di Paroki Botong, perjalanan dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan bersepeda motor dari Balai Berkuak. Kedua dengan menggunakan mobil hingga stasi Empasi dan dilanjutkan dengan motor. Pada masa lalu Paroki Botong dapat diakses dengan perahu, namun karena debit air sungai yang semakin berkurang dan endapan lumpur yang makin meningkat, akses dengan perahu tidak memungkinkan. Entah sampai kapan akses kendaraan roda empat bisa sampai ke Paroki Botong. Menurut kabar, tahun ini ada rencana pelebaran jalan. Akses jalan yang tidak tersedia ini dengan sendirinya memperlambat proses interaksi umat paroki dengan dunia luar. Akses ke fasilitas-fasilitas lain seperti kesehatan, komunikasi, logistik, dan pendidikan akhirnya akan terpengaruh. Dari cerita para Jesuit dan juga yang saya saksikan sendiri, salah satu tantangan berat yang dihadapi umat di paroki ini adalah soal ketekunan dan kemauan untuk menerapkan hal-hal baru dalam hidup kemasyarakatan. Jesuit yang hadir di sana mencoba untuk memecahkan persoalan tersebut, misalnya dengan ‘mendidik’ orang muda untuk memiliki sikap tekun. Beberapa orang muda telah dikirim untuk belajar pertanian di KPTT Salatiga dan pertukangan di PIKA Semarang untuk melengkapi keterampilan mereka dalam kedua bidang tersebut. Namun, yang kemudian menjadi persoalan adalah bahwa ilmu yang telah dipelajari belum sepenuhnya diterapkan di sana. Harapan tetaplah ada sebab saya menyaksikan beberapa remaja bisa menjadi sangat tekun saat diajari oleh Jesuit yang berada di Pastoran. Ada enam remaja yang secara khusus dididik berdisiplin oleh Pater Mardi, yaitu setiap pukul 06.00 mereka diajari bekerja (menyapu, menanam, menyiram tanaman, membuat tanggul, dan membersihkan area pastoran). Jika mereka memiliki daya tahan, saya yakin soal prinsip ketekunan dapat diasah. Untuk itu, para Jesuit yang ada di sana telah berusaha untuk mencoba memerangi soal tersebut. Cara lain yang dilakukan adalah mengirim anak-anak Dayak Kualant menempuh studi di Jawa, misalnya belajar pada jenjang SMP, SMA, dan SMK di beberapa tempat seperti di Solo, Salatiga, dan Yogyakarta. Harapannya, mereka yang telah selesai belajar mau kembali ke Botong dan mengembangkan daerah mereka.Tantangan lain yang tidak mudah untuk dihadapi adalah memahami budaya setempat dan melakukan inkulturasi, misalnya pesta adat yang disertai minum-minuman beralkohol yang seringkali berujung saling kelahi. Peredaran obat terlarang ternyata sudah sampai juga di tempat ini. Pertanyaan reflektif yang dapat diajukan kemudian adalah bagaimana Paroki Botong dapat mengambil peran positif dan melakukan perubahan. Pastor Paroki telah seringkali mengingatkan dampak negatif ‘poyon’ atau minum alkohol sampai mabuk. Tantangan terakhir yang cukup mendesak adalah kerusakan lingkungan hidup akibat penambangan ilegal. Dampaknya sangat nyata. Misalnya, apa yang terlihat di Sungai Kualant. Akan tetapi, kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan selalu kalah dengan iming-iming keuntungan material hasil tambang. Proses pembangunan kesadaran sudah lama dimulai, paling tidak dari potongan lagu Bunda Maria di Tepi Sungai Kualant yang kita dengar, yaitu janji untuk menjaga alam sekitar. Semoga! Kontributor: F. Antonius Dieng Karnedi, S.J.

Pelayanan Gereja

Rekoleksi Umat: Penyegaran Rohani, Imam Berbau Domba

Gereja St. Yusup, Gedangan mengadakan rekoleksi umat selama bulan Mei dengan mengusung tema “Membawa Damai: Semakin Bersinergi, Semakin Melayani.” Melalui tema ini, umat diharapkan dapat membawa damai, merangkul semua suku, budaya dan strata sosial sehingga menghilangkan sekat-sekat pemisah. Umat diharapkan terlibat dan bersinergi sehingga terjalin komunikasi terbuka dan lancar diantara Dewan Pastoral Paroki (DPP) dan antar umat di lingkungan. Umat juga diharapkan mampu melayani dengan meniru keteladanan dari St. Yusup dan St. Ignatius Loyola. Gereja St. Yusup, Gedangan memiliki 10 wilayah dan 50 lingkungan. Satu wilayah terdiri atas empat hingga tujuh lingkungan. Kesepuluh wilayah dilayani oleh dua imam yakni Pater Benedictus Cahyo Christanto, S.J. dan Pater Vincentius Suryatma Suryawiyata, S.J. (masing-masing melayani rekoleksi umat untuk lima wilayah). Dalam satu minggu setiap romo melayani satu wilayah sehingga dalam satu bulan semua wilayah dapat terlayani. Wilayah Christophorus, Fransiskus Xaverius, Yohanes Pembaptis, Petrus, dan Vincentius dilayani oleh Pater Cahyo Christanto, S.J. sedangkan Wilayah Andreas, Leonardus, Theresia, Thomas, dan Hati Kudus dilayani oleh Pater Suryatma, S.J. Dalam paham Gereja sebagai umat beriman maka umat Katolik yang berada di lingkungan adalah umat beriman yang sesungguhnya. Mereka hidup bersama dalam satu wilayah teritori tertentu. Dengan demikian, umat beriman adalah warga lingkungan tertentu. Gereja sebagai persekutuan umat beriman adalah cita-cita gereja zaman ini. Jumlah umat yang terbatas, hubungan saling mengenal, terbuka terhadap interaksi dengan masyarakat membuat lingkungan menjadi tempat yang memungkinkan untuk mewujudkan gereja sebagai persekutuan umat beriman. Rekoleksi umat merupakan sebuah bentuk penyegaran rohani bagi umat di lingkungan dan wilayah. Pandemi covid-19 telah melemahkan kehidupan dari berbagai aspek termasuk reksa pastoral paroki dan dinamika umat di lingkungan dan wilayah. Saat ini sungguh diperlukan penyegaran kembali akan pentingnya lingkungan dan wilayah sebagai cara hidup menggereja yang merupakan kekuatan untuk mendewasakan umat paroki. Para imam tidak bekerja seorang diri dalam karya penggembalaan umat paroki. Para imam dibantu oleh DPP dan para pengurus lingkungan dan wilayah. Tanpa keterlibatan aktif DPP dan para pengurus lingkungan dan wilayah, para imam tidak dapat berbuat banyak dalam menggembalakan umat yang dipercayakan kepadanya. Sejalan dengan surat gembala Prapaskah 2023 Keuskupan Agung Semarang dengan tema “Hadirkan Damai Bagi Sesama dan Alam Ciptaan,” maka Gereja St. Yusup, Gedangan berkehendak menyegarkan lagi semangat pertobatan Paskah dan menyapa umat di lingkungan dan wilayah masing-masing dengan mengadakan acara rekoleksi umat. Hal yang paling menarik dari rekoleksi umat ini adalah kegiatan ini diadakan di wilayah masing-masing bukan di gereja. Bukan umat yang mendatangi romo tetapi romo yang mendatangi umat bersama dengan DPP. Mereka bersinergi, bergerak menyentuh ke bawah. Mereka hadir bersatu dan membaur bersama umat. Umat yang ada di lingkungan dan wilayah merasa disapa, ditemani, dan diperhatikan. Rekoleksi umat diisi dengan sarasehan yang meliputi sejarah singkat komunitas basis, hakikat peran dan kegiatan lingkungan, situasi umat lingkungan, dan belajar dari keteladanan St. Yusup dan St. Ignatius Loyola. Para romo di wilayah masing-masing mengajak umat memahami dan merefleksikan komunitas basis dan situasi konkret yang terjadi di setiap lingkungan. Umat diajak memiliki kepekaan melihat sisi-sisi positif dan sisi-sisi yang perlu dikembangkan di wilayah dan lingkungan. Kemudian, umat diajak meneladani nilai-nilai luhur dari St. Yusup dan St. Ignatius Loyola. Dari sarasehan tersebut, umat diberikan panduan pertanyaan refleksi yang harus dijawab dalam kelompok kecil. Satu kelompok terdiri dari 5 sampai 6 umat. Panduan pertanyaan refleksi membuat umat merenungkan dan merepetisi kembali materi sarasehan yang telah diberikan oleh para romo. Jawaban mereka nantinya akan disampaikan dalam pleno sehingga setiap kelompok dapat belajar dari kelompok lainnya. Jawaban-jawaban umat atas pertanyaan refleksi sungguh menarik. Dari jawaban itu dapat diketahui bahwa umat sangat serius mengikuti rekoleksi. Mereka dapat memahami dengan baik komunitas basis, hakikat peran dan kegiatan lingkungan, situasi umat lingkungan, dan belajar dari keteladanan St. Yusup dan St. Ignatius Loyola. Mereka merasa diteguhkan untuk menghidupkan iman dan membangun persekutuan-persekutuan secara teritorial dalam lingkungan masing-masing. Rekoleksi diakhiri dengan berkat penutup dari romo pendamping. Sebelum berkat penutup, umat dipersilahkan untuk menyampaikan pesan dan kesan dari rekoleksi umat ini. Umat menanggapi secara positif adanya rekoleksi umat ke wilayah-wilayah. Mereka merasakan konsolasi. Mereka mengatakan bahwa rekoleksi umat menjadi bentuk dari gereja menyapa. Gereja melalui para romo hadir bergerak ke bawah untuk menyapa umatnya secara langsung. Umat berharap bahwa rekoleksi umat bisa diadakan secara berkala. Rekoleksi umat bukan hanya membawa penyegaran rohani kepada umat tetapi juga menjadi bentuk dari gembala berbau domba. Gembala berbau domba adalah wujud dari Gereja yang bergerak ke luar. Imam yang melayani umat hingga blusukan ke bawah menjadi salah satu cara menghidupi gembala berbau domba. Imamat tidak hanya dihidupi di seputar altar tetapi juga di rumah-rumah warga lingkungan dan wilayah. Dengan menemui umat secara langsung, umat merasakan kedekatan dengan gembalanya. Kontributor: S. Wahyu Mega, S.J. – Gereja St. Yusup Gedangan

Pelayanan Gereja

Pesan Kehidupan di HUT 75 Gereja HSPMTB

Momen 75 tahun Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB) menjadi pengingat agar mau berbagi untuk kesejahteraan bersama Alkisah ada seorang pemuda datang di sebuah kampung. Ia mendapati suasana di kampung tersebut dingin, terkesan tidak ada interaksi sosial yang hangat. Sang pemuda lantas mengetuk pintu satu rumah untuk meminta makan. Akan tetapi, tuan rumah mengatakan bahwa ia tidak memiliki persediaan makanan. Sang pemuda menjawab, “Baiklah, kalau begitu saya mau meminjam panci, nanti kita makan bersama. Saya memiliki batu ajaib!” Tetangga-tetangga pun berdatangan hendak menyaksikan si pemuda memasak batu ajaib. Saat merebus batu itu, pemuda tadi mengatakan masakan ini akan enak jika ditambahkan daging, lalu seorang penduduk desa bersedia menyumbangkannya. Setelah daging dimasukkannya dalam kuali, pemuda itu kembali berkata, masakan ini akan enak jika ditambahkan sayur-mayur. Kembali seorang penduduk desa datang memberikannya. Begitu seterusnya hingga terkumpul berbagai bahan makanan yang membuat masakan itu lengkap dan banyak. Cerita pemuda dan batu ajaib ini disampaikan Uskup Agung Jakarta, Bapak Uskup Ignatius Kardinal Suharyo dalam homili misa HUT ke-75 Gereja HSPMTB. Beliau mengungkapkan bahwa renungan itu memiliki pesan agar umat Katolik terus menyadari tanggung jawab iman untuk selalu terlibat dalam membangun kesejahteraan bersama. “Dalam sejarah umat manusia, sampai saat ini kesejahteraan bersama belum mampu diwujudkan,” tandas Ketua Konferensi Waligereja Indonesia periode 2012—2022 ini. Bapak Uskup Suharyo memberikan contoh dengan informasi terkait perbandingan dari 84 orang yang paling kaya di dunia ini setara dengan “kekayaan” 3,5 miliar orang yang kurang beruntung. “Silakan membayangkan ketimpangan itu terjadi. Sementara cita-cita kemerdekaan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia juga belum tercapai, masih sangat jauh,” tegasnya. Tentang kesenjangan sosial, Bapak Uskup angkat bicara terkait fenomena flexing. Menurutnya, semakin banyak orang yang suka pamer kekayaan atau kemewahan. “Di sisi lain, jika kita berjalan saat malam hari banyak ditemui saudara-saudari kita yang tidak memiliki rumah. Mereka tidur di gerobak sampah yang pada siang harinya digunakan untuk memulung,” kisahnya. Ia menegaskan agar sebagai umat Katolik, kita mau membiarkan diri dipimpin Roh Kudus dalam setiap langkah hidup. “Salah satu tanda seseorang dipimpin Roh Kudus adalah saat seseorang dengan berani dan selalu berusaha memilih yang baik dan benar dan tidak sekadar memilih yang menyenangkan dan gampang. Sekecil apapun, kita hendaklah menunjukkan keterlibatan membangun kebaikan bersama dan kesejahteraan bersama,” pesannya. Sementara itu, Romo Paroki HSPMTB, Pater Walterus Teguh Santosa, S.J. mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki potensi yang tersimpan dan kita semua ditantang untuk merangkainya menjadi gerakan solidaritas yang membawa kesejahteraan bersama. “HSPMTB memiliki banyak pengalaman seputar solidaritas. Mulai dari Dana Sehat dan Kematian Santo Yusuf melalui Iuran Kartu Kuning; Aksi Puasa Pembangunan (APP) untuk mendukung program Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) hingga Program Ayo Sekolah, Ayo Kuliah, Ayo Kerja (ASAK). Inilah salah satu usaha Gereja dalam menciptakan jembatan yang menghubungkan antara si kaya dan si miskin,” ujarnya. “Setiap orang ditantang memainkan perannya masing-masing. Tak harus peran besar, seperti aktif dalam organisasi, tetapi peran yang tidak terlihat pun perlu dilakukan. Misalnya, Gerakan Kartu Kuning itu menjadi peran yang tidak dilihat orang, tetapi itu nyata,” pesan Pater Teguh. Lebih lanjut Pater Teguh menyampaikan bahwa Gereja se-KAJ telah merintis gerakan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Salah satu gerakan yang dilakukan gereja HSPMTB adalah mendampingi dan mendukung UMKM rintisan yang dijalankan Orang Muda Katolik dengan gerakan beli dari umat. Kesejahteraan dan KAJ Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) memiliki program pelayanan pastoral jangka panjang (2016-2026). Program tersebut berlandaskan semboyan “Seratus Persen Katolik, Seratus Persen Indonesia.” Bapa Uskup Ignatius Kardinal Suharyo menegaskan bahwa seratus persen Katolik merupakan panggilan dari setiap orang Kristiani. “Paus Fransiskus menegaskan bahwa semua orang dalam status dan kedudukan apapun mempunyai panggilan yang sama menuju kesempurnaan Kristiani, kesempurnaan kasih,” ungkapnya. Lebih lanjut, beliau menambahkan bahwa seratus persen Indonesia adalah watak bangsa Indonesia yang cinta akan tanah air. Karenanya, KAJ merumuskannya dalam program pastoralnya. Selama 2016-2021 KAJ memiliki tema pastoral yang bertujuan mendalami sila-sila Pancasila. “Gagasan itu diterjemahkan menjadi gerakan. Salah satu gerakan yang paling dikenal adalah rosario merah putih.” Secara khusus tahun 2022-2026, KAJ memiliki lima tema pastoral terkait aktualisasi watak peduli yang sesuai dengan ajaran sosial gereja. Tema pastoral itu meliputi hormat terhadap martabat manusia (tahun 2022); kebaikan bersama dan kesejahteraan umum (2023); solidaritas (2024); perhatian kepada kaum miskin (2025); dan lingkungan hidup (2026). “Jadi pas sekali kutipan surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus. Roh dianugerahkan kepada masing-masing untuk kepentingan bersama. Diharapkan umat Katolik pernah mendengar istilah ajaran sosial gereja, pernah mencoba mendalami, dan pernah mencoba mengaktualisasikan. Itu disebarluaskan di dalam katekese tiga menit setiap Minggu di paroki-paroki se-KAJ,” tambahnya. Bapak Uskup Suharyo juga mengakui bahwa egoisme merupakan tantangan yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan nilai pelayanan pastoral Gereja. “Gejalanya adalah keserakahan, korupsi, suap, dan manipulasi. Korupsinya lengkap mulai eksekutif, yudikatif, hingga legislatif. Bisnis pun seringkali berselingkuh dengan negara, misalnya dengan undang-undang yang menguntungkan pihak tertentu.” “Mari kita dalami program watak bangsa Indonesia itu melalui inspirasi iman. Kita coba rawat dan kembangkan sikap peduli dan cinta tanah air,” pungkasnya. Dalam kesempatan ini pula, Bapak Uskup mengapresiasi keberhasilan HSPMTB yang secara konsisten menggembalakan umat. Hal ini sebagai bentuk dukungan terhadap upaya KAJ yang terus menggiatkan pelayanan pastoral. Peringatan HUT ke-75 Gereja HSPMTB ini didasarkan pada tonggak peristiwa baptisan pertama 23 Mei 1948. Hingga saat ini Gereja HSPMTB telah melahirkan 13 paroki di Tangerang Raya dan beberapa Paroki di Jakarta Barat. Kontributor: Ario & Redy – Paroki Tangerang

Pelayanan Gereja

Bangkit Bersama Merawat Bumi

Ada yang unik dan istimewa dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional kali ini, yaitu Gereja Katolik Paroki Santa Theresia Bongsari Semarang mengadakan kegiatan bersih pantai dan tuang eco enzym di Pantai Tirang, Semarang. Kegiatan bertajuk Kebangkitan Orang Muda Merawat Bumi diselenggarakan pada 21 Mei 2023 dan diikuti oleh 150 orang muda lintas agama, antara lain OMK (Orang Muda Katolik) Gereja Bongsari, Gereja Atmodirono, Gereja Ambarawa, PMKRI, dan Gusdurian. Hadir pula dalam kegiatan tersebut Kyai Haji Muhammad Abdul Qodir, Pater Eduardus Didik Chahyono, S.J., pengurus Pantai Tirang, perwakilan dari Sponsor Janish Home- Samuel Julianto Purnomo, Perwakilan dari Unika Soegijapranata- Dadut Setiadi, wakil Dewan Pastoral Paroki Bongsari- FX. Joko Priyono, dan Ketua Bidang Pelayanan Paroki Bongsari- Antonius Iwan Wahyudi. Victoria Sulistyawati, selaku ketua panitia, mengungkapkan, “Saya gembira acara ini diikuti oleh banyak orang muda lintas agama. Upaya kita untuk memperhatikan bumi tidak dapat dilakukan sendiri dan hanya golongan. Semua komponen masyarakat harus bersinergi dan bekerja sama merawat bumi rumah kita bersama.” Gerardus Raka Wisnu Wardana, perwakilan orang muda Katolik Paroki Bongsari, mengungkapkan,”Paus Fransiskus, sebagai pimpinan umat Katolik tertinggi di dunia, telah mengeluarkan Ensiklik Laudato Si pada tanggal 24 Mei 2015. Ensiklik ini merupakan ajakan dan seruan kepada kita semua dari berbagai golongan dan komunitas, dari berbagai penjuru dunia untuk bergerak bersama merawat bumi. Sejak saat itu di satu minggu terakhir di bulan Mei, kita akan merayakan Pekan Laudato Si, di mana secara khusus dalam pekan tersebut kita melakukan kampanye global untuk mengajak semua umat manusia bergerak bersama merawat bumi. Tahun 2023 ini, Pekan Laudato Si diperingati pada tanggal 21 – 28 Mei.” Melalui kegiatan ini, Paroki Santa Theresia Bongsari berusaha untuk menghidupi Preferensi Kerasulan Universal Serikat Jesus. Paroki Bongsari mengupayakan dapat berjalan bersama orang muda dan merawat bumi rumah kita bersama. Perlu diketahui selama setahun ini ada sejumlah rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh Paroki Bongsari untuk membangun kesadaran umat dan masyarakat untuk memperhatikan lingkungan hidup, antara lain pengelolaan sampah dan memanfaatkan air hujan. Setelah kegiatan bersih pantai ini, para peserta bersama orang muda lintas agama diajak untuk melakukan refleksi bersama di Ruang Teater Gedung Thomas Aquinas, Universitas Katolik Soegijapranata pada 28 Mei 2023. Kontributor: Pater Eduardus Didik Chahyono, S.J. – Paroki Bongsari

Pelayanan Gereja

Sejahtera Bersama dalam Pesta Paskah

Waktu menunjukkan hampir jam 10 pagi. Misa kedua pagi itu baru saja usai. Umat berbondong menuju area sekolah Strada yang persis berada di sebelah Gereja Santa Anna. Suara musik mulai berkumandang dan MC bersahutan menyambut umat yang memasuki gedung SD Strada van Lith 2. Dua orang muda tampak menunggu di area parkir motor sekolah yang digunakan sebagai lokasi salah satu acara lomba. Mereka adalah OMK Wilayah Klender dan pendaftar lomba memasak nasi goreng yang diadakan oleh panitia paskah. “Ingin ikut berpartisipasi saja, meramaikan. Lagipula, OMK harus aktif lagi di Gereja Santa Anna,” kata Intan dan Eva bergantian. Masuk ke dalam gedung sekolah, di dalam beberapa kelas sudah bersiap anak-anak TK, SD, hingga orang muda lainnya untuk mengikuti lomba mewarnai, menggambar, dan menggambar digital dengan aplikasi Canva. Sementara itu, riuh anak-anak playgroup mulai terdengar saat lomba mencari telur paskah di lapangan olah raga. “Sukacita Paskah hendaknya dapat dirayakan bersama keluarga dalam satu moment yang sama. Oleh karena itu, kami adakan lomba yang melibatkan dari anak-anak hingga orang tua,” ujar Veronika Andrianti, Ketua Panitia acara Lomba Paskah pada Minggu, 16 April 2023. Selain kegiatan lomba, ada pula bazar UMKM Padusa yang bekerja sama dengan Seksi PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) Paroki Duren Sawit. Hal ini sejalan dengan tema paskah, yaitu Mewujudkan Kesejahteraan Bersama. Kristin, salah satu anggota UMKM Paroki Duren Sawit, merasa senang terlibat dalam acara bazar yang diadakan oleh panitia paskah. “Saya senang, semoga ada kesempatan seperti ini lagi di lain waktu,” kata umat Lingkungan Tarsisius ini. Meski mengalami kendala dan tantangan dalam persiapan, panitia paskah selalu berupaya untuk dapat mengakomodasi kebutuhan setiap acara. “Sulit juga mengajak OMK untuk mengikuti lomba. Namun kami tetap bersyukur karena akhirnya banyak juga yang berpartisipasi dan respon umat cukup baik,” ungkap Andrianti. Perempuan yang akrab disapa Ria itu juga menambahkan, semoga lomba-lomba yang diadakan dapat menjadi wadah bagi anak-anak untuk belajar lebih percaya diri dan kreatif. “Bisa bertemu dengan teman-teman sebaya dan seiman, bukan sekadar mencari hadiah dan juara,” tambahnya. Kontributor: Amadea Pranastiti – KOMSOS St Anna

Pelayanan Gereja

Bakti Sosial untuk Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah

Minggu, 12 Maret 2023, lektor Gereja Santo Yusup, Gedangan, Semarang mengadakan bakti sosial (baksos). Program baksos merupakan program tahunan. Di tahun ini, baksos dilakukan dengan tidak biasa. Baksos yang out of the box ini dilaksanakan dalam rangka berjalan bersama orang miskin, terbuang dan yang martabatnya teraniaya (UAP 2). Ada dua tempat tujuan baksos, yaitu SLB G-AB Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah. Dalam rangka menggalang dana untuk kegiatan baksos ini, para anggota lektor berjualan makanan di depan gereja. Kami berjualan nasi goreng, siomay, nasi ayam, susu, dan sebagainya. Bahkan, ada anggota yang mengedarkan jualannya di halaman parkir luar gereja dengan bersemangat. Selain itu, kami juga dibantu oleh banyak donatur. Ternyata, tidak mudah mencari donatur untuk baksos edisi spesial ini. Tidak sedikit dari para calon donatur yang tidak setuju jika baksos dilakukan di pesantren dan untuk waria. Syukurlah bahwa pada akhirnya, dengan rahmat Tuhan, kami berhasil mendapatkan donasi yang kami butuhkan bahkan jumlahnya melebihi dari target. Kami dapat membeli barang-barang yang dibutuhkan untuk SLB G-AB Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah. Destinasi pertama baksos adalah SLB G-AB Helen Keller Indonesia. SLB G-AB Helen Keller Indonesia, Yogyakarta berdiri sejak tanggal 25 Juni 1996. SLB ini didirikan oleh para Suster Putri Maria dan Yosef (PMY) dan merupakan pengembangan dari SLB B Dena Upakara Wonosobo. SLB G-AB Helen Keller Indonesia adalah sekolah berasrama yang melayani anak berkebutuhan khusus ganda tunarungu-netra. Baksos di SLB G-AB Helen Keller Indonesia diisi dengan acara bernyanyi, menari, dan bermain games bersama. Dalam segala keterbatasannya, anak-anak tunarungu-netra dibantu oleh para pendamping mengikuti acara yang telah disiapkan oleh anggota lektor. Anak-anak tunarungu-netra ikut hanyut dalam kebahagiaan dan sukacita bersama anggota lektor. Acara ditutup dengan makan siang bersama. Dalam kesempatan ini pula, kami belajar berkomunikasi dengan anak tunarungu-netra dibantu oleh para pendamping. Destinasi kedua adalah Pesantren Waria Al-fatah. Pesantren Waria Al-fatah yang berada di Kotagede, Yogyakarta, berdiri pada 28 Juli 2008. Pesantren ini hadir untuk memberi kesempatan bagi para waria atau yang lebih akrab disapa dengan transpuan untuk beribadah dan memperdalam agama secara nyaman. Para transpuan terkadang merasa tidak nyaman dan seringkali mendapat penolakan dari warga. Acara baksos diisi dengan perkenalan singkat dengan beberapa transpuan, pengenalan profil pesantren, dan diskusi. Kami dapat memahami beberapa keunikan yang ada di Pesantren Waria Al-fatah. Salah satu dari keunikan itu adalah santri tidak tinggal dan menetap seperti pesantren-pesantren pada umumnya. Para santri transpuan tinggal di rumah masing-masing. Mereka datang ke pesantren biasanya pada weekend untuk memperdalam nilai-nilai keagamaan. Dalam acara diskusi singkat, para santri transpuan menceritakan kisah hidupnya, terutama tentang memperdalam agama dan kehidupan hariannya. Ada banyak pertanyaan yang terlontar saat pertemuan dan diskusi dengan para santri. Belajar dari sumber secara langsung membantu pemahaman kami, komunitas lektor, tentang kehidupan para santri transpuan dan terlepas dari prasangka-prasangka. SLB G-AB Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah adalah tempat yang tepat bagi kami, lektor St. Yusup Gedangan, untuk belajar memahami arti dari sesama manusia. Anak-anak tuna rungu-netra dan transpuan adalah orang-orang lemah, terbuang, dan yang martabatnya teraniaya. Anak-anak tersebut memiliki keterbatasan secara fisik. Mereka miskin secara bahasa. Sedangkan transpuan adalah kaum marjinal, mereka ditolak kehadirannya. Secara khusus, transpuan menjadi sasaran empuk bagi banyak orang untuk disingkirkan. Transpuan dianggap berdosa besar, melanggar kodrat, perilaku menyimpang, dilaknat Tuhan, dan sebagainya. Ada begitu banyak hujatan yang ditujukan kepada mereka. Sebagian orang lebih suka menghujat daripada menemani, lebih suka membenci daripada mencintai, dan lebih suka mengucilkan daripada merangkul. Reni, Steven, dan Santi sebagai anggota lektor Gereja Santo Yusup Gedangan mengatakan bahwa pengalaman baksos kali ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Pengalaman berharga yang mampu mengubah sudut pandang terhadap orang-orang miskin, tersingkir dan yang martabatnya teraniaya. Reni secara khusus mengatakan bahwa kaum transpuan butuh dihargai, dihormati, dibantu, terlebih diterima oleh kita sesamanya. Mereka manusia biasa yang juga membutuhkan teman untuk berbagi cerita, teman untuk berkeluh kesah, teman yang mau membantu saat mereka dalam kesulitan. Melalui perjumpaan dengan anak-anak tunarungu-netra dan transpuan, kami belajar bahwa hidup harus diisi dengan rasa syukur dan dijalani dengan gembira. Perjumpaan selalu saja memberikan banyak rahmat. Perjumpaan tersebut adalah undangan pertobatan secara personal. Tidak hanya rasa syukur, kami juga belajar untuk tidak menghujat orang lain dan, yang paling penting, belajar untuk memahami arti menjadi sesama manusia. Menjadi sesama manusia berarti mengasihi dan memperhatikan orang lain tidak hanya terbatas pada hubungan antar anggota sekeluarga, sebangsa, sesuku, segolongan, atau seagama. Kasih bersifat universal, melampaui batas-batas yang ada. Kasih mendekatkan yang jauh, menyembuhkan yang terluka, dan menemani yang kesepian. Dalam dokumen Fratelli Tuti dikatakan bahwa kasih ditujukan kepada semua manusia, tanpa terkecuali. Kasih tidak memanggil kita untuk bertanya siapa yang dekat dengan kita tetapi untuk menjadikan diri kita dekat, menjadi sesama manusia. Kontributor: S. Wahyu Mega, SJ – Pendamping Lektor St. Yusup Gedangan

Pelayanan Gereja

Berjalan Bersama dalam Semangat dan Sukacita

Sabtu sore, 21 Januari 2023, kami memulai Rapat Pelayanan Dewan Pastoral Paroki Santa Theresia Bongsari Semarang. Total peserta yang hadir sebanyak 53 orang, terdiri atas para pengurus Dewan Pastoral Harian (DPH), koordinator Tim Pelayanan, serta pengurus Wilayah Gereja Santo Agustinus Panjangan. Rapat Pelayanan ini diadakan pada hari Sabtu-Minggu (21-22 Januari 2023) di Rumah Retret Pertapaan Rawaseneng. Acara dimulai dengan sharing pengalaman dari para peserta yang ‘keblusuk-blusuk’ menuju lokasi. Namun itu justru menjadi atmosfer keceriaan yang menandai kehangatan dinamika awal. Agenda pokok dari pertemuan ini adalah duduk bersama antara Dewan Pastoral Harian, Pengurus Gereja & Papa Miskin (PGPM) Paroki, dan pengurus Wilayah Gereja Santo Agustinus Panjangan, untuk berdinamika dan berdiskresi bersama terkait program pelayanan tahun 2023. Rapat Pelayanan dimulai dengan ibadat pembuka. Petikan gitar dan piano rancak yang mengiringi lagu ‘Gereja Bagai Bahtera’ dalam ibadat, seakan menjadi energi bagi para peserta untuk bernyanyi dengan penuh semangat. Lagu ini mengantarkan pada refleksi bahwa dalam mengemban tugas dan tanggung jawab, para peserta adalah ‘bahtera’ yang harus berjuang menghadapi terpaan gelombang dan badai. Namun tak perlu gentar, karena Tuhan Sang Bintang Pedoman menjadi arah dan tujuannya. Pembahasan materi diawali oleh Pater Didik Chahyono, S.J. yang memaparkan tentang organisasi PGPM dan kemampuan sumber daya keuangan untuk pembiayaan pelayanan DPP Harian 2023. Selanjutnya, Bapak Joko Priyono selaku WK I Dewan Pastoral menjelaskan tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Pastoral Paroki Bongsari atau yang disebut dengan P5. Inilah pedoman bagi setiap cara bertindak dalam seluruh gerak pelayanan di Paroki Bongsari. Pater Melkyor Pando, S.J. menguraikan tentang Programasi Paroki Tahun 2023. Seluruh program pelayanan tahun ini adalah integrasi antara fokus Lima Garapan KAS, empat UAP Serikat Jesus, dan kekhasan Paroki Bongsari. Arah gerak yang termuat dalam programasi ini merupakan hasil diskresi yang sudah dirumuskan dalam Rapat DPH sekitar satu bulan sebelum rapel ini diadakan, dan menjadi fokus pelayanan bidang-bidang untuk menyusun program. Ada dua hal pokok yang menjadi inspirasi bagi arah gerak dan fokus pelayanan tahun 2023 ini. Pertama, arah dasar Keuskupan Agung Semarang (KAS) yang tahun ini secara spesifik berfokus pada masalah kebangsaan terkait Pemilu 2024, dimana KAS sangat mendorong Gereja Katolik agar makin berperan dalam menjaga dan mewujudkan Indonesia damai. Kedua, program karya kerasulan Serikat Jesus yang dituangkan dalam UAP (Universal Apostolic Preferences), yaitu menunjukkan jalan menuju Allah, berjalan bersama yang tersingkirkan, penjelajahan bersama orang muda, dan merawat bumi sebagai rumah bersama. Dari sinilah kemudian ditetapkan Program Strategis Paroki Bongsari tahun 2023, yang meliputi lima program garapan, yaitu kekatolikan, kerasulan, kebangsaan, kerjasama dan sinergi, serta profesionalitas. Dinamika rapel tampak semakin jelas dalam paparan program pelayanan yang disampaikan oleh dewan harian, para ketua bidang, ketua wilayah Panjangan, disusul dengan tanggapan atau masukan dari forum. Setiap paparan program mendapatkan review dari Bp. Joko Priyono, Bp. Agus Jumani, dan Pater Melky, S.J. yang sebelumnya ditugaskan untuk mendalami program-program yang diajukan. Aura keceriaan dan keakraban mewarnai dialog tersebut, namun tak mengurangi keseriusan, esensi, dan mutu pembahasannya. Di sela-sela pemaparan, Pater Didik, S.J. selalu mengingatkan kekuatan “keuangan” Paroki untuk mendukung program. Hadirnya anak muda dalam rapel kali ini memberikan nuansa yang berbeda. Mereka mengisi dinamika ice breaking yang semakin mencairkan suasana. Pada sesi penutup, poin-poin penting yang menjadi catatan selama rapel disampaikan oleh Pater Melky, S.J. Beliau menekankan pentingnya sinergitas gerak dan langkah PGPM, Dewan Harian – beserta tim pelayanannya, dan Gereja Wilayah Panjangan. Kerangka acuannya adalah tata kelola kegembalaan, tata kelola administrasi, dan tata kelola keuangan yang mesti diterapkan di semua lini kegiatan pengelolaan paroki, dan juga dalam pelaksanaan program. Untuk program kerja, difokuskan pada pemberdayaan OMK, pelaksanaan monitoring dan evaluasi (monev), penyajian infografis hasil analisis data litbang sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, dan program-program yang mengangkat isu-isu kebangsaan. Apa yang bisa direfleksikan dari rapat kerja ini? Sejak awal hingga akhir rapel, ada kegembiraan dan semangat peserta dalam berinteraksi satu sama lain. Suasana akrab dan hangat sungguh menjadi modal yang besar bagi terjalinnya komunikasi dan kerja sama yang solid, serta ruang bagi munculnya daya kreativitas. Dialog yang terbuka terhadap masukan-masukan kritis, adalah bentuk saling asah dan asuh demi terwujudnya program yang tepat, efektif, berdampak nyata, serta mencerminkan wajah Gereja yang visioner. Pengetahuan dan wawasan baru yang muncul selama rapel juga menjadi inspirasi untuk melaksanakan tugas masing-masing. Itulah gerak-gerik Roh Ilahi yang kami refleksikan dalam rapel ini. Daya Ilahi-Nya telah membimbing kami semua dalam dinamika proses berdiskresi untuk bersama-sama berjalan dalam sukacita menjadi abdi-Nya. Demikianlah, kami ini ibarat sel-sel yang hidup dan tumbuh oleh bermacam-macam karunia, namun kami adalah satu tubuh dalam Roh yang satu. Kami berharap, semoga mimpi dan niat baik yang sudah kami tuangkan dalam programasi 2023 ini dengan seluruh prosesnya akan berbuah baik untuk umat, Gereja, dan demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar. Sebagaimana lagu Mars Paroki Bongsari, semoga kami semua semakin mampu gembira bersama untuk melangkah sebagai paguyuban para pengikut Kristus dalam membangun persaudaraan sejati. AMDG. Kontributor: F.X. Joko Priyono, Agus Jumani, Al. Henry Ernanto – Dewan Harian Paroki St. Theresia Bongsari 2023

Pelayanan Gereja

Minggu Misi di Gereja St Theresia Bongsari

Minggu, 23 Oktober 2022 adalah Minggu Misi Sedunia, seperti ditetapkan dalam kalender liturgi Gereja Katolik. Bertepatan dengan Minggu Misi Sedunia, ada yang istimewa dalam Perayaan Ekaristi di Gereja St. Theresia Bongsari, Semarang. Paroki ingin merefleksikan panggilannya sebagai misionaris. Pengurus Gereja St. Theresia bekerja sama dengan pengurus Kevikepan Kategorial Keuskupan Agung Semarang menyelenggarakan Perayaan Ekaristi untuk umat berkebutuhan khusus (difabel). Ekaristi untuk teman-teman tunarungu yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Katolik Tuna Rungu (IKATUR). Kami berharap Ekaristi ini dapat terus diselenggarakan sebagai upaya untuk menyapa dan meneguhkan iman umat yang berkebutuhan khusus secara lebih luas.” Pater Eduardus Didik Chahyono, S.J., Pastor Paroki St. Theresia Bongsari Semarang terharu sekaligus terkesan atas kehadiran para peserta misa. Ada yang datang dari Salatiga, Ungaran, Banyumanik dan sejumlah tempat yang relatif cukup jauh dari Jalan Puspowarno Semarang. “Kami diteguhkan dan belajar banyak bagaimana menghidupi iman Katolik dari rekan-rekan semua. Keterbatasan yang ada tidak menghambat untuk terus bersyukur, meyakini dan berpengharapan pada Tuhan Yesus yang penuh kasih. Bersama rekan-rekan, kita diajak untuk berani meyakini bahwa Tuhan tidak meninggalkan kita yang rapuh dan penuh keterbatasan. Rekan-rekan semua merupakan saksi-saksi cinta Tuhan yang nyata. Inilah misi kita di dunia agar semua ciptaan Tuhan mengalami dan hidup dalam cinta kasih. Kita semua dipanggil untuk menjadi misionaris cinta kasih. Dengan demikian Kerajaan Allah terwujud dalam kehidupan saat ini yang ditandai hidup dalam cinta, kerukunan, saling peduli dan membantu,” ujar Pater Didik, S.J. dalam renungannya. Beberapa petugas liturgi dalam Perayaan Ekaristi itu adalah rekan-rekan berkebutuhan khusus. Pembacaan kitab suci dilakukan oleh 2 orang tuna rungu. Paduan Suara dinyanyikan oleh rekan-rekan dari Sahabat difabel dari Rumah D. Kontributor: P Eduardus Didik Chahyono Widyatama, S.J.