Pilgrims of Christ’s Mission

Author name: Komunikator Serikat Jesus

Kuria Roma

Seri Video Berjalan Bersama Ignatius Episode 6 : Menunjukkan Jalan Menuju Allah

Roh telah membangkitkan keragaman karisma yang kaya di dalam Gereja. Masing-masing karisma menunjukkan arah dan jalan menuju Tuhan. Kita, sebagai bagian dari Gereja yang dibentuk oleh spiritualitas Ignasian, menggunakan Latihan Rohani dan discernment sebagai penunjuk arah untuk “mencari dan menemukan kehendak Tuhan” dalam hidup dan perutusan kita. Di Tahun Ignasian ini, secara khusus kita merasa terpanggil untuk membagikan spiritualitas kita, cara khusus untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan berkolaborasi dengan Kerajaan-Nya. Kita merasa diteguhkan di jalan menuju Tuhan ini. Sebagaimana dalam sepanjang sejarah Serikat, hari ini kita menyadari bahwa spiritualitas dan discernment juga dapat membantu orang lain untuk bertemu dengan Tuhan Sang Kehidupan, Tuhan yang penuh belas kasih, dan Tuhan sumber keadilan seperti diwahyukan oleh Yesus Kristus kepada kita. Latihan-latihan dan discernment Ignasian bukanlah warisan eksklusif milik Serikat Jesus. Mereka adalah karunia Allah bagi Gereja. Untuk itulah, kita merasa diundang oleh Tuhan untuk memperhatikan cara bertumbuh dalam keakraban dengan-Nya dan mempromosikannya sebagai cara untuk menemukan kehendak-Nya. Kita ingin bertumbuh dalam pengetahuan batin tentang Tuhan. Maka, dengan mata tertuju pada-Nya, secara berani dan kreatif, kita mengusulkan sebuah jalan yang melintasi cara keberadaan dan perutusan kita dimanapun kita berada. Memang ada banyak jalan, namun kami ingin mengundang Saudara sekalian untuk berbagi jalan bersama kami, untuk menjadi teman seperjalanan menuju hidup yang sesuai dengan jalan Yesus. Bersediakah Saudara bergabung bersama kami? Kami mengundang Saudara semua untuk berdoa, baik secara pribadi maupun bersama-sama, menggunakan poin-poin doa di akhir bab keenam dari buku Berjalan Bersama Ignatius yang ditulis oleh Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J. (Lihat: Berjalan Bersama Ignatius karangan Arturo Sosa, S.J. terbitan PT. Kanisius dan Serikat Jesus Provinsi Indonesia, 2021 hlm. 194 – 196).

Tahbisan

Tahbisan Diakon Delapan Skolastik Jesuit di Madrid

Delapan skolastik Jesuit internasional menerima tahbisan diakon dari Uskup Agung Madrid, Kardinal Carlos Osoro, pada 5 Februari 2022, pukul 18.00 waktu setempat di Gereja SS Fransiskus Xaverius dan Aloysius Gonzaga, Mártires de la Ventilla, Madrid. Kedelapan diakon baru tersebut adalah Leonargo Angius (Italia), José Castillo (Spanyol), Savio Fernández (India), Paulus Hastra Kurdani (Indonesia), Antranik Kurukian (Libanon), Cristiano Laino (Italia), Michael N Manalastas (USA) , dan Joan Morera (Spanyol). Kedelapan diakon ini sedang menempuh studi teologi di Universitas Kepausan Comillas, Madrid. Karena pandemi, rangkaian acara tahbisan diadakan secara terbatas sesuai peraturan yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan Spanyol. Banyak anggota keluarga dan kerabat dari para diakon tertahbis tidak dapat hadir karena adanya pembatasan dan prosedur resmi dari pemerintah setempat, termasuk keluarga Frater Dani dari Indonesia yang tidak dapat hadir. Hanya beberapa skolastik yang sedang belajar di sana yang dapat mendukung dan memberikan ucapan selamat kepada Frater Dani. Berikut adalah tautan video pendek dari rangkaian acara tahbisan. Dalam homilinya, Kardinal Carlos menggarisbawahi peristiwa 500 tahun pertobatan Santo Ignatius Loyola. Pertobatan ini merupakan proses dengan empat momen penting dalam hidup Ignatius, yaitu luka, pertobatan, kekudusan, dan perutusan. Dari semua pengalaman pribadinya, ia menjadikan Yesus Kristus sebagai pusatnya. Ia benar-benar melihat dan mendengarkan Dia dalam setiap keadaan dan melayani dengan segenap kemampuannya. Kardinal Carlos menceritakan pengalaman St. Ignatius saat berbicara dengan delapan diakon baru yang telah ditahbiskan dalam keluarga Ignatius. Ia mengajak kedelapan diakon untuk mengasihi dan melayani Tuhan dengan cara menjadi lebih dekat dengan umat-Nya. Ketika pembacaan Injil Lukas tentang Petrus dan kawan-kawannya yang dibantu oleh Yesus Ketika menjala ikan, Kardinal Carlos juga mendorong para diakon tertahbis untuk berani masuk lebih dalam ke dalam diri sendiri dan melangkah lebih jauh demi melayani sesama. Ia menutup homili dengan mengajak kedepalapn diakon untuk berani mendengarkan dan hidup sesuai firman Tuhan. “Jadilah berani seperti St. Ignatius yang berani menghadapi segala keadaan dan rintangan,” pungkasnya. Seluruh perayaan tahbisan diakon ini diiringi dengan musik sederhana tetapi khidmat yang dibawakan oleh seorang skolastik asal Italia, Andrea Bonavita. Lagu-lagu dan musiknya diaransemen dalam berbagai bahasa seperti Italia, India, Indonesia, dan Libanon. Di penghujung acara, Frater Dani menyampaikan ucapan penuh sukacita dan terima kasih kepada Kardinal Carlos, seluruh koordinator acara perayaan ini, dan semua umat yang hadir. Setelah tahbisan diakon, kedelapan orang ini harus menyelesaikan studi di Comillas dalam empat bulan ke depan. Setelah studi selesai, mereka biasanya kembali ke Provinsi asal untuk melaksanakan perutusan baru dari Pater Provinsial masing-masing.  Kontributor : Frater David Sakda Meedchawdoy, S.J., mahasiswa Teologi Universitas Kepausan Comillas, Madrid

Obituary

Selamat Jalan Pater Antonius Sutanto, S.J.

Pater Antonius Sutanto lahir pada 23 Agustus 1938 di Semarang sebagai  putra pasangan orang tua Alm. Bapak Petrus Josef Soenardi  Poerwasoedarma dan Alm. Ibu Engelbertha Soelaidah Poerwasoedarma. Pater Sutanto dibaptis pada hari kelahirannya di Gereja St. Perawan  Maria Ratu Rosario, Randusari, Semarang dan menerima Sakramen  Krisma pada 17 Mei 1948 di Paroki St. Yusup, Gedangan, Semarang. Sebelum masuk Serikat Jesus, Pater Sutanto menempuh pendidikan dasar  dan menengah di kota yang berbeda. Pendidikan SD ia tempuh di  Muntilan (1945-1952) dan kemudian dilanjutkan ke Seminari Menengah  St. Petrus Kanisius, Mertoyudan (1952-1959).  Pada masa remaja ia memutuskan menjadi Jesuit. Ia mengikuti proses  ujian masuk dan diterima. Secara resmi, ia masuk Novisiat Santo Stanislaus di Girisonta pada 7 September 1959 dan mengucapkan kaul pertama pada 8 September 1961.  Setelah itu, ia melanjutkan formasi dasar sebagai seorang Jesuit pada program juniorat selama dua  tahun, yaitu tahun 1961 hingga 1963 di Kolese Santo Stanislaus, Girisonta.  Pater Sutanto melanjutkan formasinya dengan belajar filsafat selama 3 (tiga) tahun di Poona, India (1963-1966). Setelah selesai menjalani studi filsafat, Pater Sutanto menjalani formasi TOK sebagai  prefek dan mengajar agama di Seminari Menengah Santo Petrus Canisius, Mertoyudan selama dua  tahun (1966-1968). Formasi teologi dijalaninya di Yogyakarta (1969-1972). Pater Sutanto menerima  tahbisan tonsura dan tahbisan rendah dari Mgr S. D’Souza di Poona, India pada 8 Januari 1966.  Tahbisan diakon ia terima di Yogyakarta pada 5 Desember 1971 dari tangan Mgr. Justinus Kardinal  Darmojuwono dan satu hari kemudian, tepatnya pada 6 Desember 1971, ia menerima tahbisan imam,  juga dari tangan Mgr. Justinus Kardinal Darmojuwono di Gereja Santo Antonius Padua, Kotabaru,  Yogyakarta.   Dua tahun setelah menerima sakramen imamat, Pater Sutanto ditugaskan belajar khusus musik di  Institute van Katholieke Kerkmuziek, Utrecht, Nederland (1973-1977) dan berhasil meraih  “Praktijkdiploma Orgel” dan “Einddiploma Koordirectie.” Pater Sutanto menempuh tersiat (Oktober 1980-Juni 1981) di Kew, Australia, di bawah bimbingan Pater  Wallace, S.J. Kaul akhir sebagai profess ia ucapkan pada 29 Agustus 1982 di Gereja St. Franciscus  Xaverius, Tanjungpriok, Jakarta.  Riwayat tugas Pater Antonius Sutanto, S.J. sejak kaul akhir sampai wafatnya  Pastor Rekan Paroki St. Franciscus Xaverius, Tanjungpriok Jakarta 1978-1985 Penggerak Musik Gereja KAJ Jakarta 1978-1980 Pastor Kepala Paroki St. Franciscus Xaverius, Tanjungpriok Jakarta 1982-1991 Dosen Musik Liturgi di Universitas Atma Jaya Jakarta 1995-2000 Seksi Musik Komisi Liturgi KAJ; tinggal di Pastoran Cililitan, Jakarta 1991-wafatnya Dosen Musik di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Jakarta 2000-2008 Dosen Musik di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Jakarta 2008-wafatnya Pastor Pembantu Paroki St. Servatius, Kampung Sawah Bekasi 2003-wafatnya Pater Sutanto dikenal salah satu tokoh yang mengembangkan musik liturgi Gereja Indonesia. Ia sangat  aktif dan terlibat dalam melatih bakat-bakat muda dalam musik sampai di masa tuanya. Tahun 2022 ini  merupakan peringatan 50 tahun tahbisannya sebagai imam. Namun akibat stroke yang dialaminya tahun  2021, beliau tidak bisa merayakan peringatan itu sebagaimana dikehendakinya. Stroke mengakibatkan  Pater Sutanto terbaring di tempat tidur dan terbatas untuk melakukan banyak hal. Awal Januari 2022,  beliau dilarikan ke RS Elisabeth, Semarang dan keadaannya tidak stabil dan cenderung menurun.  Akhirnya pada tanggal 1 Maret 2022, Pater Antonius Sutanto, S.J. dipanggil oleh Tuhan. Selamat jalan  Pater Antonius Sutanto, S.J. Mohon doa bagi kami yang masih berziarah di dunia ini,  Misa Requiem & Pemakaman  Misa Requiem Provinsi dilaksanakan pada:  hari, tanggal : Kamis, 3 Maret 2022  waktu : Pukul 10.00 WIB  tempat : Gereja St. Stanislaus, Girisonta;  dan dilanjutkan dengan pemakaman di Taman Makam Maria Ratu Damai, Girisonta, Bergas, Ungaran.  Semua anggota Provinsi dimohon merayakan Ekaristi khusus bagi kedamaian jiwa Pater Antonius  Sutanto, S.J. 

Feature

Xavier High School Micronesia Kala Pandemi : Jesuit Menolak Pergi dari Pasifik

Ada banyak alasan untuk memilih pergi ketimbang menetap di pulau-pulau kecil di tepi Samudera Pasifik, apalagi di masa pandemi yang serba terbatas ini. Alasan pertama soal keterpencilan geografis. Wilayah yang disebut Micronesia (gugusan pulau berukuran mikro) membentang cukup luas, dari Palau di sisi Barat sampai Kiribati di Timur, dan terbagi ke dalam empat zona waktu. Lebih dari sembilan puluh persen luas wilayahnya adalah lautan dan jarak antar pulau amat jauh. Pada situasi non-pandemi, persoalan jarak tidak terlalu membebani karena ada penerbangan rutin yang menunjang mobilitas. Akan tetapi, sejak Covid-19 merebak, negara-negara di Micronesia menutup akses masuk dari negara lain. SMA Xavier pun memulangkan semua siswa, volunteers, termasuk para Jesuit pada Maret 2020- juga karena alasan kekeringan di pulau Weno, Chuuk. Kegiatan belajar mengajar di tahun 2019-2020 hanya terbatas bagi para siswa asal Chuuk dengan dibantu oleh tenaga pengajar lokal. Kini, akses antar pulau sudah mulai dibuka tetapi sarana transportasi masih sangat jarang- kira-kira satu bulan hanya satu penerbangan saja. Kondisi pandemi memperkuat kembali kenyataan bahwa keterpencilan geografis Micronesia memang menantang dan menyulitkan.  Alasan kedua adalah kebergantungan ekonomi. Walau memiliki potensi turisme yang besar, penduduk Micronesia jauh dari sejahtera. Lebih dari empat puluh persen warganya hidup di bawah garis kemiskinan. Siapa pun yang datang ke pulau Chuuk dapat merasakan betapa terbengkalainya pulau ini. Mobil-mobil rusak dibiarkan di tepi pantai, bersama dengan sampah kaleng yang berserakan tak keruan. Di sepanjang jalan utama (yang penuh lubang) di pulau ini, banyak rumah berdinding seng, bersebelahan dengan kandang babi yang sering dibiarkan terbuka. Juga tidak ada satupun lahan pertanian atau peternakan, tanda bahwa suplai bahan pokok sepenuhnya bergantung dari impor. SMA Xavier pun sangat bergantung dari donasi Serikat Jesus Provinsi USA North East yang menanggung lebih dari dua pertiga biaya pendidikan. Alasan terakhir, ancaman lingkungan dan migrasi penduduk. Dampak krisis ekologis amat terasa di pulau kecil ini. Setiap tahun air laut semakin tinggi mendekati jalan utama dan bukan tidak mungkin puluhan tahun ke depan pulau ini akan ditinggalkan. Jangankan di masa depan, gejala perpindahan penduduk sudah menjadi pola umum. Dalam periode 2007-2012 saja, ada pengurangan penduduk sebanyak 2.100 orang (2,05 persen dari total penduduk) per tahun akibat migrasi keluar dari Federated States of Micronesia (FSM). Angka migrasi ini tidak akan menurun sejauh masalah ekonomi dan lapangan pekerjaan tidak kunjung membaik di FSM. Bagi para siswa SMA Xavier pun, orientasi masa depan mereka adalah pergi ke Amerika Serikat (AS) untuk studi dan bekerja.   Melihat berbagai alasan itu, banyak pertanyaan muncul. Untuk apa Jesuit datang kembali dan melanjutkan karya di tengah Pasifik? Untuk apa merawat orang-orang yang akan pergi meninggalkan pulau mereka sendiri? Untuk apa menyisihkan banyak energi dan materi bagi karya di sudut dunia ini? Semakin saya bertanya, semakin saya sadar bahwa pertanyaan-pertanyaan itu datang dari kalkulasi untung-rugi, dari suatu cara berpikir yang sama sekali lain dari semangat misi. Pusat misi adalah kasih kepada mereka yang butuh untuk dilayani, bukan semata-mata demi keuntungan. Semangat ini pula yang mendasari Ignatius untuk memberi prioritas pada “bagian kebun anggur yang lebih membutuhkan, baik karena kekurangan pekerja maupun karena keadaan sulit dan lemah dari orang-orang di tempat itu.” (Konstitusi Pars. VII, [622]). Jesuit memilih untuk tinggal, mencintai, dan menyiapkan masa depan anak-anak Micronesia.  Mencicipi Tantangan menjadi Misionaris  Sejak awal tahun ajaran 2020-2021, saya ditugaskan untuk menjalani Tahun Orientasi Kerasulan (TOK) di SMA Xavier, Chuuk, Micronesia. Ada banyak kendala dalam proses kedatangan saya ke tempat ini, mulai dari kesulitan mencari tiket pesawat sampai jadwal keberangkatan yang sangat tidak pasti. Pada 20 Agustus 2021 saya mulai menempati rumah Jesuit di Guam sembari menunggu jadwal karantina dan keberangkatan ke Chuuk. Di sana saya ditemani oleh Pater Charles Sim, S.J. (MAS) asal Singapura yang sama-sama akan bekerja di SMA Xavier. Walau saya sudah mulai mengajar melalui media Google Classroom, tinggal di Guam masih terasa seperti berlibur. Jalan raya teraspal rata serta banyak situs sejarah dan pantai yang bisa dikunjungi (maklum Guam termasuk teritori AS). Saya pun menyempatkan waktu keliling pulau itu untuk singgah di beberapa gereja tua yang dibangun oleh para Jesuit Spanyol, termasuk Beato Diego San Vitores. Guam adalah satu karya awal misi Jesuit di Micronesia.  Saya dan P Charles pada awalnya hanya akan singgah selama dua minggu di Guam. Namun, akhirnya kami tinggal di sana selama satu setengah bulan. Untungnya ada beberapa Jesuit senior yang sering menemani untuk makan bersama atau sekadar duduk, ngobrol, dan minum bir. Pada 26 September saya mulai masuk karantina di Guam selama 10 hari kemudian lanjut karantina kedua selama 7 hari di Pohnpei, salah satu negara bagian FSM. Mengenai fasilitas karantina, kami beruntung bisa mendapatkan fasilitas yang sangat layak dan gratis, apalagi disertakan ke dalam penerbangan repatriasi (penduduk FSM yang telah menunggu lama untuk pulang). Pasca karantina kami sempat tinggal selama lima hari di paroki Jesuit di Pohnpei sebelum berangkat dengan pesawat kecil berkapasitas 18 orang.  Akhirnya saya mendarat di Chuuk pada 18 Oktober 2021, disambut dengan pemandangan alam yang indah dan nyanyian selamat datang dari para murid. Pengalaman yang berkesan di tengah situasi yang serba tidak menentu. Sekilas tentang kondisi SMA Xavier di tengah pandemi saat ini, jumlah murid 93 orang, setengah dari jumlah biasa. Jumlah tenaga pengajar utama hanya 8 orang, itu artinya satu guru bisa mengajar 3-4 mata pelajaran berbeda. Ada tiga pastor Jesuit yang bekerja di sini, semuanya personel baru. P Thomas Kenny, S.J. sebagai presiden/direktur, P Matthew Cassidy, S.J. sebagai pengajar sejarah dan P Charles sebagai konselor sekolah. Saya sebagai TOK-er mengajar agama untuk tiga angkatan dan mendampingi Campus Ministry. Dalam beberapa kesempatan sharing, saya kerap kali mendengar kejujuran para Jesuit di sini, khususnya tentang perutusan ke Micronesia yang jauh dari harapan mereka. Ada yang merasa perutusan ini tidak sesuai dengan studinya, ada pula yang berjuang mengatasi perasaan terisolasi. Berbagai kesulitan itu tidak menghentikan kami untuk bersama-sama belajar beradaptasi, mencoba mengatasi perasaan terasing, dan mencari cara yang paling baik untuk berkarya.  Saya beruntung bisa mencicipi sedikit tantangan dalam bermisi, di situasi yang serba tidak menentu dan banyak kekurangan. Tentu ini tidak sebanding dengan pengalaman para misionaris Spanyol yang membuka jalan Kristianitas, atau para misionaris lain yang bekerja di pedalaman. Namun, ada

Pelayanan Masyarakat

Seabad Penerbit dan Percetakan Kanisius Berkarya : Cita dan Karya Warnai Indonesia

Rabu, 26 Januari 2022, Penerbit dan Percetakan Kanisius genap berusia 100 tahun (satu abad). Aneka dinamika dan keputusan-keputusan telah mewarnai peziarahan Penerbit-Percetakan Kanisius (kini dikenal dengan nama PT Kanisius), hingga berusia satu abad ini. Misi, Visi, dan Nilai yang mengalami perubahan dari zaman ke zaman tentu dibuat sesuai dengan perkembangan zaman. Di tengah pandemi covid yang hingga kini masih menjadi perhatian dunia, PT Kanisius terus-menerus berupaya untuk memenuhi visi para pendiri, menjadi daya ubah bagi bangsa. Maka tidaklah keliru, di usia satu abad ini, ada aneka kegiatan yang diselenggarakan untuk menyemarakkan dan terus memberikan kontribusi nyata bagi bangsa. Sebagai catatan, aneka kegiatan yang diselenggarakan tersebut tidak lepas dari semangat Universal Apostolic Preferences (UAP) dengan empat fokus perhatiannya. Semangat UAP Turut Mewarnai Seabad PT Kanisius Fokus pertama dari UAP adalah Latihan Rohani. PT Kanisius menyelenggarakan Webinar Pendampingan Anak dalam Keluarga Muda di Tengah Situasi New Normal Pandemi Covid-19. Dalam webinar ini dihadirkan orang muda yang berkisah mengenai perjalanan hidup mereka dan kisah pertobatan mereka setelah berjumpa dengan kelompok Magis.  Fokus kedua UAP Adalah berjalan bersama orang muda. Untuk semakin memberikan ruang bagi orang muda, selain kepanitiaan HUT 100 tahun yang didominasi orang muda, pun diselenggarakan aneka kegiatan yang melibatkan orang muda. Live Instagram dengan tema “Festival Bisnis Ngehits”; Webinar “Literasi dan Falasi dalam Konten Digital”; Webinar “Bincang Kebangsaan: Mengelola Kemajemukan, Menuju Indonesia Hebat”; dan memproduksi sebuah webseries berjudul “Cinta Dalam Seutas Tali Sepatu” bekerja sama dengan Studio Audio Visual-USD di bawah arahan Rm. F.X. Murti Hadi Wijayanto, S.J. (sebagai penulis naskah sekaligus sutradara). Fokus ketiga UAP adalah berjalan bersama mereka yang tersingkirkan. Panitia menyelenggarakan kegiatan pendampingan belajar bersinergi dengan Yayasan Soegijapranata asuhan para frater Jesuit di Kampung Pingit. Selain itu, diadakan pula pemberian bantuan buku-buku bacaan untuk Kampung Pingit dan dua Panti Asuhan di wilayah Yogyakarta.  Fokus keempat UAP adalah merawat bumi, rumah kita bersama. Bekerja sama dengan Kursus Pertanian Taman Tani (KPTT) Salatiga, panitia membagikan aneka bibit tanaman kepada Sahabat PT Kanisius yang datang ke Taman Komunikasi PT Kanisius Yogyakarta. Tanpa syarat khusus, Sahabat Kanisius bisa memperoleh bibit-bibit tersebut untuk ditanam di rumah atau di kebun mereka. Syukur atas Tonggak-tonggak Rahmat Seabad PT Kanisius Rangkaian acara yang diselenggarakan oleh panitia dipuncaki dengan tiga acara besar yang diikuti oleh seluruh insan Kanisius dan Sahabat Kanisius. Acara pertama yaitu Kenduri Syukur yang diselenggarakan bersama perangkat desa dan beberapa perwakilan warga. Acara ini sudah menjadi tradisi, sebagai bentuk kehadiran PT Kanisius di tengah-tengah warga sekitar. Pada 26 Januari 2022, tepat 100 tahun PT Kanisius, dipuncaki dengan Perayaan Ekaristi Syukur bersama Mgr. Robertus Rubiyatmoko (Uskup Agung KAS) dan enam imam konselebran. Dalam sambutannya, Bapak Uskup Rubiyatmoko mengungkapkan kebanggaannya akan kehadiran PT Kanisius di Keuskupan Agung Semarang yang telah turut membidani pula kelahiran dan pertumbuhan Gereja Keuskupan Agung Semarang. Sedangkan Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. (Provinisial SJ Indonesia), mengucapkan selamat dan bahagia atas usia 100 tahun yang dipertahankan oleh PT Kanisius, pun atas dinamika yang telah dilalui oleh PT Kanisius. Segala peristiwa dan keputusan yang pernah dibuat dari waktu ke waktu, baik itu keputusan yang keliru maupun yang benar, telah turut mewarnai perjalanan PT Kanisius. Diungkapkan pula bahwa PT Kanisius adalah sebuah perusahaan unik, karena dalam misi visinya tidak terungkap untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, namun demi pelayanan terhadap Gereja dan bangsa. Tentu semangat kerasulan ini patut dipertahankan dan terus dikembangkan oleh generasi-generasi muda PT Kanisius. Pada selebrasi syukur yang diselenggarakan pada 27 Januari 2022 di ballroom Sahid Jaya Hotel & Convention Yogyakarta, para Sahabat Kanisius yang hadir turut mewarnai sukacita dan kebahagiaan seluruh insan Kanisius. Gubernur D.I. Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam sambutan yang dibacakan oleh Asisten I Pemberdayaan Setda Ir. Aris Riyanta, M.Si., menyampaikan bahwa usia satu abad adalah waktu yang tepat untuk mundur sapecak, untuk berefleksi, untuk berkontemplasi, untuk mengevaluasi, belajar dari sejarah (historia magistra vitae est). Usia satu abad PT Kanisius membuktikan bahwa PT Kanisius konsisten mendukung perjuangan bangsa. PT Kanisius pernah mencetak Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) di masa awal kemerdekaan. Kini PT Kanisius turut mewarnai dengan buku-buku literasi berkualitas yang tersebar di penjuru nusantara hingga luar negeri. Pada hari berbahagia ini pula, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, menyampaikan sambutan dan apresiasi atas usia satu abad PT Kanisius. Mas Menteri Nadiem berharap PT Kanisius terus menjadi penerbit yang menguatkan literasi anak-anak Indonesia dengan berbagai inovasi dan teknologi, terus menyediakan bacaaan yang membuka jendela pengetahuan, mencerdaskan anak bangsa, dan memerdekakan pendidikan Indonesia.  Pater E. Azismardopo Subroto, S.J. (Direktur Utama PT Kanisius) menyampaikan terima kasih untuk para relasi, Sahabat Kanisius, mitra kerja, keluarga besar PT Kanisius yang telah berjalan bersama hingga mencapai usia satu abad. Visi baru telah diluncurkan, yakni Menjadi Perusahaan Inspirastif yang Berdaya Ubah Bagi Bangsa. Beliau berharap, di jejak langkah yang ke-100 tahun ini, PT Kanisius semakin adaptif mengikuti zaman yang dinamis, cepat berubah, dan technology minded. PT Kanisius akan hadir untuk menjawab tantangan zaman dengan tetap menjaga mutu isi buku/produk. Beberapa terobosan inovatif yang sudah dilakukan antara lain pembaruan mesin-mesin cetak, diferensiasi usaha, penyedia produk peribadatan dan pernak-pernik rohani Katolik, penyewaan ruang pertemuan, digitalisasi buku cetak, kehadiran di marketplace, dan semakin banyak sinergi yang dibangun bersama para mitra. Acara selebrasi juga diramaikan dengan penampilan grup musik Paksi Band, Endah Laras, dan lukis pasir oleh Dr. Sumbo Tinarbuko. Selain itu, di area lobi acara juga dibangun sebuah museum mini yang menampilkan buku-buku terbitan awal PT Kanisius, buku best seller, dan buku yang diterjemahkan ke bahasa asing. ORI yang pernah dicetak PT Kanisius juga ditampilkan dalam museum mini, juga alat-alat yang pernah dipakai dari masa ke masa, termasuk satu buah mesin jahit buku yang hingga kini masih digunakan. Sebagai salah satu tonggak sejarah, Pater Azismardopo beserta Ibu Mg. Sulistyorini (Direktur Eksekutif PT Kanisius), menyerahkan buku Kesetiaan Kreatif, Refleksi Perjalanan 100 Tahun Karya Penerbit-Percetakan Kanisius kepada Bapak Ir. Aris Riyanta selaku wakil Gubernur DIY dan kepada Bapak Uskup Robertus Rubiyatmoko. Buku ini menjadi simbol kehadiran PT Kanisius dalam karya yang terus-menerus ingin mewarnai Indonesia. Satu Abad PT Kanisius, Cita dan Karya Warnai Indonesia. Kontributor : Paulus Widiantoro

Formasi Iman

Libur sebagai Kesempatan untuk Masuk ke Kedalaman

Libur akademik bukanlah alasan bagi para frater untuk berhenti mengembangkan diri mereka. Justru dalam waktu-waktu ini para frater diberi kesempatan untuk mengikuti tiga jenis kursus untuk mengembangkan pribadi dalam tiga aspek berbeda, yaitu spiritual, keuangan, dan psikoseksual. Aspek spiritual didalami lewat kursus spiritualitas daring bersama dengan Pater Leo Agung Sardi, S.J. (19-20 Jan 2022). Pater Sardi mengajak para frater untuk semakin menyadari betapa pentingnya kedalaman dalam menjalani formasi studi di Kolese Hermanum. Kedalaman dalam proses formasi studi ini tidak hanya dicapai dalam kedalaman intelektual belaka, tapi juga kedalaman spiritual. Kualitas dan aspek kedalaman inilah yang pada akhirnya membuat kontribusi kita sebagai Jesuit bisa semakin maksimal, semakin berdampak, berlangsung lama, dan menginspirasi. Kedalaman ini sungguh diperlukan oleh para frater, dan juga semua Jesuit, terlebih untuk bisa menjalankan dan menghidupi UAP. Bagaimana caranya kita bisa membantu orang untuk menunjukkan jalan kepada Tuhan bila kita sendiri tidak punya kedalaman? Itulah pesan utama yang coba disampaikan Pater Sardi lewat kursus spiritualitas kemarin, yaitu untuk mencapai kedalaman intelektual dan spiritual agar dapat membantu sesama menemukan jalan menuju Tuhan.  Kursus kedua yang diikuti oleh para frater filosofan adalah kursus finance bersama dengan Pater Ignasius Aria Dewanto, S.J. (21-22 Jan 2022). Kursus ini menjadi cukup spesial karena untuk pertama kali dalam dua tahun, kursus diadakan secara offline di salah satu ruang kuliah STF Driyarkara. Dalam kesempatan kursus kemarin, Pater Aria membagikan beberapa pengalamannya yang bersinggungan dengan persoalan keuangan di PIKA dan Keuskupan Agung Semarang. Pengalaman-pengalaman yang dimiliki Pater Aria menjadi jembatan bagi para frater untuk mulai membayangkan tugas-tugas perutusan Jesuit yang tidak pernah jauh dari urusan keuangan. Rasa-rasanya, kesempatan kursus ini menjadi tepat waktu karena kita semua mendapat ajakan Pater Jenderal untuk merenungkan kembali praktik kaul kemiskinan Serikat dalam waktu-waktu ini. Terakhir, para frater diberi kesempatan untuk mengikuti kursus psikoseksual bersama Bu Ineke Suhati. Sebagai seorang psikolog, Bu Ineke memiliki segudang cerita untuk dibagikan kepada para frater. Sharing pengalaman dari Bu Ineke tidak hanya menjadi tambahan cerita bagi para frater, tapi juga menjadi bahan refleksi pribadi mengenai perkembangan psikoseksual masing-masing untuk dapat melihat kembali bagaimana diri berkembang dari tahap ke tahap hingga saat ini. Kursus ini sungguh penting, mengingat kita semua perlu untuk terus menghidupi budaya safeguarding dalam pelayanan kita masing-masing. Salah satu cara konkret untuk menghidupi budaya safeguarding adalah dengan menyadari terlebih dahulu perkembangan psikoseksualitas diri dan berusaha untuk terus mengembangkannya ke arah yang lebih baik.  Sebagian materi yang didapat selama kursus-kursus tersebut bukanlah hal yang benar-benar baru. Akan tetapi, bukan berarti materi yang diulang tidak ada manfaatnya sama sekali. Justru sebaliknya, pengulangan memungkinkan para frater untuk memiliki pemahaman yang semakin mendalam. Hanya dengan menyelam ke kedalaman kita bisa mendapat apa yang sungguh berharga. Kontributor : Leander Emanuel Arya Wikan P., S.J.

Provindo

Kunjungan Novis Serikat Jesus 2021 ke Provinsialat SJ Semarang: Perspektif: Mutu dan Kreatif

“Yang kita jual adalah perspektif. Perspektif yang bermutu. Jika orang mengerti mutu, pasti mereka akan  membelinya.” Itulah yang menjadi sepenggal pesan dari Pater Provinsial Serikat Jesus, Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. kepada para Novis Serikat Jesus dalam kesempatan kunjungan ke Provinsialat. Pada Kamis (20/01), para Novis Serikat Jesus 2021, berkesempatan untuk berkunjung ke Provinsialat saat Dies Villae (hari khusus di mana para novis diberi kesempatan untuk rekreasi di luar Novisiat) mereka. Dalam kunjungan ini, para novis mendapatkan ‘keistimewaan’ untuk beramah-tamah dengan Pater Provinsial secara lebih dekat. Tidak hanya bertemu dengan Pater Provinsial, para novis juga mendapatkan tur keliling Museum Historia Domus (rumah sejarah) untuk melihat barang-barang peninggalan para Jesuit yang sudah meninggal dan ruang arsip. Lingkungan di Provinsialat yang hijau, asri, dan tenang menghadirkan nuansa yang nyaman saat kunjungan berlangsung. Para novis terlihat gembira dan menikmati waktu kunjungan di Provinsialat. Ada yang berkeliling melihat tanaman dan bermain dengan hewan yang ada. Para nostri yang berkarya di Provinsialat seperti Pater Bambang Sipayung, Pater Windar Santoso, Pater Clay Pareira, dan Bruder Paulus Budi menyambut para novis dengan gembira dan tangan terbuka. Pembicaraan antara para novis dan nostri berlangsung dengan hangat sembari ditemani kudapan singkong goreng yang nikmat. Ada yang bertanya mengenai kegiatan sehari-hari para nostri di Provinsialat dan para novis juga ditanyai mengenai proses formasi mereka di tengah situasi pandemi. Bincang-bincang Dalam ramah-tamah yang dilakukan di refter (ruang makan) Pronvisialat, beberapa novis mengajukan pertanyaan kepada Pater Provinsial. Salah satu novis bertanya dengan penasaran, “Apa yang menjadi tantangan Pater dalam menjalankan tugas sebagai Provinsial?” “Yang menjadi tantangan adalah membuat karya-karya Serikat tetap bertahan seturut dengan perkembangan zaman. Kalian harus mampu menjadi kreatif dan tidak tinggal di zona nyaman,” jawab Pater Beni. Kata-kata Pater Provinsial ini menjadi sebuah undangan dan tantangan bagi para Jesuit muda dalam menghadapi perkembangan zaman yang melaju dengan cepat. Dunia zaman ini menuntut sebuah kreativitas, yaitu sikap ‘mencipta’ yang mampu menghadirkan sebuah pelayanan khas Serikat yang selalu relevan dan berkembang. Pater Provinsial juga berharap agar para novis selama masa Novisiat mengalami suatu perubahan. Perubahan cara pandang atau perspektif seturut dengan perspektif Santo Ignatius Loyola. “Santo Ignatius tetap menjadi pribadi yang berapi-api dan penuh semangat, tetapi ia mengarahkannya pada AMDG,” tambah Pater Beni dengan semangat. Selain tanya-jawab, ada pula novis yang menyampaikan rasa harunya dengan cura personalis (perhatian personal) yang diberikan melalui kartu ucapan ulang tahun yang ia terima. Ternyata, menulis kartu ucapan ulang tahun juga memberi tantangan tersendiri bagi Pater Beni. Mengenal Sejarah, Mengenal Diri Dalam kesempatan tur mengelilingi Historia Domus, para novis terlihat serius mendengarkan dengan rasa penasaran dan kagum terhadap apa yang dijelaskan dan mereka lihat. Kami mendengarkan sejarah  dan perkembangan Serikat Jesus yang datang ke Bumi Nusantara pada zaman Santo Fransiskus Xaverius hingga yang terbaru yaitu, pembukaan karya di Kalimantan (Botong dan Ketapang). Ada juga beberapa barang antik yang langsung mengunci mata para novis, misalnya biola antik Pater Zoetmulder, gramofon tua Pater Tanto, relikui dari para Kudus Serikat Jesus, serta roda andong milik Mgr. Soegijapranata.  Ruang arsip juga tidak luput dari kaki dan mata para novis. Di ruang arsip inilah tersimpan dengan rapi, sistematis, dan lengkap seluruh dokumen milik para Jesuit yang sudah meninggal hingga yang masih hidup. “Ini menjadi cara Serikat menghargai para Jesuit yang masih hidup maupun sudah meninggal,” ungkap Pater Bambang menjelaskan mengapa ada ruang arsip seperti ini. Beberapa novis juga membaca bundelan surat resmi Pater Provinsial terdahulu. Salah satunya adalah surat Pater Jenderal Peter-Hans Kolvenbach kepada Pater Darminta, yang saat itu bertugas sebagai Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia. Pater Bambang Sipayung juga memberikan penjelasan yang singkat dan menarik mengenai tugas perutusan yang didapatkan oleh setiap Jesuit. “Perutusan sebagai kehendak Tuhan juga harus dijalankan secara sistematis dan teratur sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan dipercaya.” Dibarui dan Diutus Kunjungan ke Provinsialat bukanlah sekadar kegiatan ‘pulang-pergi’ yang rekreatif, tetapi kesempatan para novis untuk dibarui dan diutus oleh Pater Provinsial sendiri. Para novis diutus berformasi di Novisiat melalui berbagai macam percobaan. Percobaan yang dalam bahasa Pater Provinsial, ‘menghadirkan perspektif yang kreatif dan bermutu terhadap dunia’ harus dijalani dengan penuh sukacita. Novis Serikat Jesus menjadi harapan dan masa depan Serikat yang senantiasa memperbaharui diri melalui perspektif kreatif agar selalu menjadi relevan dan dikenal dari mutunya yang baik. Semoga pesan Pater Provinsial bagi para novis pun menjadi sebuah undangan bagi seluruh Jesuit di Provinsi Indonesia untuk mampu mengejawantahkan mutu dan kreativitas perspektif Serikat Jesus yang dilandaskan pada semangat Latihan Rohani Santo Ignatius Loyola, yaitu demi lebih besarnya kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa. Kontributor : Fr. Adrianus Raditya I., nSJ 

Kuria Roma

P. Rutilio Grande, Bersama Dua Rekan Berkarya Awam Dibeatifikasi di El Salvador

Dia menghabiskan seluruh hidupnya dalam kesunyian dan kerendahan hati orang-orang yang secara bertahap bertumbuh sebagai sahabat-sahabat Yesus.  Arturo Sosa, SJ – Superior General – 3 Januari 2022  P. Rutilio Grande dibunuh pada tanggal 12 Maret 1977 saat dia bersama dua rekan berkarya awam sedang dalam perjalanan menunaikan tugas perutusan pastoral mereka. Jesuit El Salvador ini sekarang dikenal karena kesaksian imannya yang luar biasa. Pada tanggal 22 Januari 2022, kurang dari 45 tahun setelah dia dibunuh, dia akan dibeatifikasi di San Salvador. Situasi yang mengakibatkan kematian ketiga orang ini jelas memperlihatkan bahwa mereka mati karena komitmen nilai-nilai Kristiani. Mereka adalah ‘martir’, saksi-saksi iman. P. Rutilio dikirim untuk melayani komunitas para petani miskin. Hanya ada satu suara mutlak tentang kesaksian tentang kekuatan dan kualitasnya dalam pelayanan seperti ini. Dalam diri Rutilio Grande orang miskin menemukan “seorang religius yang hangat, penuh pengorbanan dan ramah. Dia ditahbiskan sebagai imam untuk berbagi hidup dengan komunitas para pengikut Yesus yang memberi kesaksian tentang Kabar Gembira.”   Kata-kata di atas berasal dari P. Arturo Sosa, Superior Jenderal Serikat Jesus. Dia menuliskannya dalam suratnya kepada seluruh Jesuit pada awal tahun ini. P. Sosa mengenang saat Rutilio dilahirkan tahun 1928, di kota kecil bernama El Paisnal, kira-kira 40 kilometer dari San Salvador. Sudah sejak sangat dini, Rutilio berhasrat melayani umat di wilayahnya; sehingga tahun 1941 dia masuk seminari menengah di San Salvador. Di tempat itulah, dia menemukan panggilannya untuk menjadi Jesuit. Dia bergabung dengan novisiat Serikat Jesus tahun 1945, dan ditahbiskan sebagai seorang imam tahun 1959. Dia menyelesaikan tahap-tahap formasinya sebagai seorang Jesuit di Venezuela, Ekuador, Panama, Spanyol dan Belgia.  Studinya tidak menjauhkan dia dari orang-orang biasa dan sederhana. Dia menyumbang banyak bagi para seminaris sebagai prefek seminari tinggi, dan dosen katekese, karya pastoral dan pendidikan sipil. Tapi secara khusus dia menunjukkan bakatnya sebagai seorang pemimpin komunitas paroki. Dia sangat dipengaruhi oleh orientasi-orientasi Konsili Vatikan Kedua, dan arahan-rahan dari Konferensi Uskup Amerika Latin di Medellin, Kolombia tahun 1968. Dia memahami pentingnya pembaharuan gereja melalui vitalitas komunitas-komunitas Kristiani, yang secara khusus dipeluk oleh awam-awam Kristiani yang penuh komitmen. Dia juga secara perlahan-lahan menyadari kebutuhan untuk melakukan transformasi atas kondisi tidak manusiawi yang dipaksakan oleh struktur masyarakat El Salvador yang tidak adil terhadap para petani yang lebih miskin. Dengan tetap memegang teguh perbedaan antara karya pastoral dan aktivisme partisan, dia berjalan bersama orang miskin dalam perjuangan mereka untuk keadilan dan rasa hormat. Kelompok kecil yang punya hak istimewa dan mendominasi ekonom El Salvador merasa terancam atas dukungan bagi hak asasi manusia yang diberikan P. Rutilio dan tim pastoralnya kepada para petani. Dia dianggap sebagai halangan yang harus dilenyapkan.  Rutilio, seperti kedua temannya Manuel Solórzano  dan Nelson Rutilio Lemus, memberikan hidupnya bagi pengembangan sikap komunitas basis Kristiani yang aktif, profetis dan formatif. Kematian ketiga martir ini terjadi tiga tahun sebelum pembunuhan Uskup Agung Romero yang kini sudah diangkat sebagai santo oleh Gereja. Pembunuhan ketiganya berperan penting bagi pertumbuhan komitmen radikal terhadap kaum miskin dari sang uskup agung, dan membuka jalan bagi pertobatan gerejawinya.   P. Arturo Sosa menutup suratnya tertanggal 3 Januari dengan kata-kata berikut “Serikat Jesus bersyukur kepada Allah atas rahmat kehidupan dari ketiga orang ini. Kita menyatukan diri bersama dengan mereka dengan iman orang-orang El Salvador dan dengan seluruh upaya mereka mempromosikan perubahan yang diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang adil dimana setiap orang mendapat tempat yang pantas.”  Tonggak-tonggak Kehidupan P. Rutilio Grande SJ  • Kelahiran 5 Juli 928 di El Paisnal (El Salvador)  • Formasi: 1941: Masuk seminari menengah di San Salvador  • Formasi: 1945: Masuk Novisiat Jesuit di Los Chorros (Venezuela)  • Tahbisan:  31 Juli 1959, di Oña (Spanyol)  • Kaul akhir: 15 Augustus 1964, di Brussels (Belgia)  • Dosen: Seminari San José de la Montaña (El Salvador)  • Pastor and animator paroki: Paroki “El Señor de las Misericordias”, Aguilares  • Wafat: 12 Maret 1977, ditembak mati di Las Tres Cruces (El Salvador)  Diterjemahkan oleh P. Bambang Sipayung, S.J. dari artikel berbahasa Inggris “Fr. Rutilio Grande, Together with Two Lay Companions, is Beatified in El Salvador” dalam https://www.jesuits.global/2022/01/19/fr-rutilio-grande-together-with-two-lay-companions-is-beatified-in-el-salvador/ akses terakhir 5 Februari 2022.