Pilgrims of Christ’s Mission

December 9, 2019

Formasi Iman

INIKAH YANG NAMANYA KONSOLASI – DESOLASI?

Kamis, 21 November 2019 Komunitas Kolese Hermanum, unit Pulo Nangka mengadakan Café Puna dengan judul “Konsolasi atau Desolasi, Kedalaman Rasa a la Ignasian”. Acara ini dihadiri oleh sekitar 81 orang. Selain dari umat lingkungan sekitar unit skolastik SJ Pulo Nangka, peserta merupakan anggota kelompok Magis, para sahabat yang tertarik pada spiritualitas Ignasian, dosen STF Driyarkara dan para frater skolastik Kolman (Kampung Ambon, Johar Baru dan Wisma Dewanto) sendiri. Sebagai langkah lanjutan dari bedah buku Trilogi Ignasian yang diadakan bulan September 2019, di Paroki St. Bonaventura Pulomas lalu, Café Puna kali ini menyasar orang muda; mengajak mereka ke kedalaman dengan memperkenalkan cara bertindak Ignasian. Acara yang dimulai pukul 19.30 WIB ini dipandu oleh Fr. James, skolastik tingkat II dari Myanmar. Di awal acara, Rm. Widy memperkenalkan kepada umat yang hadir susunan anggota keluarga unit Pulo Nangka yang baru dan menyampaikan bahwa acara Café Puna ini merupakan kesempatan untuk belajar membagikan kedalaman hidup dan merajut persaudaraan. Bermula dari keprihatinan bahwa banyak di antara orang muda tidak tahu metode apa yang harus digunakan untuk masuk ke kedalaman, Fr. Wahyu Santosa membagikan pengenalannya atas diskresi Ignasian dan bagaimana cara mempraktikkannya. Harapannya, dengan memberi perhatian pada pengalaman hidup harian sederhana dan rasa-perasaan yang menyertainya, orang muda dimampukan untuk masuk ke kedalaman dengan semboyan yang baru, yakni simple is better, yet deeper. Fr. T.B. Pramudita sebagai presentator kedua berangkat dari keprihatinan atas banyak orang muda yang tidak memahami dengan tepat makna konsolasi dan desolasi. Fenomena ini ditandaskan oleh Survei Café Puna yang diadakan secara online pada tanggal 11-12 November 2019 yang melibatkan 124 orang muda. Berdasarkan data tersebut, ada 81% orang muda yang masih perlu mendapatkan penjelasan yang tepat mengenai konsolasi dan desolasi. Bagi Fr. TB, pengertian yang salah tentang konsolasi dan desolasi harus diluruskan agar orang muda dibantu bergerak maju dalam hidup rohani. Presentasi berjalan dengan baik. Para peserta tampak antusias dan nyaman selama Frs. Wahyu dan TB membagikan pengalaman dan refleksi mereka terkait dengan pedoman I-IV (LR 314-317). Beberapa pertanyaan dari pendengar dan tanggapan dari Rm. Guido dan Rm. Widy menandaskan bahwa cara bertindak Ignasian ini bukan suatu hal yang sekali jadi. Dibutuhkan ketekunan untuk melatihkannya hari demi hari sehingga menjadi semakin terampil, peka dan titis dalam mengenali gerak-gerak roh. Sekitar pukul 21.30, kebersamaan dilanjutkan dengan ramah tamah. Obrolan, canda dan tawa mewarnai ruang makan unit Pulo Nangka. Kami bersama menikmati bubur Manado, empek-empek Palembang, bakmi, puding, pastel, risoles dan beberapa kue lain yang telah disiapkan dengan baik oleh umat. Kami, komunitas unit Pulo Nangka, menyediakan racikan kopi nusantara dan Thai Tea. Sebagai oleh-oleh, ada booklet yang dibagikan kepada para peserta yang hadir. Harapannya, para peserta bisa mencecap kembali perjumpaan malam itu dalam waktu-waktu luang keseharian. Kendati tidak banyak wajah baru yang hadir, kami bersyukur ada orang muda yang tertarik untuk ikut dan mendengarkan pelbagai presentasi dari kami. Denganya, kami semakin disemangati untuk menekuni cara bertindak Serikat yang canggih ini: menjadikan warisan rohani St. Ignatius Loyola milik kami sendiri yang menyatu dalam kelemahan dan kekuatan diri. Nemo dat quod non habet, kami merasa tertantang untuk terus bertekun dalam eksamen harian karena sungguh, tidak ada yang bisa kami bagikan sebelum hal tersebut kami miliki. Yohanes Ignasius Setiawan, SJ

Pelayanan Masyarakat

SOCIAL JUSTICE AND ECOLOGY MEETING

Pada 4-8 November 2019 yang lalu diadakan kongres internasional di Curia Generalat Serikat Jesus, Roma. Pertemuan ini setiap harinya diisi dengan sesi input, doa pribadi/bersama, sharing kelompok kecil dan laporan tertulis pada tim perumus. Pada 7 November peserta mendapat kesempatan untuk audiensi dengan Paus Fransiskus yang dipimpin langsung oleh Romo Jendral. Ada acara menarik yang tak direncanakan, yakni permintaan pertemuan secara terpisah 33 peserta perempuan dengan Pater Jendral. Isi pertemuan tersebut adalah peserta perempuan ingin mengucapkan terima kasih dan menyampaikan aspirasi mereka kepada Pater Jendral. Mereka berharap agar perempuan mendapatkan peluang serta kesempatan untuk ambil bagian secara aktif dalam Serikat Jesus. Peringatan 50 tahun Social Justice and Ecology Secretariat (SJES) Social Justice and Ecology (SJES) dimulai pada tahun 1969 atas permintaan Rama Pedro Arrupe, SJ dan memperingati 50 tahun dedikasinya pada misi mempromosikan keadilan sosial dan rekonsiliasi pada tahun 2019. Peringatan 50 tahun menjadi kairos, sebuah momen bersejarah Serikat Jesus untuk memperbaharui komitmennya pada misi perambatan iman dan penegakan keadilan serta mengupayakan rekonsiliasi, serta sebuah kesempatan berharga untuk menghidupkan kembali dimensi ekologis dan sosial. Dengan dihadiri lebih dari 210 peserta Jesuit, para ahli, dan aktivis dari 62 negara, para peserta pertemuan ini berkomitmen pada apa yang disebut Paus Fransiskus sebagai “pinggiran” (peripheries) dunia. Tantangan yang dihadapi dunia sekarang ini lebih kompleks dibandingkan 50 tahun yang lalu. Ada perubahan dimensi sosial dalam sejarah kemanusiaan sebagaimana ditunjukkan dalam Konsili Vatikan II. Itulah mengapa pertemuan ini mempunyai 3 tujuan: (1) merayakan kesetiaan Tuhan dalam perjalanan SJES, (2) berdiskresi untuk menentukan langkah-langkah (roadmap) mengimplementasikan Preferensi Kerasulan Universal (UAPs) – orientasi yang dapat mengarahkan Serikat Jesus untuk 10 tahun mendatang, dan (3) menciptakan peluang-peluang untuk kerjasama dan membangun jaringan dengan pihak lain. Ini adalah sebuah kesempatan untuk mengenang kembali SJES: capaian-capaianya, momen-momen penting yang telah dibuat dan pembelajarannya. Ini juga merupakan kesempatan untuk memikirkan bagaimana SJES dapat secara baik berkontribusi dalam menumbuh-kembangkan rasa hormat terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan manusia yang mendasar yang dengannya SJES bekerjasama di seluruh dunia: dari berjuang melawan eksploitasi alam di Honduras sampai dengan rehabilitasi anggota gang anak muda di Amerika Serikat; dari suku terkucil Dalit dan masyarakat adat yang tergusur dari tanah mereka di India, hingga tantangan-tantangan pendidikan pada anak muda di Afrika; dari karya bersama migran dan pengungsi yang mengungsi di Eropa hingga komitmen melawan perubahan iklim. Ardi Suyadi, SJ

Pelayanan Gereja

GEREJA MILENIAL MEWUJUDKAN NILAI IGNATIAN

Kita hidup dalam ketidaksetaraan yang meningkat. Hal ini diperburuk dengan perubahan besar-besaran dalam dunia kerja. Dunia maya menjadi panggung pertemuan sebagaimana daratan, lautan, dan udara di masa lalu. Dalam industri masa kini, kita bisa mengirim barang yang berat sekali pada waktu yang sama. Kapital menjadi ringan, cepat, dan mudah berpindah. Pihak-pihak yang memperoleh keuntungan dari revolusi industri 4.0 adalah para inovator, investor, dan pemegang saham.