Pilgrims of Christ’s Mission

serikat yesus

Penjelajahan dengan Orang Muda

Open House dan Ekaristi Kaum Muda-Mahasiswa Katolik DIY 2024

Bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional di bulan November 2024, Pusat Pastoral Mahasiswa DIY (PPM DIY) mengadakan rangkaian acara untuk memaknai kepahlawanan yang relevan dengan situasi orang muda di zaman ini. Rangkaian acara terdiri dari Open House PPM DIY pada tanggal 9 November dan Ekaristi Kaum Muda yang dilanjutkan dengan talkshow serta pentas seni pada 10 November. Topik yang diangkat adalah mengenai kepahlawanan yang telah diteladankan oleh para tokoh nasional (tak terkecuali para pahlawan nasional yang beragama Katolik) dan aktualisasinya untuk anak muda zaman ini. Kepahlawanan sebagai suatu semangat selalu relevan dan bisa diaktualisasikan terus-menerus.   Untuk itu, dengan gaya bahasa anak muda, kegiatan ini mengambil judul AGAPE: Akrab aGAwe PEnak yang dalam bahasa aslinya (Yunani, “ἀγάπη”) merujuk pada bentuk cinta yang tanpa pamrih, tulus, dan penuh kasih sayang. Dalam konteks ini, agape sering digambarkan sebagai cinta universal atau kasih yang tidak bersyarat, yang mencerminkan keinginan tulus untuk kebaikan orang lain tanpa mengharap-kan balasan. Para mahasiswa Katolik Jogja diajak untuk berani memberikan diri dengan cinta yang tanpa pamrih, tulus, dan penuh kepada siapa pun sebagai bentuk kepahlawanan yang sejalan dengan ajaran Katolik. Akronim dari “Agape” yaitu “akrab agawe penak” mengajak para mahasiswa Katolik untuk menjalin keakraban dengan caranya sendiri dan berjalan bersama sebagai sesama mahasiswa Katolik. Tindakan kepahlawanan di zaman ini pun bisa ditempuh dengan cara anak-anak Generasi Z yang akrab dengan dunia digital. Maka, selain “penak” (fun, menyenangkan) juga bermanfaat untuk banyak orang.    Momen perjumpaan antar mahasiswa Katolik DIY sempat terhenti akibat pandemi beberapa waktu lalu. Maka, kegiatan ini menjadi kegiatan untuk mempertemukan mahasiswa Katolik se-DIY, sejak pandemi usai. Harapannya, dengan kegiatan ini bisa terjalin jejaring dan relasi persaudaraan antara mahasiswa Katolik yang tersebar di berbagai kampus. Di DIY terdapat seratusan lebih Perguruan Tinggi, Akademi, dan Sekolah Tinggi. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini, para mahasiswa Katolik bisa saling mengenal satu sama lain, berbagi cerita, dan menguatkan dalam perjalanan hidup mereka.   Pada hari pertama, dalam acara Open House PPM DIY, para mahasiswa menyediakan layanan cek kesehatan bagi warga di sekitar PPM DIY. Selain itu, ada kegiatan senam bersama, kerja bakti, donor darah, pembagian hadiah doorprize, dan makan siang bersama. Keterlibatan para mahasiswa bagi masyarakat menjadi bentuk kepahlawanan sederhana yang bisa mereka lakukan. Mahasiswa perlu mengenali lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal setiap harinya, sehingga ilmu yang mereka pelajari di kelas tidak berhenti pada pemikiran saja tetapi juga diaktualisasikan untuk kebaikan bersama. Para mahasiswa kedokteran dan ilmu kesehatan misalnya terlibat dalam pelayanan cek kesehatan gratis bagi masyarakat. Selain itu, para mahasiswa juga belajar untuk menjalin jejaring dengan semua pihak yang berkehendak baik, seperti misalnya kelompok Sego Mubeng dari Paroki Kotabaru.   Pada hari kedua, EKM dilaksanakan di kapel Kolese de Britto dan dilanjutkan dengan talkshow serta pentas seni di aula Kolese de Britto. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Rm. A.R. Yudono Suwondo, Pr. selaku Vikaris Episkopal (Vikep) Yogyakarta Barat didampingi Pater Daryanto, S.J. (Pusat Pastoral Mahasiswa), Rm. Setyo Budi Sambodo, Pr (Romo Mahasiswa Kevikepan Semarang), dan Pater Hugo, SJ (Moderator Kolese de Britto, tuan rumah acara). Inilah bentuk sapaan Gereja Katolik kepada orang-orang Muda terutama mahasiswa Katolik di Jogja. Melalui EKM ini mahasiswa juga mendapatkan ruang untuk menghayati Ekaristi dengan cara anak muda, seperti iringan musik orkes, tari-tarian pengiring, renungan yang dibawakan dengan teater, hingga doa dengan berbagai bahasa daerah.   Ada sekitar 800-an mahasiswa Katolik dari berbagai universitas yang hadir pada acara hari kedua. Bukan hanya dari Jogja saja tetapi juga dari Semarang dan Surakarta. Setelah Ekaristi, acara dilanjutkan dengan talkshow yang diisi oleh Pater G. Subanar, S.J. dan Walma Jelena. Pater Banar membagikan kisah kepahlawanan umat Katolik Indonesia pada zaman penjajahan Jepang melalui buku yang baru saja terbit, yakni Kinro Hoshi, Kisah Umat Katolik di Pendudukan Jepang (Kanisius, 2024). Sementara itu, dari perspektif orang muda Walma Jelena yang mempopulerkan mantila di akun media sosialnya (@walmajelena; Your Mantilla Lady) berbagi kesaksian iman di dunia digital.    Setelah talkshow beberapa kelompok mahasiswa mengisi pentas seni. Di antaranya tari-tarian daerah, teater, dan musik. Multikulturalitas mahasiswa Katolik yang ada di DIY akan mewarnai tampilan-tampilan seni ini, mengingat mahasiswa berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Rm Buset (Setyo Budi Sambodo) juga tampil menghibur dengan standup comedy. Selain itu juga ada keterlibatan siswa-siswa SMA Kolese de Britto melalui tampilan musik. Tidak sedikit juga alumni de Britto yang saat kuliah di Jogja terlibat aktif dalam kegiatan Keluarga Mahasiswa Katolik. Maka, inilah bentuk pendampingan berkelanjutan bagi orang-orang muda untuk berjalan bersama membangun masa depan yang penuh harapan.   Kontributor: P Agustinus Daryanto, S.J.  

Penjelajahan dengan Orang Muda

Orang Muda Menunda Menikah?

Akhir-akhir ini kita disuguhi beberapa data dari Badan Pusat Statistik terkait turunnya angka pernikahan orang muda di Indonesia. Hal ini dibarengi dengan berbagai liputan surat kabar yang memotret kekhawatiran kaum muda untuk menikah atau memiliki keturunan. Akibatnya, selama sepuluh tahun terakhir juga terjadi penurunan angka perempuan melahirkan dari 70,6% pada tahun 2012 menjadi 66,4% pada tahun 2022 (turun 4,2%).   Menanggapi fenomena ini, Sabtu, 9 November 2024 lalu para skolastik di Kolese St. Ignatius mengajak orang muda untuk berdiskusi bersama dalam acara Dialog untuk Aksi (DIKSI) bertajuk “Keluarga, Masihkah Harta yang Paling Berharga?” Fr. T.B. Pramudita, S.J. sebagai moderator diskusi membuka dengan data pemantik: banyak peserta berpandangan bahwa berkeluarga itu menakutkan karena harus menghadapi berbagai tantangan hidup keluarga (tantangan ekonomi, perselingkuhan, perceraian, dan kekerasan rumah tangga).   Untuk memahami fenomena ini dengan lebih dalam, dialog ini menghadirkan beberapa pembicara: Rm. Yoseph Aris, MSF, Pak Paulus Eko Ananto (Disdukcapil Bantul), dan pasangan suami istri Pak Albert dan Bu Erna Prajartoro. Dari para pembicara, para peserta belajar bahwa di satu sisi tantangan hidup berkeluarga memang nyata adanya. Di sisi lain, sukacita justru hadir bukan karena kesenangan superfisial, tetapi ketika tantangan itu dihadapi dengan tanggung jawab, kesetiaan, dan komitmen bersama sebagai jalan kekudusan.    Perceraian Sipil: Keprihatinan Gereja Pak Eko memulai diskusi dengan menyajikan analisis Disdukcapil atas data perceraian di Bantul. Sejak tahun 2017 hingga 2024, sudah ada 417 kasus perceraian yang dicatat di Bantul. Faktor terbanyak yang menyebabkan perceraian adalah ekonomi (30%), perselisihan (17%), perselingkuhan (14%), KDRT (13%), dan agama (8%).   Pak Eko sebagai pegawai Disdukcapil juga merasa prihatin karena dari total kasus perceraian di Bantul, 190 (45%) di antaranya dilakukan oleh pasangan yang pernikahannya dilakukan secara agama Katolik. “Sebagai seorang Katolik, awalnya saya merasa ‘berdosa’ saat menerbitkan akta perceraian sipil karena tidak ada perceraian dalam Gereja Katolik,” ungkapnya.   Menyambung keprihatinan tentang perceraian sipil, Romo Aris menegaskan bahwa tidak ada perceraian dalam Gereja Katolik. Perceraian yang terjadi secara sipil memang menjadi keprihatinan Gereja. Meski demikian, yang terpaksa telah cerai sipil, “selama tidak menikah lagi atau tidak hidup dalam konkubinat boleh menerima komuni,” ujar Romo Aris. Dalam Gereja Katolik tidak ada perceraian dan yang dikenal adalah pembatalan perkawinan. Namun, pembatalan perkawinan dalam Gereja Katolik bukanlah standar ganda, karena ada sesuatu yang tidak sah dalam hukum Gereja dan dibuat dengan tujuan untuk menyelamatkan jiwa.   Panggilan Menuju Kekudusan Alih-alih terkungkung dalam ketakutan akan perceraian, Romo Aris mengajak orang muda untuk lebih memahami perkawinan sebagai panggilan menuju kekudusan agar tidak melihatnya sebagai hal yang menakutkan. Romo Aris menegaskan, “Perkawinan adalah panggilan Allah yang membutuhkan tanggapan dari pasangan suami-istri dengan bebas, sadar, dan bertanggung jawab.” Sebagai panggilan Allah, perkawinan bertujuan untuk kebaikan suami-istri, keterbukaan pada keturunan, dan pendidikan anak. Yang harus dilakukan orang muda dalam menyiapkan perkawinan adalah mengenal kedalaman pasangan, membangun komitmen bersama, dan jujur dalam berelasi. Komitmen dan kejujuran dalam berelasi harus sungguh dibangun hingga terkait kesepakatan tentang keturunan. Jangan sampai childfree atau menunda berkepanjangan hanya karena alasan pragmatis atau menyalahkan situasi ekonomi.   Saat ini Keuskupan Agung Semarang semakin serius mendampingi calon pasangan suami-istri dengan program Katekese Persiapan Hidup Berkeluarga (KPHB), Discovery (program untuk semakin dalam mengenal pasangan), komunitas Marriage Encounter, Couple for Christ, dan pendampingan setelah perkawinan dengan acara/rekoleksi keluarga dan ulang tahun perkawinan. Berbagai program ini dibuat untuk semakin mempersiapkan dan menemani perjalanan pasangan suami-istri. “Memang tidak ada sekolah khusus untuk menjadi suami/ayah dan istri/ibu. Namun, sekolah yang paling penting adalah pengalaman hidup untuk saling mengenal dan berkomitmen,” kata Romo Aris.   Core Values dan Sejarah Hidup Pak Albert dan Bu Erna selanjutnya membagikan pengalaman hidup berkeluarga yang penuh dinamika. Mereka memulai keluarga baru dengan perjuangan ekonomi dari nol hingga perlahan memperoleh kesejahteraan bagi keluarga. Karena pekerjaan, Pak Albert harus dinas di Merauke dan menjalani long distance marriage selama 20 tahun. Di masa-masa ini ada banyak tantangan di lingkungan pekerjaan yang menguji kesetiaan. “Kesetiaan pahit saat dijalani tetapi manis buahnya,” ujar Pak Albert. Karena komitmen, Pak Albert dan Bu Erna mengusahakan untuk tetap bertemu secara berkala meski dengan harga tiket pesawat yang tidak murah. Tantangan lain muncul saat mendidik anak-anak. Keluarga ini dikaruniai 3 anak. Anak bungsu mereka memiliki kebutuhan khusus dan di masa awal pertumbuhan harus menjalani operasi sebanyak 10 kali. Tantangan juga muncul saat karier Pak Albert dijatuhkan oleh pihak-pihak yang tidak suka padanya karena ia bekerja dengan bersih dan tidak korup. Setelah menjalani berbagai situasi sulit, Pak Albert dan Bu Erna bersyukur karena selalu ada orang baik yang memberikan solusi dan hadir untuk mereka. Situasi sulit dapat mereka hadapi karena kesetiaan mereka pada nilai yang disepakati bersama (core values).    Bu Erna mengatakan bahwa “pasangan harus menyatukan nilai-nilai yang akan dicapai bersama untuk selanjutnya didoakan dan dicetak-dipasang sebagai pengingat kesepakatan.” Kesepakatan terjadi jika pasangan saling menerima dan memahami sejarah hidup. Dengan demikian tidak boleh ada salah satu pihak yang mengalah atau terpaksa karena core values adalah kesepakatan bersama. Beberapa contoh core values yaitu kejujuran, sederhana, tanggung jawab, dan kerja keras. Berkat core values Pak Albert dan Bu Erna dapat menjalani hidup berkeluarga dengan penuh kesetiaan dalam berbagai situasi. Hidup berkeluarga memang tak lepas dari tantangan, tetapi juga banyak pengalaman sukacita. Pengalaman sukacita bukan hanya kesenangan superfisial, tetapi justru ketika sebagai pasangan tetap setia dan mengusahakan core values bersama di tengah berbagai tantangan hidup. Maka orang muda, jangan takut untuk menikah karena ada banyak sukacita dan tanda kehadiran Allah dalam hidup berkeluarga.   Kontributor: Sch. Ishak Jacues Cavin, S.J.

Pelayanan Masyarakat

Satu Jam Bersama Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J.

Sekian waktu setelah kami menerbitkan buku Berjalan Bersama Ignatius yang berisi percakapan Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J. dengan jurnalis Dario Menor, kami mendapatkan kesempatan untuk berjumpa langsung dengan Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J. pada 25 Oktober 2024, di sela kepadatan agenda beliau dalam Sinode para uskup di Roma. Sungguh ini merupakan momen yang sangat berharga. Bersama Pater Jose Cecilio Magadia, S.J., asisten regional untuk Asia Pasifik dan Pater Leo Agung Sardi, S.J., pembimbing rohani di Collegio Internazionale del Gesù, kami menikmati perbincangan intens dengan Pater Jenderal tidak kurang dari satu jam di Curia Generalizia, Borgo Santo Spirito 4, Roma.   Isi perbincangan itu sungguh mengesankan, meneguhkan, dan sekaligus menggerakkan. Oleh karena itu, kami ingin membagikannya melalui tulisan ini. Berikut tiga hal penting yang disampaikan Pater Jenderal dalam perbincangan tersebut.   Perutusan Bersama atau Shared mission (la mission compartida) Sebagaimana yang dipaparkan dalam buku Berjalan Bersama Ignatius, Pater Jenderal menjelaskan secara menakjubkan tentang makna Perutusan Bersama. Dalam konteks perbincangan kami, hal ini merujuk secara khusus pada “perutusan bersama para Jesuit dan awam”. Topik ini juga terasa sangat relevan dengan perhatian kami, para awam yang bekerja di lembaga karya milik Serikat Jesus.   Pater Jenderal mengungkapkan bahwa makna “Perutusan Bersama” bukanlah semata-mata membagikan misi Serikat Jesus ke seluruh anggota institusi, atau dapat dicontohkan misalnya dalam bentuk kegiatan sharing misi yang kerap dilakukan antarlembaga karya. Lebih dari itu. Perutusan Bersama berarti para Jesuit dan awam bersama-sama menyadari dan menyediakan diri sebagai instrumen (alat) Allah dalam menjalankan misi-Nya di dunia, yaitu membawa kabar sukacita. Perutusan ini bukan hanya milik Jesuit tetapi untuk Gereja dan seluruh umat Allah yang menjalankan misi Yesus di dunia.   Bagi kami yang selama ini kerap merasa diri sebagai pekerja profesional di lembaga karya milik Serikat Jesus, ungkapan Pater Jenderal terasa menyentak. “Sekadar menyumbangkan kemampuan profesional” dalam dinamika manajemen perusahaan saja tidaklah cukup. Lebih dari itu. Semua anggota karya Serikat sangat perlu mengambil bagian dalam makna karya, identitas khas, dan sumber inspirasi Serikat Jesus. Dengan bekerja di lembaga karya Serikat Jesus, setiap orang tidak boleh hanya menjadi outsider atau bersikap apatis, tetapi mesti menjadi pribadi yang proaktif untuk berjalan bersama sebagai “sahabat-sahabat dalam perutusan”, menjadi saksi keselamatan (companeros en la mission) di dunia melalui pekerjaan sehari-hari.   Kolaborasi (Jesuit-awam) Konsekuensi dari kesadaran akan “Perutusan Bersama” ini adalah terjalinnya kolaborasi antara Jesuit dan para awam di sekelilingnya. Kolaborasi bukanlah sekadar bekerja sama (co-working), melainkan sungguh menyediakan diri bekerja bersama orang lain. Tidak cukup sekadar memiliki banyak kolaborator, namun yang lebih penting adalah adanya keterbukaan, kualitas, kedalaman, dan ketulusan dalam proses bekerja bersama dengan orang lain.   Bagi para Jesuit, kehadiran rekan kerja awam bisa menjadi semacam “vaksin” penangkal klerikalisme atau feodalisme. Bagi para awam, kehadiran Jesuit menjadi semacam “kompas” penunjuk arah dan tujuan. Kedua belah pihak perlu terus berjuang untuk makin terbuka terhadap perbedaan perspektif satu sama lain. Di antara para Jesuit sendiri, perlu terus didorong hasrat untuk berjuang dalam dinamika berbagi misi perutusan dengan rekan kerja awam.   Berjalan Bersama Orang Muda Bagi kami yang menggumuli pergaulan dengan para karyawan muda dari generasi Y dan Z, salah satu tantangan yang tidak mudah adalah mengenalkan mereka pada Spiritualitas Ignatian yang menjadi roh institusi. Dihadapkan pada orientasi sebagian besar karyawan muda yang cenderung lebih tertarik pada hal-hal sekular dan profesional, terkadang Spiritualitas Ignatian terasa “tak begitu menarik” dalam memotivasi kerja mereka. Menanggapi hal ini, Pater Jenderal menegaskan bahwa dalam situasi apapun, terutama yang sangat menantang, tetaplah perlu konsisten menjalankan proses formasi Ignatian. Spiritualitas Ignasian adalah cara untuk menunjukkan jalan menuju Allah. Cara ini tidak perlu dipaksakan kepada orang lain, namun sangat perlu terus menerus ditawarkan dan dikenalkan kepada banyak orang, termasuk kaum muda.   Pater Jenderal mencontohkan, bahwa di semua lembaga pendidikan milik Serikat Jesus, para murid sejak dini dikenalkan pada dasar-dasar Latihan Rohani, seperti examen, refleksi, dan percakapan rohani. Dalam konteks Perusahaan, contoh ini meneguhkan kami agar sejak dini terus mengenalkan para karyawan baru pada dasar-dasar Latihan Rohani. Ungkapan Pater Jenderal menjadi semacam penegasan bagi kami, untuk memperhatikan detail proses dan dinamika formasi Ignatian bagi para karyawan, sejak pertama kali mereka bergabung.   Perjumpaan mengesan ini diakhiri dengan makan malam bersama para anggota kuria generalat. Bersyukur kami bukan hanya dikenyangkan secara jasmani oleh makanan yang sehat, namun lebih-lebih secara rohani oleh pesan-pesan yang disampaikan Pater Jenderal. Malam itu kami pulang dengan membawa konsolasi mendalam.   Kontributor: Mg. Sulistyorini dan Peter Satriyo Sinubyo – PT Kanisius

Provindo

New Gamaliel Award untuk P James Bharataputra, S.J.

Pada Sabtu, 13 Desember yang lalu, Pater James Bharataputra, S.J. menerima penghargaan sebagai New Gamaliel atas usahanya dalam melayani umat di Indonesia, khususnya dengan membangun Taman Doa Maria Annai Velangkanni di Medan.   Seperti yang sudah dikenal secara luas bahwa taman doa ini menggambarkan kehadiran semua agama di Indonesia yang saling membantu dan menolong. Taman doa ini adalah simbol toleransi. Pater James mengatakan bahwa tujuan ia membangun taman doa ini adalah untuk menarik peziarah dari semua lapisan masyarakat. Ada dua hal beliau lakukan, yaitu membantu peziarah untuk berjumpa dengan Tuhan dan pada saat yang sama, mengingatkan semua peziarah bahwa mereka adalah anak-anak dari satu Tuhan, apa pun keyakinan agama mereka. Hal ini mengajarkan sikap saling menghormati dan mengasihi sebagai saudara laki-laki dan perempuan karena semua manusia adalah anak-anak dari Bapa yang sama di Surga. Pater James ingin mewujudkan doa seorang pemazmur, “Betapa indahnya hidup sebagai saudara laki-laki dan perempuan di rumah Tuhan di bumi!”   Penghargaan kepada Pater James Bharataputra, S.J. sebagai “Gamaliel Tamil Nadu Masa Kini” ini diberikan oleh Asian Centre for Cross Cultural Studies. Upacara pemberian penghargaan ini dilakukan di Basilika Vailankanni, India. Pater James terkejut atas apresiasi yang luar biasa dari Uskup Tanjavur dan juga Kardinal Bo dari Myanmar ini.   Apa sebenarnya maksud dari penghargaan ini? Gamaliel adalah seorang guru atau rabi yang sangat dihormati karena pengetahuan mendalam tentang hukum Taurat dan kebijaksanaannya. Kebijaksanaannya terlihat jelas dalam nasihatnya kepada kelompok Sanhedrin, di mana dia menyarankan untuk tidak menghukum para rasul karena jika pekerjaan mereka berasal dari Tuhan, itu tidak bisa dihalangi. Karena pengetahuan, kebijaksanaan, pengaruh, dan peran pentingnya dalam pendidikan, Gamaliel dianggap sebagai salah satu guru terkemuka dan dihormati dalam sejarah Yahudi dan Kristen. Para panitia Asian Centre for Cross Cultural Studies melihat bahwa apa yang dikerjakan oleh Pater James merupakan karya Tuhan. Ia menyelenggarakan sebuah katekese iman lewat gambaran-gambaran visual yang ada di Taman Doa Maria Velangkani Medan agar setiap orang, terutama umat di Medan, dapat melihat Allah secara lebih konkret secara visual.   Pater James menambahkan bahwa pembangunan taman doa ini berawal dari mimpinya untuk mengajak semua orang bertemu Tuhan. “Saya percaya Tuhan memberi tahu saya perincian tersebut melalui mimpi saya. Kadang-kadang saya terbangun dari mimpi saya dan menuliskan beberapa perincian mimpi saya agar saya tidak lupa. Saya tidak tahu bagaimana menggambarkan pengalaman spiritual yang luar biasa ini, seperti Tuhanlah yang mendiktekan rencana-Nya untuk Taman Doa ini secara terperinci saat saya melanjutkan pembangunannya.”   Baginya, seluruh desain arsitekturnya merupakan hasil dari mimpinya ketika merenungkan misteri Inkarnasi di Minggu Kedua Latihan Rohani. Semua direpresentasikan secara artistik melalui lukisan dan patung bergaya Indo-Saracenic. Taman doa ini menggabungkan sisi kebutuhan dasar manusia yang tergambar dalam ruang bagian bawah. Ruang ibadah dan doa berada di lantai tengah. Bagian tentang misteri ilahi atau surga terletak di atas. Ada tujuh tingkatan yang menggambar-kan tujuh tingkatan surga atau tujuh sakramen. Pater James Bharataputra telah memberikan kontribusinya terhadap keragaman religio-budaya dan pariwisata di Medan karena Tempat Suci ini menarik peziarah dari semua agama. Hidupnya telah menjadi berkat bagi banyak orang.   Mari kita berbahagia atas inspirasi dari mimpi-mimpi Pater James yang luar biasa dan telah diapresiasi oleh banyak orang, terutama para umat katolik di Tamil Nadu, India. Pater Sindhunata juga memberikan apresiasinya yang tertuang dalam buku autobiografi Pater James. Ia menulis: “Keagungan dan keindahan tempat suci ini merupakan perwujudan proses inkulturasi antara tanah kelahirannya, Tamil Nadu, dan tanah Sumatera. Tempat suci ini telah menjadi tempat pertemuan surga dan bumi – tempat yang ilahi dan manusia saling berpelukan – tempat Tuhan ingin bertemu umat-Nya, tanpa memandang ras, kepercayaan, dan bahasa.”   Momen yang luar biasa ini menjadi tanda bagi Pater James untuk kembali ke tanah airnya. Dengan momen ini, ia siap meninggalkan Taman Doa Maria Velangkanni yang mengembangkan iman umat di Indonesia dan siap juga mengakhiri masa misionarisnya di Indonesia. Ia telah menjadi misionaris di Indonesia selama 50 tahun dan telah memberikan banyak kontribusi untuk umat dari berbagai agama di Indonesia. Kini, Taman doa ini dikelola oleh RD Gundo Franci Saragih. Semoga impian Pater James untuk membangun iman umat di tanah Medan tetap lestari bersama RD Gundo.   Terima kasih dan Selamat Pater James atas karya luar biasa dari Allah ini di tanah Indonesia. Selamat kembali menghirup udara segar di Tamil Nadu.   Kontributor: P Ignatius Windar Santoso, S.J.

Provindo

PRAKSIS: Langkah Baru Jesuit Indonesia untuk Memajukan Kebaikan Bersama

Pada tanggal 10 Desember 2024, bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia sedunia, Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, P Benedictus Hari Juliawan, S.J., meresmikan pendirian PRAKSIS (Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus). Sebagai karya baru Jesuit Indonesia, pendirian PRAKSIS merupakan pengejawantahan dari Rencana Apostolik Provinsi Indonesia untuk mendirikan “pusat kajian dan advokasi yang menjadi ‘juru bicara’ Serikat Jesus dalam diskusi publik tentang persoalan kemasyarakatan”.    Acara peresmian diawali dengan Perayaan Ekaristi di Kapel St. Petrus Kanisius, Jakarta. Perayaan Ekaristi ini dipimpin oleh Pater Provinsial dengan didampingi oleh Pengurus Yayasan serta Direksi PRAKSIS. Dalam homilinya, Pater Provinsial menyatakan bahwa pendirian PRAKSIS mengacu pada panggilan Yesus dalam kotbah di bukit untuk menjadi terang. Panggilan ini diwujudkan dengan mendirikan lembaga penelitian dan advokasi yang dapat menghadirkan gagasan dan perspektif Katolik dalam upaya bersama mendukung proses demokratisasi di Indonesia.   Acara dilanjutkan dengan pemaparan hasil riset perdana PRAKSIS bertajuk “Mencari Demokrasi yang Memajukan Kebaikan Bersama”. Riset ini menyoroti tantangan demokrasi Indonesia dalam dekade terakhir (2014-2024), seperti penyempitan ruang partisipasi warga dan penyusutan kelas menengah. Laporan PRAKSIS kemudian ditutup dengan rekomendasi yang didasarkan pada Ajaran Sosial Gereja, termasuk di antaranya adalah perlindungan martabat manusia, kebebasan sipil, pemberdayaan masyarakat akar rumput, dan promosi kebijakan ekonomi yang adil.   Menghidupkan Misi melalui Riset, Advokasi, dan Edukasi PRAKSIS dirancang untuk menjadi pusat pengetahuan yang memadukan kekuatan analisis ilmiah dengan wawasan iman Katolik. Tiga pilar utamanya adalah: riset, advokasi, dan edukasi. Melalui riset, PRAKSIS menghasilkan kajian inovatif dan implementatif tentang isu-isu sosial, politik, dan ekonomi. Melalui advokasi, PRAKSIS menyuarakan kebijakan yang mendukung kebaikan bersama kepada pemangku kepentingan. Melalui edukasi, PRAKSIS menyelenggarakan seminar, kursus, dan lokakarya yang memperkenalkan Ajaran Sosial Gereja serta membahas tantangan zaman.   Inisiatif ini mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan. Dalam keynote speech-nya saat peresmian PRAKSIS, Ibu Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, menegaskan pentingnya peran lembaga seperti PRAKSIS dalam memperkuat demokrasi.   Program 2025 dan Harapan ke Depan Pendirian PRAKSIS adalah panggilan bagi semua yang berkehendak baik untuk turut serta dalam memajukan kebaikan bersama. Dengan semangat “Fate Chiasso!” atau “Buatlah suara yang menggema!” seperti diserukan Paus Fransiskus, PRAKSIS mengajak Gereja, warga Katolik, dan segenap pihak yang berkehendak baik untuk memajukan kebaikan bersama.   PRAKSIS telah menyiapkan berbagai program untuk tahun 2025. Divisi Riset dan Advokasi akan mengadakan penelitian dengan 4 tema utama, serta secara rutin akan menyelenggarakan Forum PRAKSIS. Sementara itu, Divisi Public Engagement akan menyelenggarakan seminar, kursus, lokakarya, dan retret yang bertujuan untuk menanamkan pemahaman warga Katolik akan iman Katolik, khususnya Ajaran Sosial Gereja. Seminar perdana dari Divisi Public Engagement rencananya akan digelar di bulan Februari 2025. Topik yang diangkat adalah refleksi atas pesan dan dampak Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia pada awal bulan September 2024 yang lalu.   Pendirian PRAKSIS adalah upaya Serikat Jesus untuk berkolaborasi memajukan kebaikan bersama di Indonesia. Persis karena itu, PRAKSIS hendak berkolaborasi dengan semua pihak. Tidak ada kebaikan bersama tanpa keterlibatan bersama.   Kontributor: P Heinrich Angga Indraswara, S.J.

Obituary

Selamat Jalan P Ferdinandus Yuswar Riyana, S.J.

Pater Ferdinandus Yuswar Riyana, S.J. adalah seorang imam Jesuit dari Klaten yang menerima sakramen baptis setelah ia dewasa. Sepanjang hidupnya sebagai Jesuit, Pater Yuswar banyak berkarya di bidang pelayanan paroki di sekitar Jawa Tengah.    Pater Yuswar dilahirkan di Klaten pada 7 Juli 1952 dari pasangan suami–istri Sunda- Jawa Soekardi Partaatmadja dan Soepartinah Partaatmadja. Dua puluh delapan tahun setelah kelahirannya, ia dibaptis di Paroki St. Petrus dan Paulus, Mangga Besar, Jakarta dan empat tahun kemudian, ia menerima Sakramen Penguatan (22/9/1979) di paroki yang sama. Pendidikan dasar hingga pendidikan menengah ia tempuh di Klaten dan pendidikan diploma bahasa asing ia peroleh dari Akademi Bahasa Asing Negeri di Jakarta (1972).    Tertarik untuk bergabung dengan Serikat Jesus, delapan tahun setelah lulus dari pendidikan diplomanya, Pater Yuswar melamar menjadi anggota Serikat Jesus di Novisiat St. Stanislaus, Girisonta dan diterima. Ia kemudian secara resmi memulai masa novisiat pada 15 Juli 1980. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 16 Juli 1982, ia mengucapkan kaul pertama dan melanjutkan ke jenjang formasi Filsafat.    Formasi Filsafat dijalani Pater Yuswar di STF Driyarkara, Jakarta selama tiga tahun (1982-1985). Setelah selesai Filsafat, ia ditugaskan untuk menjalani tahap orientasi kerasulan (TOK) di Keuskupan Agung Jakarta, yaitu menjadi pendamping guru–guru agama di sekolah Inpres (1985-1988). Kemudian selama empat tahun (1988-1992), ia menjalani formasi Teologi di Yogyakarta.    Tahbisan diakon diterima Pater Yuswar di Kapel Seminari Tinggi St. Paulus, Yogyakarta dari tangan Mgr. Julius Kardinal Darmaatmadja pada 25 Januari 1991 dan enam bulan kemudian, juga oleh Mgr. Darmaatmadja, ia ditahbiskan imam (29 Juli 1991) di Gereja St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta. Empat tahun setelah tahbisan imam, Pater Yuswar menjalani program Tersiat di Kolese Stanislaus, Girisonta di bawah bimbingan PJ. Darminta, S.J. selama sembilan bulan (1 September 1995 – 1 Juni 1996). Akhirnya pada 3 Desember 1998, Pater Yuswar mengucapkan kaul akhirnya di Kapel SAV Puskat, Yogyakarta dan diterima oleh PP. Wiryono Priyotamtama, S.J. dengan gradus coadjutor spiritualis.    Riwayat tugas Pater Yuswar Riyana, S.J. setelah tahbisan Pastor Rekan Gereja St. Pius X   Karanganyar   1991-1992   Pastor Administrator Gereja St. Pius X   Karanganyar   1992-1995   Pastor Kepala Gereja St. Pius X   Karanganyar   1995-1998   Pastor Rekan Gereja St. Theresia   Semarang   1998-2004   Pastor Kepala Gereja St. Yusup   Baturetno   2004-2009   Moderator SMPK Baturetno   Baturetno   2006-2012   Pastor Rekan Gereja St. Yusup   Baturetno   2009-2013   Pastor Kepala Gereja St. Stanislaus   Ungaran   2013-2015   Pastor Rekan Gereja St. Stanislaus   Ungaran   2015-2016   Penulis & Pendoa bagi Gereja dan Serikat di Wisma Emmaus   Ungaran   2016-wafatnya     Pater Yuswar, selamat beristirahat dalam damai di pangkuan Tuhan. Doakan kami agar bisa menekuni dengan setia hidup dan ziarah di bumi ini.   Misa Requiem dan Pemakaman  Misa Requiem akan diadakan di:  Tempat           : Gereja St. Stanislaus, Girisonta  Hari, tanggal : Rabu, 11 Desember 2024  Waktu             : Pukul 11.00 WIB  dan akan dilanjutkan dengan pemakaman di Taman Makam Maria Ratu Damai, Girisonta, Bergas, Ungaran.    Seluruh anggota Provinsi dimohon merayakan Ekaristi khusus bagi kedamaian jiwa Pater Ferdinandus Yuswar Riyana, S.J.   

Feature

Kebersamaan Dalam Keceriaan

Refleksi HUT ke-58 Perkampungan Sosial Pingit Pada 19-26 Oktober 2024, Perkampungan Sosial Pingit (PSP) mengadakan rangkaian kegiatan untuk memperingati hari ulang tahun (HUT) ke-58 Pingit. Tema yang diangkat tahun ini adalah “Kebersamaan dalam Keceriaan.” Para pengurus dan volunteer Pingit merefleksikan sukacita yang dialami selama mengadakan kegiatan belajar dan mengajar di PSP. Semangat tema tersebut dituangkan dalam tiga kegiatan utama: (1) cek kesehatan gratis; (2) perlombaan rakyat; dan (3) malam tirakatan.   Cek Kesehatan Gratis Pada Sabtu, 19 Oktober2024, para volunteer bekerja sama dengan Klinik Pratama Realino menyelenggarakan cek kesehatan gratis bagi lansia dan warga di sekitar Pingit. Layanan kesehatan yang diberikan mencakup pemeriksaan asam urat, gula darah, kolesterol, serta tekanan darah. Pemeriksaan dilanjutkan dengan konsultasi personal oleh para dokter Klinik Pratama Realino. Setelah pemeriksaan, resep yang didapatkan dari dokter dapat ditukarkan dengan obat-obatan yang sudah disediakan.   Antusiasme warga dalam mengikuti kegiatan ini menunjukkan tingginya kebutuhan akan kesehatan diri. Acara ini menjadi pengingat bahwa perhatian terhadap masyarakat jangan hanya terfokus pada usia produktif, melainkan juga pada warga lansia yang kerap terabaikan. Seperti yang tercermin dalam doa penutup acara, “[…] melayani mereka, lansia di sekitar kita, yang jarang diperhatikan oleh masyarakat,” acara ini membawa pesan tentang pentingnya memperhatikan kesejahteraan lansia sebagai bagian penting dari masyarakat.     Perlombaan Rakyat Selain cek kesehatan gratis, HUT ke-58 Pingit juga dimeriahkan dengan perlombaan rakyat untuk anak-anak para warga pada Minggu, 20 Oktober 2024. Acara sempat tertunda karena hujan. Syukurlah Semangat semua yang hadir tidak pudar begitu saja. Setelah cuaca agak terang, para volunteer segera mempersiapkan sejumlah perlombaan sesuai dengan kategori usia. Anak TK berlomba makan kerupuk dan sedotan warna. Anak SD kecil bermain estafet sedotan dan paku botol. Anak SD besar bermain kocok kardus dan estafet koran dalam barisan.   Saat cuaca sudah terang, semangat anak-anak dan warga semakin membara hingga perlombaan dapat selesai dengan lancar. Kegiatan diakhiri dengan seru-seruan bermain voli air. Rasa bahagia yang terpancar dari anak-anak dan warga merupakan sebuah kenangan yang mengesan bagi volunteer. Tidak lupa, anak-anak dan warga mendapat snack yang sudah disiapkan oleh panitia. Walau lelah, para volunteer bersyukur karena dapat menjalankan tugas dengan baik hingga menciptakan sebuah pengalaman yang mengesan dan tidak terlupakan.     Malam Tirakatan  Puncak rangkaian kegiatan HUT ke-58 Pingit dirayakan dengan malam tirakatan pada Sabtu, 26 Oktober 2024. Kami sangat terkesan dengan semangat para volunteer yang memberikan waktunya selama satu bulan untuk mempersiapkan tampilan dari anak-anak. Latihan tampilan bersama anak-anak menjadi tantangan tersendiri yang berhasil kami lalui dengan baik. Pada hari H, para volunteer dan warga pingit saling membantu untuk menyiapkan panggung dan tenda malam tirakatan. Hal ini menjadi pengalaman berharga di mana semua pihak saling peduli untuk saling membantu dalam menyukseskan serangkaian acara HUT ke-58 Pingit. Keceriaan itu berpuncak pada malam tirakatan. Kebersamaan adalah salah satu hal yang kami dapatkan selama berkegiatan di Pingit. Setelah kurang lebih satu tahun bertemu dengan warga serta anak-anak, kami merasakan adanya kedekatan dan keakraban dengan mereka. Di awal kami menjadi volunteer Pingit, kami selalu melihat antusiasme anak-anak yang kami dampingi. Setelah lama mendampingi mereka, kami mulai mengetahui beragam cerita anak-anak Pingit mulai dari kondisi keluarganya hingga hingga pergulatan mereka. Selain berjumpa dengan ragam cerita anak-anak, kami juga berjumpa dengan warga Pingit yang ramah dan peka untuk terlibat dalam kegiatan di Pingit. Selain anak-anak dan warga Pingit, kami juga merasa nyaman berada bersama para pengurus dan volunteer Pingit. Kami sering berbagi cerita dan pengalaman yang tak jarang membawa keceriaan. Kami sangat bersyukur karena setiap volunteer juga memiliki kepekaan untuk saling membantu. Salah satu buah kepekaan itu adalah suksesnya rangkaian kegiatan HUT ke 58 Pingit.   Kontributor: Adelia Dwi Maharani, Alessandra Josephine Lie Saragih dan Lidwina Paskarylia Shinta – Volunteer Pingit

Pelayanan Gereja

Maguyub Welas Asih

Perayaan Ekaristi Syukur Hari Ulang Tahun (HUT) ke-92 Gereja St Stanislaus Kostka Paroki Girisonta yang bertema “Maguyub Welas Asih” berlangsung khidmat dan meriah. Misa syukur ini dipimpin langsung oleh Pater Agustinus Sigit Widisana, S.J. selaku Pastor Paroki dan Pater Leonardus Dibyawiyata, S.J., yang dulu pernah berkarya menjadi pastor paroki tahun 1973-1977.   Ekaristi dimulai pukul 08.00 WIB yang diawali dengan lagu pramisa, sambutan panitia, dan persembahan tarian dari siswi-siswi TK Santa Anna, Girisonta. Kegembiraan dan kebahagiaan melingkupi seluruh umat yang hadir. Tak lupa paduan suara gabungan keluarga besar SMPK Girisonta dan para alumni semakin menyemarakkan perayaan Ekaristi syukur ini. Suasana Minggu, 10 November 2024 ini sungguh membangkitkan semangat maguyub seluruh umat Girisonta, yang jumlahnya 4.873 jiwa.   Sepenggal Sejarah Lahirnya Gereja di Girisonta tidak lepas dari berdirinya rumah Retret dan Novisiat Girisonta. Rumah retret yang dibangun pada tahun 1930, dengan peletakan batu pertama pada 3 Oktober 1930. Rumah retret ini kemudian diberi nama Girisonta, Giri berarti gunung dan Sonta berarti Suci. Girisonta dimaksudkan sebagai tempat di kaki gunung yang sepi, cocok untuk bersemedi, menyucikan diri.     Pada tahun 1932 Girisonta menjadi Komunitas S.J. untuk pertama kali . Saat itu Pater H. Koch, S.J. sebagai rektor, Pater G. Schmedding sebagai magister, Pater Th. Verhoeven sebagai direktur rumah retret, Pater J. Hellings sebagai minister scholasticorum, dan Pater J. Schouten menjalani tersiat. Pada waktu itu ada 7 frater yunior, 7 frater novis dan 3 bruder novis; juga ada 2 orang postulan berminat menjadi bruder. Dari antara mereka, Pater Schmedding dan Verhoeven tahan paling lama, sampai zaman Jepang masih di Girisonta.   Lahirnya Gereja di Girisonta Pada waktu Girisonta lahir, di sekitar Karangjati hampir tidak ada orang Katolik, hanya di Ungaran ada kelompok kecil. Dalam buku “De Katholieke Missie” tahun 1933, jumlah orang Katolik di Ungaran dan Girisonta hanya 99 orang. Jumlah itu telah termasuk baptisan baru sebanyak 21 orang. Pada Hari Raya Paskah yang menerima Komuni mencapai 38 orang.   Awal mulanya, Pater G. Schmedding, S.J. mulai mengajar katekese kepada para karyawan kolese. Para novis mulai menjelajah desa-desa sekitar, sehingga sedikit demi sedikit orang mulai mengenal Pater. Tanggapan masyarakat sekitar Karangjati masih minim, tetapi mereka yang tinggal di desa-desa yang agak jauh dari Girisonta memberi tanggapan lebih baik. Maka untuk pertama kali, pada tahun 1932 Pater G. Schmedding, S.J. membaptis dan merintis buku baptis di Girisonta sebagai awal lahirnya Gereja di Girisonta. Baptisan pertama yang dicatat dalam buku pertama, terjadi pada 22 Februari 1932.     Maguyub Welas Asih Perayaan ulang tahun paroki jatuh pada peringatan Pesta Nama St. Stanislaus Kostka setiap 13 November. Minggu 10 November 2024, genap 92 tahun Paroki Girisonta hadir di bumi pertiwi, menapaki perjalanan sejarah yang tidak mudah, baik pada masa penjajahan maupun masa perang kemerdekaan.   Perkembangan dan kemajuan Paroki Girisonta selalu berkesinambungan. Kini, jumlah jiwa yang tercatat sekitar 5000 umat, tersebar di 13 wilayah, 46 lingkungan, dan 1 stasi yaitu Stasi Santa Maria Assumpta Glodogan yang masih berada dalam wilayah teritorial Kabupaten Semarang. Perayaan ekaristi HUT ke-92 ini mengambil tema “Maguyub Welas Asih” yang merupakan kelanjutan dari tema sebelumnya pada HUT ke-91 yang mengambil tema “Maguyub Sanggup“. Kata maguyub yang mempunyai makna mendalam, yaitu bahwa segenap umat Katolik di Paroki Girisonta ini mengupayakan untuk selalu bersatu (maguyub) dengan landasan rasa kasih dan sayang terhadap sesama (welas asih). Maguyub welas asih merupakan pesan untuk semua umat Paroki Girisonta agar selalu berbelas kasih dan penuh cinta kasih dalam melayani sesama demi kemajuan bersama gereja Paroki tercinta.   Sebelum berkat penutup, Romo Paroki memotong tumpeng yang diserahkan kepada ketua panitia HUT Paroki sebagai simbol syukur atas suksesnya perayaan Ekaristi dan kegiatan penyerta dalam rangkaian perayaan ulang tahun ini.   Perayaan Ekaristi dilanjutkan dengan pesta umat yang diawali dengan pengambilan buah dan aneka sayuran dari gunungan yang sudah diberkati. Acara dilanjutkan dengan santap bersama nasi kuning yang telah disiapkan oleh tiap-tiap lingkungan. Pesta umat dimeriahkan dengan berbagai penampilan: drumband dari SDK Girisonta, drumband SMK Theresiana Bandungan, drum-blak persembahan dari Wilayah 3 Yulius, yang merupakan Panitia HUT ke-92 Paroki Santo Stanislaus Girisonta.   Kemeriahan acara ini tercipta berkat kerja sama dari Panitia, Dewan Paroki, dan semua pihak yang terlibat. Semoga gereja Girisonta semakin maguyub sanggup dan maguyub welas asih, dan umat semakin semangat dan terlibat aktif dalam aneka bentuk karya pelayanan yang membumi dan menyapa sesuai teladan St. Stanislaus.   Kontributor: KOMSOS Girisonta