Pilgrims of Christ’s Mission

serikat yesus

Karya Pendidikan

Bakti Alumni PIKA 2023

Pada tanggal 1 Mei 2023 Gereja merayakan Pesta St. Yosef Pekerja yang juga bertepatan dengan hari Buruh Internasional. Pada hari ini pula keluarga besar SMK PIKA yang dimotori oleh para Alumni PIKA merayakannya dengan mengadakan kegiatan BAKTI ALUMNI PIKA. Kegiatan ini bertujuan untuk menjalin tali silaturahmi para alumnus dengan para guru, karyawan, dan juga para pensiunan yang pernah berkarya di PIKA. Jasa para guru dan karyawan tentunya sangat penting bagi sejarah Pendidikan dan kesuksesan yang diraih oleh para alumni PIKA. Acara ini juga dilengkapi dengan Perayaan Ekaristi dalam rangka Pesta Nama St. Yosef yang dipimpin oleh Pater Vincentius Istanto, SJ. Dalam homilinya Pater Istanto menyampaikan nilai-nilai keteladanan yang dapat dicontoh dari St. Yosef, yaitu ketulusan, kemurnian, kejujuran, ketaatan, kecermatan, dan kesederhanaan. Pater Istanto, S.J. berharap semoga kita dapat meneladani nilai-nilai keutamaan yang dimiliki oleh St.Yosef dalam kehidupan sehari-hari melalui pekerjaan, pelayanan, dan panggilan kita masing-masing baik sebagai siswa, guru, karyawan, pensiunan dan tentunya para alumni di dunia kerja. Perayaan Ekaristi dan kegiatan Bakti Alumni ini dihadiri kurang lebih 100 orang yang terdiri dari para guru, karyawan, pensiunan, dan juga para pengurus Keluarga Alumni PIKA (KAPIKA). Gregorius Hans (Angkatan 35) dalam kesempatan ini memberikan sambutannya sebagai ketua panitia pelaksana kegiatan BAKTI ALUMNI PIKA. Ia menyampaikan rasa syukur dan terimakasih atas jasa-jasa para guru dan karyawan yang telah mendidik para alumnus semasa sekolah. Grego juga menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada para donatur baik alumni perorangan maupun perusahaan-perusahaan alumni yang berkenan memberikan sponsorship dalam acara tersebut sehingga acara BAKTI ALUMNI ini dapat berjalan dengan lancar. “Pada momen ini KAPIKA ingin mewujudkan syukur dengan berbagi kebahagiaan bersama dengan orang-orang yang kami sayangi dan yang telah berjasa bagi kami para alumni yaitu para guru dan karyawan PIKA. Bakti Alumni juga menjadi salah satu program KAPIKA yang terus mendorong perkembangan SMK PIKA dan keluarga besarnya. Sekaligus menjadi tali asih antara alumni dengan keluarga SMK PIKA”. – Gregorius Hans (alumni Angkatan 35) Pak Ardian Sugito selaku Ketua Pengurus KAPIKA juga menyampaikan ungkapan terima kasih seraya memohonkan maaf mewakili alumni dengan membungkukkan badan di hadapan para guru dan karyawan apabila semasa sekolah dulu para alumni sering menyusahkan para guru dan karyawan melalui kenakalan-kenakalan yang mungkin menyakiti dan mengecewakan bapak-ibu guru dan karyawan. Pak Ardian juga menyampaikan bahwa melalui didikan dan pengajaran yang diberikan oleh bapak-ibu guru para alumni sekarang ini dapat meraih kesuksesan dan keberhasilan di dunia pekerjaan. Bakti Alumni PIKA 2023 ini juga diisi dengan pelayanan cek darah, konsultasi dokter, pengobatan gratis, dan penyerahan tali asih berupa bingkisan bahan pangan. Dalam penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan ini, panitia bekerja sama dengan Klinik Pratama Yayasan Sosial Soegijapranata – Keuskupan Agung Semarang. Kami bersyukur atas antusiasme dan respon positif yang diberikan oleh para guru, karyawan dan pensiunan dalam acara ini. Beberapa pensiunan juga berterimakasih karena merasa terbantu dengan adanya acara BAKTI ALUMNI PIKA ini. Para alumni berharap agar ke depannya acara ini dapat diikuti lebih banyak lagi pensiunan maupun eks guru dan karyawan yang pernah mengajar dan memberikan baktinya kepada para alumni semasa sekolah. Para pengurus juga berharap agar lebih banyak lagi rekan rekan alumni yang dapat terlibat baik secara moril maupun material demi kesuksesan acara BAKTI ALUMNI yang akan datang. Harapannya pada perayaan St.Yosef di tahun yang akan datang acara yang serupa dapat terlaksana dengan lebih baik dan lebih meriah sehingga semakin menjadi wujud nyata cinta almamater yang lebih besar. Ad Maiorem Dei Gloriam “KAPIKA Rumah Kita Bersama” Kontributor: Johanes Chaesario Octavianus – Sekjend KAPIKA 2022 – 2025

Karya Pendidikan

Gelar Budaya Kanisius Yogyakarta sebagai Pijakan Think Globally, Act Locally

Istilah think globally, act locally sering kita dengar sebagai ungkapan untuk menunjukkan eksistensi kelompok yang mau terlibat dan mengambil peran di dunia yang semakin terkoneksi ini. Pemikiran ini tidak lepas dari pesatnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi dalam perkembangan zaman yang mau tidak mau harus dipeluk oleh karya-karya Serikat Jesus terutama dalam lingkup pendidikan. Bukan berarti meninggalkan identitas lokalnya tetapi menunjukkan kepada dunia bahwa identitas budaya terutama konteks kelokalan Yogyakarta hendak dilestarikan, dikenalkan, dan ditempatkan pada konteks yang lebih luas. Pesta nama Santo Petrus Kanisius menjadi inspirasi bagi Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta untuk terus berbenah dan menunjukkan diri. Yayasan yang tahun ini berusia 105 tahun pada Oktober nanti menyadari bahwa perkembangan zaman harus dikejar dan terus berusaha menyesuaikan diri dalam seluk beluk dunia pendidikan di masa kini dan masa depan. Pada peringatan pesta nama Santo Petrus Kanisius, Yayasan Kanisius Yogyakarta menyelenggarakan Gelar Budaya di Titik Nol Kilometer atau tepatnya di pelataran Monumen Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta. Kegiatan ini diselenggarakan pada hari Sabtu, 29 April 2023 bersamaan dengan libur panjang hari raya Idul Fitri. Banyak pengunjung menikmati gelaran yang disajikan secara apik oleh putra-putri Sekolah Kanisius Cabang Yogyakarta. Gelaran ini dimulai pukul 08.00 WIB dengan pembukaan yang dihadiri oleh pejabat di jajaran pemerintahan provinsi DIY, Yayasan Kanisius, dan unsur Gereja yang diwakili Kevikepan Yogyakarta (Yogyakarta Barat dan Timur). Cuaca yang cukup mendukung, tidak terlalu panas dan tidak terlalu mendung, menambah antusias putra-putri Kanisius dalam menampilkan hasil terbaik identitas budaya mereka. Penampilan dibagi dalam dua sesi yang terdiri dari Gelar Budaya yang dimulai pada pukul 08.00 WIB (sesi pertama) dan pementasan wayang kulit dengan dalang putra-putri Kanisius dari enam komunitas Sekolah Kanisius Yogyakarta pada sesi kedua. Gelar Budaya pada sesi pertama menampilkan banyak tarian dan teater khas Yogyakarta. Sajian ini mengundang gelak tawa karena peran serta anak-anak Taman Kanak-Kanak yang otentik membawakan lakon mereka masing-masing. Enam Komunitas Sekolah Kanisius menampilkan teater kepatriotan Nyi Ageng Serang, cerita bajak laut, serta tarian-tarian. Pada sesi kedua pementasan wayang kulit dengan berbagai macam lakon dibawakan oleh dalang-dalang cilik dari enam komunitas Sekolah Kanisius Yogyakarta. Walau diiringi gerimis saat pementasan wayang kulit di sore hari, antusias penonton terus mengalir demi menonton pementasan ini. Turis domestik dan luar negeri turut menikmati pementasan yang berakhir pada pukul 21.30 WIB. Kegiatan ini terlaksana tidak lepas dari peran Ketua Panitia Bapak Yohanes Nugroho, S.Pd (selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Pugeran), Yayasan Kanisius Yogyakarta, kolaborasi guru dan karyawan dari enam Komunitas Sekolah Yogyakarta, dan Pemprov DIY. Tidak lupa dukungan dari pemerhati, orang tua, dan Gereja mengalir sebagai pendukung utama, tidak hanya dalam kegiatan seremonial saja melainkan juga dalam keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. Semoga momen ini kembali mengingatkan pada jati diri dan identitas pendidikan Kanisius yang hadir menjawab tantangan lokal dan perlu terlibat menanggapi tantangan global. Perayaan pesta nama Santo Petrus Kanisius ini diakhiri dengan perayaan Ekaristi bersama di Gereja St Antonius Padua Kotabaru pada 2 Mei 2023 bersamaan dengan Hari Pendidikan Nasional. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Pater Yohanes Heru Hendarto, S.J. dengan konselebran Pater Mahar, S.J. dan Pater Paul Suparno, S.J. Dalam homilinya Pater Heru, S.J. memberikan penekanan pada keteladanan Santo Petrus Kanisius dalam tiga aspek. Teladan Kanisius yang diutus menjadi manusia rohani yang tidak hanya menitik beratkan pada pengetahuan semata namun juga pada kedalaman untuk memiliki sikap bela rasa. Keteladanan yang kedua adalah menjadi manusia gerejawi. Sebagaimana keteladanan St Petrus Kanisius hadir dalam pergolakan Gereja saat itu dan menjadi penopang bagi pembaharuan terutama dalam formasi iman dan pendidikan. Terakhir adalah manusia dalam perutusan. Sebagai lembaga yang dibawah perlindungan Santo Petrus Kanisius, ketersediaan diri dan dengan rendah hati mengikuti perutusan yang akan diberikan. Perayaan ekaristi ini cukup meriah karena dihadiri oleh bapak ibu kepala sekolah serta para murid SD Kanisius Kota baru dan SD Kanisius Gayam. Tagline Kanisius “Where are leader are made” menjadi harapan dan perwujudan bagi perjalanan layar kapal Kanisius mengarungi luasnya samudra. Kristus sang mercusuar akan mendampingi dan memberikan tanda bagi perjalanan Kanisius. Dari titik 0 monumen Serangan Umum 1 Maret semoga layar Kanisius terkembang untuk semakin berani mengobarkan dunia. Ad Maiorem Dei Gloriam Kontributor: Sch. P Craver Swandono, SJ – Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta

Pelayanan Gereja

Sejahtera Bersama dalam Pesta Paskah

Waktu menunjukkan hampir jam 10 pagi. Misa kedua pagi itu baru saja usai. Umat berbondong menuju area sekolah Strada yang persis berada di sebelah Gereja Santa Anna. Suara musik mulai berkumandang dan MC bersahutan menyambut umat yang memasuki gedung SD Strada van Lith 2. Dua orang muda tampak menunggu di area parkir motor sekolah yang digunakan sebagai lokasi salah satu acara lomba. Mereka adalah OMK Wilayah Klender dan pendaftar lomba memasak nasi goreng yang diadakan oleh panitia paskah. “Ingin ikut berpartisipasi saja, meramaikan. Lagipula, OMK harus aktif lagi di Gereja Santa Anna,” kata Intan dan Eva bergantian. Masuk ke dalam gedung sekolah, di dalam beberapa kelas sudah bersiap anak-anak TK, SD, hingga orang muda lainnya untuk mengikuti lomba mewarnai, menggambar, dan menggambar digital dengan aplikasi Canva. Sementara itu, riuh anak-anak playgroup mulai terdengar saat lomba mencari telur paskah di lapangan olah raga. “Sukacita Paskah hendaknya dapat dirayakan bersama keluarga dalam satu moment yang sama. Oleh karena itu, kami adakan lomba yang melibatkan dari anak-anak hingga orang tua,” ujar Veronika Andrianti, Ketua Panitia acara Lomba Paskah pada Minggu, 16 April 2023. Selain kegiatan lomba, ada pula bazar UMKM Padusa yang bekerja sama dengan Seksi PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) Paroki Duren Sawit. Hal ini sejalan dengan tema paskah, yaitu Mewujudkan Kesejahteraan Bersama. Kristin, salah satu anggota UMKM Paroki Duren Sawit, merasa senang terlibat dalam acara bazar yang diadakan oleh panitia paskah. “Saya senang, semoga ada kesempatan seperti ini lagi di lain waktu,” kata umat Lingkungan Tarsisius ini. Meski mengalami kendala dan tantangan dalam persiapan, panitia paskah selalu berupaya untuk dapat mengakomodasi kebutuhan setiap acara. “Sulit juga mengajak OMK untuk mengikuti lomba. Namun kami tetap bersyukur karena akhirnya banyak juga yang berpartisipasi dan respon umat cukup baik,” ungkap Andrianti. Perempuan yang akrab disapa Ria itu juga menambahkan, semoga lomba-lomba yang diadakan dapat menjadi wadah bagi anak-anak untuk belajar lebih percaya diri dan kreatif. “Bisa bertemu dengan teman-teman sebaya dan seiman, bukan sekadar mencari hadiah dan juara,” tambahnya. Kontributor: Amadea Pranastiti – KOMSOS St Anna

Pelayanan Gereja

Bakti Sosial untuk Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah

Minggu, 12 Maret 2023, lektor Gereja Santo Yusup, Gedangan, Semarang mengadakan bakti sosial (baksos). Program baksos merupakan program tahunan. Di tahun ini, baksos dilakukan dengan tidak biasa. Baksos yang out of the box ini dilaksanakan dalam rangka berjalan bersama orang miskin, terbuang dan yang martabatnya teraniaya (UAP 2). Ada dua tempat tujuan baksos, yaitu SLB G-AB Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah. Dalam rangka menggalang dana untuk kegiatan baksos ini, para anggota lektor berjualan makanan di depan gereja. Kami berjualan nasi goreng, siomay, nasi ayam, susu, dan sebagainya. Bahkan, ada anggota yang mengedarkan jualannya di halaman parkir luar gereja dengan bersemangat. Selain itu, kami juga dibantu oleh banyak donatur. Ternyata, tidak mudah mencari donatur untuk baksos edisi spesial ini. Tidak sedikit dari para calon donatur yang tidak setuju jika baksos dilakukan di pesantren dan untuk waria. Syukurlah bahwa pada akhirnya, dengan rahmat Tuhan, kami berhasil mendapatkan donasi yang kami butuhkan bahkan jumlahnya melebihi dari target. Kami dapat membeli barang-barang yang dibutuhkan untuk SLB G-AB Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah. Destinasi pertama baksos adalah SLB G-AB Helen Keller Indonesia. SLB G-AB Helen Keller Indonesia, Yogyakarta berdiri sejak tanggal 25 Juni 1996. SLB ini didirikan oleh para Suster Putri Maria dan Yosef (PMY) dan merupakan pengembangan dari SLB B Dena Upakara Wonosobo. SLB G-AB Helen Keller Indonesia adalah sekolah berasrama yang melayani anak berkebutuhan khusus ganda tunarungu-netra. Baksos di SLB G-AB Helen Keller Indonesia diisi dengan acara bernyanyi, menari, dan bermain games bersama. Dalam segala keterbatasannya, anak-anak tunarungu-netra dibantu oleh para pendamping mengikuti acara yang telah disiapkan oleh anggota lektor. Anak-anak tunarungu-netra ikut hanyut dalam kebahagiaan dan sukacita bersama anggota lektor. Acara ditutup dengan makan siang bersama. Dalam kesempatan ini pula, kami belajar berkomunikasi dengan anak tunarungu-netra dibantu oleh para pendamping. Destinasi kedua adalah Pesantren Waria Al-fatah. Pesantren Waria Al-fatah yang berada di Kotagede, Yogyakarta, berdiri pada 28 Juli 2008. Pesantren ini hadir untuk memberi kesempatan bagi para waria atau yang lebih akrab disapa dengan transpuan untuk beribadah dan memperdalam agama secara nyaman. Para transpuan terkadang merasa tidak nyaman dan seringkali mendapat penolakan dari warga. Acara baksos diisi dengan perkenalan singkat dengan beberapa transpuan, pengenalan profil pesantren, dan diskusi. Kami dapat memahami beberapa keunikan yang ada di Pesantren Waria Al-fatah. Salah satu dari keunikan itu adalah santri tidak tinggal dan menetap seperti pesantren-pesantren pada umumnya. Para santri transpuan tinggal di rumah masing-masing. Mereka datang ke pesantren biasanya pada weekend untuk memperdalam nilai-nilai keagamaan. Dalam acara diskusi singkat, para santri transpuan menceritakan kisah hidupnya, terutama tentang memperdalam agama dan kehidupan hariannya. Ada banyak pertanyaan yang terlontar saat pertemuan dan diskusi dengan para santri. Belajar dari sumber secara langsung membantu pemahaman kami, komunitas lektor, tentang kehidupan para santri transpuan dan terlepas dari prasangka-prasangka. SLB G-AB Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah adalah tempat yang tepat bagi kami, lektor St. Yusup Gedangan, untuk belajar memahami arti dari sesama manusia. Anak-anak tuna rungu-netra dan transpuan adalah orang-orang lemah, terbuang, dan yang martabatnya teraniaya. Anak-anak tersebut memiliki keterbatasan secara fisik. Mereka miskin secara bahasa. Sedangkan transpuan adalah kaum marjinal, mereka ditolak kehadirannya. Secara khusus, transpuan menjadi sasaran empuk bagi banyak orang untuk disingkirkan. Transpuan dianggap berdosa besar, melanggar kodrat, perilaku menyimpang, dilaknat Tuhan, dan sebagainya. Ada begitu banyak hujatan yang ditujukan kepada mereka. Sebagian orang lebih suka menghujat daripada menemani, lebih suka membenci daripada mencintai, dan lebih suka mengucilkan daripada merangkul. Reni, Steven, dan Santi sebagai anggota lektor Gereja Santo Yusup Gedangan mengatakan bahwa pengalaman baksos kali ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Pengalaman berharga yang mampu mengubah sudut pandang terhadap orang-orang miskin, tersingkir dan yang martabatnya teraniaya. Reni secara khusus mengatakan bahwa kaum transpuan butuh dihargai, dihormati, dibantu, terlebih diterima oleh kita sesamanya. Mereka manusia biasa yang juga membutuhkan teman untuk berbagi cerita, teman untuk berkeluh kesah, teman yang mau membantu saat mereka dalam kesulitan. Melalui perjumpaan dengan anak-anak tunarungu-netra dan transpuan, kami belajar bahwa hidup harus diisi dengan rasa syukur dan dijalani dengan gembira. Perjumpaan selalu saja memberikan banyak rahmat. Perjumpaan tersebut adalah undangan pertobatan secara personal. Tidak hanya rasa syukur, kami juga belajar untuk tidak menghujat orang lain dan, yang paling penting, belajar untuk memahami arti menjadi sesama manusia. Menjadi sesama manusia berarti mengasihi dan memperhatikan orang lain tidak hanya terbatas pada hubungan antar anggota sekeluarga, sebangsa, sesuku, segolongan, atau seagama. Kasih bersifat universal, melampaui batas-batas yang ada. Kasih mendekatkan yang jauh, menyembuhkan yang terluka, dan menemani yang kesepian. Dalam dokumen Fratelli Tuti dikatakan bahwa kasih ditujukan kepada semua manusia, tanpa terkecuali. Kasih tidak memanggil kita untuk bertanya siapa yang dekat dengan kita tetapi untuk menjadikan diri kita dekat, menjadi sesama manusia. Kontributor: S. Wahyu Mega, SJ – Pendamping Lektor St. Yusup Gedangan

Kuria Roma

Menuju Loyola – Kongregasi Prokurator ke-71

Bulan Mei 2023 ini para Jesuit dari setiap Provinsi dan Regio di mana Serikat Jesus berkarya akan bersidang di Sanctuario de Loyola Spanyol untuk melaksanakan Kongregasi Prokurator (KP) ke-71. Melalui surat kepada seluruh Superior Mayor bulan Januari 2021, Pater Jenderal Arturo Sosa mengeluarkan konvokasi untuk mengadakan Kongregasi Prokurator. Dalam suasana doa, setiap Provinsi, Regio, dan Misi merefleksikan tentang “status atau keadaan Serikat” di tempat mereka masing-masing dan kemudian memilih satu delegat sebagai wakil yang akan hadir dalam KP. Bagi para Jesuit, KP adalah hal biasa dalam “cara bertindak Serikat.” Akan tetapi bagi mereka yang tidak begitu mengenal tata kelola Serikat, KP mungkin tampak misterius. Apa sebenarnya “Kongregasi Prokurator” itu dan apa yang dapat dihasilkan dari sidang semacam itu? Tidak seperti banyak bagian lain yang merinci cara hidup Jesuit, KP bukanlah bagian dari Konstitusi Serikat Jesus. Sebaliknya, Kongregasi Jenderal ke-2 (tahun 1565) menyadari perlunya sidang yang lebih sering selain 36 Kongregasi Jenderal yang telah diadakan dalam sejarah Serikat Jesus selama hampir 500 tahun ini. KP dapat diadakan setiap beberapa tahun sekali, selain terutama untuk merekomendasikan kepada Pater Jenderal apakah Kongregasi Jenderal perlu diadakan atau tidak, tetapi juga sebagai cara untuk membawa ke hadapan tubuh global Serikat mengenai masalah mendesak yang muncul dalam karya, hidup, dan doa para Jesuit di seluruh dunia. Setelah setiap Provinsi, Regio, dan Misi memilih seorang delegat, maka Jesuit tersebut bertanggung jawab untuk mengunjungi semua komunitas yang ada dalam lingkupnya, yaitu demi mendengarkan tantangan dan peluang, serta mengumpulkan informasi yang nantinya akan disampaikan kepada Pater Jenderal dan delegat lainnya. Dengan demikian, KP menjadi representasi akar rumput yang sangat besar dalam Serikat, yaitu bagian penting dari kehidupan Jesuit seperti yang dilihat oleh banyak orang yang hidup dan bekerja di lapangan. Tahun ini, para delegat diminta memfokuskan laporan mereka pada tema melihat segala sesuatu secara baru di dalam Kristus. Secara khusus, Pater Jenderal telah menugaskan para delegat untuk memberikan laporan bagaimana UAP (Preferensi Kerasulan Universal) – yang diserahkan kepada Serikat Jesus oleh Paus Fransiskus pada tahun 2019 – telah mengubah hidup dan pelayanan di seluruh tubuh universal Serikat. KP 71 akan segera dimulai dengan doa sebagaimana setiap Jesuit mengawali hari mereka. Pada 5 Mei 2023, para delegat bersama Pater Jenderal akan memulai retret Ignasian selama 8 hari. Latihan Rohani digunakan sebagai upaya untuk memberi fokus pada pertanyaan-pertanyaan mereka, memperjelas pemahaman tentang gerak Roh Kudus di wilayah karya mereka, dan bergerak menuju pertobatan yang akan membuat KP menjadi wujud pertemuan hati dan pikiran kita semua. Sidang agung ini akan berlangsung pada 15-21 Mei 2023. Mohon doa bagi Pater Jenderal dan para delegat KP 71 sehingga mereka dapat menemukan cara terbaik untuk menempatkan Serikat Jesus dalam pelayanan Gereja dan semua orang. Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel Towards Loyola the 71st Congregation of Procurators dalam https://www.jesuits.global/2023/04/18/towards-loyola-the-71st-congregation-of-procurators/ Artikel ini diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Tim Sekretariat SJ Provindo, pada tanggal 27 April 2023

Penjelajahan dengan Orang Muda

Bahagia Berjalan Bersama Orang Muda

Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu. Mazmur 119 Pada waktu itu di tahun 2000, angin malam terasa dingin dan suasana gelap gulita karena listrik padam. Di rumah formasi Jesuit, tepatnya di atas dak, di jalan Salemba Bluntas, Jakarta saya memandang langit yang dipenuhi bintang sambil melakukan percakapan antar sahabat. Dalam percakapan tersebut saya mengungkapkan minat mendalam untuk terlibat aktif mendampingi kaum muda. Bagi saya kaum muda adalah recup atau tunas yang bertumbuh. Recup itu perlu dipelihara, dipupuk, dan disiram agar dapat bertumbuh optimal. Berdasarkan diskresi, saya kemudian mengajukan usulan kepada Pater Rektor Kolese Hermanum, agar diperkenankan mendampingi orang muda, khususnya para mahasiswa di PMKAJ (Pastoral Mahasiswa Keuskupan Agung Jakarta) unit Selatan. Di PMKAJ Selatan para intelektual muda berkumpul menimba ilmu di kampus-kampus besar yang berada di wilayah Depok dan sekitarnya. Perjumpaan dengan orang muda membuat saya mengerti betapa mereka membutuhkan perhatian, dan kepedulian mentor yang bersedia menemani perjalanan mereka. Saya, pada waktu itu sebagai frater Jesuit, lebih mudah menyesuaikan diri dengan cara bertindak orang muda. Melalui diskusi-diskusi yang panjang bersama mahasiswa, kami membuat aneka kegiatan seperti temu mahasiswa tahun 2000, napak tilas setelah malam Kamis Putih dari Wisma SJ Depok ke Katedral Jakarta pada tahun 2001; lalu pada tahun yang sama membentuk Ignatian Study Club. Aneka kegiatan yang dilakukan membuat saya semakin mengenali dan memahami kebutuhan orang muda yang sedang bertumbuh menjadi pribadi dewasa dan bertanggungjawab. Perjumpaan yang intens dengan mereka, menginspirasi saya untuk melakukan pendampingan yang pas sesuai kebutuhan mereka. Dalam analisis Buckingham (2008), orang muda perlu dilatih untuk mengetahui cara mengelola hidup, memimpin diri sendiri atau orang lain, dan mempertahankan serta sekaligus mengembangkan apa yang dimiliki orang muda. Menurut Lowndes (2014) orang muda perlu dilatih dan dikembangkan agar mereka yakin dan memiliki kepercayaan tinggi dalam meraih kesuksesan di masa depan. Orang muda yang terlatih akan merasa optimistis, bahwa hidup yang bernilai baik dan mulia layak diperjuangkan. Perasaan dominan berjalan bersama orang muda adalah sukacita. Orang muda mempunyai energi besar untuk bertumbuh. Dalam rentang tahun 2000-2019 saya mengalami interaksi langsung secara intens dengan orang muda di Wisma SJ Depok, Kolese Le Cocq d’Armandville, dan Civita Youth Camp. Semua daya upaya saya lakukan dalam mendampingi orang muda. Hasil pendampingan yang dirasakan tidak didapat secara langsung, tetapi kalau dilihat dari wajah-wajah mereka, setelah melalui proses pendampingan, tampak gembira. Tahun 2019 hingga sekarang, saya tidak lagi secara langsung mendampingi orang muda. Fokus saya sekarang menemani perjalanan para pendidik atau guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK di Perkumpulan Strada. Mereka didampingi agar dapat bekerja melayani secara efektif, efisien, dan mendalam saat mereka mendampingi para murid, generasi muda. Pengalaman puluhan tahun mendampingi orang muda sungguh berguna dalam memberikan aneka inspirasi berupa tulisan opini, kajian, lumbung gagasan, seminar, podcast, semi-lokakarya, dan pendampingan langsung pada guru dan unsur pimpinan di Perkumpulan Strada, khususnya bagaimana menemani perjalanan orang muda. Berdasarkan gagasan C.P. Varkey, S.J. (2012), kekuatan doa mengalir pada realitas. Dia menegaskan bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Oleh karenanya, lewat doa dan mengandalkan Tuhan, saya merasa mendapatkan energi yang besar dari orang muda yang dijumpai. Selama mendampingi orang muda, saya mendapat begitu banyak insight pembelajaran. Mereka memberikan energi positif pada saya untuk terus bertumbuh bersama mereka. Dalam gagasan Herbert F. Smith, S.J., diungkapkan bahwa pengalaman yang membahagiakan karena dibimbing Roh Allah bergerak menuju pada persatuan lebih mendalam dengan Bapa, menyangkut tindak perilaku tertentu, yang menyatukan saya sebagai person lebih intim dengan Putra yang wafat dan bangkit. Cara bertindak yang didasari kasih Allah, membuat saya belajar banyak hal dari kaum muda. Membuka telinga dan hati yang lebar pada kehidupan mereka, rasa kesatuan relasi menjadi utuh, bukan lagi saya dan dia; atau kami, dan mereka tetapi kita. Coutinho, S.J. (2016) memberikan analisis bahwa manusia itu diberi kebebasan. Dalam kebebasan, orang mempunyai aneka pengalaman ilahi yang mengantar pada perbuatan-perbuatan baik. Tantangan zaman sekarang dan di masa depan sebenarnya merupakan realitas berulang dalam kualitas dan konteks yang berbeda. Pendampingan terhadap orang muda bukanlah segalanya dalam formasi. Akan tetapi, menemani secara formatif perjalanan orang muda sangat bernilai karena dinamika duniawi kerap berubah. Perubahan itu perlu dijawab dengan kematangan berpikir dan bertindak, maka selayaknya sahabat mentor perlu membantu orang muda dalam mengatasi persoalan hidup yang mereka alami. Ada empat pokok persoalan sebagai tantangan orang muda di zaman now, yaitu terkait masalah fondasi hidup, harga diri, relasi, dan orientasi masa depan. Pertama, di era modern banyak orang yang merasa kesulitan untuk menentukan fondasi yang menjadi arah tujuan hidup dalam mencari makna. Terkadang, orang muda merasa kehilangan arah dan bingung dengan apa yang seharusnya dilakukan. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan, depresi, atau bahkan ketidakbahagiaan. Kedua, masalah harga diri terkait dengan kepercayaan diri seseorang. Banyak orang merasa tidak cukup baik atau kompeten dalam hal-hal tertentu dan ini dapat menyebabkan keraguan diri dan kecemasan. Selain itu, perkembangan teknologi dan media sosial juga dapat mempengaruhi harga diri seseorang terutama jika mereka merasa tertekan untuk terlihat sempurna atau mendapatkan persetujuan dari orang lain. Ketiga, di era digital seperti sekarang, relasi atau hubungan menjadi hal yang sangat penting. Meskipun teknologi memudahkan orang muda untuk terhubung dengan orang lain, terkadang sulit membangun hubungan yang sehat dan bermakna. Banyak orang muda merasa kesulitan dalam membangun hubungan, baik itu dengan teman, keluarga, maupun pasangan. Tantangan ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, termasuk perbedaan budaya, pola pikir, dan kesulitan berkomunikasi. Keempat, masalah orientasi masa depan bagi orang muda berkaitan dengan kekhawatiran apakah impian hidup mereka tercapai atau tidak. Dalam dunia yang terus berubah dan berkembang, banyak orang muda mengalami kesulitan membuat rencana atau menentukan arah hidup. Sebagian dari orang muda tidak terlalu yakin dengan karir atau pekerjaan yang cocok, bahkan di antara mereka ada yang tidak mengetahui bagaimana mencapai tujuan hidup mereka. Blanchard, Olmstead, & Lawrence (2013) memunculkan gagasan ABCD (Able, Believable, Connected, dan Dependable). Melalui gagasan mereka, saya terinspirasi bagaimana mendampingi orang muda agar mereka memiliki kemampuan olah diri yang baik, dapat dipercaya, terhubung satu sama lain, dan dapat diandalkan. Oleh karenanya, dalam banyak kesempatan kami membuat aneka bentuk kaderisasi berupa Latihan Kepemimpinan Ignatian, Rekoleksi, dan Retret Orientasi Hidup bagi orang muda. Dalam

Penjelajahan dengan Orang Muda

Menemani Orang Muda di Karya Kerasulan Jesuit

Nama saya Anton, seorang bapak usia 40-an. Saat ini saya bekerja di Universitas Sanata Dharma (USD), sebuah universitas Jesuit di Yogyakarta. Ketika redaksi INTERNOS menghubungi saya untuk menjadi salah satu kontributor tulisan edisi khusus tentang Orang Muda, saya merasa sangat senang. Rasa senang tersebut hadir bukan karena saya merasa mempunyai banyak pengalaman bersama-sama dengan orang muda, namun karena dari pengalaman-pengalaman tersebut saya belajar dan tumbuh sebagai manusia dewasa. Oleh karenanya, tulisan sederhana ini hanyalah sekadar sharing atas refleksi pribadi saya yang pernah menjadi orang muda, berjumpa dengan para Jesuit, dan sekarang menemani orang-orang muda serta bekerja sama dengan para Jesuit dalam tugas saya sehari-hari di perguruan tinggi. Menjadi Orang Muda, Menjumpai Allah yang Berkarya Lewat Pengalaman Hidup Jika ditanya perasaan dominan saya mengemban tugas perutusan melayani orang muda bersama para Jesuit, tentu jawabannya adalah perasaan bersemangat. Sebelum bekerja di USD, saya pernah menjadi orang muda yang didampingi oleh seorang Jesuit dan pengalaman tersebut sangat mengesankan. Sekira 25 tahun yang lalu, saat saya menjadi mahasiswa di sebuah universitas negeri, saya bertemu dengan seorang pastor Jesuit yang caranya memandang dunia dan cara hidupnya banyak mempengaruhi hidup saya. Dari beliaulah, di kemudian hari saya mengenal yang disebut sebagai cara bertindak seorang Jesuit. Saya menjadi orang muda di tengah situasi perubahan besar dalam kehidupan bangsa ini: krisis ekonomi, krisis sosial, dan krisis demokrasi. Melalui mata kuliah agama Katolik saya bertemu dengan mendiang Pater Joseph Adi Wardaya, S.J. Saya disadarkan pentingnya ikut serta memperbaiki situasi dengan terlibat lebih jauh pada permasalahan sosial masyarakat dan bagaimana itu semua menjadi perwujudan iman dalam hidup sehari-hari. Saya belajar tentang Analisis Sosial, Gerakan Non-Violence, dan Teater Rakyat sebagai media konsientisasi. Saya terpukau oleh bagaimana iman sangat erat kaitannya dengan keprihatinan hidup masyarakat. Namun lebih daripada itu, saya belajar darinya tentang memelihara iman, menemukan Allah melalui pengalaman dalam hidup sehari-hari, dan refleksi sebagai unsur penting dalam setiap aksi. Sampai akhir hidupnya, Romo Adi, begitu saya biasa memanggilnya, tidak pernah mengatakan – setidaknya secara langsung kepada saya – bahwa cara bertindaknya didasari oleh spiritualitas tertentu. Cara hidupnyalah yang menuntun saya pada akhirnya untuk mencari dan menemukan sendiri dari mana semua itu berasal. Di akhir masa muda saya, saya menemukan bahwa yang menggerakkan semua itu adalah apa yang disebut sebagai Spiritualitas Ignasian. Di masa muda, saya bersyukur karena mengalami perjumpaan dan didampingi oleh seorang Pastor Jesuit sehingga saya bisa menemukan bahwa menjadi (orang) muda adalah sebuah rahmat dari Allah, rahmat untuk terlibat memperbarui situasi hidup bermasyarakat yang juga pada akhirnya membuat dunia selalu menjadi muda. Rahmat Keterbukaan: Keberanian untuk Melangkah Lebih Jauh dan Melompat Lebih Tinggi Bekerja di Universitas Sanata Dharma memungkinkan saya untuk lebih terlibat dan bekerja sama dengan para Jesuit dan orang-orang muda. Kebetulan sebelum di Biro Humas, selama 10 tahun saya bertugas di Campus Ministry dan Asrama Sanata Dharma Student Residence. Jika ditanya suka duka menjadi pendamping orang muda, tentu lebih banyak sukanya, lebih banyak kegembiraan, dan sukacitanya. Di Campus Ministry saya bertemu dengan berbagai komunitas mahasiswa berbasis agama. Pernah dalam sebuah kesempatan camping yang kami laksanakan di bulan Ramadhan, saya sangat tersentuh dengan inisiatif beberapa teman muda Katolik yang ikut menyiapkan menu sahur bagi teman-teman muslim yang sedang berpuasa. Demikian juga ketika persiapan Tri Hari Suci di Kapel Bellarminus, teman-teman lintas iman banyak terlibat. Saya ingat sekali, dalam Tablo Jumat Agung di tahun 2018, banyak teman muda dari berbagai agama ikut menjadi pemeran dan tim produksi. Saya juga belajar banyak dari teman-teman di Asrama Sanata Dharma yang dengan segala kesulitannya beradaptasi di tengah situasi pandemi. Selama dua tahun, asrama kami yang diisi hampir dua ratusan mahasiswa yang berasal dari Papua, Nias, Kalimantan, dan NTT bertahan dan mendisiplinkan diri. Beberapa dari mereka harus menjalani isolasi karena terkena covid, yang lainnya harus menjaga mobilitas, menjaga jarak, menjaga kesehatan, dan terus menjalani kuliah secara online di tengah segala keterbatasannya. Saya sangat memahami bahwa sebagai orang muda mereka mempunyai mobilitas tinggi dan hasrat yang besar untuk mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Namun, hal-hal tersebut di atas tidak mengurangi kehendak mereka untuk bisa mendisiplinkan diri selama kurang lebih dua tahun dengan tidak keluar sembarangan dari lingkungan asrama, beradaptasi dengan perkuliahan online, dan saling membantu sebagai sesama anak perantauan. Apa yang saya pelajari dari pengalaman ini? Saya merasa bahwa orang-orang muda mempunyai kemampuan yang luar biasa di dunia yang terus bergerak dan berubah dengan cepat. Melalui orang muda saya banyak belajar tentang keberanian dan keterbukaan terhadap dunia yang terus berubah. Mereka berani melangkah lebih jauh dan melompat lebih tinggi. Tantangan terbesar orang muda? Tidak dipahami dan dipercaya oleh orang tua. Menemani Orang Muda di Zaman Ini untuk Sebuah Pengharapan di Masa Depan Orang-orang muda di zaman ini adalah mereka yang lahir ketika dunia bergerak sangat cepat berkat teknologi informasi. Mereka banyak disebut oleh para ahli sebagai generasi Z, sebuah generasi yang memiliki karakteristik sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, termasuk generasi saya. Mereka di satu sisi memang sangat terbuka dan toleran dengan perbedaan budaya. Gen Z juga adalah penduduk asli era digital yang tumbuh dengan teknologi, internet, dan sosial media sehingga sering distigma sebagai generasi pecandu teknologi dan cenderung anti sosial. Akrab dengan teknologi dan internet, membuat mereka kaya akan informasi. Namun, ketergantungan terhadap teknologi membentuk karakter yang konon cenderung keras kepala, menyukai sesuatu yang instan, terkesan terburu-buru, dan senang mengumbar hal-hal privat di ranah publik. Sebagai orang yang yang tidak lagi ‘tergolong muda,’ tentu saya harus menerima teman-teman muda ini dengan segala keunggulan dan kelemahannya. Kerendahan hati saya untuk mendengarkan aspirasi mereka dan memahami dunia serta pilihan-pilihan mereka sangatlah dibutuhkan. Orang muda perlu dipercaya. Bahwa dengan segala potensinya mereka bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa (lagi) dilakukan oleh orang-orang tua. Kekuatan utama orang muda adalah kemampuan mereka untuk mengeksplorasi banyak hal. Mereka tidak takut salah, berani terus mencoba dan berusaha. Mereka perlu percaya pada diri, percaya pada kemampuan dirinya, dan terbuka terhadap situasi dunia, serta terhadap rahmat-rahmat Allah yang bekerja dengan caranya sendiri. Sebagai orang yang tidak lagi muda, saya merasa tugas saya adalah menjadi teman seperjalanan mereka. Menemani mereka dalam proses pertumbuhan manusiawi sebagai manusia dewasa agar pada saatnya nanti para pemilik masa

Penjelajahan dengan Orang Muda

Mendampingi Orang Muda Membangun Harapan melalui Pendidikan Tinggi Vokasi untuk Negeri

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia saat ini tidak bisa lepas dari peran dunia pendidikan vokasi. Politeknik Industri ATMI, atau ATMI Cikarang, merupakan lembaga pendidikan tinggi vokasi milik Jesuit yang berfokus pada bidang keteknikan terutama di industri manufaktur. Berbekal pengalaman lebih dari puluhan tahun yang dimiliki Politeknik ATMI Surakarta (ATMI Solo) dan peran para alumninya yang tersebar di berbagai bidang industri, ATMI Cikarang didirikan di kawasan industri Jababeka-Cikarang dua dekade silam. Keberadaannya di kawasan industri ini diharapkan semakin memberikan kesempatan bagi orang muda yang ingin mengembangkan kemampuan dan karirnya di bidang teknologi manufaktur serta mendekatkan diri dengan dunia industri yang kelak akan menjadi tempat bagi para lulusan ATMI berkarya. Memulai karya sebagai seorang instruktur di ATMI Cikarang setelah lulus dari Program D3 Teknik Mekatronika ATMI Solo pada tahun 2011, saya merasa terpanggil bersama para Jesuit dalam proses pendampingan orang muda melalui dunia pendidikan vokasi. Perjalanan karir hingga saat ini menjadi seorang dosen muda memberikan banyak cerita dan pengalaman berharga bagi saya. Tahun pertama berkarya di ATMI Cikarang, saya langsung mendapatkan tantangan dan pengalaman baru dalam mendampingi orang muda yang notabene usianya tidak jauh berbeda dengan saya. Bahkan saat itu, ada salah satu mahasiswa yang ternyata adalah teman seangkatan saya sewaktu di sekolah dasar. Saya pun mencoba memposisikan diri bukan sebagai seorang pengajar, namun lebih seperti kakak kelas yang menjadi mentor dan mendampingi mereka dalam melaksanakan aktivitas perkuliahan. Tahun demi tahun berlalu, saya bersyukur masih dapat mendampingi orang muda di ATMI Cikarang. Melalui refleksi dan evaluasi, saya pun merasakan rahmat dan karunia dari Tuhan melalui proses pendampingan orang-orang muda ini. Semangat jiwa muda yang berani untuk mengembangkan diri dan mencoba tantangan-tantangan baru menjadi salah satu terang dan rahmat yang saya terima dari Tuhan. Puji syukur, pada tahun 2014 saya boleh mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi jenjang S1 Teknik Elektro di Universitas Trisakti – Jakarta dengan beasiswa dari ATMI Cikarang sambil tetap menjadi seorang instruktur. Suka duka bekerja sambil berkuliah tentu menjadi rahmat dan pengalaman tersendiri. Sebagai orang muda, semangat willingness to do and to be more (untuk mau bekerja keras, berbuat lebih, dan berusaha terus belajar) menjadi salah satu pengalaman yang bisa dibagikan dalam proses pendampingan mahasiswa saat itu. Rahmat dan terang dari Tuhan dalam usaha mendampingi orang-orang muda pun kembali saya dapatkan. Tahun 2019 ATMI memberikan saya kesempatan studi jenjang S2 pada bidang Mechatronics and Cyber-Physical System di Technische Hochschule Deggendorf dengan beasiswa dari Jesuit Missionsprokur Jerman. Pengalaman tersebut juga semakin menguatkan dan membuka wawasan saya tentang pentingnya menyiapkan pendidikan yang baik dan berkualitas unggul terutama pada dunia pendidikan vokasi. Jerman-Swiss-Austria adalah contoh beberapa negara maju di Eropa yang memiliki sistem pendidikan vokasi yang kuat yang dikenal dengan model Dual System. Pendidikan vokasi model Dual System, Link & Match dengan dunia industri, menjadi motor bagi perkembangan industri di negara tersebut. ATMI sejak berdiri tahun 1968 hingga saat ini masih mengadopsi model Dual System yang kemudian diterjemahkan menjadi model pendidikan dan pelatihan berbasis produksi atau dikenal dengan Production Based Education and Training (PBET). Model PBET inilah yang sampai saat ini masih menjadikan lulusan-lulusan ATMI siap terjun dan berkarya di dunia kerja dan dunia industri. Selain model pendidikan Dual System, perkembangan teknologi industri di Jerman menjadi salah referensi dan bekal bagi saya dalam mengembangkan karya pendidikan di ATMI Cikarang. Berbagi pengalaman studi, hidup, budaya, dan dinamika bersama orang muda dan masyarakat lintas negara selama dua tahun di Jerman itu, menjadi salah satu usaha yang dapat saya lakukan setelah saya kembali mendampingi para mahasiswa. Saya mengenalkan budaya pendidikan vokasi dan budaya industri di negara maju serta menularkan kebiasaan baik yang ada di sana dalam mendidik orang muda di Indonesia. Tidak dapat dimungkiri bahwa perkembangan teknologi digital di dunia kerja dan dunia industri yang semakin maju, ditambah efek pandemi yang terjadi beberapa tahun yang lalu, tentu menjadi tantangan besar yang akan dihadapi orang muda saat ini. Adanya berbagai kemudahan yang disediakan di dunia digital serta berbagai macam- macam hiburan yang ditawarkan di media sosial memiliki pengaruh yang besar pula pada perkembangan orang muda. Perkembangan teknologi juga memberikan dampak bagi penyediaan lapangan kerja bagi orang-orang muda. Melihat kondisi tersebut, saya sebagai seorang dosen pun merasa harus terus beradaptasi dan mengembangkan diri dalam rangka mendampingi orang-orang muda. Menurut saya, pendidikan yang baik masih menjadi kunci untuk membawa pribadi-pribadi menjadi lebih baik lagi. Sistem pendidikan vokasi mengajarkan orang muda untuk lebih memiliki kemampuan pada suatu bidang keahlian tertentu. Dari sisi pendidikan vokasi model ATMI, standar industri yang ada saat ini masih tetap perlu diberikan supaya mahasiswa semakin siap untuk nantinya berkarya di dunia kerja dan dunia industri. Ditambah lagi, penekanan pada pendidikan karakter sebagai standar pendidikan sekolah-sekolah Jesuit yang berlandaskan pada nilai-nilai Ignatian, 4C (Competence, Conscience, Compassion, Commitment) dan Universal Apostolic Preferences (UAP) juga harus terus dikuatkan dalam setiap proses pendampingan para mahasiswa. Model pendidikan seperti ini diharapkan dapat membentuk orang-orang muda pembaharu dunia yang berstandar industri dan berkarakter unggul. Penghayatan semangat Magis untuk mau belajar, berkreasi, dan berinovasi, serta kemauan untuk selalu menjadi lebih baik perlu terus ditularkan kepada para peserta didik di setiap unit karya pendidikan milik Jesuit. Besar harapannya penghayatan ini akan membantu semakin banyak orang muda yang dapat menemukan potensi-potensi terbaik dari dirinya, membangun harapan baru, dan memberikan manfaat bagi perkembangan dirinya, keluarganya, bangsa, dan negaranya serta ikut berperan menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya di masa yang akan datang demi kemuliaan Allah yang lebih besar. AMDG Kontributor: F.O. Sanctos P. Tukan -Dosen ATMI Cikarang