Pilgrims of Christ’s Mission

politeknik atmi

Penjelajahan dengan Orang Muda

Mendampingi Orang Muda Membangun Harapan melalui Pendidikan Tinggi Vokasi untuk Negeri

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia saat ini tidak bisa lepas dari peran dunia pendidikan vokasi. Politeknik Industri ATMI, atau ATMI Cikarang, merupakan lembaga pendidikan tinggi vokasi milik Jesuit yang berfokus pada bidang keteknikan terutama di industri manufaktur. Berbekal pengalaman lebih dari puluhan tahun yang dimiliki Politeknik ATMI Surakarta (ATMI Solo) dan peran para alumninya yang tersebar di berbagai bidang industri, ATMI Cikarang didirikan di kawasan industri Jababeka-Cikarang dua dekade silam. Keberadaannya di kawasan industri ini diharapkan semakin memberikan kesempatan bagi orang muda yang ingin mengembangkan kemampuan dan karirnya di bidang teknologi manufaktur serta mendekatkan diri dengan dunia industri yang kelak akan menjadi tempat bagi para lulusan ATMI berkarya. Memulai karya sebagai seorang instruktur di ATMI Cikarang setelah lulus dari Program D3 Teknik Mekatronika ATMI Solo pada tahun 2011, saya merasa terpanggil bersama para Jesuit dalam proses pendampingan orang muda melalui dunia pendidikan vokasi. Perjalanan karir hingga saat ini menjadi seorang dosen muda memberikan banyak cerita dan pengalaman berharga bagi saya. Tahun pertama berkarya di ATMI Cikarang, saya langsung mendapatkan tantangan dan pengalaman baru dalam mendampingi orang muda yang notabene usianya tidak jauh berbeda dengan saya. Bahkan saat itu, ada salah satu mahasiswa yang ternyata adalah teman seangkatan saya sewaktu di sekolah dasar. Saya pun mencoba memposisikan diri bukan sebagai seorang pengajar, namun lebih seperti kakak kelas yang menjadi mentor dan mendampingi mereka dalam melaksanakan aktivitas perkuliahan. Tahun demi tahun berlalu, saya bersyukur masih dapat mendampingi orang muda di ATMI Cikarang. Melalui refleksi dan evaluasi, saya pun merasakan rahmat dan karunia dari Tuhan melalui proses pendampingan orang-orang muda ini. Semangat jiwa muda yang berani untuk mengembangkan diri dan mencoba tantangan-tantangan baru menjadi salah satu terang dan rahmat yang saya terima dari Tuhan. Puji syukur, pada tahun 2014 saya boleh mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi jenjang S1 Teknik Elektro di Universitas Trisakti – Jakarta dengan beasiswa dari ATMI Cikarang sambil tetap menjadi seorang instruktur. Suka duka bekerja sambil berkuliah tentu menjadi rahmat dan pengalaman tersendiri. Sebagai orang muda, semangat willingness to do and to be more (untuk mau bekerja keras, berbuat lebih, dan berusaha terus belajar) menjadi salah satu pengalaman yang bisa dibagikan dalam proses pendampingan mahasiswa saat itu. Rahmat dan terang dari Tuhan dalam usaha mendampingi orang-orang muda pun kembali saya dapatkan. Tahun 2019 ATMI memberikan saya kesempatan studi jenjang S2 pada bidang Mechatronics and Cyber-Physical System di Technische Hochschule Deggendorf dengan beasiswa dari Jesuit Missionsprokur Jerman. Pengalaman tersebut juga semakin menguatkan dan membuka wawasan saya tentang pentingnya menyiapkan pendidikan yang baik dan berkualitas unggul terutama pada dunia pendidikan vokasi. Jerman-Swiss-Austria adalah contoh beberapa negara maju di Eropa yang memiliki sistem pendidikan vokasi yang kuat yang dikenal dengan model Dual System. Pendidikan vokasi model Dual System, Link & Match dengan dunia industri, menjadi motor bagi perkembangan industri di negara tersebut. ATMI sejak berdiri tahun 1968 hingga saat ini masih mengadopsi model Dual System yang kemudian diterjemahkan menjadi model pendidikan dan pelatihan berbasis produksi atau dikenal dengan Production Based Education and Training (PBET). Model PBET inilah yang sampai saat ini masih menjadikan lulusan-lulusan ATMI siap terjun dan berkarya di dunia kerja dan dunia industri. Selain model pendidikan Dual System, perkembangan teknologi industri di Jerman menjadi salah referensi dan bekal bagi saya dalam mengembangkan karya pendidikan di ATMI Cikarang. Berbagi pengalaman studi, hidup, budaya, dan dinamika bersama orang muda dan masyarakat lintas negara selama dua tahun di Jerman itu, menjadi salah satu usaha yang dapat saya lakukan setelah saya kembali mendampingi para mahasiswa. Saya mengenalkan budaya pendidikan vokasi dan budaya industri di negara maju serta menularkan kebiasaan baik yang ada di sana dalam mendidik orang muda di Indonesia. Tidak dapat dimungkiri bahwa perkembangan teknologi digital di dunia kerja dan dunia industri yang semakin maju, ditambah efek pandemi yang terjadi beberapa tahun yang lalu, tentu menjadi tantangan besar yang akan dihadapi orang muda saat ini. Adanya berbagai kemudahan yang disediakan di dunia digital serta berbagai macam- macam hiburan yang ditawarkan di media sosial memiliki pengaruh yang besar pula pada perkembangan orang muda. Perkembangan teknologi juga memberikan dampak bagi penyediaan lapangan kerja bagi orang-orang muda. Melihat kondisi tersebut, saya sebagai seorang dosen pun merasa harus terus beradaptasi dan mengembangkan diri dalam rangka mendampingi orang-orang muda. Menurut saya, pendidikan yang baik masih menjadi kunci untuk membawa pribadi-pribadi menjadi lebih baik lagi. Sistem pendidikan vokasi mengajarkan orang muda untuk lebih memiliki kemampuan pada suatu bidang keahlian tertentu. Dari sisi pendidikan vokasi model ATMI, standar industri yang ada saat ini masih tetap perlu diberikan supaya mahasiswa semakin siap untuk nantinya berkarya di dunia kerja dan dunia industri. Ditambah lagi, penekanan pada pendidikan karakter sebagai standar pendidikan sekolah-sekolah Jesuit yang berlandaskan pada nilai-nilai Ignatian, 4C (Competence, Conscience, Compassion, Commitment) dan Universal Apostolic Preferences (UAP) juga harus terus dikuatkan dalam setiap proses pendampingan para mahasiswa. Model pendidikan seperti ini diharapkan dapat membentuk orang-orang muda pembaharu dunia yang berstandar industri dan berkarakter unggul. Penghayatan semangat Magis untuk mau belajar, berkreasi, dan berinovasi, serta kemauan untuk selalu menjadi lebih baik perlu terus ditularkan kepada para peserta didik di setiap unit karya pendidikan milik Jesuit. Besar harapannya penghayatan ini akan membantu semakin banyak orang muda yang dapat menemukan potensi-potensi terbaik dari dirinya, membangun harapan baru, dan memberikan manfaat bagi perkembangan dirinya, keluarganya, bangsa, dan negaranya serta ikut berperan menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya di masa yang akan datang demi kemuliaan Allah yang lebih besar. AMDG Kontributor: F.O. Sanctos P. Tukan -Dosen ATMI Cikarang

mahasiswa atmi menjelaskan kebiasaan-kebiasaan dalam kolese
Karya Pendidikan

KONSEP “TEGAS NAMUN HUMANIS” DALAM PPS 52 POLITEKNIK ATMI SURAKARTA

Pada 3 s.d. 10 Agustus 2019 di kampus ATMI diselenggarakan Pengenalan Program Studi (PPS) bagi mahasiswa baru (maba) angkatan 52 sejumlah 233 orang. Kemudian pada 12 Agustus diadakan misa pembukaan tahun perkuliahan 2019/2020 sekaligus kuliah perdana. Berbeda sedikit dari tahun sebelumnya, PPS kali ini mengusung agenda memperkenalkan konsep tegas namun humanis. Konsep pembelajaran yang mulai diperkenalkan sejak PPS ini akan terus diintegrasikan menjadi model pembelajaran selama kuliah bengkel dan teori. Dengan upaya panitia PPS sengaja menggarisbawahi konsep ini, bukan berarti pada tahun-tahun sebelumnya belum ada sama sekali metode pembelajaran ini. Metode itu sudah ada, namun belum diterapkan secara menyeluruh di setiap lini section/bengkel yang ada di ATMI. Konsep ini mulai dipikirkan berawal dari temuan-temuan problem yang dihadapi mahasiswa selama proses perkuliahan. Dari proses pendampingan beberapa mahasiswa tersebut, tim konseling kemahasiswaan menemukan beberapa hal yang menyebabkan mereka sulit mengikuti dinamika perkuliahan yang berat dan ketat. Belum lagi, mereka punya konsep sendiri tentang instruktur atau dosen idaman sehingga mudah menimbulkan gesekan akibat ketidakcocokkan. Tentu saja bila sudah ada gesekan maka dinamika kuliah dirasa semakin berat lagi. Maka, tim konseling mulai memetakan akar penyebabnya. Ternyata hal itu berkaitan dengan terjeratnya anak muda untuk cenderung mengambil apa saja yang serba baru dari teknologi, padahal kebaruan teknologi ini akan diiringi dengan kecepatan informasi yang cenderung mudah berubah-ubah. Teknologi baru itu semakin memanjakan sedangkan informasinya berdampak pada tersedot dan mudah teralihkannya perhatian manusia. Tidak hanya anak muda yang terpengaruh, para orang tua pun menjadi cenderung mengikuti tren ini. Rupa-rupanya tenaga pengajar pun tidak luput dari tren yang berkembang ini. Hadirnya teknologi yang disikapi dengan tidak bijak, pelan-pelan mengikis kebiasaan fokus dan kerja keras. Akhirnya ketika proses perkuliahan mewajibkan mahasiswa mengasah skill dengan tekun, disiplin, dan setia, mahasiswa menjadi tidak siap, orang tua pun terkaget-kaget sebab mereka tidak kenal dengan mendalam bagaimana proses ATMI mendidik dan menyiapkan para mahasiswanya. Jelas, jika tidak segera disikapi akan menyulitkan ATMI dalam menjaga komitmen metode pembelajarannya. Maka, lahirlah konsep tegas namun humanis. Tentu sebelum dipraktikkan, konsep ini dijelaskan dan disosialisasikan pada jajaran dosen struktural dan dosen muda pendamping PPS. Tim kemahasiswaan sengaja membuka kesempatan duduk bersama untuk mematangkan konsep ini. Konsep ini tetap sejalan dengan spirit 4C (Compassion, Conscience, Competence, Commitment) namun dibahasakan kembali dengan cara lugas, yaitu tegas dan humanis. Ketegasan akan membentuk karakter disiplin, namun sisi humanisme yang menghargai martabat manusia tetap tidak ditinggalkan. Praktiknya, kedisiplinan itu tidak hanya menegur dengan keras namun yang terpenting tegas. Tegas artinya yang menegur juga perlu meneladani dengan tindakan yang benar. Tegas juga diartikan keputusan yang dibuat tidak semena-mena, sesuai dengan peraturan yang ditetapkan serta melibatkan hati nurani. Untuk itu, dalam belajar-mengajar, kita harus berani “dekat” dengan mahasiswa supaya kita mengetahui siapa dan bagaimana mereka. Akhirnya, kita mempunyai opini yang jelas tentang mahasiswa tersebut. Dengan demikian, sebagai pengajar, kita menjadi pribadi yang mempunyai rasa memiliki anak didik kita. Kita terbuka namun tetap punya arah yang jelas. Karena anak muda sekarang cukup kritis, maka ketika kita menegur karena mereka keliru, kita harus sampai menjelaskan dan akhirnya sadar mengapa keliru. Dengan demikian untuk selanjutnya ia tahu bagaimana harus memilih yang baik. Cara pembelajaran ini tidak mudah karena seringkali sudah terbentuk “jarak” antara pengajar dan yang diajar. Tentu inisiatif mendekati, pertama-tama harus datang dari tenaga pengajar agar kecanggungan menjadi cair. Dengan demikian tidak ada sekat tinggi antara pengajar dan yang diajar. Selain itu, dalam PPS tersebut, panitia menekankan pentingnya rasa memiliki angkatan. Seluruh anggota angkatan menjadi milik dan tanggung jawab bersama. Ini menjadi cara membumikan pendidikan karakter 4C sekaligus menjadi sarana bantu konsep tegas namun humanis berjalan. Rasa memiliki angkatan akan berimbas pada rasa memiliki ATMI. Maka mereka akan menjadi pioneer yang mampu memelihara angkatan, mengajak angkatan, dan menjadi rekan diskusi dosen demi kemajuan dan konsistensi ATMI. Praktisnya, dipilihlah beberapa anak yang siap dan mau terlibat mengkoordinasikan angkatannya. Mereka akan mengawali dan membuka jalan teman-teman yang lain untuk memperhatikan temannya yang kurang mampu beradaptasi dengan budaya ATMI. Mereka juga menjadi teman tenaga pengajar dan tim konseling dalam berbagi diskusi mengenai dinamika pembelajaran di ATMI. Masih dalam rangka menumbuhkan rasa memiliki, panitia PPS mengawali terbentuknya jaringan relasi melalui tugas kelompok, pembentukan grup angkatan melalui media social, dan pendampingan angelus dari panitia ke maba. Angelus akan menjadi teman sharing saat dinamika kelompok, memberi penjelasan tugas, dan mengajari berbagai metode pembelajaran di bengkel seperti pengukuran. Namun saat tugas tidak dikerjakan dengan tuntas, maka dengan tegas panitia memberi sanksi berupa jam kompensasi yang senilai dengan jenis kerja sosial tertentu dan mahasiswa tetap diwajibkan menyelesaikan tugasnya itu. Akhirnya, semoga dengan berani mengawali dan menegaskan konsep ini, kita menjadi tahu bahwa di satu sisi tetap berpikiran positif bahwa teknologi menjadi sarana bantu melatih kemampuan manusia menuju pada kesempurnaan. Namun di sisi lain juga perlu hati-hati bahwa bisa jadi teknologi akan membentuk relasi manusia hanya seperti jaringan kabel-kabel bahkan mungkin maya. Alih-alih selalu memikirkan bagaimana memperbaharui teknologi, nampaknya filosofi 4C harus menjadi prinsip “hanya satu saja yang perlu” sehingga dikedepankan dan dikuatkan dulu. Semoga konsep tegas namun humanis mampu menjawab fenomena yang berkembang ini. V. Doni Erlangga, SJ

Karya Pendidikan

BERBAGI ITU TIDAK RUGI

Pada 26 April s.d. 2 Mei 2019 lalu, Politeknik ATMI Surakarta menjadi tempat rujukan bagi 17 Sekolah Madrasah Aliyah Kejuruan maupun Madrasah Aliyah plus keterampilan se-Indonesia untuk melaksanakan bimbingan teknis pengelolaan madrasah vokasi/keterampilan.