Pilgrims of Christ’s Mission

jesuit indonesia

Pelayanan Masyarakat

Membawa Kabar Suka Cita di Panggung Literasi

Partisipasi PT Kanisius di Frankfurt Book Fair Perbincangan kecil bersama Pater Stefan Kieschle, S.J., saat sarapan di refter Ignatiushaus, Frankfurt am Main, Elsheimer Straße 9, mengawali dinamika PT Kanisius di Frankfurt Book Fair pada Oktober lalu. Dalam perbincangan itu, Pater Kieschle, S.J., delegatus Spiritualitas Ignatian dan pemimpin redaksi majalah budaya “Stimmen der Zeit,” menceritakan tantangan sekularisme di Gereja Eropa. Saat ini hampir tidak ada lagi kaum muda yang berminat datang ke Gereja. Ekaristi mingguan hanya dihadiri oleh segelintir generasi senior saja. Menanggapi situasi ini, Pater Kieschle, S.J. yang sebelumnya pernah menjabat Provinsial Provinsi Jerman, memilih tetap konsisten memberikan kesaksian perwujudan iman di tengah arus sekularisme. “Yang penting adalah terus melakukan kebaikan Injili,” itulah pilihan tindakan yang diambil bersama oleh komunitas Jesuit di Ignatiushaus. Kalimat ini selanjutnya kami temukan maknanya secara lebih nyata dalam tugas kami sebagai exhibitor di Frankfurt Book Fair 2024.   PT Kanisius hadir ketujuh kalinya di ajang perbukuan internasional tertua di dunia ini sejak Indonesia terpilih menjadi Guest of Honour (GoH) pada 2015. Sejak saat itu, PT Kanisius dikenal sebagai “Penerbit Katolik Indonesia” yang aktif karena setiap tahun hadir berpartisipasi sebagai co-exhibitor pemerintah Indonesia. Momen 2015 menjadi awal keterlibatan PT Kanisius, satu-satunya penerbit Katolik sekaligus satu-satunya yang berasal dari daerah, sebagai rekan kerja Pemerintah Indonesia di forum Frankfurt Book Fair.   Bersyukur bahwa pada tahun 2015 PT Kanisius lolos kurasi sebagai co-exhibitor dalam menampilkan potret budaya literasi Indonesia. Seperti dikatakan Presiden Frankfurt Book Fair, Juergen Boos, perhelatan ini merupakan kesempatan untuk memperkenalkan kekayaan dan keragaman budaya dari berbagai wilayah di belahan dunia yang berbeda. Forum ini menjadi ajang ekspresi untuk memperkenalkan identitas budaya suatu bangsa. Buku dengan beragam konten yang baik, merupakan salah satu unsur penting pembentuk budaya dan peradaban. Kanisius yang telah bergumul sebagai pelaku perbukuan lebih dari satu abad, memang seharusnya memberikan kontribusi yang tampak dalam performa bangsa Indonesia di ajang perbukuan internasional ini. Di era disruptif seperti saat ini, industri buku terasa lesu. Situasi ini sempat membuat kami ragu, akankah terus menyediakan diri berkontribusi menghadirkan wajah Indonesia dengan literatur kekatolikan yang kami hasilkan di forum internasional Frankfurt Book Fair? Tahun ini, entah bagaimana, Indonesia tampak sedang enggan untuk konsisten menghadirkan diri sebagai negara berbudaya literasi. Beberapa teman sesama pelaku perbukuan di Jakarta memperbincangkan kecenderungan pemerintah untuk lebih memperhatikan bidang-bidang usaha kreatif yang lebih cepat memberikan income dan peluang investasi, seperti kuliner atau kerajinan. Buku dengan segala kegiatan literasinya, sekalipun disadari memiliki kekuatan intelektualitas penopang budaya, memang harus diakui lambat memberikan keuntungan ekonomis. Fenomena ini menempatkan para pelaku perbukuan di persimpangan jalan, berada dalam tegangan antara peran idealis dan tuntutan ekonomis yang tak mudah dipertemukan.     Dalam sebuah perjumpaan sebelum keberangkatan ke Frankfurt, Pater Leo Agung Sardi, S.J. sempat menyatakan, “Tindakan baik itu meskipun terus dilakukan, tidak tampak menghasilkan banyak. Tapi jika tidak dilakukan, akan terasa banyak kurangnya.” Ungkapan itu dikemukakan menanggapi kegalauan tim manajemen PT Kanisius menghadapi tantangan sedemikian cepatnya perubahan hingga berdampak pada kecenderungan serba instan. Ungkapan Pater Leo Agung Sardi, S.J. itu sejalan dengan Pater Stefan Kieschle, S.J. di awal tulisan ini, yaitu mengajak untuk tetap konsisten memberikan kesaksian iman di tengah arus zaman. Perjalanan mengikuti Frankfurt Book Fair 2024 kali ini terasa berbeda. Bukan karena besarnya prospek ekonomi dari bisnis buku yang kami lihat, melainkan karena kedalaman makna kehadiran kami, PT Kanisius dengan kekhasan Katoliknya di tengah percaturan literasi dunia. Perbincangan kecil dengan Pater Kieschle SJ di awal kedatangan di Frankfurt, serta ungkapan Romo Leo Agung Sardi, S.J. sebelum keberangkatan ke Frankfurt, terasa seperti percakapan rohani yang membekali kami untuk menyelami Frankfurt Book Fair kali ini bukan semata-mata sebagai perjalanan dinas, namun juga perjalanan rohani yang menegaskan perutusan kami.   Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tahun 2024, Pemerintah Indonesia tidak lagi menyediakan sponsor bagi pelaku perbukuan untuk menghadirkan eksistensi literasi Indonesia di Frankfurt Book Fair. Namun secara tak terduga, hadir “teman-teman seperjalanan,” sesama pejuang di medan frontier dunia perbukuan, yang rela bahu-membahu berbagi beban untuk dapat tetap hadir bersama di percaturan buku internasional ini. Kami yakin, kehadiran kami tetap diperlukan untuk menghidupi semangat literasi di Indonesia. Jika pada masa pra-awal kemerdekaan, Kanisius mengambil bagian dalam perjuangan eksistensi bangsa Indonesia melalui pencetakan majalah pergerakan dan ORI (Oeang Repoeblik Indonesia), maka saat ini PT Kanisius tetap ambil bagian dalam eksistensi bangsa Indonesia di kancah budaya literasi dunia. Kehadiran di Frankfurt Book Fair menjadi bentuk perwujudan iman dalam perutusan PT Kanisius yang khas, membawa kabar sukacita di panggung literasi, menyuarakan kemendalaman di antara tebaran isu-isu ekonomi, politik, dan gaya hidup.   Bagi PT Kanisius, persimpangan jalan di bisnis perbukuan menjadi momen diskresi mendengarkan suara Tuhan tentang arah yang harus dituju, dalam semangat Kesetiaan Kreatif. Seiring laju zaman, PT Kanisius menghadapi tantangan untuk tetap setia pada jati dirinya, kreatif membuat terobosan yang relevan, dan mempersembahkan karyanya sebagai buah perutusan.   Kontributor: Mg Sulistyorini dan Peter Satriyo Sinubyo – PT Kanisius

Karya Pendidikan

Menjemput Kebajikan ke Benua Hijau

Suhu di bawah 20 derajat Celcius dengan cuaca yang berangin di Saint Ignatius’ College, Riverview, Sydney, Australia tidak mengurangi kehangatan yang kami rasakan melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh Jesuit Conference of Asia Pacific Education pada 8-11 Oktober 2024 lalu. Pelatihan tersebut bertujuan tidak hanya agar setiap peserta yang datang dari berbagai negara Asia Pasifik mendapatkan pemahaman terkait dengan Ignatian Leadership namun juga agar setiap peserta dapat membagikan pengalamannya di sekolah masing-masing sehingga hubungan persaudaraan menjadi terjalin. Pelatihan ini mengundang peserta yang merupakan guru maupun karyawan sekolah Jesuit dari berbagai negara Asia Pasifik, seperti; Australia sebagai tuan rumah, Timor Leste, Cina, Filipina, Malaysia, Jepang, Micronesia, dan Kamboja. Ada tiga topik yang didalami dalam pertemuan ini, yaitu; Authentic and Trust dengan fasilitator Jennie Hickey dari Australia, Communal Discernment bersama Pater Non dan tim (Jepang), dan Collaboration bersama Pater Jboy dari Filipina.   Pribadi Otentik yang Siap menjadi Bagian dari Komunitas yang Saling Percaya Sebagai pemimpin dalam suatu komunitas, terkadang komunitas tersebut memandang kita sebatas sebagai pemimpin saja, tidak lebih sebagai diri sendiri. Namun, kita kembali diteguhkan bahwa hal tersebut dimulai dari dalam diri yang juga mengenal diri sendiri dengan baik karena bagaimana kita bisa mengharapkan orang lain mengenal kita apabila kita sendiri belum mengetahui siapa diri kita sendiri. Examen conscientiae adalah salah satu cara yang dapat dilakukan secara individu untuk mengenali diri sendiri; apa yang dialami dan dirasakan; apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan. Tentunya, examen conscientiae dimulai dengan mengucap syukur kepada Tuhan sebagai wujud nyata bahwa kita mempercayai kehadiran Tuhan dalam setiap pengalaman dan perasaan kita.   Sebagai manusia, kita memiliki berbagai macam keterbatasan. Bahkan, terkadang kita cenderung menarik diri dari Tuhan apabila ada hal yang berjalan tidak sesuai dengan keinginan kita. Namun, kita kembali diingatkan bahwa kita harus senantiasa melihat segala sesuatu menggunakan mata Tuhan agar terbebas dari ego diri sebagai manusia. Terkadang manusia menggunakan mantra ‘it is okay to be a human.’ Namun, sering kali, hal tersebut dijadikan pembenaran saat memikirkan atau melakukan suatu hal yang tidak seturut dengan Citra Allah. Namun, sebagai manusia yang serupa dengan Citra Allah, kita harus sadar sepenuhnya bahwa Tuhan senantiasa mendorong diri kita ke arah kemajuan dan peningkatan dengan memberikan tantangan berupa kondisi dan situasi yang terkadang tidak nyaman untuk kita.   Menjadi pemimpin yang otentik juga berarti siap ketika ada yang membenci dan bahkan menghakimi. Hal yang wajar terjadi di dalam suatu komunitas. Namun, yang terpenting adalah diri sendiri yang sudah mengenal dan menerima dengan segala kekurangan dan kelemahan yang dimiliki. Selanjutnya, adalah benar hal yang dipikirkan, dilakukan, atau diputuskan sebagai pemimpin selama hal tersebut bukan semata-mata untuk memuliakan diri sendiri melainkan Allah. Apabila kita sudah menjadi pribadi yang autentik, maka kita akan siap bergabung ke dalam suatu komunitas agar dapat saling merayakan pribadi yang autentik satu sama lain untuk bertumbuh dan berkembang bersama dengan rasa percaya dalam suatu komunitas. Sehingga, kita juga siap untuk selalu menggeser dari ‘saya’ sebagai seorang individu kepada ‘kita’ sebagai seorang yang merupakan bagian dari suatu komunitas.     Pribadi yang Mau Mendengarkan: Upaya Menciptakan Kolaborasi  Dalam topik Communal Discernment, kami diberikan dua kesempatan untuk mempraktekkannya dengan topik dan kelompok yang berbeda. Dari kedua dinamika yang terjadi, kami menyadari bahwa kunci dasar dari Communal Discernment adalah komunikasi yang sehat secara dua arah. Saat melakukannya pun, kita harus berfokus bukan kepada tujuan pribadi untuk memuliakan diri sendiri tetapi untuk memuliakan Allah. Fokus kita adalah kepada Tuhan yang selalu hadir baik melalui fisik maupun emosi, spiritual maupun sosial agar kita dapat menjadi Kerajaan Allah dalam rupa manusia. Kepemimpinan bukan merupakan hal yang dilakukan berdasarkan jabatan dari atas ke bawah karena pada dasarnya kita berada di tempat yang sama untuk mencapai tujuan yang sama. Maka dari itu, apapun bagian yang kita ambil dari suatu komunitas, hendaklah kita memiliki sikap rendah hati untuk senantiasa mau mendengarkan sepenuh hati agar terjalin kolaborasi yang harmonis untuk mencapai tujuan bersama.   Saya merasa sangat bersyukur. Sebagai guru muda, saya sadar bahwa peziarahan hidup saya dalam menghidupi peran ini masih panjang. Banyak hal yang masih perlu saya pelajari. Saya banyak belajar dari orang-orang hebat selama pelatihan ini. Walaupun mereka memiliki peran penting di sekolah masing-masing, tidak hanya sebagai guru namun juga sebagai direktur dari bidang tertentu dan bahkan Kepala Sekolah, namun mereka tetap bersikap rendah hati untuk terus belajar. Hal ini mengingatkan saya akan salah satu sikap Yesus yang dengan rendah hati juga senantiasa memiliki kemauan belajar dari murid-murid-Nya sendiri.   Kontributor: Theresia Rianika Septianingtyas – SMA Kolese Gonzaga

Karya Pendidikan

“Dengan Ketekunan, Kita Tumbuh Bersama”

Pada 25 Oktober 2024 lalu, sebanyak 478 orang yang terdiri dari para guru, tamu undangan, dan siswa-siswi menyaksikan momen istimewa Peresmian Gedung di Kolese Le Cocq d’Armandville. Tidak hanya peresmian gedung baru, acara ini juga digelar sebagai puncak Ajang Kreativitas Adhi Luhur (AKAL). AKAL adalah sebuah kegiatan rutin dua tahunan yang bertujuan untuk menyalurkan bakat serta kreativitas para siswa Kolese Jesuit di ujung timur Indonesia ini.   “Dengan Ketekunan, Kita Tumbuh Bersama” menjadi tema Peresmian Gedung dan acara AKAL kali ini. Tema ini mencerminkan semangat kebersamaan dan kerja keras yang menjadi fondasi kesuksesan bersama. Ketekunan ini terpancar dalam berbagai aspek acara, mulai dari penari kolosal yang giat berlatih, hingga panitia yang mempersiapkan segala hal sejak sebulan terakhir.     Tamu Istimewa AKAL kali ini dihadiri sejumlah tamu istimewa, di antaranya Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, perwakilan Perkumpulan Alumni Kolese Jesuit (PAKJ), Pejabat Daerah, Anggota MRP (Majelis Rakyat Papua), Perwakilan PSW YPPK (Pengurus Sekolah Wilayah Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik), dan Kepala Dinas Kependudukan Catatan Sipil Provinsi Papua Tengah.   Acara dibuka dengan Ekaristi yang dipimpin oleh Pater Provinsial, kemudian dilanjutkan dengan pemberkatan gedung baru. Setelah pemberkatan gedung, dilaksanakan pemotongan pita sebagai penanda peresmian gedung ini oleh Pater Provinsial, Rektor Kolese Le Cocq, Perwakilan Pemerintah Provinsi, dan juga Pak Matheus, Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua.   Ketua Panitia AKAL, Elvin Sampary Giyai, dalam sambutannya, menjelaskan makna tema “Dengan Ketekunan Kita Tumbuh Bersama.” Prosesi dilanjutkan dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Tanah Papua. Tampil pula pertunjukan spesial, mulai dari monolog dari Stifani Semboor dan instrumen solo oleh Rika Rinanti Radja serta tari kolosal.     Karya Bersama Sambutan-sambutan penting juga disampaikan oleh beberapa pihak. Dalam sambutannya, Rektor Kolese Le Cocq sekaligus Badan Pengurus YPPK, Pater Johanes Sudrijanta, S.J., menceritakan proses jatuh bangun pembangunan gedung induk yang hampir memakan waktu dua tahun lebih.   Di balik pembangunan paling megah di Nabire ini, Pater Sudri menyampaikan bahwa ada sosok penting penyumbang ide, gagasan, bahkan materi, yakni Pak Frans. Beliau merupakan seorang arsitek yang dulu pernah bersekolah di Kolese Loyola. Berkatnya, anggaran pembangunan yang diperkirakan mencapai 15 miliar bisa dipangkas menjadi 11 miliar tanpa mengurangi kualitas dan fungsinya.     Ketika diwawancarai, Pak Frans menyampaikan bahwa gedung ini dirancang dengan menerapkan ilmu fisika bangunan untuk mempertahankan kualitas dan keamanan sehingga tahan gempa. Mengingat Nabire adalah wilayah gempa yang membuat tidak ada bangunan yang lebih dari dua lantai di gerbang Cendrawasih ini. Pak Frans menambahkan, “Dinding bangunan luar ini dirancang memakai solid glass block agar mengurangi resiko, namun fungsi kaca tersebut diambil alih oleh lubang-lubang kecil sebagai ventilasi untuk tetap menjaga kualitas udara.”     Harapan Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J., Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, menyampaikan bahwa bangunan yang baru ini kiranya menjadi semangat dan gairah baru bagi keluarga besar Kolese Le Cocq sehingga mampu menghadirkan pelayanan pendidikan yang bermutu di Papua secara umum dan Papua Tengah secara khusus. Bangunan yang sedemikian megah dan kokoh ini diharapkan mampu digunakan semaksimal mungkin dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam segala bidang.   Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua Tengah, Ibu Rita Dessy Fauziah Ananda, S.T. selaku perwakilan Pj. Gubernur Papua Tengah dalam sambutannya menyampaikan bahwa peresmian Gedung Induk ini menjadi bukti keseriusan Kolese Le Cocq sebagai salah satu sekolah Katolik terbaik di Papua untuk ikut memberikan akses pendidikan yang bermutu bagi putra-putri Papua.   Bu Dessy mengapresiasi aneka usaha dan kerja keras para Jesuit dan tenaga pengajar di Kolese Le Cocq yang terus berusaha menghadirkan pendidikan yang berkualitas di kota ini. Ia menambahkan bahwa pemerintah akan selalu mendukung berbagai usaha dan niat baik para pengelola dan pelaksana sekolah ini, baik dalam bentuk dukungan moril dan materil sehingga semakin berkembang dan menghasilkan lulusan bermutu.     Tari Kolosal Acara puncak Peresmian Gedung Induk dan AKAL 2024 ditutup dengan tari kolosal. Sekitar 95 penari menyajikan enam tarian berbeda. Pertama, tarian Hati Su Tatinggal di Papua. Ini menggambarkan betapa indahnya keberagaman yang ada di Nabire dan juga ucapan syukur atas keindahan tanah leluhur mulai dari pegunungan sampai pesisir pantai. Kedua, Orsa Modao. Ini merupakan suatu lagu yang berasal dari Napan yang berarti “Hari yang Baik”. Ketiga adalah Waita, melalui prosesi bakar batu dalam tarian ini, kita menghaturkan ucapan syukur atas damai. Keempat, tari Kecak Sanghyang Dedari, di mana tarian ini terinspirasi dari kisah pertemuan antara Hanoman dan Arjuna. Melalui tarian ini, kita berharap bahwa dengan selalu melibatkan Tuhan terutama dalam acara ini, gedung baru Kolese Le Cocq di Papua ini menjadi gedung yang kokoh dan kuat serta bermanfaat baik.   Yang kelima, tarian Pangkur Sagu, menggambarkan kegiatan masyarakat Papua ketika bersiap memanen Sagu. Tarian ini menggambarkan niat para siswa untuk datang dan memasuki dunia pendidikan untuk menemukan sumber penghidupan. Terakhir, tarian Pergaulan Wi Sisi. Tarian ini dibawakan secara massal di wilayah pegunungan dan berasal dari suku Dani. Tarian ini adalah suatu ungkapan harapan agar rasa syukur dan niat mengumpulkan bekal masa depan bagi generasi muda dapat menular bagi semua orang.   Bertumbuh Bersama Pada akhirnya, acara ini kiranya mampu menjadi gairah baru bagi seluruh keluarga besar Kolese Le Cocq d’Armandville. Aneka ketekunan, kerja keras, dan pengorbanan semua pihak, termasuk panitia, para penari, dan para pendukung, kiranya membuat setiap pribadi di dalamnya bertumbuh.   Kontributor: Tim Dokumentasi AKAL 2024

Provindo

“Being before Doing”

Pertemuan Superior Lokal, Direktur Karya, serta Ketua dan Sekretaris Yayasan gelombang kedua dilaksanakan pada 14-15 November 2024 di Rumah Retret Abdi Kristus, Gedanganak, Ungaran. Ada 42 peserta yang hadir. Pertemuan kali ini membahas mengenai Implementasi Rencana Apostolik Serikat Jesus Provinsi Indonesia.   Pertemuan dengan metode presentasi, sharing, dan tanggapan ini dimulai sore hari pukul 17.00 WIB dan selesai setelah makan siang esoknya. Refleksi Implementasi RAP ini berpedoman pada buku Rencana Apostolik Provindo (RAP) dan buku panduan diskresi bersama yang ditulis oleh Christina Kheng.   Sesi pertama dibuka dengan doa yang dipimpin oleh Pater Agustinus Setyodarmono, S.J. dan dilanjutkan dengan pengantar dari Provinsial Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. Pater Beni menekankan tentang pentingnya memahami being sebelum melakukan perencanaan dan implementasi. Ternyata selama ini banyak lembaga karya yang terburu-buru melakukan implementasi atau doing. Meskipun demikian, ini bukan menjadi permasalahan yang tidak bisa diperbaiki. Agar perencanaan dan implementasi RAP di lembaga karya dan komunitas semakin sejalan dengan semangat UAP, semua pihak diajak untuk mempelajari tulisan Christina Kheng yang berjudul Welcoming the Spirit (Menyambut Roh Kudus).     Setelah pengantar, Pater Setyodarmono sebagai delegat implementasi RAP mempersilakan para peserta yang hadir untuk memberi tanggapan atas pengantar yang disampaikan Provinsial. Ada banyak tanggapan yang muncul, terutama atas misi Provindo , yaitu dipanggil bertobat bersama Ignatius agar semakin dipercaya Gereja dan masyarakat Indonesia, gesit sebagai organisasi, dan berani memeluk tantangan-tantangan dunia secara terukur. Landasan teologi yang dijadikan pijakan adalah keyakinan bahwa Tuhan yang diabdi bukanlah sebagaimana dianalogikan sebagai seorang clock maker yang tidak lagi terlibat dengan ciptaannya sebab telah berjalan sesuai dengan mekaniknya.   Ada banyak sharing menarik dalam sesi setelah makan malam dan sesi lain pada hari berikutnya. Komunitas-komunitas dan lembaga karya, baik karya pendidikan maupun karya paroki, telah mengimplementasikan RAP dengan aneka gerakan, termasuk yang terkait dengan lingkungan hidup dan teknologi ramah lingkungan. Tanggapan menarik terkait lingkungan diberikan oleh Pater Setyo Wibowo yang melihat gerakan ramah lingkungan, terlebih teknologi kendaraan listrik, teknologi informasi, dan panel surya dari perspektif lain. Ia menangkap adanya paradoks terkait itu semua sebab emisi karbon yang dihasilkan teknologi ‘ramah lingkungan’ tersebut nyatanya lebih banyak menghasilkan emisi karbon. Ini menjadi catatan untuk dipelajari bersama. Terkait implementasi RAP, sharing dari para Jesuit yang berkarya di Keuskupan Ketapang juga tidak kalah menarik. Ada kisah-kisah menyentuh yang bisa disimak, misalnya terkait medan karya yang sulit dijangkau dan kesan positif dari umat beriman yang dilayani di sana.    Menutup pertemuan ini, Pater Provinsial mengulang pesan Pater Arrupe agar kita jangan mengkerdilkan imajinasi. Meskipun sedikit dan kecil (minima), kita tetap harus berani bermimpi dan melakukan hal yang dikehendaki oleh Allah sesuai perencanaan yang telah kita buat. Semoga kita tidak bertindak untuk diri kita sendiri dengan bahasa yang juga hanya dapat dipahami oleh kita sendiri.   Kontributor: Hermanus Wahyaka – Tim Sekretariat

Feature

Perjumpaan Transformatif

Melalui perjumpaan dengan anak-anak di Komunitas Belajar Realino (KBR) – Jombor, kami disadarkan tentang diri kami. Ada lima poin refleksi pembelajaran sederhana yang bagi kami berkesan dan ingin kami bagikan.   Poin pertama adalah kami belajar untuk selalu bersyukur. Seperti halnya dengan anak-anak yang bermain bersama kami, mereka bisa tertawa lewat hal-hal kecil dan sederhana yang kami berikan. Kami sangat senang bisa memberikan tenaga dan meluangkan waktu bermain dan belajar bersama. Tanggapan anak-anak juga memberikan kami semangat.   Poin kedua adalah kami belajar untuk saling memahami satu sama lain dan menurunkan ego. Bersama anak kecil tentunya dibutuhkan kesabaran agar mereka juga bisa merasa nyaman bersama kami. Kami melihat anak-anak yang dengan sabar memutar kaleng agar bisa membuat es krim, mengalah untuk mendapat giliran memutar, dan mengantri untuk mendapatkan es krim. Tanpa kita sadari, membuat es krim bersama telah jadi sarana pembentukan karakter yang baik.   Poin ketiga adalah kami belajar untuk berbagi. Walau dimulai dari hal yang tampaknya kecil tetapi selama bermanfaat untuk sesama akan menjadi sedemikian berharga sekaligus berkesan. Kami merasa senang bisa berbagi dengan anak-anak di KBR Jombor. Kami berbagi tidak hanya dalam bentuk materi (barang dan makanan) tapi juga ilmu (pembelajaran dan karakter).   Poin keempat adalah kami belajar tentang arti toleransi. Kami berbagi dan belajar bersama anak-anak tanpa memandang latar belakang (suku, ras, dan agama) mereka. Poin kelima adalah kami belajar untuk selalu tulus dalam memberi dan menyalurkan kasih. Ketika melakukan sesuatu dengan tulus, kami mendapat semangat dan kebahagiaan tersendiri.   Melalui kegiatan bersama anak-anak di Jombor ini, kami dapat merasakan berkat dan rahmat Tuhan. Apa yang kami berikan kepada mereka tidak seberapa, tetapi justru apa yang kami dapatkan dari mereka lebih dari cukup untuk kami refleksikan dalam kehidupan kami.   Poin-poin refleksi ini menorehkan perasaan tenang dan bahagia di dalam hati kami masing-masing. Kami dapat mencecap perasaan yang tak bisa kami dapatkan bila kami berderma saja tanpa terjun langsung atau tanpa perjumpaan dengan mereka yang paling membutuhkan, khususnya anak-anak yang kami jumpai di KBR Jombor.   Kontributor: Ica, Ave, Nia, Indira, Christy, Stevy, Aurel, Gita, Jessica – SMA Stela Duce I Yogyakarta, Kelas XII

Pelayanan Masyarakat

Akankah Terus Menjadi Mitra Terpercaya Dana Hari Tua?

Lima Dekade Yadapen Mitra Terpercaya Dana Hari Tua. Tagline ini resmi disandang oleh Dana Pensiun Lembaga Katolik Yadapen sejak 2017. Penggunaan tagline tersebut mengiringi migrasi Yadapen dari Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) ke Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Ini adalah momen “kelahiran kedua” dan perkembangan Yadapen sebagai Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).   Walaupun baru mulai digunakan pada 2017, “Mitra Terpercaya Dana Hari Tua” sejatinya telah diperjuangkan Yadapen sejak resmi disahkan pada 1 Januari 1974. Yadapen lahir berkat kemitraan Pater Georgius Kester, S.J. dan Pater Gustavus Oosthout, S.J. bersama dengan Bruder Leonardo Scrijnemakers, FIC dan suster-suster kepala yayasan pendidikan yang mengupayakan kesejahteraan masa tua para pegawai. Untuk mengupayakan dana hari tua, para pendiri ini juga membangun hubungan saling percaya dengan para donatur, khususnya di Belanda. Sejak awal, “Mitra Terpercaya Dana Hari Tua” secara nyata dihidupkan dalam semangat dan tindakan para pendiri walaupun tidak dirumuskan sebagai sebuah tagline.   Oleh karena itu, acara puncak Pesta Emas Yadapen yang diselenggarakan pada 14-15 Oktober 2024 lalu pada dasarnya merupakan upaya menyegarkan kembali ingatan pada semangat pendiri. Kemitraan dan sinergi menjadi semangat pendiri yang sangat ditonjolkan dalam perayaan ini. Tamu-tamu yang diundang datang dari berbagai lembaga pemberi kerja dengan beragam tempat dan bidang, mulai dari yayasan pendidikan di Sumatera, perusahaan manajer investasi di Jakarta, sampai karya sosial di timur Indonesia. Amat disyukuri pula dukungan Nostri yang hadir mewakili beragam karya, mulai dari Provinsialat, PT Kanisius, hingga lembaga pendidikan seperti Unika Soegijapranata dan Yayasan Kanisius. Para penampil pun berasal dari sekolah-sekolah yang dinaungi beberapa yayasan perintis Yadapen, yaitu Yayasan Kanisius, Pangudi Luhur, dan Marsudirini.     Bukan hanya dalam kehadiran dan penampilan, semangat kemitraan dan saling percaya juga disegarkan melalui momen presentasi pengawas dan pengurus Yadapen, serta diskusi bersama. Apresiasi diberikan atas perkembangan dan berbagai hal baik yang dipaparkan oleh pengawas dan pengurus. Berbagai masukan dan tawaran solusi ditemukan bersama serta dibagikan di antara para hadirin supaya Yadapen sungguh-sungguh dapat menjadi mitra terpercaya.   Pergumulan lembaga dan peserta pun secara jujur dibuka dalam forum. Beberapa contoh dapat disebutkan dalam tulisan ini. Dampak dari kasus Jiwasraya terhadap Yadapen, misalnya, masih disinggung sebagai luka batin yang belum sembuh bagi sebagian orang, lengkap dengan semua kesalah-pahamannya. Ada juga cerita tentang tarik ulur lembaga dalam memutuskan bertahan di Yadapen ketika ada kewajiban mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan. Muncul pula pengakuan akan adanya ketertarikan pada tawaran dana pensiun lain, khususnya Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Yang juga terlontar dalam diskusi adalah kesepadanan nilai uang yang diperoleh para pensiunan dibandingkan kebutuhan mereka jika mengikuti program Manfaat Pensiun Berkala yang ditawarkan Yadapen.   Segala bentuk keterbukaan dan saling percaya tersebut pun layak disyukuri sebagai rahmat pesta emas. Alih-alih resistensi terhadap segala hal yang telah, sedang, dan akan diupayakan Yadapen, momen sharing justru menunjukkan rasa saling memiliki antara Yadapen, lembaga pemberi kerja, dan orang-orang yang menjadi peserta dana pensiun. Tersirat keinginan lembaga-lembaga pemberi kerja dan peserta untuk tetap mempercayai Yadapen sebagai mitra dana hari tua mereka. Akan tetapi, keinginan tersebut tentu saja harus Yadapen imbangi dengan inovasi dan tata kelola yang semakin sesuai zaman.     Lepas dari fakta jatuh bangun Yadapen, kesempatan menjadi “Mitra Terpercaya Dana Hari Tua” berbuah dalam hasil yang terukur dalam data: audit dengan predikat “Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)”, dana kelolaan sebesar Rp 1,2 triliun, dan hasil investasi (Return on Investment/ROI) tahun 2023 yang mencapai 6,58% (melampaui pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG sebesar 6,16%). Digitalisasi laporan dan upaya paperless juga terus dikembangkan Yadapen melalui aplikasi Klik Yadapen. Setelah beberapa waktu berjalan dengan aplikasi untuk peserta, acara puncak Pesta Emas Yadapen menjadi kesempatan soft launching aplikasi untuk lembaga.   Bentuk lainnya adalah berupa kesediaan beberapa lembaga dana pensiun untuk memilih Yadapen sebagai rekan belajar, mulai dari Dana Pensiun (DP) KWI, DP PGI, DP Gereja Baptis, DP LAI, Pupuk Kaltim, dan Astra. Yadapen pun masih dianugerahi mitra baru, yaitu PT. Focus Data dan tarekat SJMJ Provinsi Manado. Yang akan menyusul menjadi mitra Yadapen adalah Yayasan Satunama, Yogyakarta dan Akademi Maritim Nusantara, Cilacap. Rangkaian data itu semata-mata ingin menunjukkan bahwa kemitraan yang terus diperjuangkan antara Yadapen, pemberi kerja, dan peserta sungguh-sungguh dapat berbuah baik. Hasil konkret kemitraan ini pun dirayakan dalam Pesta Emas Yadapen sebagai apresiasi atas kesediaan berbagai pihak untuk tetap percaya pada Yadapen.   Pertanyaan “Akankah Yadapen terus menjadi ‘Mitra Terpercaya Dana Hari Tua’?” mungkin saja akan terus dilontarkan oleh berbagai pihak. Pertanyaan tersebut akan dijawab oleh waktu dan kinerja Yadapen saat ini hingga ke depannya. Yadapen sendiri hanya dapat mengusahakan sembari memohon rahmat Tuhan agar spirit “Mitra Terpercaya Dana Hari Tua” terus mengalir dalam nafas hidup dan gerak langkahnya. Selain itu, dukungan semua pihak tetaplah dibutuhkan dalam karya kemitraan ini. Setelah lima dekade, semoga karya ini terus menjadi berkat bagi banyak orang.   Kontributor: Rafael Mathando Hinganaday, S.J.

Pelayanan Gereja

Mengenal Jesuit Lebih Dalam

Minggu, 20 Oktober 2024, teman-teman Gedangan Muda (sebutan untuk OMK Paroki St. Yusup Gedangan, Semarang) mengadakan kunjungan ke Provinsialat Serikat Jesus Provinsi Indonesia.   Dalam kunjungan ini, kami berkesempatan untuk mengenal lebih dalam mengenai persebaran Jesuit di Indonesia serta peninggalan romo-romo yang telah meninggal. Pater Windar Santosa, S.J. menceritakan mengenai kisah sejarah Jesuit serta apa saja yang biasa dilakukan. Beliau juga menjelaskan tugas-tugas perutusan Jesuit yang berakar pada spiritualitas Ignasian, yang menekankan refleksi batin, pelayanan, dan pengabdian kepada sesama. Jesuit memiliki misi penting dalam pendidikan, sosial, dan pelayanan gereja yang telah mereka jalankan sejak zaman kolonial hingga sekarang.   Setelah mendapat banyak pengetahuan dari Pater Windar, S.J., kami berkesempatan untuk mengunjungi museum kecil Jesuit yang menyimpan berbagai peninggalan bersejarah dari romo-romo pendahulu. Museum tersebut memamerkan koleksi yang menggambarkan perjuangan dan dedikasi para Jesuit dalam menyebarkan ajaran Katolik di berbagai wilayah di Indonesia, memberikan gambaran nyata mengenai jejak perjalanan misi mereka selama ratusan tahun.     Harapan dari kegiatan ini adalah agar semangat menggereja orang muda semakin tumbuh, terutama dalam menghidupi Spiritualitas Ignasian yang ditekankan dalam ajaran Jesuit. Dengan memahami sejarah dan nilai-nilai yang dipegang oleh ordo ini, kami diharapkan dapat lebih terinspirasi untuk melayani sesama dan lebih aktif dalam kegiatan menggereja, sejalan dengan semangat refleksi, pengabdian, dan kedalaman batin yang diajarkan oleh Santo Ignatius dari Loyola.   Kontributor: Gedangan Muda

Karya Pendidikan

Kemah Budaya Wujudkan Budaya Baik

Pendidikan Pramuka adalah salah satu proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup dan akhlak mulia sesuai dengan Tri Satya dan Dasa Dharma. Hal tersebut senada dengan Misi Yayasan Kanisius yaitu menyelenggarakan pendidikan yang unggul agar peserta didik berkembang menjadi pribadi yang pancasilais, cerdas, dan berkarakter.   Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta dalam rangkaian kegiatan HUT ke-106 tahun mengadakan kegiatan Jambore Penggalang Kanisius di Bumi Perkemahan Prambanan. Kegiatan ini dilaksanakan pada 16-18 Oktober 2024 dan diikuti oleh 1.008 peserta dari seluruh sekolah Kanisius di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepanitiaan Jambore Penggalang ini melibatkan 102 pembina dari semua sekolah tersebut. Sekolah Kanisius di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi dalam 6 KSK (Komunitas Sekolah Kanisius), yaitu Kulon Progo, Sleman Barat, Sleman Timur, Kota Yogyakarta, Bantul, dan Gunungkidul.     Jambore Penggalang Kanisius tahun ini bertajuk Kemah Budaya. Hal tersebut yang melatarbelakangi terpilihnya Bumi Perkemahan Candi Prambanan sebagai tempat diadakannya acara. Adik-adik penggalang dikenalkan berbagai peninggalan bersejarah yang ada di komplek Candi Prambanan dengan melakukan jelajah candi. Selain itu, mereka juga diajak untuk menyaksikan Sendratari Ramayana sebagai salah satu peninggalan budaya Indonesia. Lebih luas lagi, pengenalan kebudayaan nasional dilakukan melalui kegiatan Defile Nusantara yang diperankan oleh adik-adik dari 6 KSK tersebut. Pembagian wilayah Defile Nusantara sebagai berikut:  KSK Kulon Progo mengusung budaya Sulawesi KSK Sleman Barat mengusung budaya Bali KSK Kota Yogyakarta mengusung budaya Papua KSK Bantul mengusung budaya Kalimantan KSK Sleman Timur mengusung budaya Sumatera KSK Gunung Kidul mengusung budaya DIY   Pada saat defile adik-adik penggalang masing-masing KSK menampilkan berbagai pertunjukan kesenian daerah sesuai dengan pembagian yang sudah diberikan. Tari-tarian dan nyanyian daerah menyemarakkan Defile Nusantara siang itu.     Jambore Penggalang Kanisius tahun ini juga mengusung kearifan lokal Yogyakarta melalui kegiatan wisata kuliner tradisional khas Yogyakarta, seperti peyek belut, jadah tempe, slondok, madu mangsa, manggleng, marning, dan sebagainya.   Rangkaian kegiatan Jambore Penggalang Kanisius ini diawali dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Pater J. Heru Hendarto, S.J. sebagai selebran utama dengan konselebran PP Aria Dewanto, S.J., Thomas Surya Awangga, S.J., Azismardopo Subroto, S.J., Rm. Herman Yoseph SS, Pr, dan Rm. AR. Yudono Suwondo, Pr. Setelah perayaan Ekaristi, acara dilanjutkan dengan upacara pembukaan.   Kepala Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta Ibu Nur Sukapti, S.Pd. melakukan pemukulan gong yang diikuti dua kali tepuk pramuka oleh seluruh peserta menjadi tanda dibukanya kegiatan. Upacara pembukaan diakhiri dengan laporan persiapan pelaksanaan kegiatan Jambore Penggalang Kanisius oleh Kak Yanuar Setyarso dan Kak Kensi Jati Hananingrum selaku Ketua 1 dan 2.   Jambore Penggalang Kanisius kali ini mengusung tema “Penggalang Kanisius Tak Gentar” : Penggalang Kanisius Terlibat Aktif, Generasi Tangguh, dan Reflektif. Dengan tema tersebut, adik-adik penggalang Kanisius diharapkan semakin terlibat aktif, tangguh, dan reflektif dalam menghadapi tantangan zaman saat ini. Perkemahan ini dikemas dengan dinamika kampung, di mana setiap kampung dipimpin oleh lurah dan carik. Dalam dinamika kampung ini dilakukan banyak kegiatan yang diharapkan dapat menumbuhkan karakter tangguh, pantang menyerah, tidak rapuh, dan selalu gembira. Selain itu, adik-adik penggalang dilatih menjadi Generasi Reflektif sebagai salah satu penguatan nilai dasar Kanisius (Kedisiplinan, Keunggulan, Kepedulian, Kejujuran, dan Kemerdekaan). Dalam kegiatan perkemahan Jambore Penggalang Kanisius ini, adik-adik diajak untuk berefleksi dan merumuskan aksi sebagai tindak lanjutnya. Harapannya, kegiatan refleksi dan aksi ini menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.     Dalam Jambore Penggalang Kanisius para pembina pendamping menemani adik-adik penggalang untuk berpetualang selama tiga hari dua malam. Kakak-kakak pembina memfasilitasi adik-adik dalam bekerja sama dan peduli terhadap teman serta lingkungan. Kepedulian lingkungan diwujudkan dengan menjaga kebersihan dan kerapian tenda serta pemilahan sampah di kampung masing-masing. Selain itu, adik-adik penggalang juga diajak bergembira melalui fun game dan dinamika keterampilan kepramukaan.   Kegiatan Jambore Penggalang Kanisius ini juga memperhatikan keamanan dan keselamatan bagi para peserta kemah maupun pembina pendamping (Budaya Aman). Panitia bekerja sama dengan Rumah Sakit Panti Rini dalam rangka mengantisipasi keadaan darurat yang dapat terjadi selama kegiatan. Selain itu, tim P3K dari kepanitiaan juga siap memberikan pertolongan pertama sesuai prosedur keselamatan. Budaya aman juga diciptakan dengan membedakan lokasi tenda putra dan putri. Untuk tenda putra di kampung Tangguh dan Aktif sedangkan tenda putri di kampung Reflektif dan Integritas.   Jambore Penggalang 106 tahun Kanisius ini diharapkan menjadi fondasi yang kuat dalam membentuk pribadi yang cerdas dan berkarakter. Pembelajaran-pembelajaran baik dalam kegiatan ini, harapannya, dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik di keluarga, sekolah, gereja, maupun masyarakat. Semua dinamika ini juga menjadi usaha dalam mengimplementasikan UAP (Universal Apostolic Preferences) pokok menemani kaum muda menciptakan masa depan yang penuh harapan dan bekerjasama dalam merawat bumi rumah kita bersama.   Kontributor: Panitia Jambore Penggalang Yayasan Kanisius